DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Tampilkan postingan dengan label Spiritual. islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Spiritual. islam. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 Juli 2013

REPACKAGE : MERAIH “PIALA” RAMADHAN (1)


Kalau boleh saya analogkan dengan dunia olah raga, maka puasa Ramadhan merupakan ajang pertandingan bagi umat Islam. Seluruh waktu, tenaga dan pikiran difokuskan pada aktivitas prosesi ibadah, baik puasa Ramadhan itu sendiri, maupun ibadah wajib dan sunah lainnya seperti memelihara shalat fardhu 5 (lima) waktu, shalat tarawih, shalat tasbih, tadarus dan mengkhatamkan Al-Qur’an dalam 1 bulan, iktikaf di masjid pada 10 hari terakhir, dan lain sebagainya.

Saat ini umat islam bagaikan seorang atlit yang bertanding mati-matian agar menjadi juara untuk memperebutkan “piala” yang bernama Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar. Kenapa harus mati-matian? Karena piala ini hanya diperebutkan hanya satu tahun sekali yaitu pada bulan suci Ramadhan dan kita belum tentu di tahun depan dapat menemui kembali moment seperti ini, kecuali diberi karunia panjang umur dan nikmat iman oleh Allah SWT.

Ada sebagian pendapat yang saya kira perlu diluruskan yang menyatakan bahwa bulan Ramadhan adalah waktunya umat islam untuk melatih diri dengan memperbanyak amal ibadah. Tetapi menurut pendapat saya pribadi, bahwa yang namanya berlatih bukanlah pada saat Ramadhan, tetapi 11 bulan di luar bulan suci ini. Ibarat seorang atlit, sebelum melakukan pertandingan maka dia harus melakukan latihan di luar event itu. Kenapa? Tanpa melakukan latihan pastilah sang atlit lambat atau cepat akan mudah tersingkir dari arena pertandingan.

Seyogyanya, umat islam selama 11 bulan berlatih untuk menyambut bulan Ramadhan. Entah itu dengan ibadah “tambahan” seperti puasa Senin-Kamis atau puasa Nabi Daud AS, selalu menjaga frekuensi shalat sunah, memelihara perilaku (ahlak) yang islami serta ibadah lainnya. Dengan catatan, tentunya tetap menjaga ke-ajeg-an shalat fardhu 5 (lima) waktu. Dengan persiapan yang matang maka diharapkan di bulan Ramadhan umat islam tidak akan keteteran dalam melaksanakan prosesi ibadah tambahan, seperti shalat tarawih, iktikaf dan lain sebagainya.

Dengan berlatih diharapkan pula ketahanan fisik (badan) dan batin (ruhani) lebih prima dan siap untuk menyongsong datangnya bulan suci Ramadhan dengan penuh ikhlas dan khusyu’. Karena bagaimanapun juga setiap prosesi ibadah melibatkan 2 (dua) aspek yaitu batiniyah dan badaniyah yang harus terus dipelihara dan berjalan secara seimbang. Tanpa adanya keseimbangan maka dalam menunaikan ibadah pastilah gersang, terutama bila aspek batiniyah tidak dilibatkan.

Bila masa latihan selama 11 bulan tersebut dipenuhi, Insya Allah, umat islam mampu melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dan memperoleh piala berupa Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar. Pertanyaannya sekarang adalah apa makna (hakikat) dari Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar? Marilah coba kita uraikan satu per satu.
(Bersambung….)

Tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridho Allah SWT!!!

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH. Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan membeli dan membaca juga E-Book Kedua saya yang berjudul MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH (silahkan klik judul E-Book yang berwarna merah untuk mengetahui syarat dan ketentuannya). Semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi

Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang


Kamis, 04 Juli 2013

PERMASALAHAN SETIAP KALI DATANGNYA BULAN RAMADHAN (1)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

                Ada fenomena menarik yang terjadi beberapa tahun belakangan ini di Indonesia berkenaan dengan penentuan datangnya awal bulan ramadhan, awal syawal (Idul Fitri), dan 10 Dzulhijah (Idul Adha).  Sering sekali terjadi perdebatan antara kalangan ulama dalam menentukan pergantian sebuah bulan menurut kalender Islam. Jadi media-media semakin sering menggunakan istilah diatas yaitu, Hilal, Hisab, dan Rukyat.
           
Oleh sebab itu, artikel ini sengaja saya tulis sebagai tambahan wawasan dan referensi bagi para pembaca berkenaan dengan datangnya awal Ramadhan 1434 Hijriah yang jatuh di bulan Juli 2013. Artikel ini sejatinya tidak memihak salah satu kelompok, aliran dan sebuah organisasi tertentu, namun lebih kepada pemahaman yang saya terima.  Jadi posisi saya independent, tidak diintervensi oleh pihak siapa atau mana pun, dan hanya berpedoman kepada ilmu pengetahuan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Muhammad SAW. Demikian pula dengan posisi para pembaca, saya persilahkan meyakini apa yang harus anda yakini selama ini. Kalau pun anda setuju atau tidak setuju dengan tulisan saya, maka itu hak anda. Jadi kita tidak perlu berbantah-bantahan, dan saling menyalahkan. Oke?
           
Ada baiknya sebelum masuk ke pokok permasalahan, kita bahas makna dan arti dari Hilal, Hisab dan Rukyat sehingga pemahaman kita akan lebih komplit.

  1. Pengertian Hilal
Hilal adalah sabit bulan baru yang menandai masuknya bulan baru pada sistem kalender Qomariyah atau Hijriah. Hilal merupakan fenomena tampakan Bulan yang dilihat dari Bumi setelah ijtimak atau konjungsi. Perbedaan tempat dan waktu di Bumi mempengaruhi tampakan hilal. Hilal sangat redup dibandingkan dengan cahaya Matahari atau mega senja. Dengan demikian hilal ini baru dapat diamati sesaat setelah Matahari terbenam.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tampakan hilal. Hal ini menyangkut kriteria visibilitas hilal. Kedudukan Bumi, Bulan, dan Matahari memungkinkan tinggi dan azimut Bulan dapat dihitung saat Matahari terbenam. Demikian halnya dengan beda tinggi dan jarak sudut antara Bulan dan Matahari. Tidak kalah pentingnya adalah faktor atmosfer dan kondisi pengamat yang ikut menentukan kualitas tampakan hilal.

  1. Pengertian Hisab
Secara harfiyah hisab bermakna ‘perhitungan’. Di dunia Islam istilah ‘hisab’  sering digunakan sebagai metode perhitungan matematik astronomi untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi.

Penentuan posisi matahari menjadi penting karena umat Islam untuk ibadah shalatnya menggunakan posisi matahari sebagai patokan waktu sholat. Sedangkan penentuan posisi bulan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam Kalender Hijriyah. Ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat orang mulai berpuasa, awal Syawal saat orang mengakhiri puasa dan merayakan Idul Fitri, serta awal Dzulhijjah saat orang akan wukuf haji di Arafah (9 Dzulhijjah) dan hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah).

  1. Pengertian Rukyat
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding cahaya matahari, serta ukurannya sangat tipis.

Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya. Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.

Titik Tolak Permasalahan
                     Dalam literatur islam diceritakan bahwa jaman Rasulullah Muhammad SAW dahulu dalam menentukan rukyat berdasarkan penglihatan mata telanjang. Ketinggian hilal akan terlihat ketika posisi di atas 2 derajat. Oleh sebab itu, ketika hilal tidak nampak karena cuaca mendung maka akan digenapkan menjadi 30 hari sebagaimana bunyi hadits,  "Berpuasalah kalian karena melihat (ru’yah) hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Maka jika ia tertutup awan bagimu, maka sempurnkanlah bilangan Sya’ban tiga puluh.” (HR Bukhori dan Muslim).

                     Sementara dewasa ini metode Rasulullah Muhammad SAW dahulu hingga saat ini masih dipakai oleh beberapa umat islam untuk menentukan hilal (rukyat). Berdasarkan kesepakatan di kawasan Asia, tinggi hilal adalah 2 derajat. Maka, kemungkinan bulan sudah bisa terlihat. Perbedaan kriteria inilah yang menyebabkan perbedaan penentuan awal Ramadhan atau Idul Fitri. Selain bisa dilihat mata, ada kriteria lain, yaitu umur bulan delapan jam dan jarak antara matahari dan bulan sebesar tiga derajat. 

                    Di sisi lain, ada beberapa umat islam yang berpegang penuh melalui metode hisab yang berhenti di-wujudul hilal. Wujudul hilal adalah posisi bulan berada di atas 0 (nol) derajat. 

(Bersambung….)

Tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!

Bagi sidang pembaca yang ingin menambah wawasan beragama, silahkan download E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH (silahkan klik tulisan/judul di samping yang berwarna biru untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download). saya juga telah me-launching E-Book kedua saya yang berjudul  MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. (silahkan klik tulisan/judul di samping yang warna biru untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download).

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Sabtu, 22 Juni 2013

NGGAK DILANTIK KOK MENGAKU-AKU (1)

NGGAK “DILANTIK” KOK MENGAKU-AKU (1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Secara legal formal (muamalah-sosial kultural), seseorang menduduki suatu jabatan dalam pemerintahan di suatu negara pastilah diakui oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Melalui proses penyelenggaraan pemilu yang sah dan memperoleh suara terbanyak, berarti seseorang berhak menduduki suatu jabatan. Entah itu mulai dari level Presiden, Gubernur, Walikota, dan Bupati. Bahkan dalam level terendah pun, jabatan seorang RT terpilih oleh suara terbanyak dari warganya.

Namun demikian, ada pula seseorang berhak menduduki suatu jabatan karena diangkat/dilantik oleh pejabat yang lebih tinggi kedudukannya, misal menteri diangkat presiden, sekda oleh gubernur, camat dan kepala desa oleh bupati atau walikota, dsb. Demikian pula dalam suatu perusahaan, jabatan direktur dan komisaris dipilih oleh pemegang saham (pemilik modal), sedangkan level struktural seperti General Manager, Manager, dll dipilih oleh pejabat berwenang (direktur).

Apa yang saya contohkan di atas adalah jabatan dalam tataran suatu pemerintahan di sebuah negara yang demokratis atau suatu institusi. Lalu bagaimana dengan “jabatan” ditinjau dari sisi agama? Tentu saja lain persoalannya karena ini menyangkut hubungan dengan Tuhan. Di sinilah Allah SWT pemegang hak tunggal/prerogatif (otoritas) untuk menentukan seseorang menyandang suatu gelar sebagai utusannya. Misalnya seseorang dikatakan seorang nabi/rasul, maka telah memiliki tiga syarat yang diberikan Allah SWT sebagai tanda dan bukti bahwa seseorang sebagai utusan-Nya:

1.   Nabi/Rasul mendapat nur nubuwah (nur kenabian dari Allah SWT). Nur kenabian inilah yang tidak bisa diperoleh seseorang tanpa melibatkan Allah SWT sebagai pemegang hak prerogative. Nur kenabian ini pula pasca Rasulullah Muhammad SAW wafat sudah tidak ada lagi alias sudah berakhir. Informasi ini dijelaskan pada ayat berikut ini.

    Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Ahzab 33:40).

     Oleh sebab itu, barangsiapa yang mengaku nabi pasca Rasulullah SAW wafat, maka dikatakan sebagai nabi palsu karena nur kenabian sudah berakhir.

2.  Masing-masing nabi/rasul membawa risalah islam (syariat/tata cara/hukum/hikmah) beribadah yang berbeda-beda disetiap periodenya dalam menyembah Allah SWT. Misal Nabi Adam AS, hanya cukup memberikan persembahan sebagaimana yang dicontohkan dan diinformasikan dalam Al-Qur’an ketika kedua anaknya Qabil dan Habil diperintahkan Allah SWT secara simbolis mempersembahkan hasil panennya. Pada akhirnya ibadah Habil yang diterima karena dilandasi keikhlasan dengan memberikan hasil panen yang baik dan jumlahnya banyak. Setiap periodesasi nabi/rasul mengalami evolusi syariat dalam menyembah (shalat) Allah SWT hingga nabi Muhammad SAW, shalatnya seperti yang dilakukan umat islam sekarang ini.

3.   Setiap  nabi  atau   rasul  mendapatkan  wahyu, atau  tepatnya  ayat  (setelah  dihimpun maka  kumpulan   ayat  disebut  dengan   kitabullah)   atau   shuhuf   (catatan)   sebagai pedoman dan  petunjuk untuk beribadah kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an pun, ketiga syarat bahwa seseorang mendapat derajat nabi/rasul telah dijelaskan dengan gamblang sebagaimana ayat berikut ini,Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab (ayat), hikmat(risalah islam/hukum/syariat) dan kenabian (nur nubuwah). Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya” (QS. Al-An’aam 6:89)


           Lalu siapa sebenarnya pengganti (penerus) tugas nabi pasca Rasulullah SAW wafat dan yang berhak menduduki “jabatan” dibawah Muhammad SAW untuk syiar islam?

(Bersambung)....


Apa yang saya bahas di atas adalah sedikit cuplikan dari E-Book kedua saya yang berjudul MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. (silahkan klik tulisan warna merah di samping untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download). Bagi sidang pembaca yang ingin menambah wawasan beragama, saya juga telah me-launching E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH. (silahkan klik tulisan warna merah disamping untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download)


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang