DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Minggu, 28 April 2013

Misteri Kematian, Tanda dan Ilmunya

Misteri Kematian, Tanda dan Ilmunya

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Misteri Kematian

        Pada hari Jum’at, tanggal 26-April-2013 kemarin, umat muslim di Indonesia dikejutkan oleh berita mengenai wafatnya Ustadz Jefrey Al-Buchori (atau biasa dipanggil Ustadz UJE). Beliau wafat disebabkan oleh kecelakaan tunggal, yaitu sepeda motor yang beliau kendarai menabrak pohon palem. Kemudian beliau di bawa ke Rumah Sakit, namun Allah SWT berkehendak lain, beliau dipanggil pulang ke Rahmatullah. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosanya dan diterima amal ibadahnya. Amin. Dan keluarga yang ditinggal semoga diberikan kekuatan, kesabaran, ketabahan dan keikhlasan. Amin.

Seperti yang diberitakan di media cetak maupun elektronik bahwa sebelum kecelakaan terjadi, 2 (dua) hari sebelumnya  beliau berpesan kepada Ustadz Solmed agar meneruskan misi dakwahnya dan beliau memberikan peci kepada Ustadz Solmed. Ternyata beliau telah mendapat firasat akan datangnya kematian. Di hari beliau kecelakaan, sebenarnya kondisi fisik beliau kurang fit, sehingga sang istri sempat melarang beliau keluar mengendarai sepeda motornya, namun beliau tetap keluar untuk menemui para sahabatnya untuk sekedar bersilaturahim dan minum kopi bersama di kawasan Kemang, Jakarta.

Waktu, tempat dan bagaimana cara kematian seseorang memang sudah menjadi takdir (ketentuan) dari Allah SWT. Manusia tidak dapat menolaknya, meskipun manusia berusaha untuk menahannya. Demikian pula yang terjadi dengan Ustadz UJE, meskipun telah mendapat firasat sebelumnya dan istrinya melarang untuk keluar rumah karena badannya kurang fit, namun toh beliau tidak dapat menolak kehendak Allah SWT tentang waktu, tempat dan bagaimana kematian datang menjemput. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah menjelaskan demikian.

Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?." Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah." Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini." Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh." Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati (QS. Ali Imran 3: 154).

        Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menjelaskan bahwa pada hakikatnya manusia meninggal melalui 2 (dua) cara yaitu mati dan dibunuh. Mati disini maknanya adalah seseorang meninggal dengan cara wajar tanpa sebab sesuatu karena memang takdir kematiannya telah datang. Adapun makna dibunuh bahwa kematian seseorang disebabkan oleh sesuatu (melalui sesuatu), entah itu dibunuh dalam arti sebenarnya (perang, tindak kriminal, dll), dibunuh oleh penyakit, dibunuh oleh kecelakaan, dibunuh oleh keracunan, dan lain sebagainya.

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur (QS. Ali Imran 3 : 144).

       Dalam kurun hampir dua bulan ini, saya sendiri pun mengalami peristiwa yang datang di luar logika nalar saya. Ada tetangga, teman, dan keluarga yang dipanggil kembali ke Rahmattullah. Semoga mereka semua diampuni dosa-dosanya dan diterima amal ibadanya. Amin. Dan keluarga yang ditinggalkannya diberikan kekuatan, ketabahan, kesabaran dan keikhlasan oleh Allah SWT. Amin.

      Manusia hakikatnya tidak berkehendak (minta) untuk dilahirkan dan manusia juga tidak kuasa menolak datangnya kematian. Hidup dan mati adalah proses yang harus dijalani oleh manusia, dan semua ini atas kehendak Allah SWT. Seperti kita ketahui bersama bahwa ada 4 (empat) alam yang harus dilalui manusia sebelum kembali kepada Allah SWT, yaitu Alam Kandungan, Alam Dunia (yang saat ini sedang kita jalani), Alam Barzah (di dahului dengan kematian) dan Alam Akhirat. Jadi mau tidak mau, ikhlas maupun terpaksa, manusia harus melalui ke–empat alam ini. Datangnya kematian juga tidak memandang usia, ada yang masih bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan tua. Semua sudah diskenariokan oleh Allah SWT, dan manusia tidak dapat menolaknya (hanya bisa menerima).

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan” (QS. Al-Ankabuut 29: 57).

“Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan” (QS. Waqiah 56:60).

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan   (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan” (QS. Munaafiquun 63: 11).

Mengaku Ahli Ibadah Mengapa Takut Mati?

    Kematian bagi sebagian orang memang dianggap sesuatu yang “menyeramkan”, padahal ini proses alami yang harus dijalani. Bahkan yang lebih ironis lagi, kematian tidak hanya ditakuti oleh mereka yang banyak dosanya (kondisi ini wajar), tetapi juga mereka yang terkadang mengaku ahli ibadah. Saya hanya ingin sedikit bertanya kepada para pembaca, “Sudahkah anda siap menjemput datangnya kematian? Kalau seandainya besok atau nanti malam anda mati sudah siapkah?”. Kalau anda tidak siap, pasti ada alasannya. Apakah alasan itu diantaranya anda masih banyak dosa dan pahala yang anda kumpulkan belum cukup untuk menebus akhirat? Apakah alasan anda bahwa anak-anak anda masih kecil dan butuh anda untuk membiayainya? Atau apakah siapa yang nanti mengelola usaha saya yang sudah maju sedemikian pesatnya? Dan mungkin banyak alasan-alasan lain yang irrasional. Padahal secara jelas Allah SWT berfirman, datangnya kematian sudah ditentukan dan tidak bisa dimajukan atau dimundurkan. Siap tidak siap, ikhlas atau terpaksa kematian akan datang menjemput.
           
        Kalau anda mengaku merasa ahli ibadah karena telah menjalankan ibadah shalat fardlu 5 (lima) waktu tanpa terlewatkan dan shalat sunnah (dhuha, tahajud, hajat, dll), setiap tahunnya berpuasa ramadhan, mengeluarkan zakat fitrah, sudah naik haji (bagi mereka yang telah menjalankannya), sudah menyantuni anak yatim piatu, fakir miskin, dan lain sebagainya, lalu mengapa anda takut mati? Kalau anda yakin ibadah anda diterima Allah SWT dan Allah SWT mengampuni dosa-dosa anda mengapa anda takut mati? Kalau anda yakin bahwa anda menjalankan ke-islam-an dengan benar, telah beriman dan bertakwa mengapa anda tidak minta disegerakan datangnya kematian? Bukankah kematian sebagai proses untuk kembali kepada Allah SWT? Atau jangan-jangan anda tidak yakin dengan ibadah anda apakah diterima atau tidak oleh Allah SWT? Jadi bagaimana ini? Katanya anda telah mendapat petunjuk dan hidayah, lha kok takut mati!!! Jangan–jangan selama ini apa yang anda kerjakan hanya sebatas merasa (berprasangka), padahal merasa (prasangka) jauh dari kebenaran.

“Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya”. (QS. Al-Baqarah 2:94-95)
            
          Ayat di atas sebenarnya menginformasikan, bahwa Allah SWT menanyakan sekaligus menguji kita tentang ke-islam-an, ke-iman-an dan ke-takwa-an kita. Apakah memang benar bahwa islam, iman, dan takwa yang kita jalani sudah benar? Apakah kita benar-benar telah mendapat hidayah, petunjuk, rahmat dan ridha-Nya? Atau jangan-jangan semua itu (amal ibadahnya) hanya sebatas merasa. Saat kita ber-syahadat, mendirikan shalat, menjalankan puasa ramadhan, memberikan zakat fitrah, dan menunaikan haji (bagi yang mampu) adalah sebagai tanda telah menjalankan perintah Allah SWT. Namun demikian itu belum cukup karena belum ada bukti (kebenaran) dari Allah SWT. Apa bukti syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji anda dibenarkan Allah SWT? Apa bukti bahwa anda mendapat hidayat, petunjuk, rahmat dan ridha-Nya? Kalau boleh saya analogkan, ibarat anda menempati sebuah rumah dan anda mengaku bahwa ini rumah anda (baru sebatas tanda), namun kemudian anda ditanya mengenai buktinya (sertifikat atas nama anda) bahwa memang itu rumah anda, kalau anda tidak bisa menunjukkan sertifikat atas nama (atau nama istri/suami/anak) berarti rumah itu bukan milik anda, jadi posisi sebenarnya mungkin anda hanya menyewa, mengontrak, disuruh menempati, dll.

            Berbeda dengan kondisi orang yang memang telah diberikan tanda dan bukti bahwa dia telah di-islam-kan, di-iman-kan, di-takwa-kan, diberi hidayah, petunjuh, rahmat dan ridho dari Allah SWT semua ada buktinya dan ini dialaminya sehingga ibadahnya sudah dibenarkan (haqqul yaqin) oleh Allah SWT.  Makanya tidak heran, manusia seperti ini tidak akan takut akan datangnya kematian, justru hamba ini memohon kepada Allah SWT agar segera memanggilnya karena rasa cinta dan rindunya untuk segera bertemu dengan kekasihnya yaitu Allah SWT.

“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya. Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (kematian), (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila Kiamat sudah datang?” (QS. Muhammad 47:17-18)

Nb : Kematian adalah kiamat kecil (sughra/personal) dan hari kiamat adalah kematian besar (kubra/massal)

Tanda dan Ilmu Kematian

          Sebelum saya menutup artikel ini, saya ingin berbagi ilmu dan tanda-tanda seseorang akan dipanggil Allah SWT.

Pertama, Secara ilmu pengetahuan (medis), tanda fisik seseorang yang akan meninggal dunia adalah kuping (bagian) bawah akan menutup. Jadi ketika anda melihat saudara, teman, keluarga maupun orang lain yang sedang terbarisng sakit, namun telingga bagian bawah sudah mulai menutup maka itu sebagai tanda bahwa orang tersebut usianya tidak lama lagi. Dengan demikian anda yang masih hidup mempunyai kesempatan menuntun agar mereka banyak berdzikir, bersyahadat, dll.

Kedua, manusia yang telah dikarunia Allah SWT kembali fitrah (ar-ruh berkuasa atas tubuh ini), maka anda dapat berdialog dengan ar-ruh mereka yang sedang sakit. Misalnya handai taulan anda sakit dalam kondisi tidak sadar diri, maka komunikasi secara verbal tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, medianya adalah ar-ruh. Anda dapat menyalami ar-ruh si sakit dan berdialog apakah dia akan sembuh atau tidak, karena ar-ruh (amr Tuhan) tahu posisi dan kondisi dirinya. Bila ar-ruh si sakit memberi tanda akan meninggal maka tuntunlah (ingatkanlah) dia bahwa tujuannya adalah kembali ke Allah SWT, sehingga di kampung akhirat-insya Allah-ditempatkan ditempat yang mulia/terpuji. Itu mengapa Rasulullah SAW, dan para Waliyullah tahu tentang kedatangan kematian seseorang atas ijin Allah SWT.

Ketiga, Anda maupun mereka yang masih hidup, dan tanda akan datangnya kematian maka akan didatangi malaikat Izroil. Biasanya malaikat ini “mengintai” gerak-gerik kita dan posisinya hanya diam (tidak dapat diajak bicara). Inilah tanda bahwa Allah SWT Maha Rahman dan Rahim, dengan memberikan anda “sedikit” waktu untuk bertaubat dan memohon ampun kepada-Nya serta mempersiapkan diri untuk ikhlas menerima datangnya kematian. Sedangkan manusia yang tidak tahu bahwa itu malaikat Izroil, maka dirinya akan merasa gelisah, bingung, ketakutan, dll (terkena azab) karena dirinya merasa diintai oleh seseorang yang tidak dikenalnya, sementara orang lain tidak melihatnya.

“Kami tidak menurunkan malaikat (izroil) melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh (kematian)” (QS. Al-Hijr 15: 8)

Semoga artikel ini berguna dan bermanfaat.

Untuk menambah wawasan beragama anda silahkan download E-Book (Electronic Book) pertama saya yang berjudul :     MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH dan E-Book kedua yang berjudul: MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan FC
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim

Jumat, 26 April 2013

Belajar "Ke-Tauhid-an" Kepada Pohon Pisang

BELAJAR “KE-TAUHID-AN” KEPADA POHON PISANG


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

”(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali Imran 3: 191).

          Begitu besar kenikmatan hidup yang telah Allah SWT berikan kepada kita kalau kita mau merenungi (tafakur). Nikmat yang tertinggi adalah kita diberikan nafas (kesadaran) yang mempunyai nilai tak terhingga. Belum lagi nikmat dibalik nafas tersebut, dimana untuk menjalani hidup ini kita tidak direpotkan untuk mengatur hembusan dan tarikan nafas. Semua berjalan dengan kehendak Allah SWT melalui Qohar-Nya (Yang Maha Menggerakkan).

          Kesadaran-lah (berakal) yang membuat manusia dilebihkan dari makhluk-makhluk lainnya. Namun kebanyakan dari kita senantiasa berada dalam posisi sadar, hidup kita kebanyakan lebih banyak terjaga. Apa beda sadar dan terjaga? Sadar adalah posisi kita senantiasa ingat akan kenikmatan Allah SWT (dzikrullah) yang diberikan kepada kita, sehingga dalam menjalani hidup ini senantiasa bersyukur, positive thinking, berperilaku akhlaqul karimah, tidak mau merugikan (menzalimi) orang lain di segala tempat dan waktu (aktivitas), dan lain sebagainya. Inilah produk manusia yang senantiasa selalu ”tersambung” kesadarannya kepada Tuhan.

          Sedangkan manusia yang terjaga adalah ibarat zombie. Kesadarannya jauh dari jalan Tuhan. Perilakunya senantiasa merugikan orang lain, tidak pernah bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan, ada sifat sombong, iri, dengki dan sifat negatif lainnya. Jadi hidupnya dilingkupi oleh nafsu fujur, jauh dari nilai-nilai ke-Tuhan-an.

          Orang yang berakal adalah mereka yang cerdas spiritualnya, karena mampu ”membaca” apa-apa yang diciptakan Allah SWT dan mengambil hikmah (pelajaran). Manusia ini juga tidak malu dan merasa diri ini bodoh sehingga mau belajar banyak, baik kepada manusia lain maupun lingkungannya.

          Ambilllah contoh bagaimana belajar ”Ke-Tauhid-an” kepada pohon pisang. Apa sih hikmah (pelajaran) dari pohon pisang? Sepertinya ya biasa-biasa saja! Apa istimewanya?

          Coba perhatikan secara seksama adakah pohon pisang yang bercabang? Tentu tidak ada bukan? Tegaknya pohon pisang yang menjulang ke atas sebenarnya memberikan pelajaran kepada kita bahwa orang yang mengaku beragama, beriman, dan bertakwa dalam bertauhid (beribadah) kepada Allah SWT harus lurus/hanif/tidak kemana-kemana. Semua fokus kepada Allah SWT. Hidupnya tidak tergoyahkan oleh hal-hal yang sepele seperti cibiran, fitnah, tuduhan-tuduhan negatif, dan lain sebagainya. Kondisi inilah yang tercermin dari Rasulullah SAW ketika beliau syiar islam. Meskipun beliau disakiti secara fisik oleh musyrikin quraisy, dianggap sesat, difitnah, dituduh penyihir, dan lain sebagainya, namun beliau tetap kokoh menyampaikan risalah islam.

          Pohon pisang-pun tidak akan mati sebelum berbuah, sehingga dapat dinikmati makhluk lainnya. Ini artinya sebagai manusia janganlah mati dalam keadaan tidak berguna bagi lingkungannya. Apalagi membuat susah orang lain. Ibarat pepatah mengatakan Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia beragama seharusnya dapat bermanfaat bagi orang lain, minimal di lingkungan dimana kita hidup, sebelum ajal menjemput kita.

          Selain itu, pohon pisang-pun tidak akan mati sebelum tumbuh penggantinya (anak pohon pisang). Harus ada regenerasi sebelum dirinya punah. Demikian pula kita sebagai manusia harus mampu memberikan tongkat estafet kepada keturunan maupun umat untuk meneruskan perjuangan hidup yang lebih baik.

          Dari anatomi pohon pisang pun, hampir semua bergunan. Batang pisang bisa digunakan untuk pegelaran wayang kulit, membuat sampan, dan lain sebagainya. Daun pisang bisa untuk membungkus masakan, melindungi dari terik matahari atau terpaan air saat hujan. Jantung buah pisang bisa untuk sayur mayur, sementara buahnya di makan.

          Jadi jangan anggap remeh pohon pisang, ada pelajaran berharga baik ”tersurat” (fisik) maupun ”tersirat” (tafsir keimanan) yang begitu memukau kita kalau benar-benar kita tafakuri. Semoga para sahabat juga dapat menafakuri makhluk-makhluk ciptaan Allah SWT lainnya. Selamat bertafakur dan jadilah orang yang berakal !!!

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan download E-Book pertama saya yang berjudul : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH dan E-Book kedua saya yang berjudul : MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. Semoga bermanfaat di dunia dan akhirat. Amin.

Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!    
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan FC
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim