DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Tampilkan postingan dengan label Allah. Muhammad. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Allah. Muhammad. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 Oktober 2013

ASHSHOLATU KHOIRUM MINAN NAUM (1)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Tidak seperti panggilan sholat (adzan) di waktu dhuhur, ashar, maghrib dan isya’, pada sholat subuh ada tambahan panggilan yang begitu indah yaitu Ashsholatu Khoirum Minan Naum (Sholat lebih baik dari pada tidur). Pertanyaannya, “Mengapa sholat lebih baik daripada tidur? Bukankah tidur lebih enak, menyehatkan badan, dan memulihkan tenaga untuk beraktivitas di pagi harinya? Mengapa justru kita disuruh bangun untuk mendirikan sholat? Misteri apa dibalik panggilan bahwa sholat lebih baik daripada tidur?”

            Sebenarnya antara tidur dan sholat mempunyai inti yang sama yaitu ma’rifatullah atau lebih tepatnya berjumpa Allah (Mulaqu Rabbihim) dan kembali kepada Allah (Illaihi Roji’uun), namun memiliki derajat yang berbeda. Apa yang membedakannnya? Antara sadar dan tidak sadar. Kok?

            Agar lebih mudah memahaminya, kita ambil contoh saja apa yang pernah dialami oleh beberapa nabi yang tertulis dalam Al-Qur’an sehingga kita benar-benar yakin.

a.      Berjumpa dan kembali ke Allah SWT dalam kondisi tidak sadar
Manusia dalam kondisi tidur (tidak sadar diri) dan pada saat itu pula bermimpi sebenarnya terjadi di ruang lain yang "tidak berbentuk", unsur jiwa (ruh jasmani) yang tidak berbentuk adalah sebagai pemeran utama. Sementara ruh ruhani kembali atau “dipegang” oleh Allah SWT. Pada kondisi tidur maka gelombang otak berada dalam posisi Theta (4-8 Hz) yang dihasilkan oleh pikiran bawar sadar (subconscious mind). Theta akan muncul saat bermimpi dan saat terjadinya REM (Rapid Eye Movement). Secara jelas Allah SWT dalam Al-Qur’an menerangkan bahwa orang yang tidur identik dengan belajar mati (menuju kematian/Illaihi Roji’uun) karena kesadarannya tidak ada.

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya yang pada demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”.(QS. Az-Zumar 39:42)

Tidur bukanlah aktivitas yang main-main. Di dalamnya mengandung pelajaran yang berharga dan bisa jadi penentu mati kita khusnul chotimah (berakhir baik) atau su’ul chotimah (berakhir buruk). Coba anda perhatikan arti dan makna doa sebelum dan sesudah tidur di bawah ini. Ternyata pada saat tidur manusia sedang berangkat menuju “kematian”!.

Ketika kita akan berangkat tidur, kita memanjatkan doa, “Bismika Allahumma Ahya Wa Amut” (Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan mati - HR. Bukhari dan Muslim) dan ketika bangun tidur berdoa, "Alhamdu lillahil-ladzi ahyaanaa ba'da maa amaatana wailaihin-nusyuur" (Segala Puji bagi Allah yang menghidupkan kami sesudah mati/tidur kami, dan kepada-Nya kami kembali - HR. Bukhari).

Jadi “ber-ma’rifatullah”-nya anda dalam tidur tergantung niat yang menyertai anda tidur. Maka tidak heran, banyak dari kita yang tidur lupa berdo’a sehingga sering bermimpi buruk.

Ketika kita berdoa secara benar, maka insya Allah mimpi dalam tidur kita adalah bentuk pengajaran dari Allah SWT sebagaimana Allah SWT juga mengajarkan kepada para nabi/rasulnya melalui mimpi, diantaranya yang pernah dialami nabi Ibrahim AS ketika mendapat perintah untuk menyembelih (meng-qurban-kan) putranya, Ismail AS. Perintah ini untuk menguji apakah nabi Ibrahim AS mematuhi perintah-Nya dan tidak ragu-ragu menunaikannya. Dan sebagaimana kita ketahui bersama perintah itu dijalankan oleh sang nabi, namun sebelum ujung pedang menyentuh leher Ismail AS, melalui malaikat, Allah SWT menggantikannya dengan seekor domba.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar(QS. Ash-Shaaffaat 37: 102-107)

Perihal mimpi juga pernah dialami oleh nabi Yusuf AS ketika masih kecil. Dalam mimpi tersebut beliau melihat sebelas bintang, matahari dan bulan bersujud kepadanya. Beliau kemudian menceritakan tabir mimpi itu kepada ayahnya, nabi Ya’qub AS. Sang ayah kemudian menjelaskan bahwa saat dewasa nanti Yusuf kecil akan diangkat menjadi Nabiyullah. Atas mimpi tersebut, nabi Yusuf AS dilarang menceritakan kepada saudara kandungnya karena akan memicu kebencian dan iri dengki (QS. Yusuf 12:4).

Mimpi yang berupa wahyu ini dapat terjadi ketika seseorang telah mampu mendirikan jalan agama (dinn) yaitu tersambungnya jiwa dengan akal. Demikian pula dengan pingsan (tidak sadarkan diri) sebagaimana yang dialami oleh nabi Musa AS.

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman." (QS. Al-A’raaf 7:143)

Baik apa yang dialami Nabi Ibrahim AS, Nabi Yusuf AS dan Nabi Musa AS adalah berma’rifatullah. Mereka “berjumpa dan kembali” ke Allah SWT dan mendapat pengajaran berupa wahyu. Inilah contoh bahwa dalam ketidaksadaran pun manusia dapat berma’rifatullah, asal didahului dengan niat dan berdoa yang benar (bukan membaca doa!!! Karena membaca doa dan berdoa beda maknanya)

BERSAMBUNG….

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html      (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Senin, 09 September 2013

HARAM TAK SEBATAS MAKANAN DAN MINUMAN


HARAM TAK SEBATAS MAKANAN DAN MINUMAN
           
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
           
Kurangnya informasi dalam beragama, terutama yang membahas tentang masalah hukum haram, kebanyakan dari umat islam memandang sempit mengenai wilayah halal haram. Kebanyakan dari umat islam berpendapat bahwa hukum haram hanya sebatas yang berhubungan dengan makanan dan minuman.

            Saya yakin, kalau anda bertanya kepada orang-orang islam tentang sesuatu yang diharamkan dalam beragama pastilah jawabannya sekitar masalah makanan, minuman maupun judi, sebagaimana diterangkan pada ayat berikut ini.

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah 2:173).

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,”. (QS. Al-Baqarah 2:219)

          Benarkah masalah haram hanya berkisar pada wilayah makanan dan minuman? Ternyata tidak. Hukum haram lebih luas peruntukannya. Mari kita simak dan perhatikan ayat berikut ini.

“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."  (QS. Al-A’raaf 7:33).

            Dari ayat di atas paling tidak ada 4 (empat) hal lain yang diharamkan dalam beragama, yaitu:

a.        Allah SWT mengharamkan perbuatan keji yang tampak maupun sembunyi, yaitu umat islam dilarang melakukan perbuatan keji yang tampak seperti kejahatan fisik tanpa alasan yang jelas kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya, tidak hanya manusia. Sedangkan yang perbuatan keji yang tersembunyi adalah dendam, iri, dengki, sombong, riya, ujub, dan lain sebagainya, yang semuanya ada dalam diri kita.
b.        Allah SWT melarang umat islam melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa alasan yang benar. Artinya manusia tidak boleh melanggar hak hidup manusia hanya berbeda keyakinan. Apalagi menyakiti mereka yang tidak pernah tahu serta terlibat permasalahan (konflik) yang terjadi dan hanya dijadikan korban. Dalam Al-Qur’an (QS. Al-Hujuurat 49:13), Allah SWT menjelaskan bahwa Dia-lah yang menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa, beda warna kulit, bahasa, dan keyakinan untuk saling mengenal, agar tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga dapat saling mengisi demi memakmurkan, menyejahterakan dan menjaga kedamaian kehidupan di bumi (rahmatan lil’alamin).
c.       Allah SWT mengharamkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu. Hal ini berkenaan dengan takdir masing-masing manusia yang telah ditetapkan sebelum mereka diciptakan yaitu adanya perbedaan. Pluralisme dalam berbagai hal adalah bentuk qudrat dan iradat-Nya sehingga bukanlah sebagai alasan utama manusia yang kuat mengkooptasi dan berbuat sewenang-wenang terhadap manusia lainnya tanpa alasan yang dibenarkan. Perbedaan adalah sunnatullah dan merupakan rahmat dari-Nya. Itu mengapa ketika Rasulullah Muhammad SAW menjadi pemimpin negara di Madinah Al-Mukaromah, tidak pernah memaksakan kehendak atas perbedaan keyakinan masyarakatnya dalam hal keyakinan  yang terdiri dari islam, nasara, yahudi dan majusi. Muhammad SAW menghargai dan menghormati keyakinan mereka serta memberikan kebebasan beribadah/toleransi (QS. Az-Zumar 39:39). Adapun hal yang dituntut kepada masyarakat adalah persatuan dan kesatuan dalam menghadapi musuh dari luar Madinah maupun internal (orang-orang munafik).
d.    Allah SWT mengharamkan mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. Artinya banyak yang tidak tahu apa sebenarnya itu agama dan apa itu islam sehingga perilakunya jauh seperti apa yang dicontohkan Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah. Kebanyakan manusia hanya merasa tahu tentang apa itu agama dan islam tanpa ilmu pengetahuan, dan mereka tidak diberikan kebenaran dari Allah SWT berupa nur islam dan nur iman (QS. Ar-Rum 30:29-30).

Semoga pokok bahasan yang ringkas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH”   http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html  (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!

Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang


Sabtu, 22 Juni 2013

NGGAK DILANTIK KOK MENGAKU-AKU (1)

NGGAK “DILANTIK” KOK MENGAKU-AKU (1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Secara legal formal (muamalah-sosial kultural), seseorang menduduki suatu jabatan dalam pemerintahan di suatu negara pastilah diakui oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Melalui proses penyelenggaraan pemilu yang sah dan memperoleh suara terbanyak, berarti seseorang berhak menduduki suatu jabatan. Entah itu mulai dari level Presiden, Gubernur, Walikota, dan Bupati. Bahkan dalam level terendah pun, jabatan seorang RT terpilih oleh suara terbanyak dari warganya.

Namun demikian, ada pula seseorang berhak menduduki suatu jabatan karena diangkat/dilantik oleh pejabat yang lebih tinggi kedudukannya, misal menteri diangkat presiden, sekda oleh gubernur, camat dan kepala desa oleh bupati atau walikota, dsb. Demikian pula dalam suatu perusahaan, jabatan direktur dan komisaris dipilih oleh pemegang saham (pemilik modal), sedangkan level struktural seperti General Manager, Manager, dll dipilih oleh pejabat berwenang (direktur).

Apa yang saya contohkan di atas adalah jabatan dalam tataran suatu pemerintahan di sebuah negara yang demokratis atau suatu institusi. Lalu bagaimana dengan “jabatan” ditinjau dari sisi agama? Tentu saja lain persoalannya karena ini menyangkut hubungan dengan Tuhan. Di sinilah Allah SWT pemegang hak tunggal/prerogatif (otoritas) untuk menentukan seseorang menyandang suatu gelar sebagai utusannya. Misalnya seseorang dikatakan seorang nabi/rasul, maka telah memiliki tiga syarat yang diberikan Allah SWT sebagai tanda dan bukti bahwa seseorang sebagai utusan-Nya:

1.   Nabi/Rasul mendapat nur nubuwah (nur kenabian dari Allah SWT). Nur kenabian inilah yang tidak bisa diperoleh seseorang tanpa melibatkan Allah SWT sebagai pemegang hak prerogative. Nur kenabian ini pula pasca Rasulullah Muhammad SAW wafat sudah tidak ada lagi alias sudah berakhir. Informasi ini dijelaskan pada ayat berikut ini.

    Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Ahzab 33:40).

     Oleh sebab itu, barangsiapa yang mengaku nabi pasca Rasulullah SAW wafat, maka dikatakan sebagai nabi palsu karena nur kenabian sudah berakhir.

2.  Masing-masing nabi/rasul membawa risalah islam (syariat/tata cara/hukum/hikmah) beribadah yang berbeda-beda disetiap periodenya dalam menyembah Allah SWT. Misal Nabi Adam AS, hanya cukup memberikan persembahan sebagaimana yang dicontohkan dan diinformasikan dalam Al-Qur’an ketika kedua anaknya Qabil dan Habil diperintahkan Allah SWT secara simbolis mempersembahkan hasil panennya. Pada akhirnya ibadah Habil yang diterima karena dilandasi keikhlasan dengan memberikan hasil panen yang baik dan jumlahnya banyak. Setiap periodesasi nabi/rasul mengalami evolusi syariat dalam menyembah (shalat) Allah SWT hingga nabi Muhammad SAW, shalatnya seperti yang dilakukan umat islam sekarang ini.

3.   Setiap  nabi  atau   rasul  mendapatkan  wahyu, atau  tepatnya  ayat  (setelah  dihimpun maka  kumpulan   ayat  disebut  dengan   kitabullah)   atau   shuhuf   (catatan)   sebagai pedoman dan  petunjuk untuk beribadah kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an pun, ketiga syarat bahwa seseorang mendapat derajat nabi/rasul telah dijelaskan dengan gamblang sebagaimana ayat berikut ini,Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab (ayat), hikmat(risalah islam/hukum/syariat) dan kenabian (nur nubuwah). Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya” (QS. Al-An’aam 6:89)


           Lalu siapa sebenarnya pengganti (penerus) tugas nabi pasca Rasulullah SAW wafat dan yang berhak menduduki “jabatan” dibawah Muhammad SAW untuk syiar islam?

(Bersambung)....


Apa yang saya bahas di atas adalah sedikit cuplikan dari E-Book kedua saya yang berjudul MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. (silahkan klik tulisan warna merah di samping untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download). Bagi sidang pembaca yang ingin menambah wawasan beragama, saya juga telah me-launching E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH. (silahkan klik tulisan warna merah disamping untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download)


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang