DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Selasa, 30 Juni 2009

Tafakur, Konsep Islam Jalan Menuju Tuhan (1)

TAFAKUR, KONSEP ISLAM JALAN MENUJU TUHAN (1)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dimuliakan dan dicintai Allah SWT.

Untuk kali ini saya akan menampilkan artikel yang ditulis oleh Bapak H. Sutaji yang tergabung dalam komunitas Shalat Center-Halaqoh Sampangan Semarang (SC-HSS) dengan judul "Tafakur, Konsep Islam Jalan Menuju Tuhan". Memang saya sengaja mengundang sahabat-sahabat saya yang tergabung dalam SC-HSS untuk aktif menyumbangkan artikel. Hal ini sebagai bentuk komitmen kami untuk berdemokrasi, sehingga artikel yang tampil bukan monopoli saya saja. Semoga bermanfaat dan selamat membaca.

1. RUH SUCI YANG BISA DEKAT TUHAN

Bertafakur, intinya berhubungan dengan Tuhan. Dalam konsepsi Islam, pendekatan diri pada Tuhan, berarti memasuki dunia Tasawuf. Esensinya mendekat sedekat-dekatnya pada Tuhan, sehingga dapat melihat Tuhan dengan mata hati, bahkan ruhnya dapat menyatu dengan Tuhan. Mengapa kok ruh? Sebab Tuhan bersifat ruhani. Karenanya, yang bisa mendekat pada Tuhan adalah ruh, bukan jasad. Dan, Tuhan Maha Suci, karenanya yang diterima Tuhan adalah ruh suci.

Di dalam ajaran Islam, Tuhan dekat sekali pada manusia. Dekatnya Tuhan pada manusia dijelaskan dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186. “Jika hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka Aku sangat dekat, dan akan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil.”

Manusia yang berjalan menuju Tuhan, harus melewati terminal-terminal, yang istilah sufistiknya Maqam (perhentian). Di setiap terminal, harus melakukan penyucian diri, yaitu penyucian ruh. Untuk penyucian ruh ini, harus dilakukan disetiap terminal. Terminal penyucian diri yang harus dilalui, menurut Abu Bakar Muhammad Al-Kalabadzi, dibagi antara lain: taubat, zuhud, sabar, kefakiran, kerendahan hati, taqwa, tawaqal, kerelaan, cinta dan makrifat.

Sementara menurut Al-Ghazali merinci menjadi taubat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakal, cinta, makrifat, dan ridha. Sedangkan Al-Qusyairi merinci menjadi taubat, wira’I, zuhud, tawakal, sabar, dan ridha. Taubat merupakan terminal atau stasiun pertama. Seseorang tidak akan menemukan jalan menuju Tuhan apabila tidak bertaubat lebih dulu. Bertaubat atas dosa-dosanya, terutama dosa besar. Perbuatan dosa yang pernah dilakukan harus diingat-ingat, dihitung lalu disesali. Ditaubati secara taubatan Nasuha, yaitu taubat yang sungguh-sunguh, dalam arti merasa dosa-dosanya tidak terampuni. Yang terpenting lagi tidak mengulangi berbuat dosa.

Dosa
Apakah dosa itu? Banyak definisi tentang dosa. Namun, intinya adalah noda atau kotoran, akibat dari perbuatan yang pernah dilakukan. Dengan adanya noda itu dalam hati timbul perasaan menyesal. Disesali!. Lama kelamaan, apabila tidak dihapus, tidak dicuci, malahan akan semakin bertambah, maka akan menjadi beban bagi dirinya sehingga akan menenggelamkan dalam lumpur dosa. Jika seorang tenggelam dalam lumpur dosa, maka akan sangat jauh dari Tuhan.

Penyucian atau pembersihan dosa itu tidak lain dengan jalan bertaubat. Di terminal taubat itu waktunya tidaklah singkat. Cukup lama. Dan, yang dicuci adalah ruh atau jiwa. Sebab, yang merasa menyesal adalah jiwa. Menghitung-hitung dosa-dosa besar, juga dosa kecil.

Pertaubatan, menurut ahli tauhid dan sufistik ada sejumlah kewajiban yang harus dilakukan. Menurut KH Abdul Jalil Hamid dalam karyanya Tasawuf petunjuk jalan kebenaran, ada 4 yakni:
1. Harus menyesali atas perbuatannya yang telah terlanjur dilakukan.
2. Harus menghentikan dari melakukan segala kemaksiatan.
3. Niat bersungguh-sungguh tidak akan mengulang lagi untuk berbuat maksiat.
4. Menyelesaikan urusannya dengan orang yang berhak, dengan meminta maaf atau halalnya atau mengembalikan apa yang harus dikembalikan.

Selain itu dirinya wajib terus menerus dengan cara menghitung-hitung dan selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukan, agar supaya dapat mencegah diri dari berbuat maksiat dan menjauhinya. Sebagaimana pernah diucapkan Sahabat Umar bin Khatab ra : “Hitunglah semua kesalahanmu sendiri sebelum dihitung dihadapan Allah dan bersiap-siaplah untuk menghadap kehadirat Allah SWT.”

Selain itu harus menjaga mata dari melihat kekurangan sesama muslim dan dari melihat kepada perkara yang diharamkan. Menjaga mata sangat penting dalam penyucian diri. Sebab penglihatan merupakan sumber dari segala kemaksiatan. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Penglihatan itu merupakan panah yang diracuni dari panahnya setan yang terkutuk.”

Setelah menjaga mata berikutnya adalah menjaga lidah dari berdusta, membicarakan aib orang lain, adu domba dan lain sebagainya. Juga harus menjaga semua anggota badannya dari kemaksiatan, serta bersungguh-sungguh menjaganya dan tidak bermalas-malasan.

Jika sudah berhasil dalam usaha ini, baru meningkat ke maqam Wara’I yaitu menghindari dari perbuatan Makruh, Syubhat dan samar-samar. Apa saja hal-hal yang dimakruhkan, dan apa saja yang termasuk samar, tidak jelas hukumnya. Semua ini harus dihindari.

(bersambung)

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


H. Soetadji-Penulis
Fahri-Lay Out dan Penyunting
SC-HSS

Sabtu, 27 Juni 2009

Islam Kaffah


ISLAM KAFFAH

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Para sahabat dan sidang pembaca yang dimuliakan, dirahmati dan dicintai Allah SWT.

Sebelum memasuki uraian mengenai apa itu islam kaffah, saya terlebih dahulu menukilkan ayat dalam Al-Qur’an mengenai perintah Allah SWT agar sebagai umat islam kita harus menjalankan islam secara sempurna (kaffah).

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam islam secara keseluruhan (kaffah/sempurna) dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah 2 : 208).

Pertama kali saya membaca ayat diatas maka beberapa pertanyaan berkecamuk dalam kepala saya. Hati saya gelisah. Ya Allah, dapatkah hamba menjalankan islam secara sempurna/kaffah? Saya ini lemah ya Allah. Mampukah saya mengaplikasikan Al-Qur’an yang terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6666 ayat-ayat-Mu? Belum sempurna hamba menunaikan Al-Qur’an harus pula ditambah dengan menjalankan sunnah Rosul-Mu, Muhammad SAW, mampu dan sanggupkah hamba ya Allah?

Untuk beberapa saat saya terdiam dan termenung. Dengan kondisi bingung, saya memohon kepada Allah SWT. Ya, Allah tunjukkan dan pahamkan ayat-Mu atas jawaban apa itu islam kaffah yang menjadikan hati hamba yang gelisah ini menjadi tenang. Saya buka Al-Qur’an memohon tuntunan dan petunjuk dari Allah SWT. Tidak berapa lama saya menemukan ayat yang membuat hati saya sedikit agak lega.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo’a) : “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkau-lah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al-Baqarah 2 : 286).

Hati saya sedikit lega. Allah SWT adalah pemilik nama Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Dia tidak mungkin menuntut dan membebankan antara satu hamba dengan hamba-Nya yang lain dalam menjalankan islam atau ibadah yang sama bebannya, karena kemampuan masing-masing hamba berbeda.

Belum puas dengan jawaban diatas, saya memohon kembali kepada Allah SWT. Ya Allah, lalu apa yang harus hamba lakukan sehingga Engkau rahmati dan ridhoi hamba? Saya kembali membuka Al-Qur’an. Tidak berapa lama, saya menemukan beberapa ayat lagi yang membuat hati saya bertambah lega dan tenang.

“Kami berfirman : “Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah 2 : 38).

“Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam. (QS. Al-An’am 6 : 71).

Dari ayat diatas, saya dipahamkan Allah SWT, Pertama, bahwa kita sebagai hamba yang lemah dan bodoh ini hanya mampu memohon kepada-Nya untuk menjalankan roda kehidupan ini dengan petunjuk (rahmat)-Nya. Dan petunjuk yang diterima masing-masing hamba-Nya pastilah beda bebannya, sehingga hamba itu mampu menjalankan sesuai kemampuannya. Allah SWT-lah yang Maha Tahu.

Kedua, dalam menjalankan petunjuk itu seorang hamba harus dituntut menyerahkan total untuk menjalankannya, biar Allah SWT yang menuntunnya. Jangan sampai kita melibatkan pikir dan an-nafs. Serahkan semua setotal-totalnya kepada Allah SWT, kita tinggal menjalaninya. Seperti air mengalir. Bahkan semua makhluk Allah SWT-pun dituntut untuk menyerahkan diri secara total.

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang dilangit dan di bumi, baik suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan”. (QS. Ali-Imran 3 : 83).

Hal ini pula yang dicontohkan oleh para nabi dan rosul-Nya yang menyerahkan diri secara total, baik hidup dan pengabdiannya kepada Allah SWT.

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?. Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya”. (QS. An-Nisa’ 4 : 125)

Juga pernyataan Rosululloh SAW yang diabadikan dalam Al-Qur’an.

“..Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku...”. (QS. Ali Imran 3 : 20).

Bukankah kata islam itu sendiri salah satunya memiliki arti penyerahan diri secara total, yaitu istaslama-taslim-mustaslimun yang berarti penyerahan total kepada Allah SWT? Inilah yang dimaksud Islam Kaffah.

Demikian sedikit sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Amin.

Wallahualam bi shawab.

Wassamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
Shalat Center-Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Jumat, 26 Juni 2009

Bersahabat Dengan Takdir


BERSAHABAT DENGAN TAKDIR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Para sahabat dan sidang pembaca yang dimuliakan, dirahmati dan dicintai Allah SWT.

Sebagai umat Islam kita diwajibkan beriman kepada Rukun Islam (Mengucapkan dua kalimat Syahadat, Shalat Fardhu, Zakat Fitrah, Puasa Ramadhan dan Berhaji, bagi yang mampu), selain itu umat Islam juga harus beriman kepada Rukun Iman (Beriman kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan alam semesta, Beriman kepada 25 para nabi dan rosul, Beriman kepada 10 malaikat, Beriman kepada 4 kitabullah, Beriman kepada hari kiamat dan yang terakhir kepada Takdir yang terdiri dari Qadar dan Qadla).

Dalam bahasan kali ini saya akan sedikit membahas perihal Rukun Iman ke enam yaitu Takdir (Qadar dan Qadla). Marilah kita bahas satu per satu dengan mengambil Al-Qur’an Nur Karim sebagai acuannya.

1. Qadar

Yaitu takdir atau ketetapan Allah SWT dimana manusiaa sebagai makhluk hanya menerima tanpa mampu berbuat apa-apa (baik terpaksa maupun rela) atau manusia tidak ikut terlibat didalamnya. Apa saja itu? Kelahiran, Kematian, Jodoh dan Rezeki. Mari kita buka Al-Qur’an mengenai takdir Allah SWT tentang Qadar.

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilih-Nya, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka...(QS. Al-Qasas 28 : 68).

“Tidak suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. Al-Hadid 57 : 22-23).

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Yunus 10 : 107).

“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Ankabut 29: 62).

“Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya dan tidak (pula) dapat mengundurkan (nya)...(QS. Al-Hijr 15 : 5).

Demikianlah sedikit keterangan perihal Qadar, dimana manusia tidak mampu berbuat apa-apa, hanya menerima. Semua tergantung dari manusia itu sendiri, apakah ridha menerimanya atau tidak ridha. Bila anda menerima dengan rela maka hidup anda menjadi nyaman ibarat di surga (inilah yang disebut surga dunia). Sebaliknya bila anda tidak rela (su’udzon terhadap ketetapan Allah) maka hidup anda akan tersiksa ibarat di neraka (dan inilah neraka dunia). Karena dada kita terasa sempit.

2. Qadla

Sementara takdir Allah SWT berupa Qadla, manusia ikut berproses di dalamnya. Namun demikian manusia tidak dapat berbuat semaunya, tindakan, aktivitas dan langkah-langkahnya harus diselaraskan dengan kehendak Allah SWT. Campur tangan Allah SWT tetap ada, yaitu dengan mengalirkan daya-Nya kepada manusia untuk berbuat sesuatu, sehingga apa yang anda inginkan akan selaras dengan apa yang Allah SWT inginkan, sehingga hasilnya akan terkabulkan.

Berbeda kalau apa yang anda inginkan berdasarkan dorongan An-Nafs dalam diri anda, maka bersiap-siaplah akan mengalami kekecewaan bila anda menganggap bahwa apa yang anda diinginkan pasti tercapai.

Manusia memang wajib berikhtiar namun harus dibarengi kesabaran dan tawakal (semua urusan atau usaha hasilnya dikembalikan kepada Allah) dengan cara ber-”konsultasi” kepada Allah SWT. Karena Dia-lah yang mengetahui segala hal ghaib, termasuk apa yang terjadi besok. Manusia boleh berencana, namun hasil akhir tetap pada Allah SWT.

Mari kita buka Al-Qur’an mengenai Qadla :

“...Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri...” (QS. Al-Anfal 8 : 53).

Namun diayat lain Allah SWT mempertegas mengenai usaha manusia tergantung dari hak prerogatif Allah SWT.

“..Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS. Ar-Rad 13 :11).

“Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? (Tidak) , maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia”. (QS. An-Najm 53 : 24-25).

Oleh karena itu meskipun kita dilibatkan Allah SWT untuk berbuat sesuatu demi kebaikan diri sendiri maupun makhluk yang lain, manusia tetap harus “berkonsultasi” tentang apa yang harus dilakukan. Inilah yang dinamakan menyelaraskan dengan Qudrat dan Iradat Allah SWT. Karena Dia-lah sang Muhith, yang Maha Menggerakkan seluruh apa yang ada dilangit dan dibumi. Termasuk apa yang direncanakan manusia dan ke arah mana harus melangkah.

Jadi manusia tidak bisa seenaknya sendiri. Kalaupun manusia berhasil apa yang diinginkan atau yang dicita-citakan itu semata-mata karena sesuai dengan kehendak atau selaras dengan apa yang diiinginkan Allah SWT. Kalau anda memaksakan diri berbuat sesuatu tanpa selaras dengan kehendak-Nya itu terserah anda, maka peran Allah SWT hanya sebatas “memfasilitasi” anda untuk menuruti hawa nafsu anda. Sedangkan resiko silahkan anda tanggung sendiri.

Saya mengajak kepada anda, jadikanlah takdir sebagai sahabat anda (antara kehendak Allah SWT dengan langkah anda seiring, sejalan dan selaras) sehingga hidup anda akan nyaman, dan tenteram. Dan surga dunia akan anda dapat.

Demikian sedikit sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Amin.

Wassamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS


Rabu, 24 Juni 2009

Tahajud:Tolok Ukur Cinta Hamba Kepada Allah SWT


TAHAJUD : TOLOK UKUR CINTA HAMBA KEPADA ALLAH

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Para sahabat dan sidang pembaca yang dimuliakan, dirahmati dan dicintai Allah SWT.

Sebelum memasuki pokok bahasan, saya akan nukilkan refrain sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Chrisye feat. Ahmad Dhani yang berjudul Surga dan Neraka.

“Jika surga dan neraka tak pernah ada Masihkah kau...bersujud kepada-Nya...”

Sebuah syair lagu cerdas yang mempertanyakan keikhlasan seorang hamba dalam menyembah dan mencintai Allah SWT. Ya..seringkali manusia dalam menyembah Allah SWT masih mengharapkan imbalan berupa selamat dari siksa neraka dan mendapatkan kenikmatan surga.

Kesalahan ini juga tidak terlepas dari masa lalu kita. Sewaktu kecil file otak kita selalu didoktrin, dipenuhi dan dijejali dengan kata-kata apabila anda tidak shalat fardhu maka masuk neraka, dan apabila anda menunaikan shalat fardhu maka akan masuk syurga.

File ini sudah sekian tahun tertanam masuk dalam otak kita, bahkan sudah hampir berkarat. Sehingga apabila anda menunaikan shalat fardhu semata-mata untuk menggugurkan kewajiban dan mengharap masuk surga, sehingga shalat bukan merupakan kebutuhan seorang hamba menyembah, berdialog dan mengadukan permasalahan yang dihadapi kepada Sang Khalik. Maka tak jarang ketika adzan berkumandang manusia terasa dibebani kewajiban yang berat yaitu shalat. Tak jarang pula ketika menunaikan shalat, dalam hati diliputi rasa riya’ dan tidak ikhlas. Padahal selama beribadah, seorang hamba dituntut ikhlas secara total kepada Allah SWT.

Ya..tapi ini masih untunglah, kita mau menunaikan ibadah shalat fardhu dengan mengharap surga dan terhindar dari siksa neraka (semoga Allah SWT memaafkan, merahmati dan meridhai), daripada tidak sama sekali mengerjakan shalat fardhu.

Lalu apa hubungannya cerita diatas dengan shalat tahajud sebagai tolok ukur cinta seorang hamba kepada Allah SWT? Ya tentu saja ada. Seperti kita ketahui bersama bahwa shalat tahajud adalah ibadah sunnah yang tidak memiliki resiko apapun. Kalau anda tidak menjalankan maka anda tidak berdosa.

Justru disinilah tolok ukur cinta (keikhlasan dan kerinduan) seorang hamba kepada Allah SWT. Karena tidak berdosa kalau tidak mengerjakannya, maka bagi seorang hamba yang bertaqwa, yang hanya menginginkan dan mengharapkan derajat terpuji disisi-Nya, mereka dengan ikhlas akan mengerjakan shalat tahajud berdzikir disepanjang heningnya malam. Karena apa yang diharapkan bagi seorang hamba yang muttaqin bukanlah masuk surga atau neraka tetapi derajat terpuji disisi Allah SWT. Kalau ibadah sunnah saja mereka mau mengerjakannya dengan ikhlas, apalagi ibadah shalat fardhu.

Sebagai contoh adalah Syech Abdul Qodir Al-Jilani, beliau biasanya setelah menjalankan shalat isya' mengurung diri dikamar hingga pagi hari baru keluar dari kamar. Malam-malamnya diisi dengan ibadah, berdzikir dan bertafakur kepada Allah SWT.

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (QS. Az-Zariyat 51 : 15-18).

“Sesungguhnya Tuhan-Mu mengetahui bahwasannya kamu berdiri (shalat) kurang dari duapertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiga-nya, dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu..(QS. Al-Muzzamil 73 : 20).

“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. Al-Isra’ 17 : 79).

Demikian sedikit sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com

Sombong Berbuah Kosong


SOMBONG BERBUAH KOSONG

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Para sahabat dan sidang pembaca yang dimuliakan, dirahmati dan dicintai Allah SWT.

Pada medio awal tahun 2000-an, di Indonesia ditandai dengan tingkat kesadaran umat muslim untuk mempelajari dan memperdalam kajian agama islam, khususnya mengenai spiritual. Ilmu yang yang biasanya diajarkan di pondok-pondok pesantren kinipun mulai go public.

Berbagai aliran tarekat mulai tidak malu-malu lagi memperkenalkan dirinya, meskipun aliran tarekat ini sudah cukup lama eksis. Bahkan majelis ini juga membentuk cabang-cabang atau halaqah-halaqah di hampir setiap kota di Indonesia. Selain itu disetiap forum-forum pengajian (muhasabah, dzikir bersama, dll) yang rutin diselenggarakan hampir selalu dipenuhi umat islam. Syukur Alhamdulillah, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat, karunia dan berkahnya kepada bumi tercinta Indonesia pada khususnya dan umat islam diseluruh dunia pada umumnya.

Selain aliran tarekat, muncul juga pelatihan-pelatihan seperti ESQ, Terapi Shalat Tahajud dan Pelatihan Shalat Khusyu’. Namun yang namanya merintis kebaikkan (fastabiqul khairat) tidaklah mudah. Sebagian masyarakat ada yang menyambut dengan positif, ada pula yang menanggapi dengan setengah sinis. Dan lucunya lagi, nada sinis itu berasal dari kalangan umat islam sendiri. Astaghfirullah!.

Pernah suatu ketika istri saya menghadiri sebuah majelis pengajian, dia terkaget-kaget ketika sang pembicara berbicara dan menyindir mengenai pelatihan shalat khusyu’. Sang pembicara dengan sombongnya berkata,”Shalat khusyu’ kok dipelajari, khusyu’ itu pemberian dari Allah SWT”. Dia benar namun juga salah. Kok bisa? Benar karena memang khusyu’ adalah semata pemberian (hidayah) dari Allah SWT kepada hamba-hambanya, salah karena yang namanya ibadah (termasuk shalat) juga harus dibarengi dengan ilmu. Tanpa ilmu maka kita akan tersesat.

“Janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan sombong..(QS. Al-Isra’ 17 : 37).

Memang sih, rata-rata dari kita sewaktu kecil atau bagi mereka yang baru saja menjadi mualaf, shalatlah yang pertama-tama kali diajarkan setelah membaca syahadat (iqrar bi lisan). Namun rata-rata yang diajarkan masih sebatas syarat, rukun, wajib, sunnah, tata cara dan sah-nya shalat. Padahal shalat itu tidak hanya melibatkan aktivitas fisik, tetapi juga ruhani. Inilah yang sangat jarang sekali diajarkan.

Makanya tidaklah mengherankan meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama islam dan rata-rata menjalankan ibadah shalat tetapi negara kita ini termasuk memiliki peringkat tertinggi dalam hal melakukan tindakan korupsi. Astaghfirullah. Padahal yang namanya shalat itu seharusnya berdampak untuk berpantang melakukan perbuatan keji dan mungkar.

“...Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. (QS. Al-Ankabut 29 : 45).

Salahkah ayat diatas? Kalau salah beranikah anda mengabaikannya? Kalau begitu apanya yang salah? Mungkinkah cara kita shalat sehingga tidak berdampak pada perilaku kita? Boleh jadi mungkin.

Mungkin ada anggapan bahwa cara shalat kita sudah benar seperti apa yang pernah diajarkan dahulu, sehingga tidak perlu lagi mendalami hakikat shalat itu sendiri. Padahal Allah SWT tidak menyukai orang yang sombong (mengaku bisa shalat) dalam menyembahnya.

“Sesungguhnya orang yang sombong terhadap menyembahku, nanti mereka akan masuk ke dalam neraka serta terhina. (QS. Al-Mukmin 40 : 60).

Padahal Rosululloh SAW selalu mengingatkan bahwa umatnya harus belajar mencari ilmu sejak dari ayunan (kanak-kanak) sampai ke liang kubur (meninggal). Dan pada masa Rosululloh-pun para sahabat diajarkan cara melakukan shalat yang benar. Ada salah satu kisah perihal bagaimana Rosululloh SAW mengajarkan mengenai shalat.

Pada suatu ketika, seusai menjalankan shalat di Masjid Nabawi, Madinah, Rosululloh SAW bersilaturahmi dan memberikan tausiyah kepada para sahabatnya. Tidak berapa lama masuklah seorang pria ke masjid dan menjalankan shalat dengan cepat. Ketika pria itu selesai shalat, maka dia menghampiri Rosululloh SAW dan para sahabat. Namun Rosululloh SAW menyuruh pria itu untuk kembali shalat. Dan perintah untuk mengulangi shalat ini tidak hanya satu kali tetapi sampai tiga kali.

Karena bingung pada akhirnya pria itu meminta Rosululloh SAW untuk mengajari shalat. Dan Rosulullloh SAW berkata, “Sahabatku. Jika engkau berdiri untuk melakukan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah Al-Fatihah dan surat dalam Al-Qur’an yang engkau pandang paling mudah. Lalu, ruku’lah dengan tenang (thuma’ninah/sabar), lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak (i’tidal) dengan tenang (thuma’ninah). Selepas itu, sujudlah dengan tenang (thuma’ninah), kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang (thuma’ninah). Lakukanlah seperti itu pada setiap shalatmu”.

Jadi belajar shalatpun harus dipelajari terus menerus, karena kita semakin tahu hakikat shalat, kita ini justru merasa bodoh untuk menunaikan ibadah shalat dengan sempurna. Dan puncaknya adalah kita membutuhkan Allah SWT untuk menuntun shalat kita dan kita hanya mampu berserah diri kepada Allah SWT untuk membenarkan, menyempurnakan dan merahmati shalat kita. Karena segala daya dan upaya hanya milik Allah SWT semata.

“Dan kita diperintahkan agar menyerahkan diri kepada Tuhan Semesta Alam...(QS. Al-An’am 6 : 71).

Saya mengajak kepada para sahabat untuk selalu merasa bodoh di hadapan Allah SWT (Al-‘Alim) yang mempunyai segala ilmu. Namun bila ada nekat membawa kesombongan (merasa bisa dalam setiap ibadah) maka ibarat buah secara kulitnya memang kelihatan sempurna (fisik) tetapi isinya kosong tidak bermanfaat (ruhani).

Demikian sedikit sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Fahri SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com

Menakar Kadar Cinta Kita Kepada Allah SWT


MENAKAR KADAR CINTA KITA KEPADA ALLAH SWT

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Para sahabat dan sidang pembaca yang dimuliakan, dirahmati dan dicintai Allah SWT.

Saat cinta datang menyambangi hati manusia maka kita tidak mampu menolaknya. Cinta kadang tidak direncanakan dan tiba-tiba datang menyergap kehidupan. Ketika cinta merasuki hati setiap insan maka hidup ini terasa indah berhiaskan senyuman, nyaman, penuh kasih sayang, tidak mudah tersinggung, dan suasana hidup menjadi berbunga-bunga.

Bahkan bagi kawula muda, jatuh cinta dianggap segala-galanya. Kadang tidak peduli dengan nasehat orang tua. Waktu, pikiran dan tenaga dikorbankan buat si dia. Tidak peduli siang dan malam, panas dan hujan, tanpa si dia disisinya dunia terasa hampa. Hidup tak bergairah. Tidak nafsu makan dan susah tidur. Dalam bahasa gaul, inilah yang biasa disebut dengan cinta buta. Segala logika terabaikan.

Namun cinta kadang membuat manusia kalap, ketika cinta tidak bersambut. Bahkan tak jarang segala perbuatannya yang dilakukan diluar akal sehat dan sulit dicerna. Segala jalan ditempuh untuk mendapatkan cinta, meski cinta itu menjauh darinya. Dan puncaknya adalah kebencian yang membara, ketika cinta tidak menyambutnya.

Kata cinta sungguh sulit didefinisikan, namun mudah dirasakan dan dipahami. Banyak manusia yang sedang jatuh berusaha mendefinisikan apa itu cinta. Namun anehnya antara satu manusia dengan manusia yang lain memiliki definisi yang berbeda-beda meskipun topik bahasannya sama yaitu cinta. Tetapi jika cinta itu dirasakan dan dipahami, tanpa perlu didefinisikan maka melalui bahasa universal manusia, “makhluk” yang bernama cinta akan memiliki kefahaman yang sama, tanpa susah-susah dijabarkan.

Ya, cinta adalah anugerah Allah SWT kepada makhluk-makhluknya tanpa membeda-bedakan apakah dia kaya, miskin, tua, muda, dsb. Tanpa cinta hidup akan dipenuhi dengan kekerasan, kelicikan, kesombongan, dll. Cinta itu fitrah manusia sekaligus bahasa universal. Melalui bahasa universal inilah manusia diharapkan dapat memberikan kasih sayang kepada semua makhluk yang ada dimuka bumi ini sesuai dengan derajat atau kadar cinta itu. Ada cinta kepada pasangannya, keluarga, sahabat, tetangga, teman, hewan dan tanaman peliharaannya, dsb. Inilah the power of love.

Demikian pula Allah SWT, Dia-lah benar-benar pecinta sejati kepada makhluk-makhluk-Nya yang tercermin dalam asma-Nya, Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Allah SWT tidak pernah mendzalimi manusia, tetapi manusia-lah yang mendzalimi diri sendiri.

“Sesungguhnya Allah tiada mendzalimi manusia, tetapi manusialah yang mendzalimi dirinya sendiri”. (QS. Yunus 10 : 44).

Kalau begitu besarnya cinta Allah SWT kepada manusia, maka seberapakah besarnya kadar cinta kepada Allah SWT? Apa bukti atau tanda kalau kita cinta kepada Allah SWT? Padahal sering bahkan teramat sering kita bilang bahwa kita cinta kepada Allah SWT.

Ketika Allah SWT menyapa manusia melalui suara adzan, kadang kita berucap diluar kesadaran, seperti mengucapkan,” Yah...sudah waktunya adzan nih! Padahal kerjaan masih banyak dan segera harus selesai!” dengan nada suara yang agak “berbau” malas dan ogah-ogahan. Seolah shalat hanya menghabiskan jatah waktu kita.

Atau sering pula “rasa lega” timbul ketika shalat kita mendekati salam karena sebentar lagi terbebas dari kewajiban. Inikah bukti bahwa kita cinta kepada Allah SWT? Maukah kita disebut Allah SWT dalam golongan orang-orang munafik?

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas....”.(QS. An-Nisa’ 4 :142).

Sering pula kita tidak mau menerima pemberian dari Allah SWT karena pemberian itu tidak sesuai dengan keinginan (nafsu). Bahkan tidak jarang bila kita mempunyai hajat dan mohon dikabulkan tetapi Allah SWT tidak memberinya maka kita menuntut hak kita, bahkan bila do’a tidak dikabulkan timbul persepsi negatif seperti menganggap Allah SWT tidak sayang, tidak adil, dsb. Seolah-olah kewajiban yang kita jalankan selama ini (shalat, puasa, zakat, shadaqah, haji, dll) sebagai “barang dagangan” untuk menyuap Allah SWT.

Padahal tidak terkabulnya keinginan atau do’a adalah salah satu bentuk cinta Allah SWT kepada hamba-Nya. Belum tentu apa yang kita minta itu baik bahkan bisa mencelakakan kita. Karena Allah SWT lebih tahu hal yang terbaik bagi abdi-Nya.

“...boleh jadi kamu benci sesuatu, sedang ia lebih baik bagimu; boleh jadi kamu kasihi sesuatu, sedang ia mudharat bagimu. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2 : 216).

Lalu takaran apa yang menandakan kadar cinta kepada Allah SWT?

1. Rindu. Orang yang dirundung cinta pasti selalu diliputi rasa rindu untuk selalu bertemu atau berjumpa dengan kekasihnya. Demikian pula orang-orang yang beriman selalu rindu untuk selalu bertemu atau berjumpa dengan Allah SWT. Salah satunya diejawantahkan dalam perilaku shalatnya, yaitu shalat yang khusyu’. Shalat yang penuh dengan suasana kemesraan sehingga selalu ingin berlama-lama bertemu dengan “Sang Kekasih” yaitu Allah SWT.

2. Berkorban. Seorang yang dilanda cinta pasti mau berkorban dengan ikhlas untuk mendapatkan cinta dari “Sang Kekasih” baik berkorban dengan perkataan (menyampaikan yang haq), perbuatan (amar makruf nahi munkar), harta bahkan jiwa sekalipun.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya; kemudian dia tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS. Al-Hujurat 49 : 15).

3. Menerima dan bersyukur atas segala pemberian dari Allah SWT, apapun bentuknya, sehingga kita tidak menaruh prasangka buruk kepada “Sang Kekasih” sehingga Allah SWT merahmati dan meridhai kita.

Demikian sedikit sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com

Senin, 22 Juni 2009

Timeless and Spaceless


TIMELESS AND SPACELESS

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Para sahabat dan sidang pembaca yang dimuliakan, dirahmati dan dicintai Allah SWT.

Berikut ini saya nukilkan sebagian syair lagu dengan judul “Menembus Arsy” yang ditulis oleh Ustadz Abu Sangkan.

Lepas...lepas tak terbatas
Jauh.....
Melampaui Bumi
Melampaui Matahari
Jauh.....
Badanku Terurai
Melebur Dalam Cipta Rasa.......

Allah SWT tidak terikat atau dibatasi oleh ruang dan waktu. Dia-lah yang menciptakan ruang dan waktu kepada makhluk-makhluk-Nya. Demikianlah Sunnatullah: alam semesta dan seisinya dibatasi oleh ruang dan waktu, termasuk manusia.

Ketika manusia hidup di dunia, maka sebagai tolok ukur ruang dan waktu adalah peredaran bumi mengelilingi matahari. Dalam satu putaran mengelilingi membutuhkan waktu 360-365 hari atau satu tahun. Demikian pula ketika bulan mengelilingi bumi maka waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi sebanyak 30-31 hari atau satu bulan. Berikut pula hitungan abad, sewindu, minggu, hari, jam, menit, detik, besok, sekarang dan kemarin, semua mengacu atau manusia mengambil tolok ukur dari benda-benda alam semesta, yaitu matahari, bumi dan bulan.

Demikian pula dalam menentukan arah mata angin (barat, timur, selatan, utara) ini dikarenakan posisi (ruang) manusia di bumi. Juga adanya atas, bawah, kanan, kiri, disana, dan disini. Semua dibatasi oleh ruang, lokasi, posisi atau koordinat dimana manusia saat itu berdiam.

Namun pernahkah anda membayangkan ketika tubuh anda lepas dari orbit atau diluar orbit dan melintasi bumi, bulan dan matahari?

Apakah “disana” ada waktu seperti tahun, bulan, minggu, hari, jam, besok dan kemarin? Ya tidak ada, karena disana tidak ada bulan, bumi dan matahari sebagai tolok ukur waktu. Lalu apakah disana waktu? ADA, yaitu SEKARANG atau SAAT INI.

Lalu apakah “disana” ada arah mata angin seperti barat, timur, selatan, utara, atau kanan, kiri, atas, bawah? Ya tidak ada, karena disana tidak ada bulan, bumi dan matahari sebagai tolok ukur ruang. Lalu apakah disana tempat atau ruang? Ada, yaitu DISINI.

Jadi ketika manusia keluar dari orbit bumi, bulan dan matahari maka ruang dan waktu yang ada berupa DISINI dan SAAT INI.

Lalu kesimpulan apa dari dua uraian (analog) diatas? Silahkan anda menterjemahkan sendiri. Saya hanya akan menukilkan ayat Al-Qur’an dibawah ini sebagai panduan.

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2 : 115).

Demikianlah sedikit sumbangsih dari saya, semoga bermanfaat. Dari Allah SWT-lah segala pengajaran, penjelasan, petunjuk dan pemahaman. Mintalah kepada Allah SWT duhai para sahabat untuk mengajarkannya. Dengan rahmat dan ridho-Nya semoga para sahabat dipahamkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com

Kamis, 18 Juni 2009

Dzikrullah


DZIKRULLAH

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dimuliakan, dan dicintai Allah SWT.

Ketika anda terbangun dari tidur atau siuman dari pingsan, maka dapat dikatakan anda tersadar atau telah sadar. Kata sadar secara bahasa dapat diartikan bahwa kondisi manusia (semula) dalam pengaruh otak bawah sadar, kemudian beralih dibawah pengaruh otak sadar.

Menurut pendapat saya secara pribadi, kata-kata sadar untuk mengungkap kondisi diatas kuranglah tepat. Karena sadar dari sudut pandang agama memiliki makna yang lebih dalam. Saya berpendapat bahwa orang yang terbangun dari tidur dan siuman dari pingsan lebih tepat memakai kata terjaga.

Kenapa? Karena manusia yang terjaga masih didominasi atau masih memiliki tingkat kealpaan atau kelalaian untuk mengenal diri sendiri secara utuh. Sedangkan kesadaran memiliki makna lebih mendalam yaitu manusia atau hamba Allah SWT yang senantiasa selalu sadar siapa sebenarnya dirinya, mengerti betul untuk apa mereka hidup dunia dan ke mana tujuan akhir hidupnya, paham benar langkah-langkah selaku khalifatullah apa yang harus dilakukan demi tercapainya habluminallah dan habluminannas, dan yang terakhir senantiasa tersadar akan siapa sebenarnya Tuhannya (Dzikrullah).

Allah SWT dalam Al-Qur’an selalu memberikan peringatan kepada hamba-hamba-Nya untuk selalu tersadar dan mengingatnya disetiap saat dan disetiap waktu. Proses ketersambungan (shilatun) ini harus dipelihara terus menerus, selain sebagai ”antisipasi” kalau sewaktu-waktu kita meninggal (dalam kondisi husnul chotimah-insya Allah) juga sebagai kontrol diri dalam berperilaku yang selalu dibawah bimbingan-Nya. Karena apabila manusia lupa (tidak tersadar) dari mengingat-Nya maka Allah SWT juga akan melupakan sang hamba tersebut.

”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Hasyr 59 : 19).

Untuk menjaga tingkat kesadaran tersebut Allah SWT memberikan fasilitas yaitu dengan sholat, minimal bagi umat islam wajib menjalankan sholat fardlu dalam kondisi apapun juga (dalam perjalanan, sakit, perang, tidak ada aktivitas, bekerja, dll), kecuali dalam beberapa hal, misal bagi wanita yang berhalangan (haid). Ini menunjukkan betapa pentingnya Dzikrullah.

”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah Sholat untuk mengingat Aku”. (QS. Taha 20 : 14).

”...dan sesungguhnya mengingat Allah (Sholat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Ankabut 29 : 45).


Namun demikian Allah SWT juga mengingatkan bahwa yang namanya sholat harus dilakukan semata-mata karena Allah SWT, tidak karena sesuatu yang lain (riya’). Jadi manusia beribadat tergantung dengan niat (kesungguhannya) dan keikhlasannya. Dengan modal ini insya Allah ibadat kita akan diterima, disempurnakan, dituntun dan dirahmati Allah SWT.

”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk sholat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan sholat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. (QS. An-Nisa 4 : 142).

Selain dalam sholat, Allah SWT juga selalu mengingatkan hamba-hambanya untuk selalu dan senantiasa mengingat-Nya dalam setiap aktivitas di luar sholat. Hal ini dimaksudkan agar kesadaran hamba-Nya selalu terjaga, sehingga apa bila ingin berbuat sesuatu yang melanggar aturan Allah SWT maka perbuatan itu tidak jadi dilakukan.

”Maka apabila kamu telah menyelesaikan sholat (mu), ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang beriman”. (QS. An-Nisa 4 : 103).

”Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”. (QS. Al-Baqarah 2 : 152).


Lalu bagaimana dzikir apa yang harus dilakukan? Simple aja, cukup sebutlah nama Allah SWT disetiap tarikan dan hembusan nafas kita. Lafal ini sekaligus telah mewakili Allah SWT seutuh (asma-Nya, sifat-Nya, af’al-Nya dan dzat-Nya). Ini memang perlu dilatih (riyadhah) dan istiqomah. Kita juga tidak perlu membawa tasbih (alat penghitung bacaan, baik manual maupun digital), cukuplah hati kita sebagai alatnya dan tidak perlu membatasi jumlah dzikir (sebanyak-banyaknya).

”Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (QS. Al-A’raf 7 : 205).

Sungguh efek dzikrullah sangatlah besar bagi kita, salah satunya hati menjadi tenteram dan tenang. Dengan hati yang tenteram dan tenang ini maka ilham atau petunjuk dari Allah SWT akan mudah kita cerna dan pahami, terutama dalam memutuskan suatu perkara yang sedang kita hadapi.

”(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram, dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS. Ar-Rad 13 : 28).

Demikian sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Amin Ya Rabbal’alamin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com



Rabu, 17 Juni 2009

Terminal Blok "M"


TERMINAL BLOK “M”

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dimuliakan, dan dicintai Allah SWT.

Hidup manusia tidak pernah berakhir, hanya mengalami perpindahan alam, mulai alam kandungan, alam dunia, alam barzah dan alam akhirat (untuk masalah ini Insya Allah akan saya bahas dalam artikel tersendiri). Ibarat seorang musyafir yang bepergian jauh maka sebelum mencapai tujuan akhir diharuskan melewati beberapa terminal untuk beristirahat barang sejenak kemudian melanjutkan perjalanan lagi.

Demikian pula kita sebagai umat Islam yang hidup di dunia, berusaha sekuat mungkin untuk mencapai derajat Maqaman Mahmudah (derajat tertinggi di sisi Allah SWT). Namun itu tidaklah mudah, karena sang hamba harus melewati beberapa terminal untuk mencapai derajat tersebut.

Mengapa dalam artikel ini saya memberi judul Terminal Blok ”M”? Karena dapat saya analog-kan bahwa Terminal disini mempunyai arti tempat pemberhentian sementara untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya ke tempat pemberhentian berikutnya dan seterusnya. Sedangkan Blok saya artikan sebagai tahap, maqam, atau derajat. Sementara ”M” adalah yang menunjukkan sampai saat ini kita berada pada maqam yang mana, apakah kita termasuk Muslim, Mukmin, Muttaqin atau Mukhlisin. Dan sampai saat dan detik ini maqam kita jalan di tempat atau sudah bergeser ke arah yang lebih baik dan sempurna. Mari kita urai satu per satu.

Muslim

Pada maqam ini seseorang masih dalam tahap mempelajari ber-Islam. Semua diukur berdasarkan pahala dan dosa. Pada intinya, maqam ini menggambarkan seorang hamba pada tahap membangun ketaatan, patuh kepada perintah, jika melanggar maka akan dihukum dengan neraka dan jika patuh diberi pahala surga. Seumpama kita saat menyuruh kepada anak kita yang tingkat pendidikannya masih Sekolah Dasar (SD) untuk berbuat sesuatu, mereka akan dijanjikan atau diiming-imingi dengan yang menyenangkan hatinya (misal di kasih permen), sehingga dia akan menjalankan dengan suka cita dan riang gembira.

Mukmin

Pada tahap ini seorang hamba baru memasuki proses menjalani Islam, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Nur Karim :

”Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan ke-islam-an mereka. Katakanlah : ’Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan ke-islam-anmu, sebenarnya Allah, Dia-lah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar”. (QS. Al-Hujurat 49 : 17).

Muttaqin

Pada tahap ini seorang hamba Allah SWT mengalami ber-Islam, dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :” dan adalah mereka berhak dengan kalimat taqwa itu (dengan tandai dengan asma-Nya dalam hati) dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Fath 48 : 26).

Mukhlisin


Pada tahap ini seorang hamba memasuki tahap memahami (menerima pengajaran dari Allah SWT). Pada tahap ini seorang hamba menyerahkan segala-galanya kepada Allah, sehingga dinamakan hamba yang mukhlisin. Dan pada derajat ini, syaitan laknatullah tidak mampu menggoda dan mempengaruhinya (menyesatkan) karena sang hamba dijaga langsung oleh Allah SWT. Subhanallah!. Dan yang menarik disini, meskipun syaitan telah dikutuk, tetap mengakui bahwa Tuhannya adalah Allah SWT. Coba kita simak dialog antara syaitan dengan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr 15 ayat 39-41 dibawah ini :

Iblis berkata : Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) dimuka bumi dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya; kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis diantara mereka. Allah berfirman :” Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaga-Nya)”.

Di ayat lain perihal derajat seorang hamba yang mukhlasin langsung mendapat bimbingan dan pengajaran dari Allah SWT.

”(Dia-lah) yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai ’Arsy, yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat)”. (QS. Al-Mu’min 40 : 15).
***
Orang yang baru tahap mempelajari tidak mungkin mereka itu bisa mengenal Allah SWT yang sebenar-benarnya.

”Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al-Hajj 22 : 74).

Dicontohkan dalam Al-Qur’an imannya orang Arab Badui, walaupun mereka hidup semasa Rosululloh SAW tetapi Allah mengatakan mereka belum beriman (QS. Al-Hujurat 49 : 14), hatinya kosong belum diberi tanda apapun oleh Allah SWT (QS. Al-Fath 48 : 26). Sesungguhnya syaitan menghalangi mereka dari jalan (agama), sedang mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk. Coba perhatikan ayat berikut ini, ”Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk”. (QS. Az-Zukhruf 43 : 37).

Apa jadinya jika kebenaran agama (jalan Allah SWT) berdasar dengan dugaan, apalagi memahami Allah SWT? Sesungguhnya dugaan tidak cukup untuk mendapat kebenaran sedikitpun.

”Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”. (QS. Yunus 10 : 36).

Demikian sedikit uraian yang dapat saya persembahkan kepada para sahabat dan sidang pembaca. Semoga bermanfaat dan menjadikan bahan perenungan serta instropeksi bersama, sampai dimanakah kira-kira ”maqam” kita saat ini? Hanya sahabat dan Allah SWT yang tahu. Mohonlah selalu kepada-Nya untuk senantiasa dituntun dan dibimbing untuk menempati posisi puncak yaitu Maqaman Mahmudah (tempat terpuji dan derajat tertinggi disisi-Nya)....lalu bagaimana dengan surga atau neraka?...nggak usah dipikirlah...lha wong keduanya itu juga makhluk ciptaan Allah SWT. Kalau anda dekat dengan Allah SWT (disisi-Nya) secara otomatis dan pasti surga anda raih.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

H. Soetadji-Tafakur Artikel
Fahri-Penulis
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com



Selasa, 16 Juni 2009

Jembatan Suramadu Alias "Shirothol Mustaqiim"


JEMBATAN SURAMADU ALIAS "SHIROTHOL MUSTAQIIM"

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dimuliakan, dan dicintai Allah SWT.

Alhamdulillah, akhirnya kita dapat bersua kembali melalui blog ini. Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena baru dapat menulis artikel kembali, karena hampir 5 hari saya diberi rezeki dan kenikmatan berupa sakit dari Allah SWT. Ini tanda Allah SWT sayang kepada hamba-Nya, karena dikasih waktu untuk berkontemplasi, instropeksi, "bermesraan" dengan-Nya dan menambah bahan baku (bekal) berupa kesabaran untuk menerima pemberian-Nya berupa sakit. Amin.

Para sahabat dan pembaca yang dirahmati Alllah SWT, kali ini saya akan mencoba sedikit memberi gambaran mengenai apa itu Shirothol Mustaqiim atau yang biasa disebut jembatan Shirothol Mustaqiim.

Masih teringat di benak saya semasa kecil sehabis sholat maghrib, suatu ketika bapak ustadz memberikan tauziah kecil sehabis kami semua (murid) mengaji di surau tersebut sambil menunggu waktu sholat isya'. Beliau pernah menuturkan perihal alam akhirat. Alam yang pasti semua manusia yang pernah hidup di dunia akan mengalami setelah sebelumnya singgah dahulu di alam barzah (kubur). Dituturkan bahwa di alam akhirat nanti matahari tepat berada diatas kepala, manusia menunggu peradilan (hisab) dari Allah SWT, bagi yang banyak berbuat baik maka akan menerima buku amal dari tangan sebelah kanan, sementara yang banyak berbuat dosa akan menerima buku dari tangan sebelah kiri.

Selain itu untuk menuju surga manusia diharuskan melewati jembatan Shirotol Mustaqiim, jembatan ini besarnya sepadan dengan rambut manusia dibelah tujuh, sementara dibawah jembatan ini neraka dengan api yang menyala-nyala siap menampung manusia yang jatuh (karena banyaknya dosa dan durhaka kepada Allah SWT). Mendengar penuturan Pak ustadz, terus terang Kami para murid saat itu takut bukan kepalang membayangkan kondisi tersebut. Bahkan sampai sekarang pun penuturan itu masih terngiang di benak Kami.

Mungkin para sahabat dan pembaca pernah mendengar cerita itu, entah dari ustadz, guru agama di sekolah, dari teman atau bahkan membaca dari buku. Benarkah penuturan ini? terus terang saya pribadi menjadi penasaran. Syukur Alhamdulillah, di halaqoh SC-HSS akhirnya saya dipahamkan Allah SWT mengenai Jembatan Shirothol Mustaqiim.

Apa sih artinya Jembatan Shirotol Mustaqiim itu? Mari kita buka Al-Qur'an Nur Karim.

"Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus/Shirothol Mustaqiim."(QS. Al-Fatihah 1 : 6).

Dari ayat di atas sangatlah jelas apa makna dari Jembatan Shirothol Mustaqiim (jalan yang lurus). Padahal ayat ini setiap hari kita baca dalam shalat, namun baru akhir-akhir ini Allah SWT memahamkan kepada saya (semata-mata ini rahmat dan ridha dari Allah SWT). Ibarat seorang insinyur yang akan membuat jembatan untuk menghubungkan satu daerah ke daerah lain, maka yang namanya membuat jembatan harus dibangun tahap demi tahap, mulai dengan survey lapangan, membuat desain gambar, biaya yang harus dikeluarkan, memasang tiang pancang, pengecoran, sampai pada akhirnya diresmikan dan digunakan. Barulah jembatan ini dapat difungsikan untuk menyeberang dari satu daerah ke daerah lain.

Dari sini saya dipahamkan, bahwa makna haqiqat dari jembatan Shirothol Mustaqiim bukanlah jembatan yang harus manusia seberangi nanti di akhirat yang menghubungkan ke surga seperti penuturan selama ini. Justru saat inilah manusia yang hidup di dunia sedang menyeberangi Jembatan Shirothol Mustaqiim. Maksudnya? Jembatan Shirothol Mustaqiim adalah jembatan yang menghubungkan antara dunia dengan akhirat. Manusia (kita semualah) yang membangunnya melalui amal shalih kita disetiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun hingga kita meninggal. Keselamatan kita tergantung dari amal shalih yang sedang kita bangun tahap demi tahap di dunia ini, sehingga bila kita berhasil membangun maka selamatlah kita menyeberang di akhirat nanti. Bukankah Rosululloh SAW pernah bersabda bahwa dunia adalah ladang akhirat. Inilah jembatan Shirothol Mustaqiim sebenarnya.

Lha buat apa kalau manusia membangun/melewati jembatan Shirothol Mustaqiim di akhirat? Ya sudah jelas terlambat (karena tidak ada waktu untuk beramal shalih lagi) yang berarti juga penyesalan. Kalau di dunia jembatan ini tidak dibangun, ya jelas sudah kondisi kita di akhirat kelak.

Mungkin dari penuturan ustadz saya waktu kecil saat itu saya terima secara mentah-mentah, sehingga makna hakikat yang sebenarnya masih tersembunyi, misal rambut di belah tujuh itu artinya betapa sulitnya manusia membangun jembatan untuk mencapai kebahagiaan surga tanpa pertolongan, tuntunan, rahmat, karunia, inayah, berkah dan ridho dari Allah SWT. Tanpa campur tangan Allah SWT tidaklah mungkin manusia akan selamat.

Yang perlu kita khawatirkan saat ini adalah sudahkah kita memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT agar ditunjukkan jalan yang lurus (Shirothol Mustaqiim)? Dan sudahkah Allah SWT memberikan respon dan "tanda" bahwa kita sedang dituntun Allah SWT untuk sedikit demi sedikit membangun jembatan Shirothol Mustaqiim yang menghubungkan dunia dan akhirat? Atau saya sebut dengan jembatan SURAMADU (SUrga neRAka Melalui Akhirat DUnia) yaitu surga atau neraka dapat kita raih tergantung dari anda membangun melalui jembatan dunia akhirat. Hanya para sahabat dan sidang pembacalah yang dapat menjawabnya. Sebelum saya akhiri artikel ini saya kutipkan salah satu ayat lagi dari Al-Qur'an yang menjelaskan mengenai Shirothol Mustaqiim.

"Dan hak bagi Allah (menerangkan/menunjukkan) jalan yang lurus dan diantara jalan-jalan yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan kebenaran)". (QS. An-Nahl 16 : 9).

Demikian sedikit sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Semoga Allah SWT dengan kemurahan dan kasih sayang-Nya berkenan menuntun kita semua membangun jembatan Shirothol Mustaqiim.


Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com

Jumat, 12 Juni 2009

Mengenang Rosululloh SAW (Saat-Saat Terakhir)-2


MENGENANG ROSULULLOH SAW (SAAT-SAAT TERAKHIR)-2

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dimuliakan dan diridhoi Allah SWT. Mari kita lanjutkan kisah Rosululloh SAW.

Kumandang adzan subuh terdengar dari masjid dan kaum muslimin bersiap-siap menunaikan ibadah shalat subuh, sambil menunggu kedatangan Rosulluloh SAW sebagai imam. Namun hingga beberapa ditunggu, Rosululloh SAW belum datang.

Sementara itu di rumah Rosululloh SAW memanggil istrinya, Siti Aisyah r.a. Beliau menyuruh istrinya agar Abu Bakar Ash-Shidiq r.a (ayahnda Siti Aisyah r.a.) agar menjadi imam di masjid, karena Rosululloh SAW tidak mampu bangkit dari pembaringannya karena sakit.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa kondisi sakit Beliau semakin parah. Karena suhu badan yang tinggi (demam) kadang menyebabkan Beliau sering pinsan. Melihat kondisi ini para sahabat dan kaum muslimin semakin sedih. Atas inisiatif beberapa sahabat, Rosululloh SAW diberikan ramuan berupa obat untuk menurunkan demam, yang diracik oleh Maimunah, yaitu salah satu kerabat Rosululloh SAW yang ahli membuat obat.

Tidak berapa lama demam turun dan Beliau siuman dari pinsannya. Kemudian Beliau memanggil istrinya untuk menanyakan sesuatu,” Duhai adinda, saya masih memiliki uang sekitar tujuh atau delapan dirham, tolong sedekahkan kepada fakir miskin”. Namun sang istri hanya bergeming, mungkin karena pikirannya masih bingung, cemas, kalut memikirkan suaminya.

Kemudian Rosululloh SAW berkata,”Duhai istriku, bagaimana jawabku kepada Allah SWT kalau aku menghadap-Nya dalam keadaan uang ini masih berada dalam tanganku?”. Kemudian Siti Aisyah ra bergegas melaksanakan permintaan istrinya.

Berkat obat yang diberikan, kondisi Rosululloh SAW agak membaik. Bahkan pada hari berikutnya pada saat sholat subuh, Rosululloh SAW pergi ke masjid dengan dipapah oleh Ali bin Abi Thalib ra dan Fadhl bin Al-Abbas ra. Sesampai di masjid, Abu Bakar ra sedang bersiap-siap memimpin shalat, namun ketika melihat Rosululloh SAW datang, maka bersiap-siap untuk mundur menjadi makmum. Namun Beliau menyuruh Abu Bakar ra untuk menjadi imam, dan Beliau duduk sebagai makmum.

Melihat kondisi Rosululloh SAW yang semakin membaik, perasaan dan hati para sahabat dan kaum muslimin gembira. Rosululloh SAW ibarat bapak bagi kaum muslimin yang melindungi, membimbing, menasehati, mengayomi, dll.

” Telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalian sendiri, ia berat merasakan penderitaan kalian, amat mendambakan kebajikan dan keselamatan kalian serta sangat berkasih sayang kepada semua orang beriman”. (QS. At-Taubah 9 : 128).
****
Pagi tanggal 12-Rabiul Awwal tahun 11 Hijriah, pancaran cahaya matahari tidak seterik biasanya bahkan cenderung redup, angin bertiup semilir sejuk menyapu daratan Madinah, alam terdiam.

Di rumah Rosululloh SAW, terlihat Beliau tidur di pembaringan, sementara kepala Beliau rebah di pangkuan Istrinya, Siti Aisyah ra. Kondisi Rosulloh SAW hari ini semakin memburuk. Banyak sahabat berdatangan menjenguk dan kaum muslimin di luar rumah berkerumun.

Matahari beranjak naik di bumi Madinah. Rosululloh SAW dalam kondisi pingsan, kemudian siuman kembali. Pada saat beliau siuman, mata Beliau yang lembut pandangannya mengarah ke atap rumah seraya berucap : ”Allahumma Ar-Rafiiqul-A’laa..... Allahumma Ar-Rafiiqul-A’laa (Dalam Naungan Mitra Tertinggi)”. Tidak seberapa lama Beliau menghembuskan nafas terakhirnya, wafat meninggalkan keluarga, para sahabat dan kaum muslimin dengan bibir tersenyum, wajah yang tenang dan damai. Bahkan tubuh Beliau baik ketika hidup maupun wafat tetap semerbak mewangi. Innaa lillahi wa innaailaihi raaji’uun.

Berita wafatnya Rosululloh SAW segera tersiar. Satu per satu sahabat masuk ke rumah Beliau untuk bertakziah. Para sahabat banyak yang meneteskan air mata melihat kondisi rumah Beliau yang sangat sederhana. Ketika Beliau wafat hanya meninggalkan seekor baghl (binatang hasil perkawinan silang antara kuda dan kedelai), sebuah tombak dan sebidang tanah di Fadak (tidak jauh dari kota Madinah). Beliau wafat dalam keadaan baju besi (baju zirah) milinya masih tergadai di tangan seorang Yahudi, untuk mendapatkan beberapa gandum.
***
Sungguh Muhammad SAW seorang Rosul/Nabi sekaligus kepala pemerintahan yang sederhana, jauh dari kesan mewah, berakhlak mulia, penegak keadilan, sayang kepada sahabat dan kaum muslimin, dll.

Semoga rahmat, karunia, berkah, dan ridho dari Allah SWT selalu tercurahkan kepada Rosululloh SAW, keluarga-kerabat, sahabat dan kaum muslimin sampai akhir zaman.

Asyhadu an laa ilaha illa Allah wa asy hadu anna Muhammadarrasulullah
Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad
”Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi (Muhammad). Hai orang-orang beriman bershalawatlah kamu kepadanya dan ucapkanlah salam dengan salam yang sempurna”. (QS. Al-Ahzab 33 :56).


Demikian sumbangsih saya. Terima kasih, semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri-Penulis
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com
Disadur dari beberapa buku mengenai Riwayat Hidup Rosululloh SAW.



Rabu, 10 Juni 2009

Mengenang Rosululloh SAW (Saat-Saat Terakhir)-1


MENGENANG ROSULULLOH SAW (SAAT-SAAT TERAKHIR)-1

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dimuliakan dan diridhoi Allah SWT.

Dalam artikel ini saya mengajak para sahabat dan sidang pembaca, untuk mengenang yaitu di masa Rosululloh SAW, terutama saat-saat terakhir Beliau akan berpulang keharibaan Allah SWT. Semoga kita semua dapat memetik hikmah dan pelajaran dari peristiwa tersebut. Amin.

Sinyal Rasululloh SAW kepada Kaum Muslimin

a. Saat Wukuf di Padang Arafah

Pada hari Sabtu, tepatnya tanggal 25 bulan Dzulqa’dah tahun ke -10 Hijriah, Rosululloh SAW bersama dengan para istrinya pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah Al-Mukarramah. Dengan didampingi beberapa sahabat dan kaum muslimin (+/- 90.000 orang), Beliau mengendarai unta dari Madinah menuju Mekkah. Sungguh perjalanan yang berat pada saat itu, menembus gersangnya padang pasir, terpaan angin dan teriknya sinar matahari. Namun bagi Beliau dan kaum muslim, dengan berbekal iman kepada Allah SWT, maka rintangan seperti itu tidaklah mampu menghalangi niat untuk menjalankan ibadah haji. Inilah haji terakhir bagi Rosululloh SAW, yang disebut pula Hijjatul Wada’.

Pada saat Beliau wukuf di padang arafah, dan setelah Beliau berdo’a, Rosululloh SAW memberikan khotbah di hadapan jamaah haji. Adapun beberapa inti khotbah Rosululloh SAW adalah :

“Hai sekalian manusia, perhatikanlah baik-baik apa yang hendak kukatakan! Aku tidak tahu, kalau-kalau aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian semua dalam keadaan seperti ini”

”Hai kaum muslimin, camkanlah baik-baik apa yang kukatakan. Hal ini telah kusampaikan! Kutinggalkan bagi kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh kepadanya , kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulnya! Soal itu jelas bagi kalian”.


Rosululloh SAW juga menyampaikan bahwa antara kaum muslimin adalah saudara, namun demikian janganlah kita mengambil hak saudara kita sebelum mereka memberikannya dengan ikhlas.

b. Saat Beristirahat di Shakarat

Sebelum menuju ke Mina, Rosululloh SAW bersama dengan kaum muslimin beristirahat di Shakarat. Di tempat inilah Rosululloh SAW menerima wahyu terakhir dari Allah SWT.

”Hari ini telah Ku-Sempurnakan agama kalian bagi kalian (semua) dan Ku-Lengkapkan sudah nikmat karunia-Ku bagi kalian dan Aku ridha Islam menjadi agama kalian”. (Surat Al-An’am ayat 3).

Setelah menyampaikan wahyu tersebut kepada para sahabat dan kaum muslimin, maka sahabat dekat Rosululloh SAW yaitu Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq,RA menangis beruraikan air mata, sementara kaum muslimin yang lain diam dan tertunduk. Abu Bakar RA adalah sahabat Rosul yang memiliki sifat lembut baik cara bicaranya, perilakunya maupun hatinya. Mendengar wahyu terakhir tersebut Beliau sadar, bahwa tugas Rosululloh SAW telah selesai dan tidak lama lagi Beliau akan meninggalkan umat muslimin. Kemudian Rosululloh SAW memeluk sahabatnya, mencoba untuk menenangkan hatinya.

c. Saat di Pemakaman Baqi’ di Madinah

Sepulang menunaikan Hijjatul Wada’, pada suatu malam Rosululloh SAW yang ditemani pembantunya, Abu Muwaibah, berkunjung ke Pemakaman Baqi’ di Madinah. Diselimuti malam yang gelap gulita, Beliau tertegun dan berdiri di pemakaman tersebut. Kemudian tidak berapa lama Beliau mengucapkan salam,

”As-salamu’alaikum ya ahlal-qubur, semoga Allah SWT merahmati kalian semua dan merahmati mereka yang masih hidup. Fitnah mulai datang laksana malam gelap gulita, kemudian akan menyusul fitnah yang lebih berbahaya daripada yang pertama!”.

Kemudian Rosululloh SAW berkata kepada Abu Muwaibah, ” Aku telah diberi anak kunci isi dunia ini dan kelestarian hidup didalamnya, ditambah lagi dengan surga. Aku diminta memilih: Itu atau bertemu Allah di Surga”. Kemudian sang pembantu menjawab,” Ya, Rasululloh, pilih sajalah kunci isi dunia ini dan hidup lestari di dalamnya kemudian surga!”. Namun Rosululloh SAW menjawab,” Tidak, Aku lebih suka memilih bertemu Allah SWT di surga!”.

Saat-Saat Terakhir Rosululloh SAW Menemani Kaum Muslimin

Beberapa hari kemudian Rosululloh SAW sakit, badan Beliau demam dan suhunya tinggi sekali. Beberapa kali Beliau pinsan. Dipembaringan Beliau ditemani oleh putri kesayangannya, Siti Fatimah Az-Zahra, RA. Putrinya merasa iba melihat penderitaan ayahnya. Pada suatu ketika, Rosululloh SAW siuman, Beliau melihat putrinya sedang bersedih. Dipanggilnya Fatimah dan Rosululloh SAW membisikan ke telinga putri. Raut wajah Fatimah menyiratkan kesedihan, namun kemudian raut wajahnya merekah senyuman. Bisikan apa yang disampaikan Rosululloh SAW kepada putrinya? Beliau membisikkan ”Wahai putriku sebentar lagi aku akan menghadap ke Allah SAW” inilah yang membuat Fatimah sedih. Kemudian Rosululloh SAW meneruskan, ”Tapi ketahuilah duhai putriku, Engkaulah dari keluarga kita yang pertama akan menyusulku!”. Bisikan inilah yang membuat Sang Putri tersenyum.

(Bersambung)

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


H. Soetadji-Uraian Artikel
Fahri-Penulis
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com


Selasa, 09 Juni 2009

Syafaat dan Shalawat


SYAFA’AT DAN SHALAWAT

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dimuliakan dan diridhoi Allah SWT.

Kali ini saya nukilkan terlebih dahulu beberapa ayat-ayat Allah SWT mengenai syafaat dan shalawat, baru kemudian saya bahas secara ringkas apa itu syafaat dan shalawat.

”Qul : Kepunyaan Allah syafa’at semuanya. Bagi-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan”. (QS. Az-Zumar 39 : 44).

”Dan sesungguhnya orang-orang jahat dalam neraka. Mereka masuk kedalamnya pada hari pembalasan (yaitu) hari yang tidak berhak seseorang menolong yang lain sedikitpun dan segala urusan pada hari itu (terserah) kepada Allah”. (Al-Infithaar 82ayat 14-15 dan 19).

”Syafaat (pertolongan) tidak bermanfaat disisi Allah melainkan untuk orang-orang yang telah diizinkan-Nya”. (QS. As-Saba’ 34 : 23).

” Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi (Muhammad). Hai orang-orang beriman bershalawatlah kamu kepadanya dan ucapkanlah salam dengan salam yang sempurna”. (QS. Al-Ahzab 33 :56).


Syafaat adalah milik Allah (hak prerogatif Allah). Kalaupun ada yang berpendapat Rosululloh SAW bisa memberi syafaat itu bukan dihari kiamat, tetapi pada alam barzah. Dalam alam barzah apa yang terjadi pada Ruh tersebut berasal dari apa yang dipikirkan selama mereka mencintai Rosululloh SAW, maka mereka akan datang pertolongan dari Rosululloh SAW. Jika mereka selama hidup di dunia hanya berpikir ingin berjumpa dan kembali kepada-Nya,

” (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka kan menemui Tuhannya dan bahwa mereka kan kembali kepada-Nya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 46)

Maka mereka akan mendapat ridha, rahmat dan Syurga-Nya,

”Tuhan mereka menggembirakannya dengan memberikan rahmat-Nya, keridhaan-Nya dan Surga. Mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal”. (QS. At-Taubah 9 : 21).

Jika mereka banyak berpikir tentang dunia (anak, istri, dan harta) maka mereka akan kembali ke dunia untuk ”berkumpul” dengan anak, istri, dan harta

”Katakanlah : jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya & tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya & dari berjihad dijalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (At-Taubah 9:24).

”Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka; sedang mereka dalam keadaan kafir.” (At-Taubah 9:55).


Sedangkan bagi manusia yang masih menyimpan dendam maka mereka membalas orang yang diincarnya dimana mereka dimatikan.

Wallahu’alam Bishawab.

Demikian sumbangsih saya. Terima kasih, semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


H. Soetadji-Tafakur Artikel
Fahri-Penulis
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com

Senin, 08 Juni 2009

Allah Bertanya, Silahkan Anda Menjawab


ALLAH BERTANYA, SILAHKAN ANDA MENJAWAB

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dicintai dan dimuliakan Allah SWT.

Anda pernah melihat tanyangan Quiz di TV, tentunya sangat mengasyikan. Selain untuk hiburan tentunya iseng-iseng atau sekadar mengasah otak anda. Lha wong kalau salah nggak ada yang memarahi, paling-paling ya nggak dapat hadiah. Iya toh? Gitu aja kok repot!.

Tapi bagaimana kalau seandainya yang bertanya itu Allah SWT kepada Anda. Beranikah anda menjawabnya dengan iseng atau EGP (Emang Gue Pikirin)? Tentu tidak. Jangankan Allah, kalau yang bertanya guru/dosen/boss, tentunya anda serius dan berusaha memikirkan jawabnya, bahkan kalau anda sampai tidak tahu jawabannya maka keringat dingin akan keluar dan jantung berdegup keras tak beraturan.

Dalam artikel ini saya mencoba memetik beberapa pertanyaan dari Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an. Kenapa Allah SWT bertanya kepada hamba-Nya? Allah SWT-kan Maha Tahu! Bukan perkara Allah SWT tahu atau tidak, tetapi pertanyaan ini untuk memperingatkan hamba-hamba-Nya agar selalu senantiasa bertafakur, melakukan perenungan, dan Allah SWT sayang kepada kita sehingga manusia tersebut senantiasa menjaga dan mawas diri dalam melakoni hidup di dunia ini. Sehingga selamat dunia dan akhirat.

Oke kita langsung saja mendengar pertanyaan Allah SWT tentang apa yang kita idam-idam besok di alam akhirat yaitu syurga.

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?” (QS. Al-Baqarah 2 : 214).

Ayat ini mempertanyakan kepada kita umat islam, apa yang telah anda perbuat untuk mencintai Allah, Rosululloh SAW dan berjuang untuk Islam. Selain itu kita juga diperingatkan bahwa kita ridho tidak dengan ketetapan dan kehendak Allah SWT, baik itu berupa peringatan, cobaan dan hukuman dari-Nya. Silahkan anda fikirkan!

Kedua,”Kenapa kamu kafir kepada Allah SWT, padahal kamu tadinya mati, lalu kamu dihidupkan-Nya, sesudah itu dimatikan-Nya, kemudian akan dihidupkan-Nya, akhirnya kamu kembali kepada-Nya” (QS. Al-Baqarah 2 : 28)

Ayat ini untuk menggugah kesadaran manusia mengenai proses kehidupan atau siklus hidup yang harus dijalani manusia (4 alam) dan tidak adanya kesadaran manusia tentang Allah SWT, Tuhan semesta Alam, yang Maha Berkendak, yang Menggerakan, yang Merencanakan, dll. Kafir disini dapat bermakna keluar dari Islam dan dapat pula (meskipun) kita seorang muslim namun kesadaran kita kepada Allah SWT terhijab. Kafir berasal dari kata cover (terhijab/tertutup). Silahkan direnungkan!

Ketiga, “Apakah patut kamu suruh manusia berbuat kebaikkan & kamu lupakan dirimu sendiri, sedang kamu membaca kitab. Apakah kamu tidak memikirkan?” (QS. Al-Baqarah 2 : 44)

Inilah pertanyaan Allah SWT kepada orang yang mendapat gelar “jarkoni” alias “biso ngujar gak biso nglakoni” (Bisa menasehati tetapi dia sendiri tidak pernah atau belum pernah menjalaninya/mengalaminya). Apakah kita termasuk golongan ini?

Keempat, “Hai orang-orang beriman, mengapakah kamu katakan sesuatu yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian Allah karena kamu katakan sesuatu yang tidak kamu perbuat”. (QS. Ash-Shaf 61 : 2-3)

Pertanyaan Allah SWT ini lebih spesifik dan VIP karena ditujukan kepada orang-orang yang beriman (mukmin). Bagi Anda yang kebetulan sering mengisi acara-acara keagamaan hati-hatilah dengan kata-kata yang anda ucapkan kepada para audience. Karena dengan ayat diatas kita tahu konsekuensinya. Tolonglah untuk selalu instropeksi diri!

Kelima, “Adakah engkau lihat orang yang mengambil hawa nafsunya menjadi Tuhan? Adakah engkau menjadi wakil untuknya?” (QS. Al-Furqaan 25 : 43)

Sering manusia memperturutkan hawa nafsunya, bahkan karena sering “bergaul” dengannya tidak terasa manusia telah menjadi budaknya, hamba sahayanya bahkan tak jarang manusia menyembahnya layaknya Tuhan. Coba renungkan!

Inilah beberapa pertanyaan Allah SWT kepada manusia, sebenarnya masih banyak lagi pertanyaan Allah SWT kepada manusia yang berada dalam Al-Qur’an. Namun karena keterbatasan waktu, saya hanya menukilkan beberapa ayat saja.

Demikian sedikit sumbangsih saya. Semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com



Jumat, 05 Juni 2009

Menyelami Sifat (Kekurangan) Manusia


MENYELAMI SIFAT (KEKURANGAN) MANUSIA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dimuliakan dan dicintai Allah SWT.

Secara universal, makhluk yang bernama manusia memiliki sifat dasar (berupa kekurangan) yang sama. Yang membedakan adalah seberapa tingkat atau derajat sifat kekurangan antara satu manusia dengan manusia lainnya.

Sejak lahir manusia minimal membawa 9 sifat kekurangan (atau boleh dibilang kelemahan). Apa saja itu? Mari kita buka Al-Qur’an Nur Karim;

Pertama, Tergesa-gesa.

Sifat tergesa-gesa disini bukan berarti manusia tersebut sigap, tangkas atau cekatan. Manusia umumnya bila dihadapkan pada suatu masalah sering mengambil keputusan yang dilapisi dengan rasa emosional (entah sedikit atau banyak). Pikiran jadi tidak jernih. Hati jauh dari ketenangan. Sehingga apa yang diputuskan dengan hasil yang dicapai menjadi tidak maksimal dan kadang-kadang gagal total.

”..Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa”. (QS. 17 : 11)

Nabi Muhammad SAW sendiri menyontohkan, apabila Beliau menghadapi suatu masalah maka beliau shalat 2 (dua) rakaat diluar shalat fardhu untuk meminta pertolongan kepada Allah SWT sehingga keputusan yang Beliau ambil selalu tepat dan hasilnya memuaskan. Shalat ini juga menjadikan pikiran Beliau jernih dan hatinya tenang. Dalam hati yang tenang maka petunjuk Allah SWT akan mudah kita fahami.

Kedua, Suka Membantah.

Dengan perangkat otak (rasio/pikir) yang diberikan Allah SWT kepada manusia, kadang-kadang manusia suka memper-tuhan-kan buah pikirnya. Sehingga sesuatu atau kejadian yang tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan (ego) maka manusia akan suka membantah. Tidak hanya sesama manusia, bahkan perintah Tuhan-pun sering dibantah karena tidak sesuai dengan jalan pikirannya/egonya/keinginannya.

”Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah..” (QS. 18 : 54)

Ketiga, Melampaui Batas

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman : ”Begitulah orang-orang yang melampaui batas memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan”. (QS. 10 : 12)

Seringkali manusia menilai sesuatu kejadian dari sudut pandang dirinya. Padahal manusia diciptakan serba dan penuh keterbatasan. Apabila dia memandang suatu peristiwa atau kejadian sesuai dengan seleranya maka dia akan memandangnya baik, padahal dari sisi Allah SWT justru belum tentu baik. Demikian pula dengan sebaliknya bila suatu kejadian atau peristiwa tidak sesuai dengan seleranya atau keinginannya maka akan dipandangnya jelek atau tidak baik, padahal dari sisi Allah SWT belum tentu buruk.

Keempat, Kikir

Selain sifat serakah manusia memiliki sifat kikir. Materi atau harta benda yang dia kumpulkan diklaim bahwa itu hasil dari kerja keras bekerja dan menjadi hak penuh miliknya. Padahal diantara materi itu terdapat hak fakir miskin. Bahkan karena sifat kikirnya mungkin apabila Allah SWT tidak mewajibkan zakat atau perintah sodaqoh, infaq, dll kemungkinan besar manusia belum tentu mengeluarkan bagian harta bendanya.

Orang yang kikir (harta benda dianggap miliknya) bila suatu saat ada sebagian harta bendanya yang hilang atau rusak/cacat maka perasaan sedih akan menderanya, bahkan kadang-kadang mengakibatkan stres. Padahal harta benda itulah titipan Allah SWT kepada manusia, dan kalau manusia sadar tentunya dengan keikhlasan hati akan mendistribusikan sebagian hartanya sesuai tuntunan agama untuk orang yang memerlukan. Dan bila suatu saat ”Sang Pemilik” mengambil harta milik manusia (yang kikir) secara paksa maka biasanya berdampak pada mental/psikis karena ketidakrelaannya.

”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir”. (QS. 70 : 19).

Kelima, Keluh Kesah.

Inilah jeleknya manusia, bila dia diberikan rahmat berupa rezeki yang melimpah, atau jabatan yang tinggi maka sifat sombongnya muncul. Namun bila semua itu hilang atau manusia serba kekurangan maka sifat keluh kesahnya yang keluar.

”Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah”. (QS. 70 : 20).

Keenam, Ingkar; Tak Mau bersyukur

Apabila manusia diberikan rezeki atau sesuatu yang menggembirakan hatinya maka dengan ujub dia mengatakan, ”Inilah hasil jerih payahku bekerja, baik siang maupun malam”. Dia tidak sadar bahwa rejeki atau sesuatu yang membuat gembira hatinya adalah karunia dan rahmat dari Allah SWT.

”Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterimakasih kepada Tuhannya”. (QS. 100 : 6).

Ketujuh, Melihat Dirinya Serba Cukup.

Manusia merasa bahwa dirinya merasa serba cukup (materi maupun amalnya). Padahal baik materi maupun amalnya tidak mampu menolong dirinya ketika nanti di hari hisab dipadang mahsyar. Coba anda hitung dalam sehari dalam aktivitas anda, berapa waktu anda untuk kebaikan (termasuk ingat-Dzikir kepada Allah SWT) dan waktu melakukan kesalahan (baik besar maupun kecil dan disengaja maupun tidak). Kalaupun manusia masuk syurga semata-mata karena rahmat dan ridho dari Allah SWT.

”...karena dia melihat dirinya serba cukup”. (QS. 96 : 7)

Kedelapan, Bersusah Payah

”Sesungguhnya Kami menciptakan manusia berada dalam susah payah”. (QS. 90 : 4).

Ketika manusia dilahirkan (bayi) rasa ketergantungan kepada orang tua masih tinggi sehingga tidak merasa bersusah payah untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan (makan, minum, pakaian, perlindungan, dll), namun ketika beranjak dewasa dia baru menyadari bahwa perjuangan mencari sesuap nasi diperlukan pengorbanan (waktu, tenaga, pikiran, dan materi). Jika dihadapkan dengan kepentingan yang lebih besar yaitu keselamatan dunia akhirat tentunya jalan yang ditempuh semakin penuh rintangan, tidak hanya godaan yang kasat mata tetapi juga yang tidak kasat mata (keindahan dunia beserta isinya dan syaitan).

Kesembilan, Lemah.

Kesadaran manusia biasanya tertutup ketika merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang terkuat (otak dan otot) dibanding makhluk Tuhan yang lain. Padahal ketika manusia sakit dan terkapar tak berdaya yang hanya disebabkan virus atau bakteri, kadang manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahkan secara mental atau batiniyah manusia juga lemah (marah, ghibah, iri, dengki, dll). Apakah ini yang disebut dengan makhluk terkuat?

”...dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (QS. 4 : 28)

Demikian sumbangsih saya. Terima kasih, semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS

Kamis, 04 Juni 2009

Masjidil Haram "Plus-Plus"


MASJIDIL HARAM ”PLUS-PLUS”

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dicintai dan dimuliakan Allah SWT.

Membaca judul diatas pasti anda bertanya-tanya, judulnya kok aneh-aneh aja. Kesannya jadi negatif gitu. Mbok ya yang bener kalau ngasih judul...bikin penasaran aja. Begitulah manusia, biasanya otaknya akan terblocking dan tertipu pada kesan pertama (+/- 2 menit), padahal kesan pertama belum tentu benar sebagai tolok ukur dalam menilai sesuatu.

Baiklah sekarang waktunya memasuki penjelasan dan pokok bahasan dari artikel yang akan saya sampaikan.

Selama ini umat Islam umumnya beranggapan bahwa yang namanya Masjidil Haram cuma ada satu yaitu yang berada di Makkah Al Mukaromah, yang mana di kota inilah berdiri bangunan pusat ibadah umat Islam sedunia, yaitu Ka'bah (Baitullah), yang berada di pusat Masjidil Haram. Inilah kiblat umat Islam ketika mengerjakan sholat dan dalam ritual haji, Makkah menjadi tempat pembuka dan penutup ibadah haji ketika jamaah diwajibkan melaksanakan niat dan thawaf Haji. Inilah Masjidil Haram yang dikenal umat Islam sedunia.

Lalu, adakah Masjidil Haram yang lain? ada. Kalau ada dimana?

Memang secara bangunan/fisik anda betul bahwa Masjidil Haram ya cuma satu, tetapi ada Masjidil Haram (Baitul Haram) yang berwujud non fisik, dan ini tidak kalah pentingnya bagi manusia terutama umat Islam. Karena ini sebagai salah satu tolok ukur keimanan kita.

Sebelum memasuki pembahasan lebih dalam, perlu saya uraikan sedikit bahwa pada diri manusia “terdapat” 3 (tiga) masjid (baitul). Apa sajakah itu ? Dan dimana letaknya?

Pertama : Baitul Makmur,

Inilah nama lain dari otak manusia yang bertugas berfikir untuk menghasilkan ilmu pengetahuan baik dengan membaca ayat-ayat Kauniyah yang tersebar di alam semesta maupun ayat-ayat Kauliyah yang terdapat dalam Al-Qur’an. Ilmu pengetahuan juga di dapat dari hasil penelitian dan percobaan di laboratorium, dll. Ilmu pengetahuan dari hasil “membaca” tersebut pada intinya diperuntukkan demi kemakmuran manusia dan bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya.

Tetapi ya yang namanya manusia kadang karena pengaruh nafsunya dan bujukan iblis, ilmu pengetahuan justru disalahgunakan untuk menghancurkan, membunuh, membohongi, mencurangi manusia dan makhluk lain yang kedudukannya lebih rendah dan lemah.

Kedua, Baitul Muqaddas,

Inilah nama lain dari (maaf) alat kelamin manusia yang harus dijaga kesucian (hak dari suami-istri) dan tempat dimana beribu-ribu calon manusia akan lahir ke dunia (adanya pertemuan sperma dan ovum).

Ketiga, Baitul (Masjidil) Haram,

Lha ini dia yang membuat anda penasaran, dimana Baitul Haram terletak di dada ( tepatnya hati) manusia. Hati ini bukan dalam arti fisik. Biar lebih mudah dan dipahami saya ilustrasikan sebagai berikut, “ aduh, sakit hatiku karena putus cinta!”. Apakah benar-benar hati anda (fisik) sakit? Tidakkan?. Inilah yang saya maksud dengan Baitul (Masjidil) Haram.

Kenapa tempat ini penting (ini yang saya maksud dengan plus-plus)?

a. Karena tempat inilah segala wahyu dan ilham dari Allah SWT diturunkan kepada hamba-hamba-Nya.
b. Dalam hati inilah Al-Qur’an difahamkan oleh Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Otak manusia terus terang tidak mampu memahami Al-Qur’an. Dapat diibaratkan bahwa otak manusia itu hard disk dalam komputer, kapasitasnya terbatas untuk mencerna sesuatu Apalagi mengenai ayat-ayat Muthasyabihat. Bisa error otak kita.
c. Sebagai tempat Allah SWT memberikan tanda keimanan seseorang (baca artikel saya bulan April 2009 dengan judul “Sudahkah Kita di-Iman-kan Allah SWT?” )
d. Tempat diturunkannya perilaku kita yaitu Fujur dan Taqwa, tergantung bagaimana manusia me-manage-nya dan memohon rahmat serta tuntunan dari Allah SWT.
e. Tempat mengingat Allah SWT (dzikir qolbu).
f. Dll (tolong cari sendiri ya...sekali-kali berusaha dong masak cuma baca terus ...he...he....maaf ya)

Dalam Al-Qur’an Allah SWT banyak berfirman mengenai Masjidil (Baitul) Haram ini, coba perhatikan ayat berikut :

“Dan dari mana saja kamu berjalan, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya,..” (QS. Al-Baqarah 2 : 150).

Artinya bahwa dada (hati) kita seharusnya selalu dicek dan dipelihara masihkah ada Asma Allah SWT bersemayam di dada kita (Masjidil Haram). Inilah maksud ayat tersebut di atas. Tapi kalau anda nekat mengartikan bahwa wajah kita harus dipalingkan selalu ke Masjidil Haram di Mekah ya kalau kita sedang berjalan atau berkendaraan jadinya anda dimarahi banyak orang karena jalan kita pasti akan nabrak-nabrak! (ini serius lho).

Ada lagi ayat mengenai Masjidil Haram (Baitul Haram) yaitu :

“Sesungguhnya orang-orang yang meramaikan (memakmurkan) masjid Allah itulah yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir...” (QS. At-Taubah 9 :18).

Maksud ayat ini adalah kita senantiasa berdzikir (Dzikir Qolbu) untuk selalu ingat dan sadar kepada Allah SWT, di dalam segala aktivitas dan disetiap waktu.

Ada lagi? Ada dong.

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu...” (QS. Al-Araf 7 : 205). Artinya kurang lebih sama seperti ayat di atas yaitu mengenai dzikir qolbu.

Bahkan dalam salah satu hadits Qudsi Allah SWT berfirman, “Tidak mampu alam semesta ini menampung aku, kecuali hati hamba-hamba-Ku yang Saleh” (terjemahan bebas tanpa mengubah esensi hadits tersebut)

Demikian sedikit sumbangsih saya. Semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS