DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Senin, 17 Juni 2013

AL-QUR’AN : ANTARA PEDOMAN, HIASAN DAN BEDA PENAFSIRAN (1)


           Hidup di dunia ini layaknya seorang musafir yang sedang menempuh perjalanan ke suatu tempat tujuan. Agar perjalanan yang ditempuh berhasil, maka segala hal perlu dipersiapkan mulai dari uang, bekal makanan dan minuman, persiapan fisik dan mental, penguasaan medan yang akan dilalui, dan tentu saja penunjuk jalan (peta). Apa jadinya kalau salah satu persyaratan tersebut tidak dipenuhi? Tentu perjalanannya akan mengalami kesulitan, bahkan tidak menutup kemungkinan yang ditemui adalah kegagalan demi kegagalan sehingga tidak akan sampai ke tempat tujuan. Apalagi kalau dalam perjalanan tersebut harus melewati ganasnya hutan belantara dan lautan padang pasir. Tidak hanya persiapan internal saja, antisipasi terhadap ancaman eksternal pun perlu diperhitungkan seperti banyaknya binatang buas, rimbunnya tumbuhan hutan, perubahan cuaca yang ekstrim, beratnya medan yang harus ditempuh dan berbagai macam gangguan lainnya. Tanpa persiapan yang matang, maka kegagalan sudah di depan mata, salah satunya adalah tersesat dan tidak mencapai tujuan.
Seperti halnya perjalanan sang musafir. Hidup di dunia juga penuh dengan onak duri, godaan, dan marabahaya yang dapat mengancam keselamatan hidup kita setiap saat. Diperlukan kesiapan internal maupun antisipasi terhadap pengaruh eksternal. Oleh karena itu, agar perjalanan di dunia ini selamat sampai tujuan, maka diperlukan peta. Al-Qur’an adalah peta atau pedoman hidup yang berperan sebagai petunjuk bagi umat islam dalam mengarungi bahtera hidup ini agar selamat, baik selama di dunia maupun di akhirat kelak. Tanpa Al-Qur’an, mustahil umat islam berhasil dalam mengarungi kehidupan ini. Dengan kitab ini pula manusia akan tumbuh kesadarannya untuk mengenal siapa dirinya, memahami untuk apa diciptakan, mengetahui darimana ia berasal dan ke mana akan kembali ketika kematian datang menjemput.
            Namun sayangnya, banyak umat islam sendiri tidak merasa bangga dan mau memanfaatkan Al-Qur’an sebagai satu-satunya pedoman hidup. Secara lisan memang banyak yang telah mengaku beriman kepada kitabullah ini sebagai bentuk sempurnanya rukun iman, namun realita menunjukan lain, banyak perilaku umat islam itu sendiri yang melanggar isi kandungan Al-Qur’an. Jadi antara yang diucapkan dan diyakini berbeda dengan perilakunya.
Terkadang juga kebanggaan umat islam terhadap Al-Qur’an diletakkan tidak dalam proporsi yang selayaknya. Kitab ini hanya dijadikan hiasan di lemari-lemari kaca yang mewah maupun lusuh, disimpan dalam laci meja, bahkan hanya ditumpuk dengan buku-buku lain semata-mata hanya untuk menunjukkan identitas siapa sebenarnya jati dirinya. Al-Qur’an jarang dibuka, apalagi dibaca, diamalkan dan dipahami, sehingga kehidupannya jauh dari tuntunan Illahi. Bahkan ketika mendatangi suatu majelis taklim, kebanyakan umat islam tidak merasa bangga dengan membawa Al-Qur’an untuk menyimak apa yang didakwahkan oleh sang mubaligh. Hal ini berbeda jauh dengan saudara kita yang dengan bangga membawa kitab sucinya ketika setiap minggu mendatangi tempat ibadahnya.
            Apa yang sebenarnya menjadi penyebab sehingga umat islam tidak merasa bangga dengan kitabnya? Ada masalah apakah yang membuat kebanyakan umat islam jarang membaca dan mempelajari Al-Qur’an? Salah satunya alasan klise yang sering kita dengar mengapa umat islam enggan mempelajari Al-Qur’an karena berbahasa arab, maka kitab ini sulit untuk dibaca, dipelajari dan dipahami.  Kalau boleh dibilang, sebenarnya alasan ini hanya dibuat-buat untuk melindungi diri dari kemalasan.
            Mengapa umat islam begitu “alergi” dengan bahasa Arab? Bukankah Al-Qur’an petunjuk dan pedoman hidup bagi seluruh manusia tanpa membedakan darimana asal bangsa, negara dan bahasa. Apakah mempelajari dan memahami Al-Qur’an harus terlebih dahulu pandai membaca bahasa arab dan sebatas mengetahui seluruh seluk beluk tata bahasanya (ilmu tajwid, nahwu sharaf, balaghah dan lain sebagainya)? Kalau ini yang menjadi alasan, tentu tidak masuk logika akal sehat. Bukankah banyak orang-orang yang tinggal di Timur Tengah dan pandai bahasa Arab, namun dalam realita menunjukkan bahwa banyak dari mereka yang justru tidak memahami dan mendapat petunjuk dari Allah SWT melalui Al-Qur’an sehingga tidak memeluk islam?  
            Kitabullah diturunkan dalam bahasa Arab, karena memang Rasulullah Muhammad SAW berasal dari Mekah (Timur Tengah). Tetapi hal ini bukannya dijadikan alasan bahwa umat islam yang tidak mampu berbahasa arab tidak akan mampu mempelajari, mencerna dan memahami isi ayat Al-Qur’an. Bahasa adalah masalah kebudayaan, dan di jaman modern sekarang ini seiring dengan kemajuan teknologi percetakan dan hadirnya para cerdik pandai (translater/pengalih bahasa), Al-Qur’an telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa sehingga mudah dibaca, dipelajari, dimengerti dan dipahami secara tekstual. Memang akan lebih sempurna bila umat islam mampu menguasai bahasa arab, namun demikian ini bukanlah satu-satunya jaminan (tolok ukur) untuk memahami isi kandungan Al-Qur’an.
Orang yang pandai bahasa Arab mungkin mampu menguasai Al-Qur’an secara tersurat (tekstual), namun secara tersirat (kontekstual) belum tentu. Mengapa? Karena Al-Qur’an adalah bahasa qalam dan yang menjelaskan makna tersirat ayatnya (takwil) tentunya sang pemilik wahyu itu sendiri yaitu Allah SWT, bukan orang yang pandai bahasa Arab atau pemegang otoritas agama.
Tugas para pemimpin agama hanya sebatas menyampaikan isi kitab secara tersurat, dan memberikan metode membacanya melalui ilmu nahwu sharaf, tajwid, balaghah, dan lain-lain. Sementara itu, untuk memahami takwilnya (ayat tersirat), masing-masing umat islam harus belajar dan berguru sendiri kepada Allah SWT selaku pemilik wahyu, sebagaimana yang diperintahkan-Nya: “Barangsiapa lepas dari pengajaran-Ku, akan Aku jadikan setan sebagai pemimpinnya. Sesungguhnya mereka disesatkan setan dari agama tetapi mereka merasa mendapat petunjuk.” (QS.Az-Zukhruf 43:36-37).
Fenomena lain juga menunjukkan, terkadang umat islam lebih memilih cara instan dengan mendengar ceramah-ceramah agama, dan membaca buku islam. Tentu saja cara ini tidak salah, namun yang patut disayangkan mengapa umat islam tidak mau melakukan cek dan ricek apakah memang benar apa yang di dengar dan dibaca sesuai dengan isi kandungan Al-Qur’an, sehingga dapat menambah kadar keimanan kita. Inilah yang dinamakan mengaji. ...(Bersambung)

Untuk menambah wawasan beragama anda silahkan baca dan download E- Book Kedua saya yang berjudul : MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH dan jangan lupa sebelumnya juga telah terbit E-Book Pertama saya : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH. Silahkan pelajari cara dan ketentuannnya. Semoga bermanfaat di dunia dan akhirat.

Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang
 
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar