NGGAK “DILANTIK” KOK MENGAKU-AKU (1)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Secara legal formal (muamalah-sosial
kultural), seseorang menduduki suatu jabatan dalam pemerintahan di suatu negara
pastilah diakui oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Melalui proses
penyelenggaraan pemilu yang sah dan memperoleh suara terbanyak, berarti
seseorang berhak menduduki suatu jabatan. Entah itu mulai dari level Presiden,
Gubernur, Walikota, dan Bupati. Bahkan dalam level terendah pun, jabatan seorang
RT terpilih oleh suara terbanyak dari warganya.
Namun demikian, ada
pula seseorang berhak menduduki suatu jabatan karena diangkat/dilantik oleh
pejabat yang lebih tinggi kedudukannya, misal menteri diangkat presiden, sekda
oleh gubernur, camat dan kepala desa oleh bupati atau walikota, dsb. Demikian
pula dalam suatu perusahaan, jabatan direktur dan komisaris dipilih oleh
pemegang saham (pemilik modal), sedangkan level struktural seperti General
Manager, Manager, dll dipilih oleh pejabat berwenang (direktur).
Apa yang saya contohkan
di atas adalah jabatan dalam tataran suatu pemerintahan di sebuah negara yang
demokratis atau suatu institusi. Lalu bagaimana dengan “jabatan” ditinjau dari
sisi agama? Tentu saja lain persoalannya karena ini menyangkut hubungan dengan
Tuhan. Di sinilah Allah SWT pemegang hak tunggal/prerogatif (otoritas) untuk
menentukan seseorang menyandang suatu gelar sebagai utusannya. Misalnya
seseorang dikatakan seorang nabi/rasul, maka telah memiliki tiga syarat yang diberikan Allah SWT sebagai tanda dan bukti bahwa seseorang
sebagai utusan-Nya:
1. Nabi/Rasul
mendapat nur nubuwah (nur kenabian dari Allah SWT). Nur kenabian inilah yang tidak bisa
diperoleh seseorang tanpa melibatkan Allah SWT sebagai pemegang hak
prerogative. Nur kenabian ini
pula pasca Rasulullah
Muhammad SAW wafat sudah tidak ada lagi alias sudah berakhir. Informasi ini dijelaskan pada ayat berikut
ini.
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di
antara kamu., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup
nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Ahzab 33:40).
Oleh sebab itu,
barangsiapa yang mengaku nabi pasca Rasulullah SAW wafat, maka dikatakan
sebagai nabi palsu karena nur kenabian sudah berakhir.
2. Masing-masing nabi/rasul membawa risalah islam (syariat/tata cara/hukum/hikmah) beribadah yang
berbeda-beda disetiap
periodenya dalam menyembah Allah SWT. Misal Nabi Adam AS, hanya cukup memberikan
persembahan sebagaimana yang dicontohkan
dan diinformasikan dalam
Al-Qur’an ketika kedua anaknya Qabil dan Habil diperintahkan Allah SWT secara
simbolis mempersembahkan hasil panennya. Pada akhirnya ibadah Habil yang
diterima karena dilandasi keikhlasan dengan memberikan hasil panen yang baik
dan jumlahnya banyak. Setiap periodesasi nabi/rasul mengalami evolusi syariat dalam menyembah
(shalat) Allah SWT hingga nabi Muhammad SAW, shalatnya seperti yang dilakukan
umat islam sekarang ini.
3. Setiap nabi atau rasul mendapatkan wahyu, atau tepatnya ayat (setelah dihimpun maka kumpulan ayat disebut dengan kitabullah) atau shuhuf (catatan) sebagai pedoman dan petunjuk untuk
beribadah kepada Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an pun,
ketiga syarat bahwa seseorang mendapat derajat nabi/rasul telah dijelaskan
dengan gamblang sebagaimana ayat berikut ini,”Mereka itulah
orang-orang yang telah Kami berikan
kitab (ayat), hikmat(risalah islam/hukum/syariat) dan kenabian (nur nubuwah). Jika orang-orang
(Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada
kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya” (QS. Al-An’aam
6:89)
Lalu
siapa sebenarnya pengganti (penerus) tugas nabi pasca Rasulullah SAW wafat dan yang
berhak menduduki “jabatan” dibawah Muhammad SAW untuk syiar islam?
(Bersambung)....
Apa yang saya bahas di atas adalah sedikit cuplikan
dari E-Book kedua saya yang berjudul MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. (silahkan
klik tulisan warna merah di samping untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download). Bagi sidang pembaca yang ingin menambah wawasan beragama, saya juga telah
me-launching E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH. (silahkan
klik tulisan warna merah disamping untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download)
Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk
meraih ridha Allah SWT!!!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar