DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Jumat, 03 September 2010

Salah Alamat


SALAH ALAMAT

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Kalau para sahabat dan pembaca jeli, mungkin anda sekalian akan menangkap fenomena yang menarik di masyarakat (khususnya umat islam) setiap kali bulan Ramadhan datang. Pertama, karena bulan suci ini datang setahun sekali dan di dalamnya ada aktivitas ibadah shalat tharawih maka “barang” yang sifatnya baru ini akan disenangi dengan penuh semangat oleh umat pada minggu-minggu pertama ramadhan. Lihatlah masjid di sekeliling anda, pada minggu pertama banyak jamaah yang berbondong-bondong pergi ke masjid untuk menunaikan ibadah shalat tharawih. Yang bikin kita kadang terbengong-bengong adalah pertengahan bulan ramadhan, dimana yang shalat tarawih mendadak menurun drastis. Ini tidak terjadi pada satu moment ramadhan saja, namun berulangkali setiap ramadhan menyambangi umat islam.

Kedua, Setelah separo ramadhan sepi, maka di sepuluh terakhir bulan ramadhan mendadak mesjid menjadi ramai lagi, entah apa sebabnya, mungkin salah satunya mereka beriktikaf untuk mendapatkan Lailatul Qodar.

Ketiga, Kadang sungguh keterlaluan sikap/cara kita beribadah kepada Allah SWT. Seolah-olah Allah SWT bisa kita suap. Saat kita mengharapkan sesuatu kepada-Nya, kita berlagak bermanis-manis rupa dengan cara memperbanyak beribadah. Tapi bila kita tidak merasa perlu, Allah SWT dinomorsekiankan. Lha ibadah kok dianggap bisnis, semua serba diperhitungkan untung ruginya kepada kita. Na’udzubillahi min dzalik!

Kadang saya sendiri harus mengelus dada. Namun saya mahfum. Oke-lah kalau itu memang sebatas kemampuan mereka, saya tidak bisa apa-apa. Namun yang justru urgent saya soroti di sini adalah tolong luruskan niat kita pada alamat yang tepat (hanif) untuk mendapatkan pahala 1000 bulan di sepuluh terakhir bulan ramadhan. Kenapa hal ini menggelitik pemikiran saya?

Pertama, Banyak saudara-saudara kita yang masih salah alamat dalam beribadah. Tujuan ibadah mereka masih mengharapkan pahala, apalagi bila pahalanya besar. Seolah-olah ini sebagai media barter atas dosa-dosa yang pernah dilakukan selama 11 bulan. Dengan mendapatkan Lailatul Qodar maka insya Allah, pahala mereka lebih banyak dari dosanya sehingga bisa masuk surga. Nah...justru yang aneh disini ketika ditanya,”Apakah anda mendapat Lailatul Qodar? Kalau iya apa buktinya dan kalau tidak apa buktinya?”. Pastilah yang ditanya akan bingung menjawabnya dan malah pusing tujuh keliling. Padahal Allah SWT tidak pernah menjanjikan sesuatu dalam Al-Qur’an yang tidak ada buktinya atau sebatas angan-angan atau dongeng manis belaka. Seperti juga islam, iman, dan ihsan, semua ada bukti otentiknya dari Allah SWT.

Kedua, Secara umum banyak umat islam yang masih takut masuk neraka bila dosanya lebih banyak daripada pahalanya. Mereka mengharapkan/menginginkan masuk surga. Ini salah alamat yang vital. Kenapa? Mengapa mereka tidak mempertanyakan hubungannya dengan Allah SWT selama ini selaku pemilik surga dan neraka serta pemberi pahala dan dosa? Bukankah surga dan neraka itu makhluk Allah SWT karena diciptakan? Lha kalau cara beginikan bisa jadi berabe! Demikian pula mereka yang lebih mengharap Lailatul Qodar daripada perjumpaan dengan Allah SWT, padahal yang memberi Lailatul Qodar-kan ya Allah SWT. Bagaimana kalau hubungan kita dengan Allah SWT tidak akrab, mesra dan baik-baik? Mungkinkah pahala 1000 bulan akan diberikan?

Untuk itu luruskan segala niat ibadah kita hanya semata-mata kepada Allah SWT. Perkara pahala, surga, dan lailatul qodar itu akan dengan sendirinya mengikuti kita bila cara ibadah kita sudah benar dan hubungan kita dengan Allah SWT terjalin mesra. Semua itu bonus dari-Nya. Tidaklah mungkin Allah SWT tega menelantarkan “kekasih”-Nya bila telah terjalin cinta berupa rahmat dan ridha-Nya.

Ada sedikit tips yang saya sadurkan dari tulisan Emha Ainun Najib yang cukup menarik sebagai bekal menyambut Lailatul Qodar. Semoga bermanfaat.

Yang sepenuhnya harus kita urus dalam ‘menyambut’ Lailatul Qadar adalah Reciever Spiritual kita sendiri untuk mungkin menerima Lailatul-Qadar. Kesiapan Diri kita. Kebersihan Jiwa kita. Kejernihan Ruh kita. Kepenuhan Iman kita. Totalitas iman dan kepasrahan kita. Itulah yang harus kita maksimalkan.

Kalau lampumu tak bersumbu dan tak berminyak, jangan bayangkan api. Kalau gelasmu retak, jangan mimpi menuangkan minuman. Kalau

mentalmu rapuh, jangan rindukan rasukan tenaga dalam. Kalau kaca jiwamu masih kumuh oleh kotoran-kotoran dunia, jangan minta cahaya akan memancarkan dengan jernih atasmu.

Jadi, bertapalah dengan puasamu, bersunyilah dengan i’tikafmu, mengendaplah dengan lapar dan hausmu. Membeninglah dengan rukuk dan sujudmu. Puasa mengantarkanmu menjauh dari kefanaan dunia, sehingga engkau mendekat ke alam spiritualitas. Puasa menanggalkan barang-barang pemberat pundak, nafsu-nafsu pengotor hati, serta pemilikan-pemilikan penjerat kaki kesorgaanmu.

Wallahu‘alam bishshawab...

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Rabu, 18 Agustus 2010

Makmum Idol


“MAKMUM” IDOL

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bagaimana kabarnya para sahabat dan pembaca? Sehat-sehat saja bukan? Syukur Alhamdulillah. Bagaimana dengan puasa ramadhannya? Semoga lancar, khusyu dan diberi kesehatan lahir batin oleh Allah SWT. Sudah lama saya tidak menulis pada blog ini. Semoga cerita dibawah ini sebagai obat penawar rindu silaturahmi diantara kita semua. Amin.

Selama “nyantri” di komunitas Pengajian Pondok Cinta Kasih (PPCK) selama hampir 4 tahun ada suatu pelajaran menarik yang saya alami, namun baru tanggal 17-Agustus-2010 malam kemarin, Allah SWT berkenan menurunkan takwil dan pemahamannya.

Ya...ada fenomena yang kadang membuat saya bertanya kepada diri sendiri. Apakah gerangan itu? Saya pernah mencoba mengkalkulasi jumlah sahabat yang tergabung dalam PPCK..mungkin jumlahnya hampir 200 orang lebih. Tetapi anehnya setiap anggota baru yang masuk, ada juga sahabat lama yang akhirnya layu sebelum berkembang. Hingga saat ini yang hadir sebagai “anggota tetap” (istiqomah) paling banyak 15 orang. Lho kok?

Kalau dinalar pakai logika jelas tidak masuk akal sehat. Coba anda bayangkan ketika mengikuti pengajian sudah dapat tambahan ilmu dari Allah SWT plus disuguhi tuan rumah makan, minum dan snack..kok banyak yang nggak hadir. Padahal tinggal duduk manis dan mendengarkan pelajaran, diskusi dan dzikir bersama. Apa susahnya?

Memang sih, kadang-kadang ada sahabat lama yang mendadak muncul ikut pengajian. Tapi ternyata ujung-ujungnya mereka hadir dengan membawa motif lain, misalnya karena sedang dilanda masalah dan menginginkan do’a dari para sahabat agar masalahnya cepat selesai. Jenis masalahnya pun macam-macam mulai masalah keluarga, pekerjaan, sakit, dsb.

Kita memang sering tidak menyadari motif apa dibalik seseorang masuk PPCK. Komunitas PPCK hanya memegang prinsip Husnudlon (berbaik sangka). Tetapi Allah SWT Maha Tahu apa yang tersirat dalam hati masing-masing makhluk-Nya. Mereka yang datang ke PPCK membawa “misi terselubung” seperti mencari konstituen untuk partai islam, ada yang coba mengetest “ilmu kedigdayaan”, ada yang berpura-pura menjadi alim, dsb. Jadi rata-rata tujuan (niat) mereka mengaji salah arah. Bukan ingin berguru kepada Allah SWT untuk menggapai rahmat dan ridho-Nya, tetapi lebih mengutamakan nafsu kepentingan dunia.

Saya dan para sahabat yang istiqomah (insya Allah) sih tidak terlintas sedikitpun untuk menjustifikasi mereka. Sebagai tuan rumah hanya berkewajiban memuliakan tamu, meskipun kedatangan mereka dengan berbagai motif yang kurang tepat. Karena kami memiliki prinsip bahwa “lulus tidaknya” seseorang dalam menempuh perjalanan menuju Allah SWT adalah hak preorogatif dari-Nya. Allah SWT hanya akan memberikan petunjuk bagi hamba-hamba-Nya yang bersungguh-sungguh menginginkan belaian rahmat dan ridho-Nya.

Allah SWT Maha Tahu dan Maha Memaksa (Al-Jabbar), sehingga mereka yang datang dengan niat yang tidak benar akhirnya “disingkirkan” dari komunitas. Dan Al-Hamdulillah saya diberikan pelajaran ilmu dan takwilnya mengenai kejadian tersebut. Allah SWT “menurunkan” pemahaman surat QS. Ali Imran 3 : 179, Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar”.

Bukankah ciri orang munafik adalah antara lahir dan batinnya tidak selaras? Inilah bahayanya orang munafik, secara lahiriyah seolah-olah menampak mimik orang baik-baik, tetapi hatinya justru sebaliknya, memiliki maksud lain dari selain Allah SWT.

Jadi kesimpulannya dalam PPCK selama ini telah terjadi proses seleksi dan Allah SWT sebagai jurinya. Dia yang lebih tahu siapa seseorang yang benar-benar ingin menggapai rahmat ridho-Nya dan siapa seseorang yang hadir karena tujuan dunia. Ibarat kompetisi “Indonesia Idol”, siapa yang benar-benar bersungguh-sungguh pastilah mendapat predikat juara. Sebuah predikat kesejatian “pejuang” karena memiliki tujuan dan arah yang benar. Sedangkan barang siapa yang tujuannya berkompetisi hanya semata-mata numpang terkenal pasti akan tersingkir.

Kalau saya sendiri sih tahu diri dan hanya menempatkan posisi untuk selalu tunduk dan patuh sebagai makmum saja atas kehendak-Nya...

Wallahu‘alam bishawab...

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Selasa, 10 Agustus 2010

Ramadhan 1431 H (2)


RAMADHAN 1431 H (2)
By Fahri

Sahabat, endapkan pikirmu terhadap hingar bingar dunia
Luangkan waktu sebulanmu untuk menyambut tamu Agung
Dengar dan pertajamlah hati nuranimu menjemput Ramadhan
Di sana ada suasana yang mengharu biru, yang tak bisa aku ceritakan

Sahabat, mengapa Allah SWT mewajibkan puasa bagi orang mukmin?
Mengapa yang dipanggil Allah SWT bukan orang muslim?
Orang mukmin merekalah yang derajatnya telah beriman
Iman posisinya masih dapat terombang-ambing dan mudah goyah

Ramadhan adalah penggemblengan iman dalam kawah Candradimuka
Mendidik hamba yang mukmin agar naik derajat menjadi muttaqin
Derajat yang tak mampu tergoyahkan oleh sesuatu apapun
Kecuali kerinduan yang menggebu untuk selalu bersama-Nya

Sahabat, manfaatkan waktu Ramadhan sebaik mungkin
Wal Ashr....Demi waktu...Sesungguhnya banyak manusia yang rugi
Mengejar dunia dan menggumbar nafsu yang tak mungkin terpenuhi
Memilih yang fatamorgana daripada yang abadi

Luruskan niatmu dengan penuh keyakinan dan keikhlasan
Berdayakan dirimu yang sejati untuk masuk wilayah Ramadhan
Biarlah Ar-Ruh senantiasa bersilaturahmi kepada-Nya
Di tiap detik-detik perjalanan waktu Ramadhan

Selamat berjuang sahabat dan saudaraku
Menggapai fitrah layaknya bayi yang baru dilahirkan
Menunggu belaian cinta dari Sang Maha Pencinta
Cinta abadi yang tak mungkin terkhianati sampai kapan pun jua

Selasa, 13 Juli 2010

Ramadhan 1431 H


RAMADHAN 1431 H
By Fahri

Harum wewangi bulan Ramadhan begitu dekat menyapa,
Bulan yang kunantikan disetiap hari-hariku selama masih bernafas
Bergelimang rahmat, berkah dan hidayah
Suasana penuh pekat yang tak bisa aku bagikan

Janganlah engkau kotak-kotakkan hari-hari indah Ramadhan
Janganlah engkau berhitung tentang ibadah, ini bukti ketidak-ikhlasan
Karena disetiap hari adalah istimewa dan penuh hikmah
Awal adalah penentu akhir, akhir adalah hasil perjuangan awal

Lailatul Qadar adalah tolok ukur
Diterima atau tidaknya ibadah kita selama 11 bulan
Ini bukanlah dongengan belaka yang menina-bobokan
Karena ada bukti yang nyata di depan mata hati kita

Janganlah hanya mengedepankan lahir untuk menemuinya
Lepaskan dirimu yang sejati untuk menjangkaunya
Masuklah dalam alam malaikat untuk menjemputnya
Alam sang utusan yang membawa Cahaya Lailatul Qadar

11 bulan lamanya kita riyadlah memerangi hawa nafsu
29 hari kita bertanding membersihkan kotoran duniawi
Barang siapa bersungguh-sungguh, pastilah 1 hari didalam Ramadhan
Piala Lailatul Qodar kan kita raih, sebagai bukti, kita kembali ke fitri

Minggu, 11 Juli 2010

Sang Aku


SANG AKU
By Fahri

Aku tidak berbentuk namun keberadaanku di dalam sekaligus di luar
Wujudku immaterial namun bisa dirasakan
Ibarat angin...tidak berbentuk namun ada
Berkelana menembus ruang dan waktu yang tak terbatas

Aku ada namun tidak butuh apa-apa
Tidak pernah sakit, lapar, haus, dan tidur
Keinginanku cuma satu...selalu kembali ke haribaan Illahi
Karena aku adalah amar Tuhan

Kadang aku menangis terbelenggu oleh nafsu
Merintih tak berdaya....terpenjara kotoran dunia
Akulah mutiara yang tenggelam dalam lumpur hitam
Bebaskan...lepaskan...biar aku menuju kepada yang Sejati

Akulah sebenarnya Sang Penguasa
Atas nafsuku, pikiranku, qalbuku, akalku dan ragaku
Akulah sejatinya Sang Panglima
Yang menggerakan seluruh perangkatku menuju Illahi Rabbi

Sabar, ikhlas, tawakal dan istiqomah adalah tiangku
Shalat dan zakat adalah saranaku
Ramadhan adalah penyucianku
Haji adalah pembuktianku
Man arafa nafsahu, faqad arafa Rabbahu

Biarkan diriku selalu berada dalam alam kelanggengan
Menatap indah penuh pesona Sang Pujaan
Biarlah aku meringkuk penuh kemesraan
Oleh belaian Sang Kekasih Tersayang

Biarkan aku melepas rindu
Dalam lautan asmara yang menggebu-gebu
Diliputi rasa cinta yang tak pernah layu
Bagaikan kekasih yang lama tidak bertemu

Kamis, 08 Juli 2010

Gajah dan Upil (3)


Gajah dan Upil (3)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Wah ...omong - omong soal gajah dan upil, kayaknya pengen bikin peribahasa baru nih. Upil di seberang lautan tampak, upil segajah di hidung sendiri tak dirasa.

Faktanya memang begitu. Kita merasa sok tahu soal urusan nun jauh di Amerika ataupun Timur Tengah, tapi urusan yang paling dekat dengan diri sendiri tak mempunyai pemahaman seupil pun.

Padahal Quran mengajarkan kita untuk belajar mengubah diri sendiri sebelum mengubah orang lain, apalagi mengubah suatu kaum. Hal ini memaknakan kalau mengerjakan sesuatu haruslah dari yang terdekat dan menjadi kewajiban hidup kekinian.

Silahkan disimpulkan sendiri apa yang paling dekat dan selalu hadir di kekinian dan tak bisa ditunda....nafaskah ? uangkah ? makanankah ? sinikah atau sanakah ?

Dalam hal tolong menolong pun Kanjeng Nabi sendiri mengajarkan bahwa yang diutamakan adalah yang terdekat dalam rumah, lalu tetangga, kemudian empat puluh rumah di sekitar, meningkat antar wilayah, baru antar negara.

Silahkan juga disimpulkan sebelah mana rumah sampeyan dan saya yang sesungguhnya harus ditolong terlebih dulu. Rumah hati yang bagaikan rumah keong yang dibawa kemana - mana ini atau rumah dari batu bata yang dipetakan secara geografis itu ?

Uffhh.....sayang, keteraturan sabda ini sudah sangat kita amburadulkan... Saat ini kita merasa lebih heroik menolong negeri antah brantah, tapi mempetakan masalah dalam rumah negeri sendiri ogah - ogahan.

Bayangkan bila keteraturan ini benar -benar kita praktekkan bersama. Tentu kemakmuran di bumi nusantara akan lebih segera terwujud. Lha wong faktanya kekayaan nusantara mampu menghidupi penduduk dunia dan menjadikan pengambilnya sangat kaya raya turun temurun hare....

Kalau saja keteraturan sabda ini bisa kita mulai dengan sungguh -sungguh, hmmhh...sejentik upil kekayaan nusantara sudah sangat - sangat sanggup menolong orang kelaparan di Ethiopia ataupun korban perang di Gaza.

Masalahnya, dalam hal ini kita masih sering kayak orang buta memegang gajah....persepsi pemikiran yang selalu emosional, parsial, meraba - raba membabi buta dan tak mau memotret masalah secara utuh.....

Hhmmhh....pemikiran yang selalu diiringi dengan ketersengalan nafas tapi tak pernah disadari. Padahal akhirnya hanya menimbulkan debat dan cuma dapat upil.....

Tapi ya sudah....lha wong kita memang masih suka cara pandang keluar diri kok....

Jadi, mari kita nikmati sama - sama penderitaan ini sampai pada titik tertentu dimana hal ini tak terasa lagi kita anggap suatu penderitaan. Walau badan ini nyatanya semakin tak kuat menyangga...

Hmmmh...ternyata benar, bahwa orang Indonesia memang banyak yang punya ilmu kebal dan ngrogoh sukmo.... kebal menderita dan jiwanya lebih hadir di negeri antah brantah ketimbang di negeri sendiri. Di dalam rumah hati....hiks !

*****

Duhai poro sederek sedulur dan sahabat...nafas adalah cinta...cinta adalah nafas....maka cintailah nafas dan bernafaslah dalam cinta....

Bila masih bingung bagaimana cara mencintai nafas, cara termudah ya perbanyak saja tanaman di rumah. Semakin banyak tanaman, semakin segar nafas kita. Tentu semakin fresh cara kerja jantung dan otak kita. Suwejjuuuuuk..........

Kalau sudah sampai tahap pemahaman ini, orang akan berpikir ulang bahwa membabat hutan secara serampangan sama saja dengan mengurangi jatah oksigen otak dan paru - paru yang berakibat membodohi dan memburamkan kecerdasan pikiran dan kelapangan dada sendiri.

Apa berarti kalau ada orang membabat hutan serampangan, sebenarnya mereka sedang berbuat aniaya dengan menusuk - nusuk dan merobek paru - paru kita ya ?

Ah...tapi sudahlah... kita ini bangsa yang mulia kok. Kita adalah bangsa yang terciprati sifat Tuhan Yang Maha Penyabar dan Maha Pemaaf tiada batas bagai langit. Ya, kita sangat -sangat bisa bersabar dan memaafkan orang yang menganiaya diri kita.

Hmmh...kita sudah bagaikan rasul yang diam saja ketika diludahi dan dilempari kotoran tetangga sendiri sambil berpose ikhlas mengcopy paste sabda " itu karena mereka tak mengetahui ". Sungguh spiritualitas negeriku tiada tanding tiada banding....

Tapi apakah ini mimpi bila suatu saat penggiat konservasi akan bekerjasama dengan kyai, ustadz dan dokter untuk mengkampanyekan pentingnya penghijauan yang berguna bagi nutrisi kecerdasan otak, kecerdasan hati dan kebugaran tubuh.

Hingga suatu saat para orang alim dan pintar itu berani berjihad maju menjadi tameng hidup atas pembalakan liar serampangan yang sangat mengerikan dan masih terus terjadi di kalimantan, Irian jaya dan banyak tempat lainnya.

Apa kayaknya sudah waktunya ada fatwa jihad terhadap segala aktifitas perusakan lingkungan. Hmmh...tapi apa berani ya bikin fatwa semacam ini ? padahal larangan merusak dan anjuran memerangi hal demikian di dalam Quran sudah sangat jelas.

Ah sudahlah saya pribadi tak akan berharap. Lha wong bangsa kita ini masih krisis mental kok. Tak pernah bisa pede dan menyelesaikan diri sendiri. Apa - apa harus berbau luar negeri. Kosmetik luar negeri, sepatu luar negeri, produk elektronik luar negeri, utang luar negeri, pelatih dan konsultan luar negeri. Pemikiran pun harus sami'na wa atha'na luar negeri...

Mengenai Jihad ? hmmh...sama saja. sudah pasti luar negeri. Mbok jihad dalam negeri perang sama koruptor atau pembalak kan di mata Allah nilainya sama saja.

Apa mungkin kita ini masih pingin gagah dan jadi pahlawan di mata manusia, bangsa - bangsa dan keumatan ya hingga kita lebih sensie masalah luar negeri ketimbang dalam negeri sendiri ? atau takut memerangi mereka karena diam - diam kita ini ikut kecipratan dampak ekonominya walau cuma seupil. Mbuh kah...

Gak apa - apa wis...wong dunia ini emang laibun wa lahwun....guyonan dan mainan aja....mari kita nikmati saja pertunjukan ini sambil memainkan peran masing - masing. Sapa saja siapa saja dengan cuintrong.....supaya hati tetap terjaga dengan kelembutan rahma.

Dan kelak suatu saat kalau kita sudah mengetahui hakekat nafas dan cinta, akhirnya kita tahu bahwa dunia ini hanya haaa....hhaaa....hhatchhing ....!!! hadoooh...lha kok meler rek....jadi gak bisa nerusin tulisan nih....takut virusnya nular....lagian sudah kepanjangan...terusin sendiri ya pleeen......

Hayuuuh...siapa mau minjemin sapu tangaaaaaaan....? tessss.....BTS ku lagi netes iki lho reeek....srooooott...sniffh !


Wassalam,

Dody ide

Rabu, 07 Juli 2010

Gajah dan Upil (2)


Gajah dan Upil (2)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Lanjut lagi....

Jadi, ketika saya berdialog dengan sampeyan dengan tanpa emosi alias dengan nafas yang tertata, otomatis pengalaman - pengalaman sampeyan, ilmu - ilmu, kegundahan - kegundahan atau suka cita sampeyan bisa saya serap dan rasakan juga. Bahkan ketika sampeyan tak berhadapan dengan saya.

Kegundahan sampeyan adalah hentakan gelombang yang mengantar rambatan rasa kegundahan ke saya, kebahagaiaan sampeyan otomatis juga jadi kebahagiaan saya.

Dan hal ini selalu beredar di udara keluar masuk tubuh, keluar lagi mencampur ke alam raya menjadi satu udara utuh. Kemudian siap dipancarkan dan ditangkap lagi berulang - ulang persis kayak gelombang frekwensi radio atau hp.

Inilah yang dimaksud muslim itu bagaikan satu tubuh. Naiknya sebuah kesadaran bahwa kita hidup dalam rumah besar alam raya yang satu, semesta tunggal, satu tubuh.

Tetapi Hadits seperti ini sesungguhnya tak bisa kita ikuti secara latah, atau dipaksakan tanpa didasari sebuah perjalanan dalam diri yang benar - benar sampai tahap bermukim di wilayah universal terlebih dulu.

He he...tapi semua itu cuma teori lamunan aja lho....lamunannya orang tafakur melekan malam. Saya juga gak bisa kok. Lha wong saya hare...ya jelas gak biiiisa....hiks ! wiiiis... pokoknya bagi saya yang bisa sedunia akhirat cuma Allah thok...lainnya minggiiiiiir........

Kembali lagi, hidung layaknya tower BTS alias Base Transreciever Station nya hp. Tergantung kita mau sms atau calling tangkap menangkap siaran siapa...asalkan tahu nomornya, pasti konek.

Tentu, pesawat kita sudah harus diupgrade dulu hingga mampu mencapture dengan detail setiap geseran frekwensi, partikel udara dan sejenisnya. Mengenai cara upgradenya ya persis kayak upgrade telinga saat mendengar musik dengan seksama.

BTS hidung ini juga persis tehnologi mata elektronik alias kamera. Semakin besar pixel, semakin bagus kualitas lensa, semakin tinggi kemampuan ISO, semakin banyak frame, semakin lebar rentang exposure dan aperture, maka semakin detail dan semakin luas moment yang bisa kita jepret.

Nah, yang repot kalau tower BTS nya kacau. Bisa kita amati pada tiap diri sendiri, semakin kacau pikiran dan nafsu kita, pastilah semakin kacau nafas kita. Akhirnya BTS tinggallah menara tinggi tanpa daya....

Contoh paling mudah ketika kita marah. Nafas sangat ngos - ngosan, akhirnya nafsu dan emosi tinggi. Tentu akal sehat ikut berhenti tak bisa menalar dengan jernih. Hal mudah di depan mata yang tinggal klik saja jadi terasa suliiiiiiit....

Semakin kacau nafas, asupan oksigen otak dan segala jerohan kita juga semakin error. Lha kalau sudah error....dipastikan cara pandang terhadap hidup akan errorrejing juga... Lha wong syaraf otaknya banyak yang tak teraliri energi hidup alias darah dan oksigen kok...

Akhirnya kita gampang salah paham, sempit, berfikir remang - remang yang penuh kecurigaan...

Bisa ditebak, perilaku ini akan mengakibatkan dada gampang sesak, kepala tegang...daaaaaan.....stroke. Atoooh..sakitnya reeek....!

Gak salah orang tua dulu bilang, jangan suka marah - marah nanti cepat mati...hmmh kayaknya emang lebih baik belajar sabar biar umur panjang dan cara berfikir juga ikut panjang.

He...he.. jadi mbok ayuklah sekali - kali mensyukuri adanya hidung supaya tahu kandungan ilmunya...mosok tiap hari cuma urusan kenikmatan konsumsi ilmu mata, mulut dan telinga saja.

Lha kalau hidung gak ada kenikmatan ilmunya layaknya ilmu musik pada telinga atau ilmu video pada mata, mbok dibuang ajjjaaaa...daripada bikin berat kepala...hi hi....

Padahal mata, mulut dan telinga walau ditutup satu jam gak ada masalah lho. Kita tetap seger waras. Kalau hidung ditutup satu jam ? maka nikmat apa yang kau ingkari....begitu kata Qur'an...

***

Kayaknya aneh ya...hidung ini ternyata bukan hanya urusan mencium, tetapi ternyata bisa memiliki ilmu "melihat".

Apa ini juga bagian dari ibrah bahwa kita tak boleh makan babi supaya tak terciprati sifatnya ? sebab tabiat babi dengan anugerah hidungnya yang besar itu ternyata tak bisa selektif memilih kebutuhan dan merawat kebaikan dirinya. Hidup suka dikubangan lumpur bercampur makanan dan kotorannya sendiri yang bauk....

Hidung babi hanya digunakan untuk kepuasan nafsu perutnya. Apa saja dimakan, dimuntahkan lagi, lalu dimakan sekali lagi. Sudah tahu itu bau muntahan sendiri, sudah tahu itu bau anaknya sendiri, sudah tahu bau induknya sendiri, eehhh...diembat juga.

Apakah ini juga persis seperti kita yang suka memakan bangkai kejelekan saudara sendiri. Sudah jelas bau anyir kok ya tetep dimakan....udah gitu masih dibuat kenduri rame - rame lewat penayangan media skala nasional ataupun forum pengajian.

Ya maklum saja sih, lha wong hidung kita ini dari kecil cuma buat latihan mencium bau daging - dagingan. Entah itu daging soto, rawon, gule dkk. Gak pernah dilatih buat mencium bau surga...

Tak salah, akhirnya budaya kita memang bertitik tumpu di daging. Setiap yang berbau daging selalu kita ekspose besar - besaran. Entah itu daging makanan, daging badan ataupun daging pornografi.

Ah...tapi ndhak tahu lah... dah, lanjut lagi aja aaaahhh.....

Cipratan ilmu tadzkiyatun nafs tadi bisa jadi memunculkan pengetahuan atau bashirah bisa melihat orang dibalik dinding, Out of Body Experience mengunjungi India dari tempat tidur, mengetahui cara kerja sistem dalam tubuh beserta penyakitnya, mencari info dimana tempat tinggal mantan pacar atau menemui teman lewat alam mimpi. Tapi itu semua hanyalah mainan. Tak lebih.

Bila kita bangga atau berhenti disini, hal ini malah jadi tutup atau hijab paling berbahaya untuk mencapai tujuan Akhir, lillahi ta'ala. Walaupun dalam perhentian ini kayaknya kita selalu tak pernah putus berdzikir.

Banyak sekali orang yang keenakan berhenti di sini karena merasa menjadi superman, terbukanya gudang ilmu, mendapatkan rejeki dan kemana - mana disanjung puja ribuan orang dengan berbagai macam sebutan mulia.

Tetapi biasanya para pelakunya selalu dihinggapi kebingungan - kebingungan, kesibukan - kesibukan dan keheranan terus menerus tanpa batas. Sebab ini hanyalah terminal, bukan tujuan akhir.

Lha wong namanya terminal ya jelas hiruk pikuk, banyak penumpang beserta berbagai karakternya dan kendaraan yang siap mengantar kita ke berbagai tujuan.

Tinggal piliiiih ....mau zig zag, belok kiri belok kanan, ke pasar raya hypermarket serba ada, ke kota metropolis atau rekreasi outbond menyatu dengan alam, entah alam jin atau alam DNA ....monggo kerso....kendaraan layaknya Buraq airways sudah siap mengantar kemanapun pergi....

Tapi perlu diingat, kendaraan tetaplah kendaraan. Ia bukanlah tujuan. Kalau sudah sampai tujuan hakiki, ya kendaraannya harap diparkir. Gak boleh ikut masuk.

Juga perlu kita ingat, diterminal gak mungkin ada tempat tidur yang enak. He he...apalagi seperti tempat tidur dari dipan emas yang digambarkan kayak di surga.

Hmmmhh...bidadari hatiku...sabar ya...dipanku masih dari kayu reyot....kita belum bisa berbaring tenang sambil memandang cahaya bulan dan mencecap manisnya madu....duh bulan madu surga itu ...Wadah ! jadi nglantur gara - gara ingat Srikandi surga reeeek....

Terus ah....

Padahal sesungguhnya bila kita mau meneruskan perjalanan, bisa bersyukur lebih banyak dan lebih halus akan adanya nafas ini, maka pengetahuan kita juga akan semakin halus lembut seperti partikel atom dan cahaya yang tak terbatasi lagi oleh gambaran model wujud, ruang dan waktu. Laisa kamitslihi syai'un. Tak serupa apapun........

Tapi namanya aja tak serupa apapun, jadi ya tak terdefinisi. Berarti tak ada ilmu. Ummi. Lha wong gak bisa didefinisi dan diklasifikasikan hare...

Dan akhirnya tembuslah diri kita dengan hakekat Yang Maha Lembut dan Benderang, Nur ala Nur. Inilah yang disebut ucapan alhamdulillah yang sesungguhnya. Ucapan dan kandungan apa yang diucap sudah mewujud menjadi satu, Kun fayakun.

Alhamdulillah yang benar - benar membuat diri kita diam anteng di tujuan akhir. Alhamdulillah yang sudah sadar bahwa memang semesta daya dan seluruhnya isinya milik Allah thok til. Termasuk nafas, hidung beserta upilnya...Lha mau gimana lagi wong Allah Maha Memiliki kok. Emangnya kita ini memiliki apa yaaa.... ???

Tentu semua itu bisa kita alhamdulillahi dengan benar apabila kita awali dulu dengan proses tadzkiyatun nafs membersihkan hidung, alias si upil tadi.

Kalau upilnya cuma sebesar punya adik - adik tadi sih mudah saja plen...tinggal jentikkan jari, si upil tadi sudah lompat entah kemana.

Lha tapi kalau upil kita ternyata lebih besar dari gajah, gimana cara menjentikkannya hayo...?

Yah...upil ruhani kita memang besar...upil yang berwujud kecintaan terhadap perhiasan, laptop, mobil, hp, bendera - bendera, doktrin - doktrin, gedung pencakar langit, tambang emas, ladang minyak, kesaktian - kesaktian, kecerdasan dan semua jenis kebaruan fana ini sering menghambat jalan nafas dan kelegaan dada kita...

Tak heran kalau bersin akibat kotoran hidung, kita disuruh ucap hamdallah yang bermaknakan bahwa semua ini milik Allah.....

Maka kembalikanlah kepada yang memiliki...zakatkan, pasrahkan, serahkan, Islamkan....natural dan lembut saja...seperti mengeluarkan nafas yang penuh karbon itu...Hingga kita merasa fakir, ummi dan fana karena tak mampu memiliki nafas itu sendiri.

Hmmmhh.... nafas yang di dalamnya terkandung data mikro- makro kosmos, kedigdayan, kesehatan dan pengetahuan hakiki.....sungguh menggiurkan.

Bersambung...

Dody ide

Selasa, 06 Juli 2010

Gajah dan Upil


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para sahabat dan sidang pembaca bahwa dalam beberapa hari ini saya belum bisa menerbitkan tulisan baru. Hal ini dikarenakan saya harus mempersiapkan bahan untuk syiar demi melayani umat. Untuk mengobati rasa kecewa maka saya menerbitkan tulisan sahabat saya, Sdr. Dody Ide. Semoga bermanfaat.

GAJAH DAN UPIL (1)

Sampeyan dan saya tentu sudah sering dengar perdebatan keyakinan yang dianalogikan dengan orang buta memegang gajah. Mereka menjawab sesuai persepsi masing - masing dengan seyakin - yakinnya. Padahal jawaban mereka tak ada satu pun yang mampu mewakili keutuhan bentuk gajah.

Analogi ini walau menjadi wasit penengah keyakinan, tetapi belum tentu mampu meredam gundukan emosi para debater. Para tukang debat bila mendengar nasihat analogi ini, biasanya hanya diam tak bicara, entah karena sungkan atau apa...

Tapi bisa jadi lho pikirannya malah bicara lebih keras karena argumen dan pengalaman spiritual yang diyakini belum terucap lepas lewat mulut. Hmmh...sebab nafsu benar sendiri itu belum terlampiaskan...

Tapi seandainya diri kita tidak dianalogikan orang buta, mungkin lebih menarik kali yaaa...

Toh fitrah kita adalah mahluk sempurna, insan kamil yang pasti dibekali sifat bashirah yang mampu melihat dengan jelas tanpa mata indera sekalipun.

Masalahnya tinggal sifat bashirah ini akan kita arahkan kemana. Ber-Out of Body Experience nglayap ke negeri Eropa, lelaku memasuki dimensi alam jin genderuwo, mengintip sifat - sifat buruk memakan bangkai saudara sendiri, atau memusyahadahi apa yang sebenarnya memang wajib kita lihat dan saksikan ? inni wajahtu....

Jadi, ayuk kita uraikan bahwa kita ini orang yang memiliki penglihatan normal, cuma masalahnya hanya belum pernah melihat gajah. Atau lebih tepatnya, kita sebenarnya waktu kuecciiil bayi cilik menthik pernah lihat gajah tetapi sudah sangat lupa. Yang ada hanyalah memori bawah sadar bahwa sebenarnya kita pernah berjumpa dengan sang gajah.

Kemudian dengan rasa alpa ini, mari kita saling bekerjasama mencari siapa sesungguhnya gajah. Kita cari dan diskusikan berbagai metode untuk menggali alam bawah sadar tentang ingatan - ingatan akan wujud gajah.

Sudah tentu dalam proses mengingat dan mencari gajah, yang berhak menjawab siapa gajah adalah gajah itu sendiri.

Dan kalaupun gajah itu sudah ketemu dan menyebut jati dirinya, apatah hak kita rumongso lebih mengetahui dan lebih memiliki sang gajah daripada teman sepencarian ? he he he...gak ada toh...

Ah, tapi kayaknya juga terlalu jauh mencari suatu analogi di luar diri. Jangankan gajah yang kita tak tahu rimbanya...lha wong bagian diri sendiri yang paling dekat aja kadang kita tak benar - benar tahu maksud pengajarannya.

Sekarang, mari kita coba dengan analogi yang simpel - simpel saja dan telah menjadi guyonan yang lekat dengan keseharian. Tak lain agar kita lebih fresh berfikir, tak terjerat angan - angan antah brantah dan lebih rileks tasammuh menghadapi perbedaan.

Eng ing eng.... film pendek dimulai...

Alkisah saat gelap malam terlihat dua balita yang baru bisa ngomong sedang mencoba berdialog. Dengan keluguan dan kefitrahan diri, mereka saling bertanya tentang apa saja yang baru diketahui. Di remangnya malam yang hanya diterangi bulan sabit, terjadilah perbincangan gayeng....

+ Hei blo, loe tahu gak ... ini namanya apaan cih... ?

- Liat doooolo plen, attuuuh...kok gak keliatan cih, au ah gelap, bendanya kecil...coba kupegang dulu ...emm...kata olang - olang, ini getah ya ?

+ Kayaknya cebutannya bukan itu deh...

- Kalet mungkin ?

+ Bukaaaaaaan...bukan ittcuuuuuu....

- Cebental....kupikil dulu....Yap, aku cekalang ingat...kata mama akkyuuu, ini dicebut adonan...

sambil memelintir - melintir benda asing itu, Si bro berupaya meyakinkan si fren lagi )

+ Bukan laaah...kalau itu gue juga taaau'....adanonan kan dali tepung....

- Lha emangnya ini dali mana plen ?

+ Dali hiiiiidung blo........

- Hah ! itu sih upil, pleeeeen.........

+ Eh blo...loe mau gua kacih ?

- Ngapain plen... Gue kan punya cama pelcis kayak loe....nih cama kan ? wong kita cama - cama manusia.....hi hi...punyaku malah klispi gak lengket kayak punyamu pleeeen...

(si bro mengulik - ulik hidung sambil mempertontonkan upilnya yang ternyata sama saja dengan punya si fren )

Akhirnya mereka saling tertawa guyon sambil lempar - lemparan upil.....jorok sih, tapi suasana jadi hidup.

Bagi adik - adik kecil ini titik tumpunya bukan lagi masalah apa yang diomongkan, tetapi pencapaian suasana bathin yang saling menghangatkan.

Hmmh... seharusnya seperti itulah kita - kita yang tua ini... semakin berpengalaman hidup, seharusnya semakin mampu menerapkan kehangatan suasana salam, Islam.

Stttt.... tapi jangan remehkan upil lho....bukankah Gusti Allah menciptakan sesuatu tanpa sia - sia ?

Nah, silahkan dulu baca tulisan selanjutnya. Sambil ngupil gak apa - apa kok...

Pertama, kita sama - sama belajar alif ba' ta' membaca satu ayat saja. Di sini tak ada yang perlu digurui atau menggurui....kita sama - sama makmum yang berustadzkan kitab suci. He he sebenarnya ini sekedar ngeles, soalnya saya gak hafal banyak ayat.

Kedua, tulisan ini sekedar cara pandang perjalanan pribadi terhadap sebuah ayat kauniyah - kauliyah yang belum tentu cocok dibaca semua orang. Jadi kalau bacanya sambil merengut, lebih baik gak usah diterusin bacanya dan tidur aja. Sebab tidur adalah sarana terbaik mengembalikan dan memasrahkan jiwa pada Sesuatu Yang Maha Mutlak dan Maha Mengatur. Bismika Allahumma Ahya.....

Ketiga, kalau dada sampeyan seluas samudera atau padang Mahsyar, bacanya silahkan diteruskan. Kalau masih sempit ya berdoa ala nabi Musa dulu. Rabbisrahli sadri....

Yuk lanjuuut.....

.....dan Aku lebih dekat dari urat leher, Qaaf : 16 )...Hmmh...kalau baca ayat ini, jangan keburu dulu ngomong Allah lebih dekat dari urat leher yang berarti Allah " wahdatul wujud " dengan kita laiknya urat leher yang juga menempel jadi satu dengan diri ini... kemuluken rek ! toh akhirnya omongan itu hanya jadi kayak debatnya orang buta tentang gajah. Lagian sudah terlalu mblenger kita menerima cerita perjalanan spiritual sperti itu.

Lalu kira -kira apa ya yang lebih dekat dari urat leher ? yuk kita preteli dengan ilmu yang ringan -ringan dan masuk angin...eh masuk akal ding.

Menurut ilmu kedokteran ataupun ilmu beladiri, urat leher atau nadi adalah jalur vital mati hidupnya manusia. Sekali bocor atau tersendat dalam jangka waktu tertentu, wassalam.

Berarti, yang lebih dekat dari urat leher adalah mati hidup manusia itu sendiri. Tapi di mana ya jalan kematian dan kehidupan itu ?

Sekali lagi, kita bicara yang ilmiah dulu. Mati adalah sampah atau pembuangan. Hidup adalah asupan atau daya. Tapi pintu keluar masuknya mana nih....?

Tuing...tuing...dari tadi ngupil kok gak terasa sih....ya di hidung dooong plen ...

Kita menghidupi sistem tubuh dengan menarik oksigen. Setelah berproses sampai tingkat regenerasi sel, limbah atau sel yang mati itu menguap menjadi karbondioksida dan keluar dengan sendirinya melalui nafas.

Nah, untungnya proses ini otomatis, gratis dan tak kena pajak. Di sinilah sebuah kemurahan Allah yang sering kita lupakan kecuali kalau kita lagi berada di UGD dan memakai selang oksigen.

Dijelaskan dalam Ayat Kursi bahwa Allah Maha Hidup dan Berdiri Sendiri. Sekarang kita lihat korelasi antara awal ayat kursi dengan nafas yang keluar masuk lewat hidung. Di dalam nafas ini nampak nyata sifat dari Ayat Kursi.

Nafas adalah sesuatu hidup yang berdiri sendiri. Bila dilanjutkan korelasi ayat berikutnya, nafas faktanya tidak tidur dan mengantuk. He...he... lha kalau nafas ikut ngantuk dan tidur istirahat sejenak, haduuuh....hilanglah nikmat nasi goreng.....

Di dalam nafas inilah terjadi kesejajaran hamba. Presiden sampai tukang becak, orang alim sampai bajingan, Orang Amerika sampai Timur Tengah, semua menghirup udara secara sama persis dan gratis.

Masak ada sih udara khususon buat Kyai atau Ustadz, udara VVIP buat Pak Presiden atau udara kelas ekonomi tanpa nomor duduk buat kaum proletar ? kan gak ada seh....

Hmmh...nafas yang meliputi langt bumi...nafas yang ada di depan belakang, atas bawah dan samping...nafas yang mengantarkan pada puncak kehidupan sesungguhnya....sangat tak terbatas...

*

Bila saja kita bisa mensyukuri nafas dengan benar, maka akan mulai terkuak sebuah ilmu pengetahuan ghaib. Eittt, sebentar, ini bukan yang klenis magis dan nganeh - nganehi. Kita bicara yang sederhana dulu aja.

Maksud pengetahuan ghaib adalah pengetahuan ummi...yaitu pengetahuan yang tanpa kita pelajari tetapi dengan sendirinya akan tumbuh perlahan tapi pasti. Kata orang, itu disebut ilmu laduni...ah tapi sebutan ini masih kemuluken sih...kita jlentrehkan secara ilmu katon saja lah...

Sik...Sik...sebentar... Kok bisa ilmu itu ada tanpa dipelajari ya... ? Eee...kurang lebih begini ceritanya...

Sampeyan dan saya bernafas dalam satu udara yang sama. Nafas yang sampean keluarkan pasti akhirnya saya hirup juga walau dengan proses penyaringan terlebih dulu.

Kalau disadari, konten nafas pastilah mengandung berbagai macam residu jejak identitas diri. Semakin halus kita menikmati nafas, maka semakin detail kita mampu menangkap konten identitas diri.

Teori data nafas ini persis kayak data darah. Bila kita tak punya pengetahuan darah, ya yang kita tahu paling sebatas pengetahuan fisiknya yang merah dan cair. Titik. Tapi bagi ahlinya, darah bisa menginformasikan jenis penyakit, kondisi jerohan, struktur DNA, riwayat keturunan, kadar gula dan lain sebagainya.

Dalam hal ini, identitas diri adalah buah pikiran, konsep pencitraan fisik, GPS di mana titik ordinat kita berpijak di bumi dan gambaran emosi diri.

Semakin kita bisa menyaring dengan lembut, maka semakin lembut pula data partikel pengetahuan yang kita hirup dan kita pilah. Persisnya seperti ayakan pasir. Semakin halus ayakan, semakin bisa memisahkan mana batu kasar, mana pasir lembut. Mana kekerasan mana kelembutan, mana sekedar materi, mana daya hidup. Mana kematian mana kehidupan.

Tapi kalau kebanyakan menyedot benda mati yang kasar - kasar, ya siap -siap sesak jantung dan marah - marah mata mendelik...waduh !

Logika ceteknya, saat kita menghirup dengan lembut, kotoran yang tersedot bersama udara akan menempel di bulu - bulu hidung. Tapi kalau kita ngos - ngosan emosi, kotoran itu tak bisa ditangkap bulu - bulu hidung dan ikut tersedot paru - paru. Akhirnya, otomatis, sistem ketubuhan kita tak bisa diakselerasikan dengan semestinya. Chaos.....

Tak heran disindirkan dalam ajaran bahwa semakin kita mengotori diri, maka semakin ditambahlah kotoran titik hitam dalam hati. Semakin emosi, semakin ngos - ngosan, akhirnya semakin puanaaaaaassss........swuumpeeeghh...

Dan yang disebut diri pribadi, dalam bahasa arab adalah nafs. Indonesianya ya nafas. Kalau nafasnya tersengal- sengal namanya nafsu. Mbuh nafsu lapo iku....... yang jelas titik hitam dalam hati itu akibat nafsu alias nafas yang kacau.

Kalau yang tersedot cuma kotoran partikel udara sih masih mending. Lha kalau yang tersedot ternyata gajah, apa gak sesak dada kita ?

He he...faktanya kita ini memang suka menyedot partikel yang gedhe - gedhe kayak gajah kok. Pabrik kita sedot, tambang kita sedot, hutan kita sedot....apalagi film porno artis juga kita sedot rame -rame lewat internet. Syuuurrr.....

Yah... dada kita, rumah kita sejati sering terisi sesak dengan berbagai materi, persis kayak rumah yang kebanyakan barang. Akhirnya kita kesulitan mencari ruang lapang dalam diri sendiri....Nah lo...mbok sekali - kali nyedot Tuhan biar dada ini lapang reeek ... ups @_@

Kalau kita masih gak paham tentang kecanggihan hidung, mari kita bergeser ke logika tetangganya hidung alias telinga.

Dalam dunia musik ketika kita berposisi sebagai pendengar sambil lalu, maka porsi utama yang kita tangkap dan hafal hanya nada dan syair saja. Padahal kalau telinga mau memperhatikan dengan seksama di dalamnya ternyata terkandung berbagai macam klasifikasi kedetailan ilmu.

Para penikmat musik yang pasang telinga beneran akan mulai bisa memisahkan mana suara bass, riff gitar, progressif akord dan rhythm dasar drum, suara perkusi dll.

Masuk lagi lebih detail bagi kalangan hi - fi class dan audio engineer, lagu ini masih di pecah menjadi dengan istilah tonal balance, ambience, space, tight, punch, definitive, kompresi, reverb, gate, attack, decay , release, humming dan sebagainya.

Kemudain para insinyur audio menelaah semua itu menjadi dasar rumusan perhitungan harmonic content, FFT, noise floor, dynamic range, amplitudo, SNR, SPL, jitter, THD, crosstalk, dumping factor dan banyak lagi .

Yup, hidung tetaplah tinggal daging layaknya hidung Miss Piggy,telinga tetaplah tinggal daging layaknya telinga gajah. Kecuali kita bisa memanfaatkan anugerah yang luar biasa ini....

Bersambung....

Wassalam,

Dody ide

Rabu, 30 Juni 2010

Kebodohan Hamba

KEBODOHAN HAMBA
By Fahri

Duhai Al-Alim...
Dengan kebodohanku, hamba datang menghadapmu
Memohon ampunan, bimbingan dan petunjuk-Mu
‘Tuk mencoba mengurai firman-firman dan bahasa kalam-Mu
Agar hamba dapat berbagi kebahagian dengan umat manusia

Duhai Al-Mutakabbir...
Ambil semua, jangan tersisa, kesombongan yang menyelimutiku
Sekian lama, hampir di sepanjang perjalanan hidupku
Hamba tidak berhak menyandangnya, karena itu pakaian-Mu
Hamba tidak berhak mengenakannya, karena itu selendang-Mu

Duhal Al-Qohar...
Hamba tidak berdaya, lemah dan tak mampu berbuat apa-apa
Engkau Sang Penggerak alam semesta dan seluruh isinya
Hamba hanya bisa pasrah, tunduk dan patuh atas kehendak-Mu
Terserah Engkau bawa kemana, surga neraka tidak masalah bagiku
Asalkan cinta-Mu selalu mendekap, membelai dan menyelimutiku

Duhai Al-Lathief...Sentuhlah Baitul Makmur hamba dengan rahmat-Mu
Belailah Baitul Haram hamba dengan nurhidayah-Mu
Untuk menarikan setetes pelajaran yang tak terbatas dari-Mu
Dengan kebodohan hamba hanya sebatas menyampaikan
Bukan memberi petunjuk, karena itu wilayah-Mu,
Hamba tidak mau merampasnya

Kini hamba mohon...kemurahan-Mu
Ijinkan hamba menorehkan kebahagiaan
Perkenankan hamba mengguratkan kenyamanan
Perbolehkan hamba menuliskan kedamaian
Untuk berbagi ilmu-Mu, kepada para makhluk-Mu
Sebelum hamba, Engkau tawarkan cinta sejati, di sisi-Mu

Amin Ya Rabbal'alamiin

Kamis, 24 Juni 2010

Kerinduan


KERINDUAN
By Fahri

Sapaan hening dan dingin semilir angin malam
Membelaiku dalam kerinduan yang teramat dalam
Nyanyian simphoni sang rembulan dan bintang gemintang
Membuat hamba larut dalam ketiadaan

Duhai Kekasih…
Begitu lama Engkau perjalankan hamba seperti Ibrahim
Mencari gerangan dimana Sang Kekasih bersemayam
Kini itu semua..telah kulalui dengan ijin-Mu
Ketika Engkau membisikkan…”hadapkan wajah dengan hanif”

Duhai Sang Pujaan…
Hampir 40 tahun lamanya…Engkau tutup tirai elok wajah-Mu
Namun itu semua…semata-mata karena kebodohanku
Yang bergelimang..dalam hijab-hijab-Mu


Wahai Yang Maha Indah
Sekian lama Engkau Musa-kan hamba
Dengan ketidakpercayaan tentang keberadaan-Mu
Namun kini…Engkau dudukan hamba…di bukit Tursina
Hancur lebur…terurai…hampa…menjelma menjadi cahaya
Bersimbah penyesalan dan tangisan, bersujud di hadapan-Mu

Wahai Dzat Yang Maha Lembut
Begitu lama Engkau Muhammad-kan dalam kegelisahan dan kerinduan
‘Tuk menemukan Yang Sejati…Illahi Robbi
Kini…Engkau dudukkan hamba…dalam Gua Hira’
Lautan cinta yang tak terukur kedalamannya
Samudera cinta yang tak bertepi

Aahhh…Mengapa sekarang baru terjadi
Bodohnya hamba, dungunya hamba
Setelah kuhabiskan waktu begitu lama
Dalam keterombang-ambingan yang fana

Terima kasih…duhai Kekasih...Kini baru kusadari
Di sisa-sisa usiaku…Engkau perkenankan aku
Untuk mengenalmu…berada di dalam wilayah-Mu
Ya Ghofar…Ya Rahman…Ya Rahim…Ya Quddus..
Shalatku, ibadahku, hidup dan matiku..
Kuserahkan dengan tulus…dihadapan-Mu

Senin, 21 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (38)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kalau kita mau jujur, dalam skala nasional pun, kejadian seperti di atas pun sedang dan tengah terjadi. Coba anda perhatikan partai politik peserta pemilu yang memakai basic keagamaan. Meskipun dengan desain dan alasan bahwa ini semata-mata hanya perbedaan pandangan politik, bukan agama, namun realitasnya hal tersebut tidak terlepas dari unsur agama. Mereka memakai agama sebagai kendaraan politik. Cuma ya itu tadi, malu-malu.

Coba anda me-recall ulang dan hitung berapa jumlah partai politik yang ikut pemilu 2009 kemarin dan mengusung aliran agama islam? Banyakkan. Justru yang membuat umat heran adalah mengapa mereka tidak bersatu saja untuk mewujudkan masyarakat yang islami kalau keyakinan mereka didasari agama ? Kondisi ini kadang-kadang membuat kita bertanya-tanya,”Apakah benar pendirian partai politik ini semata-mata untuk kepentingan umat? Atau jangan-jangan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok?”. Silahkan anda sendiri yang menjawab.

Saya pribadi sih cuma menyayangkan cara mengelola umat yang kurang elegan. Umat dijadikan obyek untuk suatu peristiwa sesaat dan tidak terlepas kepentingan pribadi/golongan. Bahkan umat menjadi terkotak-kotak dan bingung harus mendukung partai yang mana. Lha sama-sama partai islamnya.

Yang lebih tragis adalah banyak umat harus berkorban untuk membela sesuatu yang tidak jelas. Contohnya ketika berkampanye ada dua partai yang memiliki jadwal kampanye bersamaan dan keduanya sama-sama partai ber-basic islam. Atas nama loyalitas salah kaprah, mereka saling mengejek, mengolok-olok, dan menghina. Bahkan sampai beradu fisik. Konyol bukan?

Begitulah sebagian potret buram umat islam di Indonesia. Mereka lebih mengutamakan perbedaan daripada persamaan. Menjunjung tinggi perpecahan daripada persatuan. Meng-idola-kan kepentingan pribadi dibanding kepentingan umat. Pokoknya serba tidak jelas, semu dan abu-abu. Benar-benar kasihan umat yang diombang-ambingkan kepentingan pemimpinnya. Sementara umat sendiri tidak kunjung menyadari kalau mereka digunakan sebagai obyek kepentingan.

Tidakkah para pemimpin umat menyadari bahwa amanat (jabatan) itu akan diper-tanggungjawab-kan kelak di hadapan Allah SWT? Mengapa justru banyak pemimpin mengabaikan amanat yang diberikan? Tidakkah mereka takut terhadap azab Allah SWT?

QS. Al-An’aam 6 : 165,
“Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Renungan :

1.Pemimpin agama seharusnya memberikan suri tauladan kepada umatnya sebagaimana yang ditunjukkan Rasulullah SAW semasa beliau hidup (sunnah nabi). Sebagai pemimpin yang baik sebenarnya cukup berpegang pada satu prinsip, tidak perlu persyaratan yang macam-macam, yaitu apabila mendapat kebahagiaan maka pemimpin-lah yang terakhir menikmatinya sementara umat didahulukan dan apabila mendapat penderitaan maka pemimpin-lah yang pertama kali merasakan sementara umat paling akhir. Cukup simple bukan?

2.Pemimpin seharusnya mampu membina dan membimbing umat. Ketentraman, kesejukan dan kedamaian merupakan kondisi yang harus diciptakan. Janganlah kehadiran pemimpin justru membuat bingung umat, apalagi memanfaatkan dan menjadikan mereka obyek demi mengejar kepentingan pribadi dan sesaat.

3. Jangan jadikan perbedaan sebagai alat perseteruan. Bukankah perbedaan itu rahmat? Meskipun berbeda dalam hal furu’ seharusnya tetap memegang teguh prinsip toleransi, saling menghormati dan menyayangi sesama muslim. Karena bagaimanapun juga umat islam itu adalah saudara, yang dipersatukan oleh iman yang sama.

Bagaimana menurut pendapat anda?

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Jumat, 18 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (37)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kejadian tersebut, dalam skala lebih kecil juga pernah saya alami. Bahkan hingga saat ini masih berlangsung. Di kampung dimana saya dilahirkan, mayoritas masyarakat mempunyai kebiasaan membacakan tahlil, baik pada acara keagamaan maupun saat ada tetangga yang sedang ditimpa musibah kematian.

Diantara penduduk kampung, terdapat golongan minoritas yang memiliki keyakinan tidak perlunya pembacaan tahlil. Kami yang merasa golongan mayoritas menghargai dan menghormati perbedaan ini. Namun yang justru membuat kami terheran-heran adalah wilayah keyakinan ini dibawa sampai merembet pada tata kehidupan sosial kemasyarakatan. Kelompok minoritas menutup diri, tidak mau berkumpul (silaturahmi), bahkan untuk kegiatan warga seperti kerja bakti tidak pernah hadir. Bahkan mengunjungi tetangga sekedar saling bermaaf-maafan di hari raya Idul Fitri tidak dilakukan.

Saya secara pribadi tidak bisa menyalahkan 100% kepada tetangga tersebut, bahkan cenderung kasihan. Salah apa tetangga saya sehingga mendapat doktrin dari pimpinan kelompoknya yang memiliki cara berpikir sempit dan defensif. Sungguh sebuah doktrin yang tidak masuk akal, kalau harus sampai menutup diri dalam pergaulan sosial kemasyarakatan. Masya Allah!.

***

Ternyata, perseteruan secara diam-diam ini tidak hanya terjadi dalam ranah kehidupan sosial kemasyarakatan, namun juga telah menyentuh organisasi islam.

Ada cerita menarik ketika masa kuliah dulu. Kebetulan saya mempunyai seorang sahabat yang aktif dalam himpunan organisasi islam. Anggotanya rata-rata mahasiswa. Hingga suatu sore hari, dia bercerita kepada saya.

“Aneh ya cara umat islam berorganisasi?”

“Aneh bagaimana? Setahu saya yang namanya organisasi ya seperti pada umumnya. Mereka kumpulan orang yang memiliki misi, visi dan tujuan sama, menyuarakan kepentingan organisasi, berfungsi sebagai salah satu lembaga kontrol, dan semacamnya!” sergah saya.

“Benar sih. Tapi disinilah letak permasalahannya. Mengapa ketika saya mencoba ikut organisasi mahasiswa islam tersebut justru mendapat pertanyaan yang mengejutkan dan membuat saya tak habis pikir!”.

“Lho memangnya kamu ditanya apa?”

Sejenak dia terdiam. Kemudian melanjutkan ceritanya,“Sebagian ada anggota organisasi tersebut yang menanyakan tentang asal-usul atau latar belakang kelompok islam apa yang saya anut!”

“Maksudnya?”

“Ya begitulah. Ditanya perihal asal saya dari islam X, Y atau Z?”

“Terus kamu jawab apa?”

“Ya aku kembalikan saja pertanyaannya. Memang ada islam X, Y atau Z? Islam ya cuma satu. Tidak ada dikotomi, kotak-kotak dan sekat-sekat!, kalaupun ada sih itu hasil dari rekayasa manusianya. Memangnya ada waktu jaman Rasulullah SAW yang bernama islam X, Y atau Z?”

Sambil diiringi senyuman kemudian dia meneruskan ceritanya dan mencoba bertanya kepada saya,’’ Kamu tahu yang selanjutnya terjadi? Mendengar argumen tadi, si penanya malah bingung sendiri dan pergi meninggalkan aku sendiri!”

Saya pun ikut tersenyum, mendengar jawaban pragmatis sahabat saya yang langsung meng-KO si-penanya.

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Kamis, 17 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (36)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

(10)
ANTARA PEMIMPIN DAN UMAT


Pada pertengahan medio tahun 2006, saya beserta istri ikut pelatihan yang diselenggarakan oleh sebuah Yayasan islam, selama dua hari berturut-turut, mulai pagi hari sampai menjelang maghrib. Meskipun kami sudah merasa cukup umur, namun tidak menghalangi untuk tetap terus belajar dan belajar. Semua itu didorong oleh kesadaran bahwa mencari ilmu tidak pernah berakhir selama masih hidup. Hanya kematianlah yang dapat menghentikan. Rasulullah SAW pernah bersabda,”Belajarlah mulai dari ayunan hingga liang lahat”.

Materi demi materi yang disampaikan coba kami serap dan cerna. Syukur Alhamdulillah keseriusan itu berbuah manis, kami paham inti dari materi pelatihan tersebut dan insya Allah dapat menerapkannya.

Ada hal yang menarik selama pelatihan tersebut berlangsung. Di sela-sela penyampaian materi, sang ustadz menyisipkan pengalamannya tentang kondisi umat islam saat beliau berkunjung di sebuah desa terpencil, di Jawa Timur. Dengan mimik wajah yang serius beliau mulai bercerita.

Tersebutlah suatu desa di Jawa Timur yang mayoritas penduduknya memeluk agama islam. Meskipun memiliki keyakinan yang sama, mereka berasal dari 2 kelompok islam yang berbeda. Entah mulai kapan dan bagaimana asal usulnya sehingga terjadi perpecahan. Akibatnya diantara mereka tumbuh semacam sentimen kelompok.

Sebenarnya kondisi ini dipicu hanya karena masalah pemahaman furu’ (cabang) yang berbeda. Tetapi dampaknya sungguh sangat luar biasa dan berakar kuat sampai sekarang. Oleh karena itu, sang ustadz berusaha mendamaikan kedua kubu dan meredam lebih jauh dampak perseteruan tersebut.

Apa yang sedang terjadi sehingga perlu di-damai-kan dan diredam permasalahan tersebut?

Pertama, Sentimen kelompok menyebabkan situasi dan kondisi kehidupan sosial masyarakat menjadi tidak kondusif lagi. Ada semacam konflik kepentingan. Masing-masing pimpinan dari tiap-tiap kelompok saling menaruh curiga. Para berusaha mempertahankan umatnya dan saling mempengaruhi satu sama lain. Karena mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab atas “keselamatan” umatnya. Segala daya upaya tindakan protektif pun dilakukan. Salah satunya dengan melakukan dakwah yang kurang terpuji dan tidak tepat, seperti merendahkan ustadz dari golongan lain di depan umatnya melalui pengajian yang diadakankan. Kondisi ini semakin memperparah keadaan yang ada dan sentimen kelompok bertambah parah.

Kedua, Di sisi lain, umat berusaha membela mati-matian pemimpinnya yang dilecehkan dan tidak diberlakukan sebagaimana mestinya oleh kelompok lain. Sehingga bila bertemu dengan seterunya di tengah jalan saling tidak bertegur sapa, walaupun mereka bertetangga.

Ketiga, Ketidakharmonisan kehidupan keagamaan juga menyebabkan setiap kelompok berusaha merebut, menguasai dan “menduduki” masjid yang ada. Kebetulan di desa tersebut jumlahnya hanya ada 1 buah.

Keempat, Meskipun tidak sampai beradu otot, namun antar golongan terjadi perang dingin. Hal ini mengakibatkan kehidupan sosial masyarakat tidak terjalin dengan baik. Kegiatan-kegiatan sosial pun menjadi terbengkalai. Masing-masing disibukkan dengan kecurigaan dan urusan kelompoknya.

Demikian sekelumit cerita dari sang ustadz, namun sudah cukup mewakili apa yang menjadi keprihatinan hati beliau saat itu. Saya sendiri terkejut mendengar kisah tersebut dan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sebagai tanda penyesalan terhadap perilaku umat islam yang tak kunjung dewasa dalam beragama. Baik dalam cara berdakwah, membina umat, rasa empati dan tingkat toleransi dalam menerima perbedaan. Sungguh suatu cara kehidupan beragama yang naif bukan?

Namun syukur alhamdulillah. Setelah kedua pimpinan (ustadz) golongan tersebut dipertemukan dan diajak berdiskusi dicapailah jalan keluar. Hingga saat ini berdasarkan pantauan yang dilakukan secara periodik, kehidupan masyarakat mulai membaik. Misalnya, mengenai masalah masjid, tidak perlu diperebutkan. Hanya perlu kesadaran dan toleransi golongan. Masing-masing kelompok diberi jatah secara bergiliran untuk digunakan beribadah dan berdakwah.

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS

Pondok Cinta Kasih

Selasa, 15 Juni 2010

Republik Antah Berantah


REPUBLIK ANTAH BERANTAH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Beberapa hari belakangan ini dalam istirahat malam saya sempat terusik. Setiap memejamkan mata, saya disibukkan oleh mimpi yang sebenarnya bukan kapasitas saya untuk memimpikannya. Sebuah mimpi, hidup di bawah bayang-bayang di suatu republik antah berantah. Sebuah republik yang sebenarnya banyak mendapat kenikmatan dan anugerah dari Tuhan, namun sering disia-siakan oleh penghuninya.

Entah apa yang terjadi dengan otak saya sehingga muncul impian ini, mungkin ada bagian tertentu dari otak saya yang hang, konsleting, salah urus atau mungkin saja saya sudah dihinggapi schizoprenia (keterbelahan jiwa) akut tanpa pernah saya sadari. Kenapa? Karena mimpi tersebut adalah sesuatu yang berlebihan, imajinatif dan jauh panggang dari api. Berharap terlalu banyak ada perubahan yang signifikan terhadap republik antah berantah itu, demi sebuah kemakmuran semua penghuninya.

Saya sebenarnya malas untuk menulis impian ini. Ada beberapa alasan, pertama, apa sih gunanya menulis, toh ini hanya sebuah mimpi. Kedua, kalau pun saya menulis impian ini, barangkali posisi saya berada di luar mimpi itu, Ketiga, karena posisi saya di luar maka sudah pasti tulisan ini tidak diperhatikan, jadi sia-sia. Sungguh bodohnya aku ini, buang-buang waktu dan energi saja.

Namun semakin saya tahan dan coba singkirkan mimpi ini ternyata membuat file dalam memori otak saya semakin memberontak dan menyebabkan saya sulit tidur. Selain itu apa wewenang saya sehingga menyalahkan mimpi yang mampir dengan semena-mena dalam tidur saya. Toh tidak ada larangan, peraturan, undang-undang yang menahan mimpi untuk sekedar mampir, lewat atau ngedon di otak seseorang. Ya...ternyata manusia lemah, karena dikalahkan mimpi-mimpi yang kadarnya tak pasti.

Dengan berbekal baik sangka maka cerita dalam mimpi itu mau tidak mau coba saya ceritakan dalam tulisan singkat ini yang mungkin anda anggap tidak berbobot dan bahkan anda saya persilahkan untuk tidak membaca atau men-delete tulisan ini.

Namun dibalik ketikan huruf dari keyboard yang menjadi rangkaian kata dan kalimat ini sebenarnya ada sebuah harapan belas kasihan dari saya kepada para pembaca; yaitu paling tidak anda menolong saya terbebas dari sulit tidur dan anda dapat pahala (he...he...he...).

Syahdan dalam tidur, saya seolah-olah menonton layar lebar tentang tingkah laku dan sepak terjang dari penghuni republik antah berantah, yang kadang tidak mampu dinalar oleh akal logika dan hati nurani manusia normal. Dalam mimpi tersebut ada sebuah republik antah berantah yang kaya akan sumber daya alam dan manusia, namun seringkali salah urus. Dan lebih tragisnya lagi kejadian tersebut seringkali terulang pada kasus yang sama, sifatnya klasik, cuma beda warnanya saja. Sebuah republik yang mengalami kejumudan, kemandekan, jalan ditempat, kalau boleh tidak dibilang mengalami kemunduran tanpa disadari oleh para penghuninya, terutama para punggawanya yang mengurusi republik tersebut.

Harkat dan martabat para punggawanya telah jatuh pada titik nadir sebagai manusia. Rasa kemanusiaannya telah sirna. Bahkan para punggawa merasa sebagai “pemilik” republik antah berantah ini. Jadi mau diapakan terserah pemiliknya, termasuk memutuskan segala perkara yang ada dalam republik tersebut untuk kepentingan pribadi/ego/nafsunya. Sementara peranan kawulo alit (rakyat) sering tidak dilibatkan dalam mengurusi republik. Mereka diperlukan hanya pada saat-saat tertentu saja, misalnya saat pesta demokrasi sebagai upaya untuk mendapatkan keabsahan secara legal-formal. Sesudah pesta berakhir, peran kawulo alit benar-benar di-plot atau dikebiri hanya sebagai penonton. Padahal pemilik sejatinya republik antah berantah ya para kawulo alit ini. Punggawa adalah pembantu, kawulo alit adalah tuan. Inilah posisi sebenarnya.

Tapi semua logika justru dibolak-balik. Posisi tuan dipegang punggawa dan kawulo alit hanya sebagai pembantu yang harus nurut sama majikannya. Karena statusnya sebagai pembantu maka sang tuan merasa berhak melakukan apa saja, termasuk mencap pembantu adalah orang bodoh (atau lebih tepatnya dibodohkan). Wong cilik cukup mengurusi dan hanya boleh disibukkan dengan masalah dirinya sendiri yang bergelut dengan cara bagaimana keluarganya dapat makan hari ini, sementara masa depannya tidak pasti. Tergantung belas kasihan para punggawa. Kasihan banget ya? Bahkan kalau perlu wong cilik didesain agar mereka selalu ribut dengan saudara selevelnya tentang pemenuhan isi perut sehingga lupa mengurusi ketidakberesan para punggawanya.

Lebih tragis lagi nasib kawulo alit. Nama mereka sering dicatut oleh para punggawa untuk membela mereka, padahal dibalik itu motifnya untuk memperebutkan kepentingan pribadi/golongan, adu kekuatan, posisi tawar menawar politik, intrik-intrik culas, membenarkan diri sendiri dan menyalahkan yang lain meskipun sebagian kecil kawulo alit tidak percaya karena drama ini sudah seringkali disuguhkan dan ujung-ujungnya mudah ditebak. Lucunya lagi para kawula alit dipaksa mempercayai adegan yang dipertontonkan para punggawa, seolah-olah yang terjadi di atas panggung republik adalah nyata. Padahal di belakang panggung mungkin hasilnya akan berbeda. Saat para punggawa sedang memainkan adegan, kawulo alit kadang sejenak mudah ditipu dengan mimik wajah yang manis mereka, gerak tubuh yang meyakinkan, dan ucapan-ucapan yang sebenarnya retorika belaka. Namun dikemudian hari baru menyadari dan menyesali kekeliruannya. Mungkin karena terpesonannya melihat adegan "drama" saat itu.

Sungguh malang nasib wong cilik. Mereka yang hakikinya memiliki sifat dasar sabar, mengalah, murah senyum, ramah, sopan santun dan penurut, perlahan-lahan namun pasti mulai dididik dengan perilaku negatif dan suguhan-suguhan tidak mendidik. “Pembelajaran informal” ini ternyata berhasil. Kawulo alit diam-diam belajar dari para punggawa tentang bagaimana cara untuk saling menjatuhkan seteru mereka (dalam skala lokal maupun sub lokal) yang menghalangi tujuannya. Sementara budaya kekeluargaan (rembug/musyawarah) untuk menyelesaikan masalah saat ini sudah dikesampingkan, bahkan telah dibuang jauh-jauh.

Keasyikan para punggawa memainkan peran drama ini juga menjadikan kawulo alit tak terurus, perekonomian tidak stabil (berdangdut ria, goyang sana goyang sini, termehek-mehek), keamanan dalam bingkai lokal juga mulai bergolak mulai tawuran antar calon pemimpin republik antah berantah yang katanya berintelektual, saling adu fisik antar pendukung pemilihan Adipati yang saat ini hampir serentak dilakukan, sengketa dan perebutan lahan tanah, lebih memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan masalah, saling curiga sambil memelototkan mata dan masalah-masalah yang yang sebenarnya memiliki kadar sepele namun tiba-tiba saja dapat berubah menjadi bara api besar.

Ya itulah gambaran selintas mengenai sebuah republik yang tak kunjung dewasa. Padahal republik ini sudah setengah abad lebih merdeka namun tidak menunjukkan arah positif cara pengelolaan yang profesional. Lalu apanya yang salah? Apakah para punggawa selalu berdalih dan berlindung dibalik “kegagalannya” bahwa membangun kemakmuran dan kesejahteraan membutuhkan waktu minimal 100 tahun setelah merdeka, seperti yang dialami di republik yang terletak di sebelah barat. Mengapa selalu mengambil standarisasi yang paling buruk kalau ada yang lebih baik?

Mengapa republik antah berantah tidak mau mengaca pada republik tetangga yang mengalami keberhasilan meski miskin SDA? Sebut saja republik “Ginseng” yang minim SDA-nya dan kondisi hankamnas-nya juga sempat porak poranda akibat perang saudara. Nyatanya pasca terpecahnya republik ini menjadi dua bagian yaitu utara dan selatan, mereka dalam kurun waktu +/-30 tahun mampu bangkit dan disegani oleh republik lain karena pertumbuhan ekonominya yang pesat dan kawulo alitnya makmur.

Tetangga lain pun mengalami hal serupa. Republik “Matahari Terbit” ini pernah diluluh-latakkan oleh bom atom. Namun berkat rasa cinta kepada tanah airnya, menjunjung tinggi kejujuran dan janji disertai tekad baja akhirnya mereka mampu bangkit +/- 50 tahun dan bahkan saat ini dihormati dan disegani republik yang pernah mengebomnya. Mereka juga tidak membutuhkan waktu lama untuk meraih posisi terhormat diantara republik-republik lain yang ada di muka bumi ini. Padahal SDA yang dimilikinya juga terbatas.

Lalu mengapa republik antah berantah sulit bangkit? Bukankah SDA-nya melimpah ruah? SDM juga banyak dan berkualitas? Apanya yang salah dalam mengurus republik antah berantah ini? Mengapa dari dulu sampai sekarang republik ini lebih sering berpangku tangan, tidak mau bekerja keras dan cukup puas dengan mendapatkan bagi hasil yang sedikit dari SDA-nya yang diekplotasi dan ekplorasi oleh tenaga kerja dari republik lain?

Salah satu faktornya adalah tidak memberikan kesempatan rakyat yang jujur, pekerja keras, disiplin, pandai, profesional dan menjunjung tinggi nilai kebenaran hidup di republik antah berantah. Mereka justru dianggap “kecoa”, binatang yang menjijikan sehingga harus “diusir” dari tanah kelahirannya sendiri. Lihatlah banyak para calon pembangun republik yang handal justru tidak dihargai dan malah dibuang, sehingga kesempatan ini dipergunakan oleh republik tetangga untuk menampung mereka dan dimanfaatkan kepandaiannya.

Banyak juga tunas-tunas muda republik antah berantah yang sering menjuarai lomba matematika, fisika, dll tingkat internasional “justru layu sebelum berkembang”. Investasi SDM ini juga disia-siakan dan kurang mendapat perhatian serius. Begitu mereka lulus dari high school, banyak dari mereka yang justru melarikan diri ke republik tetangga untuk menuntut ilmu dengan diiming-imingi kuliah gratis dan mengabdikan hidupnya karena lebih menjanjikan bagi masa depannya. Kalau toh mereka pulang ke republik antah berantah kalau sudah tidak produktif. Jadi yang diterima hanya “barang” rongsokan.

Mungkin karena saking suntuknya melihat adegan tidak bermutu dan tidak ada habis-habisnya dalam mimpi tersebut menyebabkan saya jadi terbangun. Sambil mengucek-ngucek mata, saya cukup lama merenung tentang mimpi tersebut. Apakah yang sedang terjadi di republik antah berantah ya? Mengapa begitu sulitnya para punggawa menahan nafsunya dan mempunyai niat untuk benar-benar mau memikirkan kesejahteraan hidup kawulo alitnya? Di mana hilangnya rasa nasionalisme? Ataukah jangan-jangan memang ini sudah kehendak Tuhan agar membuat republik antah berantah cepat dewasa dan terbangun dari mimpi indahnya? Untuk menenangkan kegundahan hati dan pikiran dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul, maka saya mencoba membuka Al-Qur’an. Tak berapa lama mata saya tertuju pada salah satu ayat tentang apa yang mungkin tengah terjadi di republik antah berantah.

QS. Al-An’am 6 : 123,
“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya”.

Waduh Gusti...kasihan benar kawulo alit di republik antah berantah. Nasib mereka benar-benar dipermainkan dan dipertaruhkan oleh para punggawanya yang mengaku jawara mengurus kepentingan kawulo alit namun ternyata mereka bersembunyi dibalik topeng kemunafikan. Rasa malu sudah tidak ada, bahkan mungkin jauh-jauh hari telah dibuang jauh-jauh.

Tidak berapa lama, saya juga mencoba mencari jawaban dalam kitab suci itu. Siapa tahu Tuhan menawarkan sebuah solusi agar republik antah berantah terbebas dari “penjajahan” sesama penghuninya. Sekali lagi syukur Alhamdulillah....ternyata ada jawabannya.

QS. Al-A’raaf 7 : 96,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.

Kepala saya mulai pusing. Berbagai pertanyaan muncul tanpa bisa saya cegah. Bukankah republik antah berantah mempunyai dasar republik yang seluruh penghuninya diharuskan memeluk agama dan mengakui Tuhan YME? Bahkan point ini diletakkan pada nomor urut satu! Tapi mengapa Tuhan belum juga menurunkan kesejahteraan dan kemakmuran pada republik antah berantah? Atau jangan-jangan dasar republik nomor satu itu hanya dipakai sebagai slogan saja dan tidak secara serius diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari? Atau bisa pula para begawan kurang canggih dalam meramu dan memberikan pencerahan kepada para penghuninya, sehingga agama hanya dijadikan bukti legal-formal pada kartu identitas, surat nikah, pengajuan hutang, dan segala hal yang berurusan dengan administrasi saja? Kalau demikian halnya yang terjadi maka.......tau ah gelap.....capek dech!

Untung saya segera tersadar. Bodohnya saya...untuk apa pusing-pusing memikirkan itu semua, sehingga banyak menyedot energi...toh kejadian itu hanya berada dalam sebuah mimpi. Mendingan saya melanjutkan tidur lagi aja....aahhhhhhhhh.....tanggung...masih ngantuk nih.....oooaaaahhh......zzzzzzzttttt! (mumpung mimpi buruk ini sudah saya share ke anda semua, sehingga beban ini sedikit banyak sudah hilang). Terima kasih ya telah membantu membuang kesuntukan saya...

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih



Senin, 14 Juni 2010

Sang Mantan (3)


Sang Mantan (3)

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Disisi lain manusia diperingatkan Allah SWT agar jangan suka mencela dan mengumpat, “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela” (QS. Al-Humazah 104:1) apa-apa yang terjadi dengan seseorang pada saat ini, karena biasanya kita cenderung menilai dengan standarisasi subyektivitas diri sendiri. Orang pengumpat dan pencela adalah manusia celaka. Namun seringkali manusia terjebak dengan perilaku membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Bisa pula terjadi mencela perilaku orang lain dan menganggap diri sendiri paling baik atau benar. Perilaku demikian sangatlah vital akibatnya. Lebih baik membenarkan orang lain dan menyalahkan diri sendiri. Hal ini akan menjadikan kita selalu mawas diri, bahan evaluasi, mengoreksi kekurangan yang ada dan tidak menyakiti perasaan orang lain.

Banyak contoh di sekitar kita baik dalam skala lokal, nasional, regional dan internasional bahwa penilaian subyektif kepada seseorang akan vital akibatnya (celaka). Ambil contoh di Indonesia: ada mantan preman (napi) yang sekarang telah menempuh jalan kebenaran dan bahkan telah menjadi seorang penceramah (terlepas dari kadar seberapa dalam mereka mampu menyelami ilmu agama).

Contoh lain adalah beberapa artis/penyanyi yang meninggalkan gemerlap duniawi yang identik dengan hura-hura tanpa tujuan yang pasti (kesenangan temporer). Ternyata apa yang dilakukan tidak mampu menghilangkan kehausan dan ketenangan rohaninya. Dengan kesadarannya akhirnya mereka memilih mencari kenikmatan yang sifatnya kekal abadi, yaitu masuk dalam wilayah Ketuhanan. Semua itu terjadi berkat karunia, rahmat dan hidayah Allah SWT, mereka telah kembali ke jalan yang di ridhoi-Nya. Apa jadinya kalau dulu kita sering mencemooh mereka dan ternyata apa yang dulu kita nilai ternyata berbeda kondisinya dengan saat ini? Bukankah kita termasuk orang yang celaka?

Mungkin bagi sebagian dari kita pada waktu itu (dulu) menilai saudara-saudara kita tersebut sebagai manusia tercela dan meresahkan masyarakat sehingga waktu itu kita gampang melemparkan stigma, umpatan dan celaan kepada perilaku mereka. Tetapi apa yang terjadi sekarang? Ternyata kita tertipu dengan apa yang terjadi kemudian. Sungguh kita yang bodoh dan lemah karena tidak akan mampu menerka kehendak Allah SWT.

Contoh yang lebih real adalah beberapa sahabat saya yang tergabung dalam pengajian. Dulu beberapa sahabat saya ada yang jauh dari dan mengenal Allah SWT. Namun Allah SWT berkehendak lain, dengan nurhidayah-Nya sekarang mereka dituntun dan sadar menempuh jalan-Nya serta khusyu’ tenggelam dalam buaian lautan cinta-Nya.

QS. Al-Anaam 6 : 122,
“Dan apakah orang yang sudah mati (tersesat) kemudian Kami hidupkan (mendapat hidayah) dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat ke luar dari padanya? Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”.

Sebaliknya, kita kadang gampang mengagung-agungkan predikat perilaku baik yang disandang seseorang pada saat tertentu karena gelar yang dia sandang dan ditunjukan perilakunya yang baik. Namun seringkali pula pada suatu saat kita dikejutkan dengan perilakunya yang berbuat kedzaliman. Jadi untuk kali kedua kita tertipu.

Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan bila menemui seseorang yang tingkah lakunya kurang berkenan, baik dipandang dari sisi kita (subyektivitas), norma masyarakat atau hukum agama? Jadilah dan tempatkanlah posisi anda sebagai seorang pemerhati, jangan menjadi komentator (pencela, pengumpat, dll). Alangkah baiknya kita terus menerus mengoreksi, dan mengevaluasi kekurangan diri kita masing-masing daripada mengintip kekurangan orang lain dengan mencela dan mengumpat, seperti saat ini yang ramai diperbincangkan masyarakat Indonesia mengenai adegan kurang mendidik beberapa "artis" papan atas di Indonesia. Toh sudah ada institusi yang menangani.

Bagaimana menurut anda?

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Jumat, 11 Juni 2010

Sang Mantan (2)


Sang Mantan (2)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Namun sering pula umat islam banyak yang terjebak pada firman Allah SWT yang diinformasikan secara tidak utuh oleh mereka yang dianggap sebagai “pemuka” agama karena tidak dilengkapi dengan ayat lain yang masih berhubungan dan saling menguatkan. Konyolnya lagi justru kita sering menerima mentah-mentah dan dinina-bobokan atas informasi tersebut. Jadi yang salah dan rugi siapa? Lalu apa gerangan isi firman itu yang sering kita dengar itu? Yaitu bahwa “Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum bila kaum itu sendiri tidak mau mengubahnya sendiri”. Untuk lebih jelasnya akan saya kutipkan ayat tersebut :

QS. An-Anfal 8 : 53,
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan kepada-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Dari ayat diatas terlihat bahwa seolah-olah manusia dapat bertindak dan mengubah keadaannya bila mau mengubah nasibnya sendiri. Benarkah hanya berhenti pada keterangan ayat diatas? Padahal di ayat lain yang senada, Allah SWT memperjelas dan menguatkan bahwa bila Dia menolak maka tidak ada yang mampu menahannya. Seberapapun detailnya kita membuat perencanaan. Adapun ayat tersebut adalah :

QS. Ar-Rad 13 : 11,
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

Dari ayat di atas sangatlah jelas. Jadi meskipun kita berusaha mengubah hidup kita tetapi Allah SWT menolaknya lalu kita mau apa? Kalau anda dapat mengubah diri anda sendiri dan tidak mau menerima apa-apa yang diberikan Tuhan, kita buang qudrat dan iradat Allah SWT lalu apa yang akan terjadi? Padahal sebagai seorang mukmin, kita harus beriman kepada qudrat dan iradat-Nya? Kalau halnya anda tetap bersikukuh dengan pendapat anda sendiri, ya silahkan! Tapi tunggu siksa dunia yang akan segera datang, karena anda tidak mau mengikuti apa yang diberikan Allah SWT (bersyukur) maka syaitanlah sebagai pengganti pemimpinnya.

QS. Az-Zukhruf 43 : 36,
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”.

Syaitan adalah sifat yang buruk seperti iri, benci, tidak puas, dll. Manusia yang tidak bersyukur atas pemberian Tuhan maka hidupnya akan tersiksa, inilah neraka dunia.

Mau contoh? Lihatlah penyanyi dunia Michael Jackson yang tidak mau bersyukur ata pemberian Tuhan. Dia tidak menerima apa-apa yang diberikan Tuhan dan berusaha mengubahnya. Apa yang kemudian terjadi? Siksa datang. Dia harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk mempertahankan pigmen kulitnya, memelihara bagian tubuh yang telah dioperasi plastik, mempertahankan pita suaranya, kegelisahan menyelimuti hidupnya, kesakitan akibat mengubah hormon kulitnya, dll. Pada akhirnya ajal menjemput. Tragisnya semua dikarenakan over dosis obat yang harus disuntikan ke dalam tubuhnya untuk memelihara apa-apa yang telah diubahnya.

Contoh lain adalah mereka yang tidak puas dengan bentuk tubuh atau wajah sehingga melakukan suntik silicon atau operasi plastik. Maksud hati ingin tampil sempurna tetapi siksa yang di dapat. Secara psikis ada rasa kekhawatiran menyelimuti hatinya (takut rusak), secara materi harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang besar, bahkan kadang harus keluar negeri secara rutin.

Kalau halnya demikian janganlah menyalahkan Tuhan, karena Dia tidak menzalimi manusia tetapi manusialah yang menzalimi diri sendiri.

QS. Yunus 10 : 44,
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri”.

QS. Az-Zukhruf 43 : 76,
“Dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri sendiri”.

Mengapa tidak lebih baik dana yang besar itu untuk menyantuni anak yatim piatu, kaum dhuafa, dll? Justru manfaatnya lebih besar, baik ditinjau dari segi hubungan sosial maupun investasi untuk akhirat.

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Kamis, 10 Juni 2010

Sang Mantan (1)


Sang Mantan (1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Judul artikel di atas memang persis sama dengan judul lagu punya grup band ngetop Indonesia yaitu Nidji, namun isinya bukanlah bentuk penghianatan seorang pacar terhadap kekasihnya seperti isi dari lagu tersebut. Sebaliknya, isi artikel di bawah ini adalah bentuk penerimaan cinta tak terbatas (sejati) dari Allah SWT kepada hamba-Nya yang kembali menempuh jalan kebenaran.

Cara pandang manusia terhadap sesuatu yang tampak di depan matanya maupun cara pikirnya kadang menipu. Faktor subyektivitas kadang membuat manusia tidak mampu memandang jernih suatu yang berada di depannya. Seringkali pula manusia menilai seseorang dengan membandingkan dengan dirinya. Apa-apa yang dilihatnya kurang baik menurut jalan pikirannya dan norma masyarakat maka akan divonis jelek. Padahal manusia tidak tahu akan yang terjadi besok terhadap sesuatu yang dinilainya.

Waktu kemarin adalah sesuatu yang jauh karena tidak dapat terulang atau kembali lagi, masa sekarang adalah hal yang paling dekat, sementara apa yang terjadi besok adalah ghaib dan jauh. Oleh karena itu Allah SWT melarang manusia untuk berpikir tentang besok, karena manusia sendiri tidak tahu apa yang bakal terjadi nanti. Hanya Allah SWT yang Maha Tahu. Manusia boleh berencana, namun rencana Tuhan yang pasti akan terjadi.

Pernahkah dalam kehidupan anda mempunyai rencana namun semua yang telah anda susun ternyata semua berakhir di luar akal sehat dan logika? Misal anda ingin bepergian ke suatu tempat dan anda memperkirakan akan sampai di tempat tujuan kurang lebih 1 satu jam. Namun ketika anda mulai menjalankan mobil tidak berapa lama ban mobil anda mendadak kempes sehingga mau tidak mau anda akan mengganti ban tersebut. Berikutnya anda mulai menjalankan mobil kembali, tetapi di tengah jalan terjadi kemacetan yang diakibatkan adanya kecelakaan, maka anda dipaksa harus antri karena macet. Maka apa yang telah anda rencanakan waktu tempuh ke tempat tujuan 1 jam menjadi 2 jam atau lebih. Pertanyaannya adalah apakah anda menghendaki ban mobil anda kempes dan terpaksa antri karena suatu accident? Tidak bukan? Lalu siapa yang menggerakkan dan menahan laju mobil anda sehingga dua peristiwa itu terjadi beruntun dan anda mau tidak mau harus menerima dengan terpaksa? Allah SWT-lah yang merencanakan itu semua.

Hal sama pernah terjadi dengan salah satu sahabat saya. Ketika itu dia ingin pulang ke Malang dari Semarang dengan menumpang bus umum. Kepulangannya karena ada suatu keperluan penting dan mendadak. Jarak tempuh yang diperkirakan sampai ke rumah kira-kira delapan jam. Maka begitu sampai ke terminal dan melihat bus pertama yang akan berangkat dia langsung masuk mencari tempat duduk. Sambil menunggu penumpang lain dia tidur-tiduran. Namun apa yang terjadi? Sahabat saya merasa perutnya menuntut untuk diisi, meskipun dia berusaha menahannya namun tidak kuat. Dengan sedikit rasa kesal akhirnya dia turun untuk mencari warung makan. Betapa terkejutnya dia setelah selesai makan ternyata bus tadi telah berangkat. Mau tidak mau dia harus kembali menunggu bus berikutnya dan raut wajahnya semakin menunjukan kekesalan.

Syahdan berangkatlah bus yang dia tumpangi, namun betapa terkejutnya dia ketika di tengah perjalanan terjadi kemacetan. Sahabat saya berusaha mencari tahu apa yang menyebabkan kemacetan dan ternyata telah terjadi kecelakaan lalu lintas. Dia semakin terkejut ketika bus yang ditumpangi melewati secara perlahan lokasi kecelakaan, ternyata bus yang semula akan dinaiki mengalami kecelakaan yang tragis dan seandainya dia jadi menumpang bus tersebut dia tidak bisa memperkirakan apa yang terjadi dengan dirinya karena kondisinya parah. Sahabat saya saat itu hanya tertegun dan dari bibirnya terucap kata istighfar, tasbih dan syukur meskipun dia terlambat sampai ke rumah. Pertanyaannya adalah siapakah yang menjadikan perut sahabat saya lapar sehingga dia terlambat datang ke rumah namun selamat sampai tujuan? Siapa yang menahan keberangkatannya? Allah SWT-lah yang merencanakan, karena dia Maha Memaksa dan Maha Menggerakkan.

QS. Luqman 31 : 34,
” ..dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok..”

QS. Al-Kahfi 18 : 23,
”Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu : sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi..”.

Kata “jangan” berarti larangan Allah SWT kepada manusia tentang apa yang akan dikerjakan kemudian. Hal ini dimaksudkan agar manusia terhindar dari rasa kecewa apabila yang terjadi di luar rencananya dan menjauhkan dari angan-angan kosong, misalnya: “Seandai aku jadi orang kaya...atau andaikata besok aku naik jabatan....,dll. Allah SWT mengingatkan manusia agar lebih baik memikirkan dengan serius apa yang saat ini sedang dijalani. Artinya manusia lebih memperhatikan apa yang sedang diperbuatnya sekarang. Kita tidak tahu 15 menit ke depan atau 1 jam berikutnya, dan seterusnya, apakah kita masih dipinjami nafas oleh Allah SWT atau tidak. Oleh karena itu janganlah terlena dengan apa yang terjadi besok, karena ini larangan. Pikirkanlah Allah SWT maka Allah SWT akan memikirkan hidup kita. Mudah bukan?

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS

Pondok Cinta Kasih