DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Sabtu, 08 Juni 2013

OLEH-OLEH DARI UMROH

OLEH-OLEH DARI UMROH

          
Beberapa minggu yang lalu, secara kebetulan saya bertemu dengan saudara seiman yang baru saja pulang menunaikan ibadah umroh. Beliau datang ke rumah  dengan maksud ber-silaturahim, dan yang kedua adalah memberikan cindera mata hasil perjalanan umrohnya ke tanah suci.

Rejeki nomplok nih!!! Hehehehe….saya jadi kecipratan juga oleh-oleh tersebut. Ada tasbih, sajadah, air zam-zam, dll. Syukurlah oleh-oleh itu bukan bentuk atau tergolong jenis gratifikasi yang dilarang pemerintah sehingga saya tidak perlu dicurigai oleh KPK…hehehehe. Ini baru oleh-oleh pertama. Lho memangnya ada oleh-oleh kedua? Ya, ada. Apaan tu? Ya cerita hasil perjalanan ibadah umroh di tanah suci sana. Oleh-oleh kedua inilah yang justru lebih menarik karena menjadi bahan diskusi kita.

Dengan berapi-api beliau menceritakan perjalanan umrohnya. Mungkin ini ibadah umroh yang pertama kalinya, setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji. Saya cukup antusias menyimak ceritanya. Cukup lama saya menyediakan diri untuk diam dan mendengar penjelasannya, terutama mengenai perkembangan dan kondisi ter-update di sana. Maklum-lah hampir setiap tahunnya ada saja pembangunan tempat ibadah di Mekah, entah itu pemugaran, perbaikan, perluasan, dsb.

            Di akhir ceritanya, tiba-tiba muncul seberkas nada bicara yang menunjukkan sedikit rasa kecewa ketika menjalankan umroh kemarin, dan itu terlihat jelas dari raut wajahnya. Apa gerangan yang sedang terjadi? Ternyata dia agak kecewa karena tidak mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibaca oleh salah satu imam shalat favoritnya di Masjidil Haram (ketika beliau saat itu menunaikan ibadah haji), yang suaranya merdu, dan mendayu-dayu sehingga membuat beliau menangis saat itu ketika shalat dan target menangis inilah yang menjadi tolok ukur beliau memaknai ke-khusyu’-kan dalam beribadahnya.

            Nah inilah topik yang menarik untuk kita diskusikan. Setelah semua cerita selesai dituturkan, barulah saya mulai sedikit “nakal” menggoda dengan memancing pertanyaan perihal “menangis” tersebut.

           “Maaf mas, apakah menangis itu tolok ukur ke-khusyu-kan? Kalau memang iya, lalu yang ingin saya tanyakan adalah apakah penyebab tangis itu benar-benar murni sebagai bentuk kebahagiaan seorang hamba karena “berjumpa” dengan Allah SWT saat shalat didirikan atau menangis yang terjadi saat itu lebih dikarenakan suara yang mendayu-dayu?”

           Beliau sedikit kaget dan terperanjat oleh pertanyaan saya. Beliau diam sejenak, karena saya lama menunggu jawaban dan kelihatannya beliau masih bingung, maka dengan berbaik hati…hehehehehe…,akhirnya saya menambahkan keterangan dan maksud dari pertanyaan saya.

          “Begini lho mas. Banyak sekali dari kita yang terjebak dalam memaknai kekhusyukan yang bersumber dari sesuatu yang sifatnya inderawi. Mengapa? Ibarat kita mendengarkan musik, kalau lagu yang dimainkan memakai nada MINOR (mendayu-dayu, sedih, dll) otomatis telinga kita yang pertama kali mendengar maka akan tersentuh dan menangis. Kondisi ini hampir sama ketika seseorang lagi sedih, misal putus cinta, maka ketika mendengar lagu melankolis dan mendayu-dayu apalagi liriknya juga mengenai orang lagi putus cinta pastilah orang tersebut akan menangis sesenggukan juga. Sebaliknya orang yang suasana hatinya sedang senang, terus mendengar nada lagu MAYOR (gembira, bahagia, dll) pastilah orang tersebut dengan “sukarela” tanpa disadarinya akan ikut  berdendang, mungkin sambil bersiul, bahkan sambil menari-nari. Tapi itu semua sifatnya sementara (temporer), dan pada titik tertentu ada kejenuhan karena lagu tersebut sudah sering mendengar, sehingga tidak ada pengaruhnya sama sekali”.

              Beliau mulai menyimak, kemudian saya teruskan, “Demikian pula yang mungkin dialami dengan anda ketika menjalankan umroh kemarin. Karena kebetulan imam shalat yang anda harapkan (sebagaimana menjalankan ibadah haji sebelumnya) tidak ada, maka shalat anda tidak bisa khusyuk dan tidak keluar air mata. Inilah yang dinamakan spiritual artificial, bukan yang hakiki. Oleh karena itu, belajarlah meneladani spiritual Rasulullah Muhammad SAW dalam berma’rifatullah sebagaimana yang telah diinformasikan Allah SWT dalam Al-Qur’an”.

          Beliau mulai merenung. Mungkin dia lagi flashback tentang apa yang dahulu dirasakannya saat naik haji dan umroh kemarin. Kemudian saya mencontohkan lagi,” Apa yang saya contohkan itu dari sisi pendengaran. Sedangkan contoh dari sisi penglihatan ya sama saja. Mungkin ketika pertama kali anda melihat Ka’bah, juga terbawa suasana yang hampir sama, sehingga kita menangis. Namun apa yang terjadi ketika beberapa kali kita datang ke sana, pastilah suasana itu hilang dan biasa saja. Oleh sebab itu, para petugas kebersihan di sekitar Baitullah pun karena sering melihat Ka’bah setiap harinya maka yang terjadi juga biasa-biasa saja”.

            Beliau mengangguk-anggukan kepala, tanda mulai paham. “Kita itu menunaikan ibadah haji dan umroh itu sebagai tamu Allah SWT. Seharusnya niatkanlah hanya  terpesona dengan “keindahan” Allah SWT yang memang Maha Indah. Jangan kepada yang selain Allah SWT”.

             Beliau semakin tertunduk. Sekalian saja saya tuntaskan apa yang telah saya mulai, “Lalu bagaimana dengan spiritual yang hakiki? Tentu saja sifatnya langgeng, bahkan bertambah terus rasa rindu dan cinta kita kepada Allah SWT. Setiap detik, menit, jam, hari, bulan, tahun dan seluruh sisa waktu kita kalau bisa kita habiskan berdua-duaan hanya dengan Allah SWT. Rasa rindu dan cinta kita tidak akan pernah padam, meskipun anda saat menunaikan ibadah haji maupun umroh, dan setelah pula ke tanah air ya tetap ibadah anda khusyu’, lha Allah SWT itu kan Maha Besar (Akbar), Allah juga meliputi apa yang ada di langit dan dibumi, dan….bla…bla…bla… alias seterusnya (maaf penjelasannya terlalu panjang, saya takut nanti pembaca malah ketiduran….hehehehehe. Kalau pengin tahu panjang lebarnya ya silahkan saja baca dan download E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BER-MA'RIFATULLAH  Syukur-syukur juga sekalian mendownload E-Book Kedua saya yang berjudul, MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH  tapi ini nggak maksa lho, cuma yang berkenan saja, tapi ingat!!!..rugi ilmu untuk keselamatan dunia akhirat ditanggung sendiri…hehehehehehe)
            

Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar