DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Selasa, 28 April 2009

Memahami Al-Qur'an itu Gampang!


MEMAHAMI AL-QUR’AN ITU GAMPANG!

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sahabat yang dirahmati dan dimuliakan Allah SWT

Tulisan ini adalah lanjutan dari artikel sebelumnya yaitu ”Allah, Sang Maha Guru”. Namun disini saya lebih memfokuskan pembahasan mengenai bagaimana Allah SWT mengajari manusia untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an.

Sebagai umat muslim wajib hukumnya kita meyakini rukun iman. Kitab-kitab Allah merupakan salah satu rukun iman yang wajib kita yakini. Namun sayang, banyak dari kalangan muslim yang justru tidak menjadikan Al-Qur’an pedoman hidup. Al-qur’an hanya ditaruh dilemari sebagai pajangan, tanpa mau membaca, mempelajari, menghayati dan mengaplikasikan isinya. Sungguh ironis sekali.

Padahal Al-Qur’an adalah peta kita dalam menjalani hidup ini, sehingga tidak salah jalan atau tersesat. Dalam Al-Qur’an ada hukum, hidup berketuhanan tauhid, sejarah (supaya kita belajar dan mengambil hikmah), dll.


”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an)... Al-Ankabut 29:45).

Al-Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.” (Al-Jasiyah 45 : 20).

Pertanyaannya adalah bagaimana dengan umat muslim yang tidak dapat membaca Al-Qur’an? Baca tulisan arab saja tidak bisa apalagi paham!. Lho...lho...kok pesimis sih, sekarangkan banyak Al-Qur’an yang sudah diterjemahkan dengan berbagai bahasa dan sudah ada tafsirnya lagi.....kan gampang. Bereskan!. Daripada kita baca tulisan arabnya namun tidak tahu artinya, apalagi tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kan bisa berabe!.

”Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” Al-Qamar 54 : 17).

Lalu bagaimana cara kita paham isi Al-Qur’an? Gampang kok kita tinggal datang ke Allah untuk memahamkannya. Mengakulah bodoh dan mintalah Allah SWT mengajarkan kepada kita, bila tidak paham maksud ayat tersebut.

Apabila menghadapi masalah datanglah ke Allah (berdo’a) untuk menunjukkan pada ayat Al-Qur’an bagian mana yang menjadikan diri kita terhibur dan memberikan solusi atas permasalahan kita. Bukalah Al-Qur’an secara acak dan yakin. Hasilnya sungguh menakjubkan. Allah akan menuntun dan menunjukkan pada ayat Al-Qur’an yang menjawab permasalahan kita. Dengan catatan kita yakin. Kalau kita ragu ya...hasilnya jauh dari yang kita perkirakan.

”(Qur’an) ini menjadi pelita hati untuk manusia dan jadi petunjuk dan rahmat untuk kaum yang yakin.” Al-Jasiyah 45 : 20).

Proses Turunnya Pemahaman

Al-Qur’an adalah kitab suci yang tidak akan pernah usang oleh zaman dan selalu up to date. Oleh karena itu kepahaman akan isi Al-Qur’an akan selalu tumbuh dan berproses sesuai dengan kondisi zaman.

Bagaimana Allah SWT memahamkan suatu ayat kepada kita? Allah SWT akan memberikan kepahaman kepada manusia melalui hati hambanya yang suci. Karena otak tidaklah mungkin dapat menampung kepahaman ayat-ayat Al-Qur’an. Makanya tidak mengherankan banyak dari kaum muslim yang mengandalkan otaknya untuk memahami Al-Qur’an akan menghasilkan tafsir yang berbeda, meskipun yang ditafsirkan adalah ayat yang sama.

Berbeda dengan pemahaman dari Allah SWT melalui hati manusia yang bersih, maka antara satu dengan yang lainnya pastilah menghasilkan output yang sama. Karena Allah-lah yang memahamkan dan mengajarkannya.

Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya”. (Al-Qiyamah 75 : 16-19).

Allah menganugerahkan al-Hikmah (Kefahaman yang dalam tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Surat Al-Baqarah 2 : 269).

"Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. (Al-Baqarah 2 : 147)

Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan kepada para Sahabat. Semoga bermanfaat. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Fahri
SC-HSS


Senin, 27 April 2009

Allah, Sang Maha Guru


ALLAH, SANG MAHA GURU

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Sahabat yang dirahmati dan dimuliakan Allah SWT

Di Syurga, ketika Nabi Adam AS hendak diciptakan oleh Allah SWT, tidak hanya para Iblis saja yang cemburu, dan merasa dirinya lebih hebat dalam segala hal daripada Adam AS, tetapi juga para malaikat (Al-Baqarah 2: 30). Hampir-hampir saja Allah SWT murka kepada malaikat, namun berkat kesadarannya, pada akhirnya malaikat bersujud dihadapan Adam, AS atas perintah Allah SWT. Sedangkan Iblis yang tertutup dengan kesombongannya pada akhirnya mendapat murka Allah SWT.

Untuk membuktikan kehebatan Adam AS pasca penciptaannya, Allah SWT mengadu kecerdasan antara Adam, AS dengan malaikat, yaitu dengan menyebutkan nama-nama benda di Syurga. Malaikat hanya terdiam, sementara Adam, AS mampu menyebutkan satu per satu dengan benar nama-nama benda itu. Karena kalah telak, maka malaikat dengan penuh hormat mengakui kehebatan Adam, AS. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an.

"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" (Al-Baqarah 2 : 31)

"Mereka menjawab : Maha Suci Engkau tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Al-Baqarah 2 : 32)

"Allah berfirman : Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda-benda kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit & bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (Al-Baqarah 2 : 33).

Kenapa Adam mampu menyebutkan benda tersebut dengan lancar, tepat dan benar? Karena Allah SWT-lah yang mengajarinya. Allah SWT memiliki sifat Al-’Alim (Maha Pemilik Ilmu), Al-Haadiy (Maha Pemberi Petunjuk) dan Ar-Rasyid (Maha Pemberi Tuntunan). Allah SWT adalah Sang Maha Guru bagi seluruh ciptaan-Nya.

Bahkan Allah SWT tidak malu-malu mengajari lebah untuk membuat sarang, dengan bentuk heksagonal, rumah dengan ventilasi canggih, kuat, indah, dll. Padahal yang namanya lebah tidak pernah ”sekolah” teknik sipil atau arsitektur. Suatu bahasa (kalam) pengajaran antara Sang Maha Guru dengan ciptaannya. Lebah paham apa yang harus dilakukan untuk membuat tempat tinggal.

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, ”Buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu dan ditempat-tempat yang dibikin manusia” (Surat An-Nahl 16 :68).

Anak binatang yang baru lahir, juga mendapat pengajaran dari Allah SWT. Ketika haus dan lapar mereka secara otomatis mencari sumber makanan dengan cara menyusu kepada induknya. Anehnya, sang anak menyusu dan mencari tempatnya tanpa pengajaran induknya. Sang induk tidak menyodor-nyodorkan kepada anaknya. Namun secara otomatis sang anak tahu harus ditempat mana mereka menyusu (coba perhatikan anak kucing, tikus, dll). Padahal mereka belum bisa melihat. Siapa yang mengajarinya? Allah SWT.

Begitulah Allah SWT menunjukkan kekuasaannya kepada makhluknya. Dia-lah Sang Maha Guru. Allah-lah Sang Waliyyan Mursidan.

Lalu bagaimana dengan manusia? Sebagaimana Adam AS dan para Nabi/Rosul lainnya, mereka juga belajar kepada Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan kepadanya. Sedangkan kita umat Rosululloh, SAW seharusnya juga belajar dan berguru kepada Allah SWT. Karena manusia adalah makhluk lemah, hina dan bodoh.

Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah, SWT adalah Sang Guru kepada manusia. Coba perhatikan ayat-ayat berikut ini :

”Sesungguhnya Allah sebaik-baik mengajar kepadamu...(Surat An-Nissa’ 4 : 58)

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Surat Yunus 10:57).

”Dan inilah jalan Tuhanmu (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran” (Surat Al-An’am 6 : 126).

”..Dia mengajarkan kepadamu, mudah-mudahan kamu mendapat peringatan.” (An-Nahl 16 : 90)

Bahkan juga Allah SWT memperingatkan kepada manusia, apabila mereka tidak mau belajar dan berguru kepada-Nya maka syaitan-lah yang menjadi pemimpinnya untuk menyesatkan dari jalan Allah, SWT.

Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya". (Surat Az-Zukhruf 43 : 36).

"Sesungguhnya setan menghalangi mereka dari jalan (agama), sedang mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk". (Surat Az-Zukhruf 43 : 37)

Marilah, dengan kesadaran, dan kerendah-hatian kita, dengan membawa kelemahan dan kebodohan kita, bersimpuh dan bersujud-lah dihadapan Dzat yang memiliki segala ilmu, petunjuk, penuntun dan pemberi cahaya untuk selalu minta dituntun hidup kita, sehingga selamat dunia dan akhirat. Amin.

Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan kepada para Sahabat. Semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Fahri
SC-HSS.

Sabtu, 25 April 2009

Shalat Khusyu' (Sekedar Tambahan)


SHALAT KHUSYU' (Sekedar Tambahan)

Assalamu'alaikum Wr. Wb
.

Sahabat yang dirahmati dan dimuliakan Allah SWT. Tulisan ini adalah ringkasan TOT Pelatihan Shalat Khusyu' II, Shalat Center, di Cibubur 26-27/Mei/2007

Bagaimana perkembangan kadar shalat anda? Adakah perbedaaannya? Kalau belum ada perbedaan, teruslah berusaha, jangan putus asa, mintalah kemurahan Allah SWT untuk selalu membimbing dan memberi petunjuk. Bagi Sahabat yang kadar shalatnya sudah mulai mendapat sambutan Allah SWT, pertahankanlah, istiqomahkan shilatunnya, dan jangan lupa minta kepada Allah SWT untuk terus membimbing, menuntun dan meningkatkan kadar keislaman, keimanan dan keihsanan anda.

Dalam artikel ini, saya hanya sekedar menambahkan ringkasan artikel saya sebelumnya mengenai shalat khusyu', hasil atau pembentukan karakter output shalat yang khusyu' dan bagaimana alur prosesnya.

Pertama. Sikap Belajar.

Bahwa semuanya diawali dengan sikap belajar kita yang tak mengenal lelah, tak terkecuali shalat kita. Bagaimana seorang sahabat nabi Muhammad SAW minta diajari shalat kepada Beliau, ketika Rosululloh SAW menegur sahabat tersebut sebanyak 3 kali setelah menyelesaikan shalatnya. (lihat artikel "shalatlah!...shalatlah!...tapi yang khusyu')


Kedua,Kesadaran tentang "Sang Aku".

Pada diri manusia ada beberapa potensi berupa rasio/pikir, akal/al-Aqlu, jasmani/raga, hati/qolbu, nafsu dan jiwa/ruh. Yang saya sebutkan terakhir inilah yang sebenarnya diri sejati (Sang Aku). Sedangkan potensi yang lainnya adalah perangkat atau instrument manusia selama berada di dunia untuk menjalankan fungsinya sebagai khalifah fil ardhi.

"Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri." (al-Qiyamah 75 : 14).

Siapa penyaksi gerak-gerik kita? adalah Bashiroh/Ar-Ruh yang mempunyai sifat Al-Fitrah Al-Munazalah, yang bersifat suci, yang mengingatkan manusia bila perilakunya menyimpang. Meskipun kadang tidak berdaya karena diselubungi dan dikalahkan oleh Nafsu. Mudah-mudahan dengan Shalat khusyu' dan shilatun, ar-Ruh berganti menguasai nafsu, sehingga menjadi nafsu yang Muthmainah (tenang dan damai).

Ketiga, Yakin dan Pasrah (Khusyu').

Bahwa modal utama untuk mendapatkan shalat khusyu' adalah yakin bahwa di dunia ini kita dapat bertemu/berjumpa dengan Allah, SWT dan pasrah ikut kehendak Allah SWT. Shalat khusyu' bukanlah sesuatu yang kita ciptakan (konsentrasi) justru sebaliknya kita harus dekonsentrasi dan bersifat given, sehingga Allah SWT yang memasukkan ke dalam suatu suasana khusyu', saling pepandang dengan Allah SWT, dialog dan komunikasi. Hal yang sungguh nikmat. Bahkan dalam adzan subuh ada panggilan "Ash-sholattu khoirumminannaum" (sholat lebih nikmat/baik daripada tidur).

"Jadikanlah sabar (tuma'ninah) dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya itu sulit kecuali mereka yang khusyu'. (Yaitu) mereka yang meyakini bahwa mereka akan bertemu/berjumpa dengan Allah dan kembali kepada Allah." (Al-Baqarah 2 : 45-46).

Kapan bertemu dengan Allah SWT?...ya didunia. Kalau kita nggak ketemu Allah SWT lalu ketika shalat kita ketemu siapa?

Kapan kembali kepada Allah SWT?...ya saat mati. Kita akan kembali ke Allah SWT.

Kebanyakan dari umat islam salah kaprah dalam menafsirkan ayat 46 Al-Baqarah di atas. Bahwa kita bertemu dan kembali kepada Allah SWT ya saat mati.

Keempat, Diturunkan Ketenangan.

Lalu apa hasil dari kekhusyu'kan shalat kita? Ketenangan, Kedamaian, Kenyamanan.

"Dia-lah (Allah SWT) yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada).... (Al-Fath 48 :4).

Kelima, Mendapatkan Hidayah.

Proses selanjutnya adalah turunnnya hidayah dan petunjuk/rahmat dari Allah SWT. Tergantung kita, apakah mau menjalankan petunjuk atau tidak! Mau ikut kehendak Allah SWT atau tidak! Kalau cuek aja berarti siksa dunia akhirat yang di dapat, kalau kita oke-oke aja ikut kehendak-Nya maka surga dunia akhirat yang diperoleh.

"Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya yang sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman." (Al-An'am 6 : 125).

Keenam, Tercegah dari Keji dan Munkar.

Janji Allah adalah pasti. Dia tidak pernah ingkar. Apa-apa yang ada dalam Al-Qur'an pastilah benar. Cuma manusialah yang sering lalai atau tidak paham keinginan Allah. Maka benarlah apa yang difirmankan Allah dalam Surat Al-Ankabut (29 :45) :

".....Shalat mencegah perbuatan keji dan Munkar..."


Ketujuh.Hidup Berketuhanan (Ihsan).

Inilah puncak output dari shalat khusyu', yaitu hidup dan memiliki kesadaran berketuhanan (ihsan). Sehingga perbuatan keji dan munkar jauh dari perilaku kehidupan sehari-hari, karena kita tahu, ngeh, dan paham bahwa Allah akan selalu mengawasi kita.

"Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala mereka yang nyatakan?" (Al-Baqarah 2 : 77).

"...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaaan dan berbuat baiklah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (Al-Baqarah 2 : 195).

Tidak ada balasan kebaikkan kecuali kebaikkan pula." (Ar-Rahman 55 :60).

Demikian sekilas alur proses pembentukkan karakter hamba yang shalatnya khusyu'. Semoga dalam hidup kita selalu mendapat bimbingan, tuntunan, dan petunjuk dari Allah SWT. Amin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS

Kamis, 23 April 2009

Menanam Syariat Menuai Haqiqat


MENANAM SYARIAT MENUAI HAQIQAT

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat yang dimuliakan dan dirahmati Allah SWT.

Ilmu tasawuf bukan ilmu yang mudah dipelajari. Ketika seseorang mampu bertasawuf, akan merasakan betapa indahnya dekat dengan Allah SWT. Untuk mencapai tingkatan ini butuh waktu, kerja keras (istiqomah) dan kesabaran.
Tasawuf salah satu bentuk pengamalan keagamaan yang memuat dimensi teoritis dan praktis. Pada sisi praktis, tasawuf tidak terbatas pada amalan lahiriah yang dituntut syariat lengkap. Tapi dengan syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Disi lain, tasawuf juga menekankan dimensi batiniah untuk penyucian jiwa. Pada artikel kali ini, saya akan mengambil pembahasan mengenai syariat, thariqat dan haqiqat yang sebagian saya nukilkan dari kitab karangan Syaikh Zainuddin Al-Malibari yaitu kitab Al-Adzkiya’.

Jalan agama dimulai dari syariat disambung dengan thariqat berlanjut dengan haqiqat dan puncaknya menuju pada ma’rifat. Namun pada umumnya umat Islam sering terpaku pada syariat dan takut beranjak pada thariqat, haqiqat apalagi ke makrifat. Kebanyakan alasan dari mereka adalah takut tersesat. Ini merupakan sebuah hijab yang membuat umat Islam tidak bisa menikmati indahnya beragama.

Imam Al-Qusyairi berkata : ”Setiap syariat yang tidak diperkuat dengan haqiqat, tidak diterima. Dan setiap haqiqat yang tidak diikat dengan syariat, tidak menghasilkan apa-apa”.

Sementara itu Syaikh Abdul Ghany An-Nabulsi berkata : ”Orang yang mengamalkan syariat tapi tidak mengamalkan haqiqat berarti telah fasiq (salah satu artinya, orang yang keluar dari batas-batas kebaikan menurut syara’) dan orang yang melakukan haqiqat tapi tidak mengamalkan syariat berarti telah zindiq (salah satu artinya, orang yang menyimpang dari ajaran agama).

Untuk tidak memperpanjang lebar, marilah kita mulai pembahasan dan ulasannya. Bersyariat, berthariqat dan berhaqiqat dapat dianalogkan sebagai berikut Syariat adalah perahu, thariqat adalah lautan dan haqiqat adalah mutiara.

Mutiara tidak ditemukan kecuali di lautan dan lautan tidak dapat dicapai kecuali dengan perahu. Dan untuk menemukan mutiara setiap hamba Allah SWT akan mengalami jalan dan pengalaman spiritual yang berbeda. Misal antara Imam Al-Ghazali dan Syaikh Abdul Qodir Jilani mengalami jalan dan pengalaman spiritual yang berbeda, namun pada puncaknya antara keduanya akan menemukan kesamaan. Haqiqat adalah dari kata Haq yang berarti kebenaran sejati.

Lalu apa itu Syariat, Thariqat dan Haqiqat? Berdasarkan analog diatas secara ringkas dapat saya uraikan sebagai berikut :

1. Syariat. Seperti perahu dalam keberadaannya sebagai penyebab untuk dapat sampai ke tempat tujuan dan untuk menyelamatkan diri dari kehancuran, yaitu dengan mengambil agama Allah SWT dan menegakkan perintah dan larangan yang telah jelas. Maka diperlukan istiqomah (konsisten dalam menjalankannya).

2. Thariqat. Seperti lautan yang didalamnya terdapat mutiara dan ia merupakan tempat yang menjadi tujuan, yaitu dengan mengambil yang lebih hati-hati seperti wara’ dan kemauan yang teguh seperti Riyadhah (melatih diri terus menerus) untuk beribadah kepada Allah dan wara’ : meninggalkan segala yang syubhat (perkara yang sama ketentuan hukumnya-orang yang Salih) dan meninggalkan yang tidak murni karena Allah SWT-orang shidiqqin. Karena lautan memiliki gelombang, ombak dan riak maka diperlukan Riyadhah.

3. Haqiqat : Mutiara, seumpama mutiara yang besar yang tidak ternilai harganya maka sampainya salik (hamba yang menempuh jalan menuju Allah) kepada tujuan & menyaksikan cahaya keagungan Allah dengan jelas (tajally).
a. Memahami hakikat-hakikat segala sesuatu seperti menyaksikan asma-asma, sifat-sifat, af’al (perbuatan) dan Dzatullah.

b. Memahami rahasia-rahasia Al-Qur’an dan rahasia-rahasia larangan dan hal-hal yang dibolehkan (kehalalan).

c. Memahami ilmu-ilmu yang ghaib yang dipahamkan langsung dari Allah SWT.

Penyaksian ”cahaya” ini antara satu salik dengan salik yang lain berbeda, ada menyaksikan terlebih dahulu tajally Al-Af’al, atau Tajally Al-Asma atau Tajally Sifat namun ketiganya berakhir dan bermuara di Tajally Adz-Dzat.

Demikian sekilas uraian dari saya, semoga bermanfaat. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS

Senin, 20 April 2009

Rahasia Rezeki


RAHASIA REZEKI

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat yang dimuliakan dan dirahmati Allah SWT.

Ada sebagian manusia mengklaim bahwa kehidupan ini tidak adil. Dengan alibi bahwa mereka mati-matian bekerja, jujur, tekun, namun kesejahteraan hidupnya ya... segitu-gitu aja, bahkan tak jarang masih kekurangan.

Sering kita mendengar pameo yang berkembang di masyarakat, bahwa jaman sekarang kalo ”nggak ngedan nggak kumanan” atau ”cari rejeki yang haram aja susah, apalagi yang halal”. Betapa sempitnya cara pandang mereka menghadapi hidup ini. Namun demikian, saya pribadi menganggap cara pandang ini cukup manusiawi, meski perlu diluruskan. Karena pandangan pesimistis ini secara tidak langsung ”menuduh” bahwa Sang Pencipta itu tidak adil.

Binatang Dijamin Rezekinya

Allah SWT memiliki sifat asma’ul husna, yang salah satunya bahwa Dia adalah Ar-Razaq. Yang memberi, mengatur dan mendistribusikan rejeki kepada seluruh makhluknya. Tidak hanya manusia, tetapi juga binatang.

”Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu” (Al-Ankabut 29:30).

Cobalah perhatikan burung. Ketika pagi menyingsing sudah meninggalkan sarang dan anak-anaknya kemudian pulang ke sarang pada senja hari untuk menjemput rezeki dari Allah SWT. Ketika meninggalkan sarang, burung itu yakin bahwa dia akan dilimpahkan rejeki pada hari itu, walaupun untuk sekedar bertahan dan memberi makan anak-anaknya. Tidak ada rasa pesimis sedikitpun. Cobalah sekali-kali kita meluangkan waktu barang sejenak dua jenak mengamati sekeliling kita, bagaimana Allah mendistribusikan rezekinya pada makhluknya. Maka rentetan kekaguman demi kekaguman akan membuka kesadaran kita. Sungguh Allah memiliki sifat Ar-Razaq.

”Dan Kami telah menjadikan untukmu di Bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya”. (Al-Hijr 15: 20)

Allah, Manusia dan Rezeki

1. Berpasang-pasangan
Lalu bagaimana dengan manusia? Apakah Allah SWT juga melimpahkan rezeki kepada manusia? Tentu saja iya. Kalau memang Allah SWT Sang Pemberi Rezeki (Ar-Razaq) lalu kenapa kok ada yang kaya dan miskin?

Allah SWT menjadikan kehidupan alam semesta dan isinya selalu berpasang-pasangan. Ada siang malam, panas dingin, gelap terang, baik buruk, laki-laki perempuan, hidup mati, kaya miskin, dll.

Mengapa harus dibuat berpasang-pasangan? Supaya ada pembanding!. Misalkan semua orang memiliki harta yang sama persis, bagaimana bisa dapat dikatakan bahwa orang itu kaya atau miskin?

Apa gunanya harus berpasang-pasangan? Agar manusia saling membagi dan menyayangi. Yang kaya dengan kasih sayangnya menyedekahkan, menginfaqkan, menzakatkan, mensodaqohkan sebagian rezekinya kepada yang miskin. Sedangkan yang miskin akan mendo’akan keselamatan, ampunan, kesehatan, limpahan rahmat, dll. Sungguh suatu fenomena yang agung dan harmonis. Saling memberi namun dalam bentuk yang berbeda. Si Kaya memberi barang dan si miskin memberikan do’a.

2. Manusia, Rezeki dan Cobaan

Bagi manusia yang memiliki tingkat kesadaran berketuhanan yang tinggi, maka tidak ada rasa takut sedikitpun mengenai hidup ini, khususnya masalah rezeki. Rezeki hanya sarana untuk beribadah. Karena rezeki sudah dijamin oleh Allah. Masak Allah menciptakan makhluknya kemudian tidak dijamin dan dipelihara hidupnya. Masak Allah tega menelantarkan kita. Ya..nggak mungkinlah.

Tapi bagi manusia yang kesadaran berketuhanannya tipis dan masih dibelenggu oleh nafsu serakah, mereka mati-matian mengejar dunia (melampaui batas). Setelah diperoleh banyak yang menganggap bahwa rezeki (harta)-nya adalah hasil jerih payahnya. Sehingga orang lain tidak berhak meminta apa darinya. Kondisi ini sudah ditengarai oleh Allah SWT seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an :

”Dan jikalau Allah melapangkan rezeki pada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi...” (Asy-Syura 42:27)

”Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar sama mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (Al-Ankabut 29:17).

Namun lucunya manusia, bila usaha mereka mati-matian dalam mencari harta tidak berhasil, Tuhanlah yang jadi tertuduh.

”Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata,
”Tuhanku menghinakanku,” (Al-Fajr 89:16).

Kalau sudah begini, ujung-ujungnya mereka gelap mata dengan mencari ”tuhan-tuhan” yang lain. Entah itu menjilat penguasa, mendatangi paranormal, bersemedi di tempat yang angker, mencari pesugihan, dll. Padahal sekali-kali mereka tidak dapat memberikan rezeki barang sedikitpun.

”Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki itu disisi Allah dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya” (Al-Ankabut 29-60).

3. Hak Prerogatif Allah Dalam Menentukan Rezeki.
Hidup itu enak bila kita tahu ilmunya. Sebenarnya mudah diucapkan namun sulit dilakukan. Apa gerangan itu? PASRAH TOTAL kepada ALLAH. Pasrah bukan berarti pasif, pasrah itu justru aktif. Selama ini pengertian kita mengenai pasrah keliru. Coba perhatikan matahari, bulan, bumi, langit, gunung, dll, mereka itu tunduk, patuh dan pasrah dengan kehendak Allah...apakah mereka diam? Ternyata bergerak namun ikut kehendak Allah. Mereka semua bergerak sesuai lintasannya, orbitnya, manzilahnya, sehingga tidak bertabrakan satu dengan yang lainnya karena ikut kehendak Allah SWT.

Kembali ke masalah rezeki. Bahwa rezeki itu telah ditentukan oleh Allah SWT sebelum kita lahir ke bumi. Kita pasrah ke Allah SWT mengikuti kehendaknya, sehingga dituntun untuk menjemput rezeki yang telah ditentukan oleh-Nya. Coba perhatikan hadits berikut ini...

”Sesungguhnya setiap orang diantaramu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya 40 hari berbentuk nutfah, kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian menjadi gumpalan seperti potongan daging selama itu juga, kemudian diutuslah kepadanya malaikat, lalu meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan atasnya (menulis) 4 perkara : Ketentuan Rezekinya, ketentuan ajalnya, amalnya dan ia celaka atau bahagia...” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam Al-Qur’an pun Allah berfirman :

”Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki...(Ar-Rad 13:26).

”...Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikendaki-Nya tanpa batas...(Al-Baqarah 2 : 212)

Ketika kita tunduk, patuh, dan pasrah kepada Allah SWT, maka hasil atau puncak tertinggi adalah taqwa. Dan balasan orang yang taqwa adalah rezeki.

”Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya...(Ath-Thalaq 65: 2-3)

Saya hanya berpesan, bahwa pandanglah rezeki lebih luas, tidak hanya materi tapi juga kesehatan, keamanan, keselamatan, kebahagiaan, dll. Buat apa banyak harta tapi kita sakit-sakitan. Buat apa banyak harta tapi keluarga cerai berai.....

Sekian dulu sumbangsih saya. Semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS



Kamis, 16 April 2009

Manajemen Tukang Parkir


MANAJEMEN TUKANG PARKIR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat yang dimuliakan dan dirahmati Allah SWT.

Sahabat, pernahkah dalam hidup kita barang sejenak meluangkan waktu untuk belajar dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekeliling kita? Mungkin kita pernah belajar namun biasanya dari peristiwa-peristiwa yang sifatnya kontroversial, bombastis dan fantastis, tapi jarang kita belajar dari sesuatu yang kelihatannya sepele namun dibalik peristiwa itu ada hikmah yang besar. Contohnya : Tukang Parkir. ”Lho apa hebatnya?” tanya kita. Hebat dan dahsyat sekali hikmahnya! Coba kita simak uraian artikel dibawah ini.

Sahabat, dalam hidup kita pasti pernah memarkirkan kendaraan kita di suatu tempat. Kalaupun kebetulan anda belum memiliki kendaraan saat ini, paling tidak anda pernah meminjam dari teman atau orang yang anda kenal. Tapi kalau belum pernah sama sekali, paling tidak anda pernah melihat tukang parkir dan kendaraan yang parkir.

Dari peristiwa tersebut ada hikmah yaitu berupa kepercayaan si pemilik kendaran untuk menitipkan miliknya kepada orang lain. Dan hebatnya adalah filosofi kerja sang tukang parkir, ketika diberi kepercayaan maka dengan segenap tanggung jawabnya dia akan menjaga, melindungi dan mengamankan dari gangguan. Seolah-olah dialah yang memiliki kendaraan itu. Namun ketika sang pemilik datang, dan mengambil kendaraannya, si tukang parkir oke-oke saja dan tidak merasakan kehilangan. Dan atas tanggung jawab dan memegang kepercayaan yang diberikan si pemilik kendaraan, si tukang parkir mendapat imbalan, bahkan mungkin tambahan bonus karena si pemilik mobil puas dengan pelayanan si tukang parkir.

Lalu apa hubungan tukang parkir dengan tulisan dalam artikel ini? Ada dong...!

Sahabat, manusia diciptakan oleh Allah SWT bertugas sebagai khalifah fil ardhi, manusia diberi mandat kepercayaan untuk mengelola bumi demi kesejahteraan bersama penghuninya. Demi tugas tersebut, Allah SWT membekali manusia dengan akal fikiran, untuk digunakan secara optimal mengolah potensi apa yang ada di bumi dan mengelola kehidupan dibumi untuk kemashlatan umat manusia dan makhluk yang lain (rahmatan lil alamin).

Tapi sifat manusia sering lalai dan nafsu sering menguasainya, sehingga apa-apa yang didapat diklaim sebagai miliknya. Entah itu harta, kekuasaan, dan keluarga dianggap sebagai miliknya. Padahal itu semua hanya sarana dalam bentuk amanat, mandat, kepercayaan dari Allah SWT. Apabila mandat itu diambil Allah SWT (yang memiliki apa yang di langit dan di bumi), kita sering tidak terima, sehingga mengakibatkan stres, marah, sakit, Allah tidak adil, dll. Padahal belum tentu harta, tahta dan keluarga menjadikan manusia bahagia, justru kadang membuat menderita. Penderitaaan ini dikarenakan manusia lebih mencintai kenikmatan semu (harta, kuasa dan keluarga) daripada Allah SWT dan menjadikannya lupa cintanya kepada Allah & Rasul-Nya.Na’udzubilahimindzalik!

Banyak penguasa yang diambil mandatnya, bila tidak pasrah menyebabkan post power syndrome; Harta yang hilang, dicuri atau dirampok bila tidak direlakan menyebabkan stress atau anggota keluarga yang diambil nyawanya bila tidak diikhlaskan akan menyebabkan trauma berkepanjangan. Bahkan tak jarang sesama anggota keluarga bisa saling bermusuhan, fitnah memfitnah, bunuh membunuh demi seonggok harta dan tahta.

Coba perhatikan firman Allah SWT di bawah ini :

”Katakanlah : jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya & tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya & dari berjihad dijalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (At-Taubah 9:24).

”Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka; sedang mereka dalam keadaan kafir.” (At-Taubah 9:55).

”Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu & anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) dan disisi Allah-lah pahala yang besar (At-Taghabun 64:14-15).

Lalu bagaimana kita menyikapinya? Yaitu dengan memasuki kesadaran ketuhanan dengan iman dan percaya pada Allah SWT. Dengan demikian manusia akan memasuki wilayah kebahagian abadi di dunia dan akhirat. Karena harta, tahta dan nyawa pada hakekatnya adalah milik-Nya, bila sewaktu-waktu diambil kita ikhlaskan (seperti tukang parkir, rela bila kendaraan yang dititipkan kepadanya diambil oleh si pemiliknya yang memberikan amanat kepadanya). Ingatkah kita ketika lahir dalam kondisi telanjang tanpa memiliki sesuatu pun? Bahkan sehelai benangpun kita tidak punya untuk menutupi tubuh ini?. Dan Allah memberikan rezeki harta, tahta dan keluarga itu sebagai amanah, janganlah kita menganggap itu semua milik kita. Sungguh menyiksa akibatnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS

Rabu, 15 April 2009

Tragedi Situ Gintung


TRAGEDI SITU GINTUNG

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat yang dimuliakan dan dirahmati Allah SWT.

Pada medio bulan Maret 2009, air mata rakyat Indonesia sekali lagi menetes dengan peristiwa tragedi Situ Gintung. Jebolnya dam resapan air di Banten, setelah subuh cukup mengagetkan penduduk setempat. Jumlah korban puluhan orang, baik yang meninggal, luka-luka maupun belum ditemukan jenazah korban hingga sekarang. Terjangan air bah juga tidak memandang apakah korbannya anak-anak, orang dewasa atau orang tua. Tak terkecuali apakah korban itu orang muslim dan non muslim. Air tidak memilih, hanya mengikuti sunnatullah. Air akan mencari tempat, dari yang tinggi ke yang rendah.

Begitu juga dengan peristiwa-peristiwa tragedi sebelumnya, dimulai dengan tsunami di Aceh yang merenggut nyawa ribuan orang dan meluluh lantakkan bangunan, Gempa di Yogyakarta, banjir dan tanah lonsor di beberapa daerah, kecelakaan kapal dan yang terakhir pada bulan April 2009 adalah jatuhnya pesawat latih Angkatan Udara (AU) di bandar udara Bandung yang menewaskan 24 putra terbaik AU.

Ada apa gerangan dibalik peristiwa tersebut? Apakah ini semata-mata kesalahan manusia (human error), alam yang sudah tidak bersahabat (nature error) atau semata-mata itu kehendak dari Allah SWT?


Marilah kita tengok peta kita yaitu Al-Qur’an atas terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.

” Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)....” (Ar-Rum 15 : 4).

Dari ayat diatas dapat dicerna bahwa karena keserakahan dan kebodohan manusia keseimbangan alam terganggu. Pohon-pohon ditebangi tanpa diimbangi reboisasi, Daerah resapan air digantikan bangunan-bangunan, bendungan sudah tua namun tidak dilakukan pemeliharaan dan renovasi, kapal dan pesawat yang berdasarkan logika manusia masih layak jalan, namun kalau berdasarkan standarisasi sudah tak layak jalan, dll. Tapi benarkah bahwa peristiwa tragedi itu semata-mata human atau nature error? Ternyata tidak faktor manusia maupun alam, tetapi Allah SWT ”meminjam” manusia dan alam untuk mewujudkan apa yang telah direncanakan Allah SWT dan peringatan bagi manusia atas kelalaiannya. Dia-lah yang berhak mencipta, memelihara dan menghancurkan ciptaan-Nya.

Ibarat rumah, pemiliklah yang membangun, memelihara, bahkan memperbaiki sebagian bangunan yang rusak atau meluluh lantakan seluruh bangunan untuk membangun rumah yang baru, agar lebih indah dan kuat demi keselamatan bersama (penghuninya, tetangga, maupun tamu yang berkunjung).

”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah ” (Al-Hadiid 57 : 22).

Katakanlah : ”Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang beriman harus bertawakal.” (At-Taubah 9 : 51).

” Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At-Taghaabun 64 : 11)

”.....Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannnya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati...” (Luqman 31 : 34).


Dari empat ayat diatas sudah jelas, bahwa bencana, kematian dan jalan hidup manusia sudah direncanakan oleh Allah SWT, bahkan sebelum alam semesta dan isinya diciptakan, Allah SWT telah mempunyai ”blue print” yang tertulis di kitab Lauh Mahfudz.

Lalu bagaimana sikap kita sebagai umat muslim. Ridho!...ya kita harus belajar ridho dengan ketentuan dan kehendak Allah SWT. Karena semua apa yang di langit dan di bumi kepunyaan Allah. Kita hanya dititipi dan sewaktu-waktu diminta oleh Sang Pemilik, kita harus ikhlas.

Kita semua mendo’akan semoga para korban bencana yang terjadi selama ini mendapat rahmat dan ridho Allah SWT, sehingga surga balasannya. Dan bagi keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan, kesabaran dan keikhlasan untuk menapaki perjalanan hidup ini. Amin...Amin Ya Rabbal Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS

Selasa, 14 April 2009

Empat Perkara yang Hilang

EMPAT PERKARA YANG HILANG

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Sahabatku yang dirahmati dan dimuliakan Allah SWT. Marilah kita sedikit menengok ke belakang yaitu masa ketika Rasululloh SAW masih hidup dan menjelang beliau dipanggil Allah SWT, serta kehidupan para sahabat dan ulama saat itu.

Beliau berpesan kepada umatnya, "Ada dua hal yang aku tinggalkan setelah aku wafat yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Berpeganglah kepada keduanya maka engkau tidak akan tersesat" (Al-Hadist).

Selain Al-qur'an yang menjadi rujukan bagi umat islam, As-Sunnah juga menjadi rujukan. Kenapa? karena tindak tanduk, perilaku, perbuatan dan akhlak Rosululloh SAW mencerminkan Al-Qur'an (Rosululloh SAW adalah Al-Qur'an berjalan).


Ada empat hal di masa Rosululloh SAW, para sahabat dan ulama yang sangat berharga bagi umat islam namun pada zaman sekarang ini hilang. Apa sajakah itu?

1. Innamaa Aqmalu Binniyat.

Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya (HR. Bukhari – Muslim / Muttafaqun Alaih).

Niat bukan sekedar ’lafal’ ; Qasydu syai muktarinan bifi’lihi, melakukan perbuatan dengan kesadaran penuh dan mengalir sepanjang perbuatan itu berlangsung. (Sayyid Quthb).

Ya..seringkali kita dalam beribadah (shalat), bekerja, beraktivitas, bahkan dalam tidurpun sering kita tidak berniat tetapi hanya membaca niat.Niat adalah perbuatan yang dilakukan secara kesadaran penuh dalam melakukan aktivitas mulai dari awal sampai dengan akhir.

Misalnya anda akan menyeberangi sungai dan jembatan yang anda lalui hanya sebatang bambu. Agar anda selamat sampai tujuan, tentunya diperlukan perhatian dan kesadaran penuh mulai menjaga keseimbangan dan kelenturan badan, memperhatikan langkah demi langkah kaki anda, potensi rintangan selama anda menyeberang, dll. Dengan kesadaran penuhlah anda akan selamat sampai tujuan. Inilah yang dinamakan niat.

Kalau anda hanya berrniat (tepatnya membaca niat) menyeberang tanpa dilandasi kesadaran penuh selama anda menyeberang kira-kira apa yang terjadi? Boleh jadi anda tidak sampai ke tujuan, karena terpeleset, terantuk maupun tergoda dengan keindahan di sekeliling anda, sehingga anda akan mudah jatuh!

2. Ash-shalatu mi'rajul mu'minin (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah).

Shalat adalah mi’raj (sarana naiknya jiwa menuju Tuhannya)bagi orang mukmin.

Banyak dari kalangan umat islam saat melakukan shalat hanya sebatas menggugurkan kewajiban dan tidak menjadikan suatu kebutuhan. Banyak dari kaum muslim juga yang shalat hanya sebatas melibatkan fisik (syariat-rukun/wajib shalat) tanpa melibatkan segi batiniah (Haqiqat-ruh/jiwa). Padahal ruh inilah yang dapat menjadi sarana kita untuk menghadap Allah SWT ketika shalat (untuk lebih jelasnya baca artikel saya..shalatlah!...shalatlah...tapi yang Khusyu').

3. Man Arafa Nafsahu, Faqod Arafa Rabbahu.

Siapa yang mengenal dirinya, maka akan mengenal Tuhannya. Ini adalah pernyataan para ulama yang selaras dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Sebagai manusia kita dikaruniai sifat lalai/alpa/lupa. Namun apabila lalai/alpa/lupa yang dilakukan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang relatif panjang bukanlah disebut lalai, tapi kesengajaan. Karena hakekatnya lalai/alpa/lupa adalah perbuatan yang tidak disengaja/tidak sadar dan jangka waktunya relatif pendek.

Oleh karena itu kesadaran harus tetap dijaga. Kesadaran yang terjaga akan membawa kepada perenungan dan tafakur. Hasil tafakur akan melontarkan beberapa pertanyaan siapa diri saya? Dari mana saya akan berasal? Bagaimana saya diciptakan? Apa tujuan saya hidup? Kemana saya akan kembali? dll.....kondisi inilah yang akan membawa ke maqam makrifatullah. Dan puncak dari Man arafa nafsahu, faqod arafa Rabbahu adalah ketika wuquf di arafah (ibadah haji). Insya Allah, Allah SWT akan menunjukkan dan mengenalkan diri-Nya kepada abdi-Nya. Sehingga manusia bersaksi (bersyahadat). Inilah salah satu tanda haji mabrur. Al-Hajju Arafa! (haji adalah arafah).

4. Carilah ilmu mulai dari ayunan sampai masuk liang kubur (al-hadist).

Artinya carilah ilmu mulai anak-anak sampai anda mati.

Banyak dari kalangan umat islam yang merasa bahwa ilmu hanya diperoleh dari pendidikan informal (mis : pesantren, pelatihan, kursus, dll) maupun formal. Kadang kita sudah merasa bangga dengan ilmu yang kita dapat, apalagi bila kita lulusan dari luar negeri yang universitasnya memiliki reputasi... sombongnya minta ampun.... ditambah lulus dengan predikat summa cumlaude.... kita sudah merasa paling pinter. Kita merasa berhak menggurui orang yang lebih rendah tingkat pendidikannya... sombong amat ya. Lebih fatalnya lagi bahwa dengan ilmu yang kita peroleh itu, kita merasa sudah cukup puas. Padahal Rosululloh SAW berpesan bahwa ilmu harus dicari sampai kita tidak mampu lagi alias mati.

Rosululloh SAW bersabda : "Menuntut ilmu itu adalah fardhu (kewajiban) bagi setiap muslim". Dengan ilmu (duniawi maupun ukhrowi) maka kita akan selamat di dunia dan di akhirat. Bahkan Allah SWT berpesan untuk membaca (iqra') atas ayat-ayat kauniyah (alam semesta) sehingga potensi yang ada di alam semesta (ilmu arkeologi, astronomi, dll) dapat digunakan manusia untuk kesejahteraan di dunia.

Inilah yang selama ini hilang dari umat islam, dalam masalah ilmu agama kita sibuk bertengkar masalah bid'ah, khilafiyah, neraka, surga, dan hingga saat ini nggak selesai-selesai. Sementara untuk ilmu dunia kita jauh tertinggal, padahal umat islam di-nash sebaik-baik umat. Saking sibuknya bertengkar masalah syariat, umat islam jadi lalai tugas utama yaitu sebagai khalifah fil ardhi. Yang mengelola bumi ini untuk kesejahteraan. Makanya tidak mengherankan saat ini umat islam jadi bulan-bulanan dunia barat yang lebih maju teknologi dan sains-nya. Sementara untuk menutupi kekurangan, umat Islam hanya membanggakan tokoh-tokoh sains Islam jaman dulu, seperti ibnu sina, al-farizi, dll. Masya Allah!.

Idealnya, antara ilmu akhirat dan dunia haruslah seiring sejalan. Ilmu dunia tanpa ilmu akhirat, mengakibatkan kesejahteraan tidak tercapai. Ilmu akhirat tanpa ilmu dunia mengakibatkan kehidupan tidak dinamis dan kejumudan berfikir.

Semoga tulisan diatas dapat menjadi renungan kita semua, karena kita adalah sebaik-baik umat yang diciptakan. Sehingga kita dapat menjalankan tugas secara total, baik Hablu minallah, Hablu minnas dan Rahmatan lil'alamin. Amin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS

Senin, 13 April 2009

Piramida Mengenal Allah SWT


PIRAMIDA MENGENAL ALLAH SWT

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Para sahabat yang dimuliakan dan dirahmati Allah SWT.

Marilah sejenak kita mencoba menyelami lebih dalam bagaimana Allah SWT memperkenalkan diri-Nya kepada manusia dan alam semesta. Dalam artikel ini saya mencoba seoptimal saya untuk menguraikan bagaimana Allah SWT memperkenalkan diri-Nya lewat ayat-ayat yang terangkum di dalam Al-Qur'an.

Sahabatku semua, kadang kita sebagai hamba Allah memiliki rasa sungkan, rasa takut atau bahkan mempunyai persepsi bahwa amat riskan untuk memasuki wilayah Allah SWT. Seolah-olah, Allah adalah Dzat yang sangat menakutkan, angker dan penyiksa. Padahal Allah adalah Dzat yang memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Cinta dan kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya lebih luas daripada murka-Nya.

Allah SWT mengajak manusia agar mengenal-Nya, baik melalui ayat Kauliyah (Al-Qur'an) dan Kauniyah (ciptaan-Nya yaitu alam semesta dan seisinya). Manusia mempunyai perangkat berupa akal dan hati. Allah SWT sendiri tidaklah mungkin menciptakan alam semesta beserta isinya untuk ditugaskan menyembah, beribadah, bertasbih dan bersujud kepada-Nya kalau manusia, jin, dan alam semesta tidak tahu siapa yang disembah.


Lalu bagaimana Allah SWT memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya? Sehingga ketika umat Islam beribadah (khususnya shalat) benar-benar hanya menghadap kepada "wajah"-Nya.

Surat Thaha ayat 14 : “Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang haq) selain aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.


Marilah kita simak urutan firman-firman dalam Al-Qur'an bagaimana Allah SWT memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk-Nya.

Pertama, Allah memperkenalkan diri dengan sifatnya yang Akbar (Maha Besar-Luas tak terbatas) seperti terdapat dalam surat An-Nissa’ ayat 126 :”...Allah meliputi segala sesuatu...”. Dari ayat ini dapat diuraikan bahwa Allah meliputi baik yang makro kosmos maupun mikro kosmos, baik yang ada di langit maupun di bumi, benda mati maupun hidup, yang kasat mata maupun tidak kasat mata.

Kedua, agar makhluk ciptaannya paham maka Allah mempersempit pengenalannya seperti yang tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 115 :”Kepunyaan Allah Timur dan Barat, kemana kamu menghadap maka disana wajah Allah.

Ketiga, Allah mengawasi tingkah laku dan perbuatan kita, karena Dia memiliki sifat Al-Bashir (Yang Maha Melihat), surat Al-Hadid ayat 4 :”...Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Keempat, Supaya makhluk-Nya yakin maka Allah berfirman dalam surat Qaaf ayat 16 :”...dan Kami (Allah) lebih dekat kepadanya (manusia) daripada urat lehernya (manusia)”

Kelima, bahwa Allah SWT tidak dapat dilihat oleh mata secara fisik, tetapi dapat dirasakan oleh mata batin (iman), coba perhatikan surat Al-An’aam ayat 103 :”Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu, dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui”

Keenam, puncaknya, Allah SWT memproklamirkan diri dalam surat Asy-Syuura ayat 11 :”.......Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia....”. Ini berarti kalau kita kaum muslim yang menyembah Allah (terutama pada saat shalat) namun masih mempersepsikan dengan makhluk (wujud, tulisan, huruf, sifat, perbuatan, dll) berarti sudah saatnya kita perlu mempertanyakan cara kita shalat. Benarkah kita sudah menghadap Allah SWT? Kuhadapkan diriku kepada "wajah"mu ya Allah, Tuhan semesta alam...(Inni Wajjahtu waj hiyalilladzi fatarashamawati wal ardhi)

Memang sungguh unik cara Allah memperkenalkan diri-Nya. Mulai dari sifatnya yang tak terbatas kemudian mengerucut, seperti bentuk piramid. Namun hal ini semata-mata agar makhluk-Nya, khususnya manusia paham dan yakin. Namun demikian, seluruh ayat diatas melekat pada Allah, menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. Urutan diatas semata-mata agar (sekali lagi!) makhluknya paham dan yakin.

Ibarat kita mau bertamu ke seseorang yang belum kita kenal dan ketahui. Hal yang pertama kita tanyakan adalah namanya siapa? alamatnya dimana? warna cat rumahnya bagaimana? orangnya kurus, sedang atau gendut? warna kulitnya? jenis rambutnya? tinggi badannya? berapa usianya? akhirnya pertanyaan itu menyimpit dan mengerucut sehingga apa yang kita tuju tidak akan salah karena tepat dititik sasaran.

Semoga para sahabat mulai sedikit memahami. Namun saya berpesan mohon dan mintalah agar Allah SWT sudi memperkenalkan diri-Nya kepada kita, karena sebenarnya kita tidak akan mampu mengenal-Nya, tanpa rahmat dan ridho-Nya.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS

Pemimpin dan Pemimpi


PEMIMPIN DAN PEMIMPI

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Sahabat-sahabatku yang dirahmati Allah SWT.

Syukur alhamdulillah, pada tanggal 9-April-2009 yang lalu, bangsa Indonesia telah melaksanakan pemilu legislatif. Dan kita selaku warga negara yang baik, seyogyanya menggunakan hak kita yaitu dengan menyontreng daftar para calon anggota legislatif yang akan duduk di kursi DPR(D) menurut hati nurani kita. Kita hanya bisa berdoa, semoga mereka yang nantinya terpilih, benar-benar mampu memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat.

Dan bagi sahabat-sahabat kita yang tidak menggunakan hak pilihnya, kita juga wajib menghargai atas sikap mereka. Inilah yang namanya alam demokrasi. Boleh beda pendapat asal tetap menghargai privasi masing-masing. Semoga kita semua tetap berlapang dada, baik yang memilih dan dipilih maupun golput.

Bagi pemilih yang calonnya tidak masuk anggota legislatif jangan kecewa, masih ada waktu ke depan dan semoga kesempatan ini digunakan sebaik-baiknya oleh para caleg untuk memperbaiki performa dan kinerjanya di masyarakat. Caleg anggota legislatif yang tidak "jadi" jangan pula kecewa, anggap saja perjuangan ini sebagai ladang investasi untuk pemilu legislatif 5 tahun yang akan datang.

Sahabatku sekalian, saat ini fokus kita ke depan adalah memilih pemimpin (pilpres)yang akan dilaksanakan pada bulan Juli 2009. Kita belum tahu, siapa saja nanti yang akan bertarung untuk memperebutkan kursi presiden periode 2009-2014 (meskipun sedikit banyak gambarannya bisa kita tebak).

Seorang pemimpin negara dapat diibaratkan bagai seorang nahkoda yang membawa berlayar kapal beserta crew-nya. Bagaimana cara nahkoda memanage anak buah untuk menjalankan fungsinya berdasar keahliannya. Langkah apa yang harus diambil ketika ada topan badai dan gelombang laut, dll sehingga kapal beserta para awak kapal selamat dan tujuan bersama dapat dicapai.

Hal yang perlu kita cermati selaku pemilih dan umat muslim (khususnya), kita perlu berpegang pada "rambu-rambu" kriteria pemimpin yang baik. Karena bagaimanapun juga pilpres ini, baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada tatanan kehidupan bangsa Indonesia 5 tahun ke depan.

Lalu kriteria apa bagi seorang pemimpin,terutama ditinjau dari sudut Islam?

Sebenarnya tidak terlalu sulit kok untuk menentukan calon pemimpin kalau kita mau berpegang pada "manajemen" Rosululloh SAW sebagai kepala negara, selain harus beragama Islam, seorang pemimpin harus memiliki sifat Sidiq (jujur), Amanah (dapat percaya), Fatonah & Tabligh (aspiratif dan inovatif).

Dari 4 kriteria diatas sebenarnya mengarah pada satu hal, yaitu memiliki ahlaq yang baik (ahlaqul karimah). Bukankah Muhammad SAW diutus ke dunia untuk memperbaiki ahlaq? Bagaimana akhlak Rosululloh dalam kesehariannya dan selaku kepala negara? Coba perhatikan firman Allah SWT dalam Al-Qur'an :

1. Surat Al-Ahzab (33 :21):Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu.....

2. Surat Al-Qalam (68:4) :Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung

3. Surat Ali-Imram (3:159): Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka...

Dari ketiga ayat diatas cukuplah jelas bahwa Rosululloh SAW memiliki dan mencerminkan perilaku akhlaqul karimah. Beliau tidak pernah kasar, emosional, mendiskreditkan orang, sombong, maupun sifat-sifat yang tidak terpuji lainnya.

Karena orang yang banyak kekurangannya, biasanya untuk menutupi kekurangannya dengan mendiskreditkan orang lain.

Sebaliknya, Rosululloh SAW sangat sayang kepada fakir miskin, anak yatim piatu, menghormati orang tua, gemar bersedekah, bersifat adil kepada rakyatnya, bahkan Rosululloh SAW pernah berkata di depan rakyatnya, bila anaknya kedapatan mencuri maka tangannya akan dipotong (tidak membeda-bedakan, kedudukan sama di mata hukum). Sungguh pada Rosululloh SAW tercermin pribadi yang adil, agung, kasih sayang, dll.

Namun hal yang patut saya garis bawahi, inti semua perilaku Rosululloh SAW sebagai seorang pemimpin adalah : APABILA RAKYAT MENDERITA MAKA BELIAULAH YANG PALING PERTAMA KALI MERASAKAN PENDERITAAN, DAN APABILA RAKYAT BAHAGIA MAKA BELIAULAH YANG PALING TERAKHIR MERASAKAN KEBAHAGIAAN ITU.

Di jaman sekarang ini, keteladanan Rosululloh SAW jarang ditemui, selaku kepala negara yang ditiru, baik skala international, regional, nasional maupun lokal. Mungkin keteladanan Beliau sebagai seorang pemimpin hanya dapat kita realisasikan dalam mimpi-mimpi kita. Ya..nggak apa-apalah, bukankah kita bermimpi atau berangan-angan tidak dipungut biaya? (he...he...). Minimal kita berdo'a semoga Bangsa Indonesia suatu hari memiliki pemimpin yang mendekati perilaku akhlak Rosululloh SAW.

Lalu bagaimana sikap kita mengenai pilpres Juli 2009 nanti?..ya pilihlah dari calon-calon yang ada, yang memiliki keunggulan-keunggulan (kualitas) dibandingkan calon yang lain. Jangan sampai karena fanatisme buta, kita asal nyontreng. Berpikirlah yang jernih dan gunakan mata hati dengan bening Ingat...ingat...ting...nasib kita semua dipertaruhkan selama 5 tahun.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS
SC-HSS

Selasa, 07 April 2009

Shalatlah!...Shalatlah!..tapi yang Khusyu' (bag.4)


SHALATLAH!...SHALATLAH!...TAPI YANG KHUSYU’ (Bagian 4)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah...akhirnya kita masuk pada bagian akhir tulisan ini. Bagaimana dengan shilatun (wukuf) anda? Sudah mendapat respon dari Allah SWT? Kalau belum jangan putus asa, karena setiap dari kita berbeda-beda, tergantung keikhlasan, kepasrahan, istiqomah, riyadah, yakin dan percaya berjumpa dengan Allah SWT. Akuilah bahwa kita bodoh dan lemah dihadapan Allah SWT sehingga Allah SWT berkenan menuntun dan memberi petunjuk.

Bagi yang sudah ada respon dari Allah maka saya berpesan istiqomahlah, jangan sombong, minta kepada Allah SWT untuk ditambahkan Islam, Iman dan Ihsan beserta limpahan Nur Hidayah, Rahmat dan Ridho-Nya.

Oh ya, sebelum masuk pembahasan terakhir saya memberikan informasi tanda-tanda adanya respon dari Allah SWT, yaitu :
a. Dada terasa dingin (seperti yang dirasakan Rosululloh SAW di gua Hiro’).
b. Tangan merasakan seperti adanya aliran listrik.
c. Ketenangan yang luar biasa dan dada lapang sekali (Al-An’aam 125).

Setelah sahabat mendapatkan suasana ini, berniatlah untuk shalat dan kita tinggal memasuki shalat serta menerima kekhusyukan. Jangan mencoba mengkhusyukan diri, biar Allah yang mengkhusyukan dan menuntun shalat kita. Pasrah total.

Marilah kita masuk pada pembahasan (secara ringkas yang saya nukilkan dari SC Yogya) mengenai niat, wudhu & shalat
1. Shilatun dilanjutkan niat. Tiap usapan wudhu, sebagaimana gerakan dan bacaan shalat, harus disertai atau diiringi dengan niat (bukan membaca niat atau sekedar diawali lafal niat).Usaplah dengan lembut dan penuh kasih sayang anggota badan kita. Ini sekaligus menjadi praktek Hydroterapy.

- Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niat (HR. Bukhari-Muslim/Muttafaqun Alaih).

- Niat bukan sekedar ‘lafal’; Qasydu Syai Muktarinan bifi’lihi, melakukan perbuatan dengan kesadaran penuh dan mengalir sepanjang perbuatan itu berlangsung (Sayyid Quthb).

2. Sempurnakan Wudhu. Wudhu bukan sekedar membasahi anggota tubuh. Melainkan, bagian peribadatan, persiapan menghadap Allah, meliputi sisi luar (fisik) sampai ke dalam (ruhani).

- Barangsiapa berwudhu lalu dibaguskan wudhunya dan dikerjakan shalat dua rakaat. Dimana ia tidak berbicara dengan dirinya dalam berwudhu’ dan shalat itu sesuatu hal duniawi. Niscaya keluarlah dia dari segala dosanya, seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya (HR. Bukhari & Muslim).

3. Lakukan Shalat dengan tubuh dan suasana hati yang rileks. Rasulullah menjadikan shalat sebagai tempat beliau beristirahat. Karena itu, lakukan shalat dengan terlebih dahulu melepaskan ketegangan, biarkan otot-otot menjadi kendor, sampai terasa tenang dan damai meresapi tubuh. Pasrah, berserah. Rosululloh SAW, kadang sebelum adzan tidur-tiduran miring (qoilulah) untuk sekedar merilekskan badannya.

- “Wahai Bilal, Jadikanlah kami beristirahat dengan melaksanakan shalat, adzanlah untuk shalat maka kami bisa istirahat dengan menunaikan-Nya.” Maka Beliau istirahat dengan shalat karena didalamnya terdapat munajat kepada Allah SWT, karena itu beliau bersabda “Ketenangan hatiku dijadikan diwaktu shalat.” (HR. Ibn Manzhur Al Anshari).

4. Tuma’ninah dalam tiap gerakan.
- Nabi SAW senantiasa thuma’ninah (dalam shalatnya) sehingga setiap ruas tulangnya menetap pada posisinya masing-masing. (HR. Ibnu Khuzaimah).

- Apabila kalian melaksanakan shalat maka janganlah terburu-buru dan datanglah shalat tersebut dengan dan penuh hormat (HR. Bukhari); Kerjakanlah shalatmu seperti shalat orang yang berpamitan (HR. Ahmad)

- Apabila kamu berdiri shalat bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah bagimu, kemudian rukuklah sehingga tuma’ninah dalam keadaan ruku’, kemudian bangkitlah sehingga i’tidal dalam keadaan berdiri, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam sujud, kemudian bangkitlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan duduk kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sujud, kemudian berbuatlah demikian dalam semua shalatmu (Abu Hurairah: HR. Bukhari, HR. Ahmad)

5. Perbaiki Bacaan Shalat. Banyak orang mengira, bahwa bacaan dalam setiap gerakan shalat dijadikan ukuran waktu selesainya sikap berdiri, duduk, ruku maupun sujud. Padahal bacaan BUKANLAH ABA-ABA dalam shalat kita. Tiap bacaan mengandung aspek do’a dan dialog. Harus diucapkan dengan sadar : diniati, dipahami makna dan dihadirkan rasa, bagaimana Allah merespon tiap kata yang terucap.

- Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (An-Nisa 43).

- Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. (Al-Muzzammil 4): Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan dirikanlah shalat (Al-Muzzammil 20).

6. Menjadikan shalat sebagai sarana berdzikir dan berdialog dengan Allah.
- Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah diantara kedua itu” (Al-Isra’ 110)

- Apabila seseorang diantara kalian mulai berdiri dalam shalatnya, sesungguhnya dia sedang bermunajat hanya kepada Tuhannya. Oleh karena itu, hendaknya dia memperhatikan siapa yang diajak bicara (Al Hakim, Mustadrak, Shohibul Jami’Hadits no. 1538).

- Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (Al-An’am 162).

7. Memperbanyak doa dalam sujud. Berdoalah dalam kondisi menyadari bahwa Allah dekat. Betapapun, tidaklah pantas menuntut terkabulnya doa, bila kita merasa jauh dari-Nya.

- Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka (jawablah) bahwa Aku dekat. Aku menjawab seruan orang yang menyeru apabila ia menyeru-Ku (Al-Baqarah 186).

- Dan sujudlah dan dekatlah (dirimu kepada Tuhan)-(Al-Alaq 19) ; Berdoalah kepada-Ku, Aku akan kabulkan (Al-Mu’min 60).

- Jarak terdekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah saat dia sedang bersujud. Oleh sebab itu, perbanyaklah doa (HR. Muslim).

- Berserulah (berdo’a) kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak terima) dan harap (dikabulkan). Al-A’raf 55-56.

Shalat yang dilakukan secara benar akan mampu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Agar memahami “kebenaran”, adalah wajib menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk!

Selesai

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS

Shalatlah!...Shalatlah!..tapi yang Khusyu' (bag.3)


SHALATLAH!...SHALATLAH!...TAPI YANG KHUSYU’ (Bagian 3)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Sebelum memasuki artikel berikut ini saya ingin bertanya kepada para sahabat, "Pernahkah anda menelepon seseorang?". Saya yakin bahwa para sahabat pernah berkomunikasi lewat telepon atau handphone dengan seseorang. Entah itu orang tua, kakak, adik, pacar, suami/istri, rekan kerja, sahabat, dll. Lewat media inilah anda dapat berkomunikasi atau berdialog. Apa artinya berdialog? Tentunya anda sudah tahu dan paham, yang namanya dialog itu ya pembicaraan dua arah (minimal).

Saya ingin bertanya,”Seandainya anda menghubungi atau menelepon seseorang dan kebetulan orang yang anda hubungi belum mengangkat telepon atau menekan tombol OK pada HP-nya, sementara itu anda berbicara...kira-kira seseorang yang anda hubungi tahu nggak apa yang anda bicarakan? Tentu tidak.

Shilatun (berdzikir kepada Allah)

Cerita diatas adalah sekedar analog untuk memasuki pembahasan selanjutnya mengenai
shalat khusyu.

Begitu juga ketika sedang shalat bahwa kita sebenarnya sedang berdzikir, berdialog dengan Allah, dan berdo’a. Tetapi kita sering tidak menyadari bahwa sebenarnya kita tidak berdzkir atau berdo’a, namun hanya membaca dzikir dan do’a. Jadi beda lho antara berdo’a dan membaca do’a. Meskipun do’a yang anda panjatkan panjang dan isinya baik, tetapi kalau anda cuma membacanya ya nggak nyambung....kurang pas....gak ada respon dan dialog.

Hakikat berdo’a dan berdzikir itu sebenarnya terjadinya dialog..ada respon...antara yang meminta dan dimintai. Ibarat seorang anak yang minta uang jajan kepada bapaknya, tentunya antara anak dan bapak saling bertemu, bertatap muka dan saling memberikan tanggapan/respon (entah dikasih atau tidak tapi ada jawaban dan ini hak prerogatif sang bapak -yang diminta-, dengan mempertimbangkan manfaatnya kepada sang anak). Begitu juga apa yang kita mintakan kepada Allah dan Allah-pun pasti memberikan jawaban. Inilah yang dinamakan Shilatun (kalau antar manusia dikenal Shilaturahmi). Ada komunikasi timbal balik.

Jadi apa itu Shalat? Ash-shalatu bima’na shilatun wa liqo’un baina ‘abdi wa rabbi (Sayyid Quthb dalam kitab Fi Zhilalil Qur’an)....Shalat adalah kesambungan dan suatu perjumpaan antara hamba dengan Rabb-Nya.


Jadi ketika kita hadir untuk sholat, maka Allah-pun akan hadir menyambut sholat kita, sehingga ada dialog/komunikasi. Lihatlah Rosulullah SAW, ketika beliau menghadapi suatu masalah, maka beliau selalu shalat sunnah 2 raka’at untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT dan Allah-pun menjawab permintaan dari Rosululloh SAW. Coba renungkanlah Firman Allah berikut ini :

“Hai manusia, sesungguhnya (jika) kamu telah bersungguh-sungguh (yakin) menuju Tuhanmu, maka pasti kamu menemui-Nya..... (Al-Insyiqaq 6)


Untuk dapat membaca Al-qur’an, biasanya kita belajar atau berlatih, dimana aktivitas ini dilakukan di luar shalat. Hasil dari belajar atau mengaji ini baru kemudian kita bawa didalam shalat kita (membaca Al-Fatihah dan surat lain dalam raka’at shalat).


Lalu bagaimana caranya ber-shilatun? Hampir sama dengan mengaji, latihlah shilatun (kesambungan dengan Allah) diluar shalat. Dan hasil (suasana dan rasa) dari shilatun (kesambungan) ini, nantinya kita bawa dalam aktivitas shalat. Shilatun disini melalui metode dzikir tapi dzikir yang sangat sederhana dan kita tidak perlu menghitung harus berapa kali atau jumlahnya. Yang penting anda harus istiqomah (konsisten) dan ini adalah bentuk riyadah (latihan) dalam menjalankannya (seperti yang telah saya singgung pada tulisan sebelumnya).

Al-Ahzaab 41 : “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya”.

Ar-Ra’d 28: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”

An-Nisaa 103 : “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah (dzikir) Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring....


Lalu bagaimana caranya latihan ber-shilatun?
1. Carilah waktu yang tepat/luang dan sunyi (biasanya malam hari)
2. Rileks, jangan tegang. Kendorkan otot-otot. Boleh duduk bersila atau carilah posisi duduk yang nyaman.
3. Otak dalam kondisi zero mind (seimbangkan antara otak kanan & kiri), jangan berfikir (kalau anda berfikir biasanya pusing). Untuk menghindari fikir (yaitu keluarnya memori liar dari otak tentang berbagai masalah, buanglah atau arahkanlah ke langit). Ini hanya untuk riyadah (latihan) awal, nanti lama-kelamaan kita akan mudah memposisikan otak kita seimbang (zero mind) tanpa harus mengarahkan memori liar kita ke langit (character building).
4.Untuk memantapkan hati maka niat dan berdo’alah, bacalah :
- Ta’awudz
- Basmalah
- Syahadat
- Shalawat Nabi
- Kalimat Tauhid
Kemudian berdoa, “ Ya...Allah tuntun hamba berjumpa dengan Dzat-Mu, Ya Allah tuntun hamba kembali kepada-Mu”.

Kemudian diamlah (wukuf-istilah berhaji waktu di Arafah yaitu berdiam diri, ikut kehendaknya Allah). Setiap tarikan nafas sebutlah nama Allah, kemudian tahan nafas sambil berdo’a, “ Ya, Allah tuntun hamba berjumpa dengan Dzat-Mu”. Buang nafas dengan menyebut nama Allah, kemudian tahan nafas sambil berdo’a, “ Ya, Allah tuntun hamba kembali kepada-Mu”. Tolong kondisi ini dilakukan serileks mungkin.

Lakukanlah point ke-5 ini berulang-ulang sehingga ada respon dari Allah. Kalau Allah menggerakan badan kita maka ikutilah apa yang dikendaki-Nya. Karena Allah adalah Sang Muhith, Sang Qohar (Sang Maha Menggerakkan). Jangan menentang, tapi pasrah aja. Hal ini terjadi karena kesadaran Ar-Ruh kita mulai bangkit, yang selama ini dibelenggu oleh an-nafs (Ini bukan pengaruh dari jin, bahkan dengan shilatun ini bersiap-siaplah anda yang mempunyai ilmu kanuragan, kesaktian, dll untuk pupus dan musnah dihadapan Allah SWT).

Biasanya nanti badan kita akan digerakkan, menangis, hati bergetar atau disujudkan atau yang lainnya. Jangan sekali-kali anda merekayasa, anda harus pasrah total dihadapan Allah, kita mengakui bahwa kita ini lemah, bodoh (tidak tahu apa-apa), biar Allah yang mengajari dan menuntun kita. Karena Allah sebenar-benarnya guru sejati bagi alam semesta dan isinya, termasuk manusia.

Coba perhatikan ayat berikut ini :
a. Al-Anfaal 2 : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya),”


b. Al-Israa’ 107-109 : Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud; dan mereka berkata: Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi; Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu”.


c.Maryam 58 : “ Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis”.


d.Az-Zumar 22-23 : “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya; Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Demikian petunjuk Allah.


(jangan bosan-bosan ber-riyadah dan ber-istiqomah-lah....Ok cukup sekian dulu nanti kita sambung untuk memasuki pembahasan niat, wudhu & shalat)..

Bersambung.....

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS

Senin, 06 April 2009

Shalatlah!...Shalatlah!..tapi yang Khusyu' (bag. 2)


SHALATLAH!...SHALATLAH!...TAPI YANG KHUSYU’ (Bagian 2)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Para sahabat, shalat adalah amal ibadah yang tidak main-main. Sebagai salah satu tata cara ibadah yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW tentunya ada sesuatu yang sangat penting dibalik “oleh-oleh” Rosululloh SAW tersebut saat isra’ mi’raj. Karena tata cara ibadah ini tidak diwahyukan melalui perantaraan malaikat, tetapi langsung dari Allah SWT kepada Muhammad SAW.

Dan lucunya lagi berkembang mitos bahwa kita tidak akan mungkin khusyu' dalam shalat dan tidak percaya diri (hijab) untuk menutupi kebodohan kita. Bahkan mitos inipun dibumbui bahwa yang bisa khusyu saat mengerjakan shalat hanya Nabi dan Wali-Wali Allah. Saya justru balik bertanya, “ Kalau begitu mengapa Allah SWT menyuruh kita sholat kalau yang diberi khusyu hanya Nabi dan Wali Allah?

Sungguh berbahaya kalau anda mempercayai dan meyakini mitos itu bahwa dalam aktivitas shalat hanya Rasul/Nabi dan Waliyullah yang dapat khusyu, berjumpa dan berdialog dengan Allah SWT. Sedangkan yang lain, shalatnya memble.

Marilah kita buang mitos itu dan mencoba membongkar paradigma shalat kita selama ini, bahwa yang namanya shalat, kita yakin dapat berjumpa dan berdialog dengan Allah SWT.

Pelan-pelan dan relaks aja friend!

Membongkar Paradigma

Mungkin dalam file otak bawah sadar anda pernah terekam bahwa yang namanya khusyu’ adalah bila disaat shalat:
1. Tidak ada suara dan gambar yang mengganggu.
2. Pikiran semata-semata terfokus pada gerakan atau bacaan sholat.
3. Berkonsentrasi dengan melihat satu titik di sajadah.
4. Tahu arti dari setiap ayat yang akan dibaca, dll.

Sehingga agar terpenuhi kriteria khusyu versi kita muncul syarat, misal :
1. Imam haruslah yang fasih atau bersuara merdu, dalam melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an.
2. Suasana tenang masjid/ruangan, tidak ada suara yang mengganggu,
3. Kondisi badan tidak capek dan pikiran sedang fresh,
4. Wajib menguasai bahasa Arab, sehingga tahu seluruh arti ayat Al Quran, minimal yang kita baca saat shalat, dll.

Benarkah demikian? Apakah khusyu’ tergantung lingkungan/suasana? Benarkah semua orang yang menguasai bahasa Arab akan khusyu’ dalam menjalankan shalat mereka, serta terhindar dari ’keji dan mungkar’? Benarkah orang-orang timur tengah yang tahu bahasa arab dijamin bahwa shalatnya khusyu’?

Pengetahuan seseorang mengenai shalat, ternyata tidak otomatis menjadikan ia khusyu’ dalam shalat. Justru saangat BERBAHAYA jika disaat shalat, seseorang bertumpu semata-mata pada pengetahuan yang disimpan otaknya, misalnya untuk mengingat bacaan, gerakan dan jumlah rakaat. Sebab otak memiliki kelemahan, terkadang otak tidak mampu mengungkapkan suasana batin / keadaan jiwa, otak juga mudah bosan saat menjumpai pengulangan, akibatnya banyak orang yang shalat secara ’refleks atau otomatis’ sebab benaknya telah diliputi kejenuhan bisa BENAR bacaan maupun gerakan shalatnya. Namun ketika shalat, kesadarannya melayang ke tempat lain (rumah, keluarga, pekerjaan, pasar, hutang, dll). Jika yang terjadi demikian, sudah pasti shalatnya belum khusyu’. Di dalam shalat yang seharusnya hanya mengingat Allah, malahan sibuk mengingat selain Allah. Coba perhatikan firman Allah dalam Al-Qur’an berikut ini :

QS. Thaha ayat 14 : “Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang haq) selain aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

Lalu langkah apa yang harus kita lakukan, sehingga sholat kita hanya tertuju (mengingat) Allah SWT ?

Tiga Instrument

Ok. Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai shalat khusyu kita perlu paham perangkat (instrument) apa yang mempengaruhi shalat kita. Paling tidak ada 3 (Tiga) perangkat yang mempengaruhi shalat kita:

Pertama : Otak. Pada manusia, otak terdiri dari 2 bagian yaitu kiri & kanan. Otak kiri untuk melakukan aktivitas yang bersifat logic, matematic, digital, angka, dll. Sedangkan fungsi otak kanan identik dengan spiritual, instink, perasaan, dll. Kebanyakan dari manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari menggunakan otak kiri, sedangkan otak kanan jarang difungsikan. Namun apabila kita menemui hal-hal yang menyedihkan, maka otak kanan mulai berfungsi sehingga kita menangis atau ketika kita mendengarkan alunan suara/musik yang mendayu-dayu kita menjadi terhanyut. Disini terlihat bila otak kiri aktif maka otak kanan pasif, serta sebaliknya.

Lalu apa hubungannya fungsi otak dengan shalat khusyu? Di dalam aktivitas shalat antara otak kanan dan otak kiri harus difungsikan secara seimbang, sehingga tercapailah zero mind. Inilah kebanyakan yang dilakukan para penganut tarekat dimana mereka membaca puji-pujian dengan jumlah tertentu sehingga akan tercapai zero mind. Bagi kita, zero mind dapat dilatih, misalkan kita dapat berdzikir semampu kita (secara bertahap) dengan menyebut asma Allah (keluar masuknya nafas). Ini bisa dilakukan secara bertahap (dari 15 menit, 30 menit dst, yang penting dilakukan secara istiqomah atau konsisten untuk setiap harinya) dan carilah suasana yang tenang, misal sebelum shalat tahajud atau sesudahnya. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman :

QS. Al-Baqarah 2: 152 :”Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula kepadamu”.

QS. Al-A’raaf ayat 205 :” Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut”.

QS. Al-Isra ayat 110 : “ Serulah Allah, atau serulah Ar-Rahman....”

Kedua, Hati. Apabila otak telah zero mind, maka god spot (titik Tuhan) dalam otak kita akan mengalir ke dalam hati. Sehingga hati menjadi tenang, lapang, dll.

Ketiga, Ar-Ruh. Ini bagian dari kita yang sejati (Sang Aku). Badan hanyalah prasarana atau wadah, sementara ruh adalah yang sejatinya kita. Sang ruh inilah yang dapat bertemu dengan Allah. Makanya nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “ Ash-sholatu mi’rajul mukminin. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah)”..Sholat adalah mi’rajnya orang mukmin.

Cobalah perhatikan ayat-ayat Al-Qur’an dibawah ini :

QS. Adz-Dzaariyaat ayat 21 : “dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”

QS. Al-Qiyamah ayat 14 : “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri (bashiroh)”

QS. Al-Hijr ayat 29 : “Maka apabila Aku (Allah) telah menyempurnakan kejadiannya (manusia) dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”

QS. Al-A’Raaf ayat 172 :..dan Allah mengambil kesaksian terhadap diri mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka(Ar-Ruh) menjawab:”Benar (Engkaulah Tuhan kami), kami menjadi saksi”....(kejadian di alam azali sebelum manusia turun ke alam kandungan dan dunia).

Untuk merasakan Ar-Ruh coba perhatikan dan amati diri kita, kalau kita berbuat sesuatu yang bertentangan dengan fitrah kita (berbuat jelek) maka ada yang mengingatkan kita...”Eh...itu yang kamu lakukan salah!”, meskipun kita akhirnya tetap melakukannya, karena Ar-Ruh dibawah kekuasaan An-Nafs (nafsu). Ar-Ruh adalah suci (al-fitrah al-munazalah), maka ketika kita berbuat sesuatu yang salah ada sesuatu yang mengingatkan dalam diri kita. Namun sayang, selama ini ruh kita terbelenggu oleh nafsu.

Bukankah Rosullullah SAW pernah bersabda ketika beliau dan umat muslim sehabis berperang, “ Kita baru saja melakukan perang kecil (melawan kaum kafir), sedangkan perang yang sesungguhnya adalah perang melawan hawa nafs” (terjemahan bebas tanpa mengurangi inti hadits). Ya..benar karena hawa nafsu adalah musuh yang tidak terlihat namun akibatnya sungguh luar biasa kalau kita tidak mampu mengendalikannya.

Nah...disinilah mulai sedikit terungkap bahwa meskipun kita shalat tapi banyak yang melakukan perbuatan keji dan mungkar. Hal ini disebabkan Ar-Ruh dibawah kekuasaan An-Nafs. Dan selama ini dalam shalat kita hanya melibatkan fisik dan tidak mengikutkan jiwa/ar-Ruh.

Insya Allah dengan shalat yang khusyu’...Ar-Ruh nantinya berganti menguasai An-nafs (hawa nafsu)...karena Ar-Ruh adalah Al-fitrah al munazalah (sesuatu yang suci; selalu berbuat kebenaran, karena Ar-Ruh berasal dari Allah, Dzat yang Maha Suci)....

Bersambung......

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS

Shalatlah!...Shalatlah!..tapi yang Khusyu' (bag. 1)


SHALATLAH...SHALATLAH ...TAPI YANG KHUSYU’ (Bagian 1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat yang dirahmati dan dimulikan Allah SWT. Mungkin bagi kita kaum muslim, baik dalam forum pengajian, acara-acara keagamaan,atau khotbah Jum'at di Masjid, sering kita mendengar sebuah ayat Al-Qur'an yang berbunyi : “....Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar...(Al-Ankabut 45).

Nah..sekarang yang menjadi pertanyaan adalah mengapa sebagian besar umat muslim yang melakukan shalat tapi masih melakukan perbuatan yang keji dan mungkar. Entah itu dalam skala kecil atau besar, baik melalui sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, bahkan dilakukan secara sadar dan sengaja. Pertanyaan berikutnya adalah kalau demikian apakah ayat Al-Qur’an diatas salah? Kalau salah beranikah anda menghapusnya?

Tentu saja ayat diatas tidak salah, karena itu firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan dijamin keontentikannya. Lalu apanya yang salah? Manusianya? Mungkin, karena manusia tempat kesalahan dan kekhilafan. Atau cara kita shalat? Mungkin. Kok bisa? Coba saja tengok salah satu dua hadits berikut ini :

“ Berapa banyak orang yang shalat namun hanya mendapatkan rasa capek & lelah” (HR. Abu Dawud)

Atau Hadist lainnya :

“Akan datang satu masa atas manusia, mereka melakukan shalat namun pada hakikatnya mereka tidak shalat” (HR. Ahmad).

Kok serem banget ya bunyi hadits diatas. Saya sih bukan menakut-nakuti, tapi ini sebagai bahan evaluasi bersama untuk menilai kadar shalat kita. Dan lucunya lagi sering kita shalat, namun antara sebelum dan sesudah shalat ekspresi raut wajah kita ya..sering sama juga, tidak ada bedanya. Yang sebelum shalat bermuka masam, habis shalat juga masih bermuka masam. Yang sebelum shalat pusing mikirin masalah, eee habis shalat juga masih pusing dengan segala problemnya, dll. Tidak ada perubahan sama sekali. Tidak ada senyum atau ketenangan. Padahal shalat itu salah satu manfaatnya adalah untuk mengadu kepada Allah atas segala masalah yang kita hadapi dan dengan shalat pula Insya Allah, Allah memberikan solusi atas segala masalah kita. Yaaa...karena didalam shalat selain kita berdoa, memuji, berdzikir kepada Allah, juga ada dialog antara Rabb dengan hambanya. Coba lihat hadits berikut :

“ Apabila salah satu diantara kalian mempunyai urusan (persoalan) maka shalatlah 2 rakaat diluar shalat fardhu (shalat sunnah)..” (HR. Bukhari dan lainnya dalam kitab Muhtaruh Sahih wal Hassan hlm. 124).

Rosululloh SAW sendiri kalau beliau punya masalah akan melakukan shalat sunnah 2 rakaat untuk memohon petunjuk. Tentunya anda juga bertanya, “..kita juga sering shalat sunnah (tahajud, dhuha, istikharah, dll) tapi kok ya nggak dikasih jalan keluar oleh Allah?”

Disinilah duduk persoalannya, kita shalat tetapi tidak khusyu'! Mungkin selama ini apa yang diajarkan oleh ustadz, ulama atau guru ngaji mengenai shalat hanya sebatas syar’i saja. Bagaimana cara takbiratul ihram, ruku’, i’tidal, sujud, tasyahud serta bacaan-bacaannya. Tentu saja secara syar’i shalat anda sah karena didalamnya ada rukun serta wajibnya sudah anda kerjakan, apalagi anda juga menjalankan yang sunnah. Apakah shalat kita diterima Allah? Ya..nggak tau. Padahal shalat adalah ibadah yang bukan main-main, shalat adalah tugas dari Allah, kewajiban bagi setiap muslim, dan Insya Allah nantinya menjadi kebutuhan bagi setiap muslim. Shalat juga bukan suatu ibadah yang sifatnya hanya ritual saja, butuh sesuatu agar shalat kita diterima oleh Allah SWT. Coba perhatikan hadits dibawah ini.

“Amal yang pertama-tama ditanyakan Allah SWT kepada hamba-Nya di hari kiamat nanti ialah amalan shalat. Bila shalatnya dapat diterima, maka akan diterima seluruh amalnya. Dan bila shalatnya ditolak maka akan tertolak pula seluruh amalnya” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, At Thabrani).

Atau coba perhatikan firman Allah dalam Al-Qur’an :

An-Nissa’ 43 : “Hai orang-orang beriman janganlah kamu mendekati shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk (tidak sadar) sampai kamu mengetahui apa yang kamu lakukan”.

Mabuk disini tidak hanya identik dengan minum-minuman beralkohol sehingga hilang kesadarannya. Tapi juga manusia dalam keadaan normal tetapi arah kesadarannya tidak tertuju kepada Allah SWT (berdzikir). Coba perhatikan ayat berikutnya.

Al-Maa’uun 4-5 : Maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya.

Lalu apanya yang kurang dalam shalat kita? Ternyata shalat bukan saja aktivitas fisik dan ritual semata tetapi harus melibatkan aspek kejiwaan/batiniah, sehingga dalam mengerjakan shalat benar-benar khusyu”.

Al-Jaatsiyah 18 : “Kemudian Kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.

Rosululloh SAW bersabda :“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat (HR. Bukhari).

Al-Mu’minun 1-2 : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman; (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya.

Lalu bagaimana caranya agar shalat kita khusyu'?

(sabar ya..tunggu tayangan berikutnya..)

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS


Kamis, 02 April 2009

Menjemput Kematian


MENJEMPUT KEMATIAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat marilah kita sedikit merenungkan sesuatu yang belum terjadi pada kita namun pasti terjadi pada kita. Entah kapan.

Banyak pakar bisnis, ilmuwan, cendikiawan, maupun orang-orang mengaku pinter berteori bahwa masa depan adalah sesuatu yang penuh ketidakpastian. Manusia hanya mampu memprediksi sesuatu dimasa yang akan datang berdasarkan data-data kemarin dan saat ini, kemudian dibuatlah planning untuk masa depan. Namun demikian teori itu tidak sepenuhnya benar. Karena ada satu hal di masa depan yang pasti, yaitu MATI.

Ya...kematian untuk sebagian orang adalah hal yang sangat menakutkan, karena tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya nanti di alam barzakh dan akhirat. Hal ini disebabkan tipisnya iman. Coba kita tengok dalam realita : banyak manusia berharap bahwa kalau bisa dia bisa hidup selama-lamanya bahkan mereka berupaya agar tetap kelihatan selalu awet muda (terbukti adanya upaya medis agar kulit tidak keriput, operasi plastik, obat-obatan untuk memperbaiki sel-sel kulit, operasi silicon, dll yang semata-mata bukan untuk penyembuhan suatu penyakit tapi agar tampil cantik, tampan,charming, tuntutan profesi, dll...pokoknya semata-mata urusan duniawilah...weleh...weleh...weleh) dan bagi mereka uang tidaklah menjadi masalah (kaum hedonis). Berapapun biayanya mereka tidak peduli asalkan bisa tetap kelihatan awet muda (coba di sodaqohkan..kan lebih bermanfaat). Jadi disini terjadi salah kaprah dalam menyikapi hidup, mereka berkorban mati-matian bukan untuk memperbaiki segi batiniah tetapi segi fisik yang jelas tidak bisa dihentikan karena ini bertentangan dengan sunatullah.

Emangnya kalau muda tidak bisa mati to? Apakah kematian hanya identik dengan yang tua? Banyak kok yang masih muda, remaja bahkan masih bayi yang telah berpulang ke rahmatullah. Emangnya enak panjang usia? Padahal masa tua itu penuh dengan penyakit, mau pergi-pergi badan dan tulang udah nggak kuat, capek dikit dan kena angin langsung masuk angin, mata rabun, pendengaran berkurang, badan gemetaran, dll. Coba apa enaknya.

Tapi ya memang begitu sifat manusia, bahkan kalau bisa mereka tawar menawar dengan Tuhan biar dipanjangkan umurnya dan tetap awet muda. Padahal sudah jelas, waktu kematian tidak bisa ditunda maupun dimajukan.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :

Ali Imran 145 : “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya...

Al Hijr 5 : “Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (nya).

Nah..dari ayat diatas sudah jelas bahwa waktu kematian sudah ditentukan (dihak patent-kan...he..he..). Berhubung kita ndak tahu waktunya kapan, makanya Allah SWT berpesan agar kita selalu berdzikir disegala aktivitas kita, harus selalu eling lan waspada (ingat atau kesadaran kita selalu tertuju kepada Allah SWT, karena sewaktu-waktu kita akan mati dan kita gak tau kapan). Yang membedakan antara satu manusia dengan lainnya adalah bagaimana caranya dan di bumi (tempat/lokasi) kita akan bertemu dengan maut.

1. Ali Imran 158 : “ Dan sungguh jika kamu meninggal (mati) atau gugur (terbunuh), tentulah kepada Allah jua kamu dikumpulkan.”

2. Luqman 34 :”...Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dibumi mana dia akan mati...”.

Syukurlah kalau kita matinya pas berbuat baik berarti khusnul chotimah, tetapi sebaliknya kalau kita mati pas berbuat yang menjadikan Allah SWT murka berarti kita suul chotimah. Banyak kok pelajaran dari Allah SWT yang tertuang dalam Al-Qur’an maupun dalam realita kehidupan disekeliling kita. Ada manusia yang hidupnya selalu selaras dengan tuntunan agama dan meninggalnya juga baik; ada pula manusia yang sebelum meninggal dunia kelakuannya Na’udzubilahimindzalik..melebihi binatang bahkan iblis tapi diakhir hayatnya karena rahmat dan ridho Allah diakhir perjalanannya diberikan hidayah dan mati khusnul chotimah, namun ada juga yang sebaliknya (na’udzubilahimindzalik)....dimasa kehidupannya berpegang pada jalan Allah,...eh..dimasa akhirnya malah mendapat murka Allah dan ada juga manusia yang dari awal sampai akhir hidupnya penuh dengan jalan sesat.

Untuk itu mari kita selalu eling lan waspada (berdzikir) dan selalu minta dituntun Allah SWT, dalam menjalani hidup ini dan mohon diwafatkan Allah dalam keadaan khusnul chotimah, diberikan rahmat dan ridho-Nya, tetap dalam keadaan Islam, Iman dan Ihsan disertai limpahan nur hidayah-Nya dan diangkat derajat kita disisi-Nya. Kalau perlu kita belajar “mati” sebelum mati (mati sakjroning urip).

Kenapa kita mesti minta kepada Allah? Ya karena manusia itu ndak punya daya & kekuatan apa-apa, kita ini lemah, kotor, hina, bodoh, dll. Ya kadang cuma untuk menutupi ketololannya, manusia sering mbagusi (sombong) di hadapan manusia maupun Allah. Merasa paling pandai, paling berkuasa, paling hebat, paling alim,bahkan ada yang mengaku-ngaku bahwa dia telah mampu membersihkan jiwanya yang kotor (istilah kerennya Tazkiyatun Nafs). Astaghfirullah!

Coba kita perhatikan firman Allah dalam Surat An-Nuur 21 : “...Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan munkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya”. Nah lho! Jadi Allah-lah yang membersihkan, bukan kita.

Ketahuankan manusia itu makhluk lemah, bodoh, hina, kotor, dll. Tapi ya memang begitu sifat manusia selalu sombong...aku paling pinter (berilmu), paling berkuasa, paling kaya, paling.....,paling.....Padahal kita itu nggak punya potongan untuk menyandang kesombongan. Karena kesombongan adalah pakaian Allah. Bahkan Allah sendiri dalam hadits Qudsi berkata: “ Barang siapa memakai “pakaian-Ku” (sombong) maka aku akan murka kepada-Nya. Ya...Allah-lah yang memiliki asma Sang “Mutakabbir”.

Lalu apa yang harus kita lakukan ketika akan menjelang maut? Gampang kok kita tinggal berserah diri kepada kemauan dan kehendak Allah. Jangan bawa amal dan jangan bawa ilmu. Apalah artinya ilmu, amal dan pahala dihadapan Allah. Emangnya Allah bisa kita suap? Pokoknya kita rela, pasrah total dan ikhlas kepada kehendak-Nya, sehingga Dia ridho kepada kita.

Semoga diakhir hidup, kita dapat menyambut panggilan mesra dari Allah SWT, seperti yang tertuang dalam ayat..” Hai jiwa yang tenang (nafs Muthmainah). Kembalilah kepada Tuhan-Mu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Surga-Ku (Al-Fajr 27-30). Amin.

Dan inti tulisan ini adalah KEMATIAN ADALAH RAHMAT TERBESAR DARI ALLAH SWT BAGI ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN MEREKA MERINDUKAN KEMATIAN.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS