OLEH-OLEH DARI UMROH
Beberapa minggu yang lalu, secara kebetulan saya bertemu dengan saudara seiman yang baru saja pulang menunaikan ibadah umroh. Beliau
datang ke rumah dengan maksud ber-silaturahim, dan yang kedua adalah memberikan
cindera mata hasil perjalanan umrohnya ke tanah suci.
Rejeki
nomplok nih!!! Hehehehe….saya jadi kecipratan juga oleh-oleh tersebut. Ada tasbih, sajadah, air zam-zam, dll. Syukurlah oleh-oleh itu bukan bentuk atau
tergolong jenis gratifikasi yang dilarang pemerintah sehingga saya tidak perlu dicurigai oleh KPK…hehehehe. Ini baru oleh-oleh pertama. Lho
memangnya ada oleh-oleh kedua? Ya, ada. Apaan tu? Ya cerita hasil perjalanan
ibadah umroh di tanah suci sana. Oleh-oleh kedua inilah
yang justru lebih menarik karena menjadi bahan diskusi kita.
Dengan
berapi-api beliau menceritakan perjalanan umrohnya. Mungkin
ini ibadah umroh yang pertama kalinya, setelah sebelumnya menunaikan ibadah
haji. Saya cukup antusias menyimak ceritanya. Cukup lama saya menyediakan diri untuk diam dan mendengar penjelasannya, terutama mengenai
perkembangan dan kondisi ter-update di sana. Maklum-lah hampir setiap tahunnya ada saja pembangunan
tempat ibadah di Mekah, entah itu pemugaran, perbaikan, perluasan, dsb.
Di akhir ceritanya, tiba-tiba
muncul seberkas nada bicara yang menunjukkan sedikit rasa kecewa ketika menjalankan umroh kemarin, dan itu terlihat jelas dari raut wajahnya. Apa gerangan yang sedang terjadi? Ternyata dia agak kecewa karena
tidak mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibaca oleh salah satu
imam shalat favoritnya
di
Masjidil Haram (ketika beliau saat itu menunaikan ibadah haji), yang suaranya merdu, dan mendayu-dayu sehingga
membuat beliau menangis saat itu ketika shalat dan target menangis inilah yang menjadi
tolok ukur beliau memaknai ke-khusyu’-kan dalam beribadahnya.
Nah inilah topik yang menarik untuk kita diskusikan. Setelah semua cerita selesai dituturkan,
barulah saya mulai sedikit “nakal” menggoda dengan memancing pertanyaan perihal
“menangis” tersebut.
“Maaf mas, apakah menangis itu tolok ukur ke-khusyu-kan? Kalau memang
iya, lalu yang ingin saya tanyakan adalah apakah penyebab tangis itu
benar-benar murni sebagai bentuk kebahagiaan seorang hamba karena “berjumpa”
dengan Allah SWT saat shalat didirikan atau menangis yang terjadi saat itu
lebih dikarenakan suara yang mendayu-dayu?”
Beliau sedikit kaget dan terperanjat oleh pertanyaan saya. Beliau diam sejenak,
karena saya lama menunggu jawaban dan kelihatannya beliau masih bingung, maka
dengan berbaik hati…hehehehehe…,akhirnya saya menambahkan keterangan dan maksud
dari pertanyaan saya.
“Begini lho mas. Banyak sekali dari kita yang terjebak dalam memaknai kekhusyukan
yang bersumber dari sesuatu yang sifatnya inderawi. Mengapa? Ibarat kita
mendengarkan musik, kalau lagu yang dimainkan memakai nada MINOR (mendayu-dayu,
sedih, dll) otomatis telinga kita yang pertama kali mendengar maka akan tersentuh
dan menangis. Kondisi ini hampir sama ketika seseorang lagi sedih, misal putus
cinta, maka ketika mendengar lagu melankolis dan mendayu-dayu apalagi liriknya
juga mengenai orang lagi putus cinta pastilah orang tersebut akan menangis sesenggukan
juga. Sebaliknya orang yang suasana hatinya sedang senang, terus mendengar nada
lagu MAYOR (gembira, bahagia, dll) pastilah orang tersebut dengan “sukarela”
tanpa disadarinya akan ikut berdendang,
mungkin sambil bersiul, bahkan sambil menari-nari. Tapi itu semua sifatnya
sementara (temporer), dan pada titik tertentu ada kejenuhan karena lagu
tersebut sudah sering mendengar, sehingga tidak ada pengaruhnya sama sekali”.
Beliau mulai menyimak, kemudian
saya teruskan, “Demikian pula yang mungkin dialami dengan anda ketika menjalankan
umroh kemarin. Karena kebetulan imam shalat yang anda harapkan (sebagaimana
menjalankan ibadah haji sebelumnya) tidak ada, maka shalat anda tidak bisa
khusyuk dan tidak keluar air mata. Inilah yang dinamakan spiritual artificial, bukan yang hakiki. Oleh karena itu, belajarlah meneladani spiritual Rasulullah
Muhammad SAW dalam berma’rifatullah sebagaimana yang telah diinformasikan Allah
SWT dalam Al-Qur’an”.
Beliau mulai merenung. Mungkin dia lagi
flashback tentang apa yang dahulu dirasakannya saat naik haji dan umroh kemarin.
Kemudian saya mencontohkan lagi,” Apa yang saya contohkan itu dari sisi
pendengaran. Sedangkan contoh dari sisi penglihatan ya sama saja. Mungkin
ketika pertama kali anda melihat Ka’bah, juga terbawa suasana yang
hampir sama, sehingga kita menangis. Namun apa yang terjadi ketika beberapa
kali kita datang ke sana, pastilah suasana itu hilang dan biasa saja. Oleh
sebab itu, para petugas kebersihan di sekitar Baitullah pun karena sering
melihat Ka’bah setiap harinya maka yang terjadi juga biasa-biasa saja”.
Beliau mengangguk-anggukan kepala, tanda mulai paham. “Kita itu menunaikan
ibadah haji dan umroh itu sebagai tamu Allah SWT. Seharusnya niatkanlah hanya terpesona dengan “keindahan” Allah SWT yang
memang Maha Indah. Jangan kepada yang selain Allah SWT”.
Beliau semakin
tertunduk. Sekalian saja saya tuntaskan apa yang telah saya mulai, “Lalu
bagaimana dengan spiritual yang hakiki? Tentu saja sifatnya langgeng, bahkan
bertambah terus rasa rindu dan cinta kita kepada Allah SWT. Setiap detik,
menit, jam, hari, bulan, tahun dan seluruh sisa waktu kita kalau bisa kita
habiskan berdua-duaan hanya dengan Allah SWT. Rasa rindu dan cinta kita tidak
akan pernah padam, meskipun anda saat menunaikan ibadah haji maupun umroh, dan
setelah pula ke tanah air ya tetap ibadah anda khusyu’, lha Allah SWT itu kan
Maha Besar (Akbar), Allah juga meliputi apa yang ada di langit dan dibumi, dan….bla…bla…bla… alias seterusnya (maaf
penjelasannya terlalu panjang, saya takut nanti pembaca malah
ketiduran….hehehehehe. Kalau pengin tahu panjang lebarnya ya silahkan saja baca
dan download E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BER-MA'RIFATULLAH Syukur-syukur juga sekalian mendownload E-Book
Kedua saya yang berjudul, MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH tapi ini nggak maksa lho, cuma yang berkenan
saja, tapi ingat!!!..rugi ilmu untuk keselamatan dunia akhirat ditanggung
sendiri…hehehehehehe)
Marilah kita tetap ISTIQOMAH
untuk meraih ridha Allah SWT!!!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar