DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Selasa, 12 November 2013

TETRALOGY E-BOOK TERBITAN PONDOK AR-RAHMAN AR-RAHIM SEMARANG


                                


RESENSI E-BOOK (ELECTRONIC BOOK)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Sebagai seorang muslim wajib hukumnya beriman kepada Allah SWT, selain iman kepada Malaikat, Nabi, Kitabullah, Hari Kiamat dan Takdir. Inilah harga mati agar iman kita sempurna. Tetapi ironisnya kebanyakan dari kita tidak mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya, sehingga dalam beribadah pun seringkali tidak khusyu’. Bahkan tak jarang karena ketidaktahuan kita, muncul pendapat bahwa kita hanya dapat berjumpa Allah SWT saat di akhirat kelak. Benarkah statement (pernyataan) ini? Kalau umat islam hanya dapat berjumpa Allah SWT di akhirat kelak, lalu ketika anda mendirikan shalat berjumpa dan menyembah siapa? Lalu bagaimana dengan pernyataan Rasulullah Muhammad SAW dalam sebuah hadits-nya, “Ash Sholatu Mi’rajul Mu’minin” (Shalat adalah mi’raj-nya orang-orang mukmin). Shalat adalah perjumpaan antara hamba dan Sang Khaliq tanpa perantara siapa dan dengan apapun, sehingga sang hamba dapat berdialog, berkomunikasi dan berkeluh kesah atas permasalahan yang sedang dihadapinya. Demikian pula yang dilakukan Rasulullah SAW setiap kali ada permasalahan yang dihadapi, beliau mendirikan shalat sunnah untuk mendapatkan petunjuk (solusi) atas masalah yang sedang beliau hadapi.

Kalau demikian halnya mengapa kita sebagai seorang mukmin tidak yakin dengan sabda Rasulullah SAW tersebut? Ketika ketidak-yakinan bahwa seorang hamba tidak dapat berjumpa dengan Allah SWT saat di dunia ini maka mengakibatkan kita sering berbuat kemungkaran, karena tingkah laku (akhlaq) kita tidak dijaga langsung oleh Allah SWT. Itu mengapa dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-Ankabuut 29:45). Kalau demikian halnya, yang salah cara kita shalat atau ayat tersebut? Tentu saja firman Allah SWT benar, jadi cara kita beribadah kitalah yang perlu dikoreksi. Adakah yang belum sempurna dalam ibadah kita? Mungkinkah kita dapat meraih pahala dan berharap masuk surga?

Tetralogy E-BOOK terbitan Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim, Semarang ini mencoba menguraikan tahap demi setahap bagaimana kita meneladani spiritual Rasulullah SAW dan nabi-nabi lainnya sehingga kita dapat mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya (ma’rifatullah), khusyu’ ibadahnya, dan lain sebagainya. Semoga bermanfaat.


Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Penulis

LALU BAGAIMANA CARA MEN-DOWNLOAD E-BOOK INI?

1.  Pastikan bahwa PC/Laptop/Notebook/Ipad (milik pribadi atau di Warnet) anda ada program ADOBE READER dan WINRAR (biasanya program ini telah tersedia, namun tidak ada salahnya anda mengecek terlebih dahulu untuk memastikannya. Kalau belum ada silahkan mendownload secara gratis di internet).  Jika anda tetap men-download E-Book ini, namun tidak ada kedua program tersebut maka anda tidak dapat membuka dan membacanya, kondisi ini di luar tanggung jawab saya. Melalui kedua program ini anda dapat membuka dan membaca E-Book tersebut. Selain itu anda juga dapat mencopy dan mencetak.

2. Ke-empat E-Book ini ada  PASSWORD-nya sehingga anda tidak dapat membuka tanpa ada pemberitahuan PASSWORD dari saya. Anda hanya bisa men-download saja namun tidak dapat membuka dan membacanya sehingga akan sia-sia.

3.   Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada anda. Untuk mendapatkan PASSWORD tersebut silahkan anda mentransfer uang donasi.  Uang donasi ini sebagian saya sisihkan dan digunakan untuk kepentingan umat yaitu memberi bantuan saudara-saudara kita yang tengah tertimpa musibah, menyantuni anak yatim piatu dan fakir miskin, pembangunan TPQ-PAUD, serta kegiatan sosial keagamaan lainnya.

4.      Anda dapat men-transfer via internet banking atau jika anda menyetor ke bank melalui slip setoran, maka jangan lupa cantumkan nama anda, jumlah donasi dan isi keterangan judul pembelian E-Book ini, hal ini untuk mempermudah pengecekan saya di rekening mengenai sudah masuk atau belumnya uang donasi  tersebut. Adapun besarnya uang donasi (HARGA SATU E-BOOK) sebesar Rp. 50.000,- (Lima Puluh Ribu Rupiah) dan saya pun sangat berterima kasih bila anda berkenan memberikan donasi lebih, karena sebagian donasi untuk kegiatan sosial keagamaan.

Uang donasi dapat ditransfer ke :

- Bank BCA, KCP Kedungmundu, Semarang
- No. Rekening    : 8915006104
- Atas Nama         : Iwan Fahri Cahyadi
     
ATAU

- Bank BNI, KC UNDIP, Semarang
- No. Rekening      : 0096371734
- Atas Nama          : Iwan Fahri Cahyadi

5.   Setelah anda men-transfer uang donasi tersebut, silahkan anda SMS ke nomer HP : 0858-7651-6899 disertai nama anda,  besarnya uang donasi, nama bank tempat anda mentransfer dan Judul E-Book yang anda beli. Setelah saya cek dan dipastikan donasi sudah masuk, maka saya segera  akan mengirim PASSWORD ke Handphone anda. Saya juga mohon dengan rendah hati agar PASSWORD tersebut jangan disebar-luaskan kepada mereka yang tidak berhak, mengingat dana donasi ini sebagian saya sisihkan untuk kegiatan sosial keagamaan.

6.   Dilarang memperbanyak, memperjual-belikan dan mengutip isi buku ini tanpa seijin saya, karena ini melanggar HAK CIPTA dan melanggar UNDANG-UNDANG.

Demikian saya sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan banyak terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmmatullahi wabarakaatuh

SILAHKAN DOWNLOAD E-BOOK DISINI

  1. E-Book PERTAMA : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html      (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  4. E-Book KEEMPAT, : “MEREKONSTRUKSI KESALAH-KAPRAHAN MENG-IMAN-I TAKDIR” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/10/e-book-ke-empat-merekonstruksi-kesalah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya). 

Selasa, 29 Oktober 2013

ASHSHOLATU KHOIRUM MINAN NAUM (2)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

b. Berjumpa dan kembali ke Allah SWT dalam kondisi sadar

Manusia yang sadar sepenuhnya maka gelombang otaknya dalam posisi Beta. Gelombang beta ini sendiri dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Beta rendah (12-15 Hz), Beta (16-20 Hz) dan Beta tinggi (21-40 Hz). Gelombang beta inilah yang digunakan manusia untuk berpikir, beraktivitas, berinteraksi dan menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk mendirikan shalat.

Mengapa shalat lebih baik daripada tidur? Paling tidak ada dua hal yang mendasarinya. Pertama, Tidur adalah aktivitas dimana kita mengistirahatkan seluruh anggota badan, agar keesokkan hari dapat beraktivitas kembali. Bagaimana dengan sholat? Sebenarnya tidak berbeda jauh, karena sholat sendiri adalah mengistirahatkan kita, baik dari segi fisik maupun jiwa. Perhatikan hadist berikut ini, Yaa Bilal, arihna bi shalaah.” Demikian kata Rasulullah kepada Bilal, muadzin pertama umat Muslim. Ucapan itu diriwayatkan dalam hadits Abu Daud dan Ahmad, artinya: ‘Wahai Bilal, Istirahatkan kami dengan solat.’ Rasulullah mengistirahatkan diri dengan sholatnya. Hidangan mewah ini yang merupakan peninggi bangunan jiwa seperti yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam hadits no 2616 yang demikian, Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah solat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.  Hadits ini berkedudukan shahih. Rasulullah SAW juga menggambarkan sholat sebagai kesejukan dan kesenangan hatinya seperti yang terdapat dalam hadits riwayat Ahmad, An Nasa’i dari Anas bin Malik ra berikut: “Dan Allah menjadikan qurratul ‘ain (sesuatu yang menyejukkan dan menyenangkan hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan) sholat.

Jadi shalat hakikatnya juga istirahat, bahkan tidak hanya fisik tapi jiwa dan fikiran kita. Jadi apa bedanya antara shalat dan tidur ditinjau dari sisi istirahat? Sama saja, bahkan shalat mempunyai kelebihan dari segi istirahat. Mengapa demikian? Karena shalat justru didirikan dengan dekonsentrasi (rileks), sehingga tubuh ini menjadi lentur, darah mengalir dengan lancer karena ada gerakan, dan lain sebagainya.

Kedua, Sholat adalah perjalanan ruhani, pertemuan seorang hamba dengan Allah SWT tanpa perantara siapa dan dengan apapun. Semua didirikan secara sadar, sehingga ada dialog, komunikasi, berkeluh kesah atas masalah yang sedang dihadapi untuk mendapatkan solusi, dan lain sebagainya. Tentu kondisi ini jauh berbeda derajatnya dengan tidur, dimana perjumpaan hamba dengan sang Khaliq-nya dalam kondisi tidar sadar. Kalau kondisi tidak sadar hanya melibatkan jiwa, akal dan piker (otak), maka kondisi sadar dilakukan dengan melibatkan lima potensi manusia yaitu ketersambungan antara jiwa, akal, otak, hati dan ar-ruh sebagai satu kesatuan sistem, sehingga ar-ruh berkuasa atas tubuh ini. Itu mengapa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ash-sholatu mi’rajul mu’minin” (Sholat adalah mi’raj-nya orang mukmin).

Dari dua keterangan di atas jelaslah sudah, mengapa shalat lebih baik daripada tidur.   



Artikel di atas adalah cuplikan salah satu pokok bahasan dalam E-Book saya yang berjudul, “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULLAH”.

SELESAI

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html      (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  4. E-Book KEEMPAT saya yang berjudul : “MEREKONSTRUKSI KESALAH-KAPRAHAN MENG-IMAN-I TAKDIR" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/10/e-book-ke-empat-merekonstruksi-kesalah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).


Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Jumat, 25 Oktober 2013

E-BOOK KE EMPAT : MEREKONSTRUKSI KESALAH-KAPRAHAN MENG-IMAN-I TAKDIR


SINOPSIS DAN CARA MEN-DOWNLOAD E-BOOK (Electronic Book)

SINOPSIS DAN KETENTUAN MEN-DOWNLOAD E-BOOK “MEMBONGKAR KESALAH-KAPRAHAN MENG-IMAN-I TAKDIR” (E-BOOK Ke-4)


Assalamu’alaikum warahmmatullahi wabarakaatuh

Sebagai umat islam, wajib hukumnya beriman kepada 6 (enam) rukun iman. Sangatlah mudah bagi kita beriman kepada Allah SWT, Malaikat, Nabi/Rasul, Kitabullah dan datangnya hari Kiamat. Namun ketika dihadapkan kepada iman kepada Takdir banyak dari umat islam yang “gugur” keimanannya. Mengapa? Karena kondisi ini berkaitan langsung dengan sempurnanya rukun iman yaitu keikhlasan manusia menerima perjalanan hidup yang harus dijalaninya. Manusia cenderung ingin merubah kondisi yang tidak sesuai dengan keinginan (nafsu)-nya, dan sebaliknya manusia ingin mempertahankan status quo bila kenikmatan tengah menghampiri. Pertanyaannya, mampukah manusia merubah sesuatu yang diinginkannya seperti yang diyakini selama ini bahwa Allah SWT tidak akan mengubah suatu kaum, kecuali kaum itu mengubah dirinya? Benarkah pemahaman ini? Adakah kehendak bebas selama hidup di dunia ini seperti yang banyak diyakini hampir sebagian besar umat manusia selama ini untuk merubah takdirnya? Kalau demikian halnya, lalu dimanakah sebenarnya posisi qudrat dan iradat Allah SWT?

Topik mengenai takdir memang hingga kini masih menjadi salah satu pokok bahasan yang tak kunjung usai, bahkan memunculkan perbedaan yang semakin tajam hingga menjurus kepada perpecahan di antara beberapa golongan umat islam. Bagaimana hal ini bisa terjadi sementara mereka sama-sama berpedoman pada Al-Qur’an? Faktor apa yang menyebabkan perbedaan pendapat tentang takdir?

Kalau umat islam harus beriman kepada takdir, lalu apa sebenarnya makna takdir? Dimanakah letak takdir itu berada dan bagaimana mekanisme kerja takdir pada diri manusia dalam perspektif ilmu pengetahuan Al-Qur’an? Apa hubungan takdir dengan Lauhul Mahfudz, qadla dan qadar, kehendak dan sunnatullah? Lalu realitas takdir apa saja yang terjadi pada diri manusia dalam kehidupan ini yang sebenarnya harus di-iman-i secara totalitas tanpa reserve sedikit pun?

E-Book ini~insya Allah~akan menjawab semua pertanyaan di atas berdasarkan Ilmu Pengetahuan Al-Qur’an, sehingga para pembaca tidak salah kaprah, mampu memahami, menyikapi, dan meletakkan takdir sesuai dengan porsi dan posisinya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, inayah, berkah dan ridha-Nya kepada kita semua. Amin ya Rabbal’alamin.

Adapun pokok bahasan (daftar isi) E-Book ini meliputi :

Perbedaan Tafsir Tentang Takdir (Mukadimah)
BAB I : TITIK PICU PERBEDAAN
Tidak Mengacuhkan Cara Memahami Al-Qur’an
Mengambil Guru Selain Allah
Mengesampingkan Peran  Ilmu Pengetahuan
BAB II : MENGUAK MISTERI TAKDIR
Rahasia Rukun Iman dan Misteri Ayat Takdir
Lauhul Mahfudz, Takdir, Qadar dan Qadla
Fungsi Otak
Otak, Ar-Ruh, dan Mekanisme Kerja Takdir
BAB III: REALITA TAKDIR
Adakah Kehendak Bebas?
Rejeki, Mati, Amal dan Jalan Hidup  
Takdir dan Ilmu Fisiognomi
Bencana dan Sang Waktu
Rahasia Doa
Pluralisme Sebuah Keniscayaan
Teori Keseimbangan
Kejahatanpun Telah Didesain
BAB IV: PENUTUP
Kesimpulan : Bersahabat Dengan Takdir

E-Book “Merekonstruksi Kesalah-kaprahan Meng-iman-i Takdir” yang jauh dari sempurna ini (karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT) dapat menambah dan membuka cakrawala pembaca dalam mempelajari dan memahami isi kandungan Al-Qur’an. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan nurhidayah,  rahmat dan ridha-Nya kepada kita semua. Amin ya Rabbal’alamin.

            Lalu bagaimana cara men-download E-Book ini?

1.      Pastikan bahwa PC/Laptop/Notebook/Ipad (milik pribadi atau di Warnet) anda ada program ADOBE READER dan WINRAR (biasanya program ini telah tersedia, namun tidak ada salahnya anda mengecek terlebih dahulu untuk memastikannya. Kalau belum ada silahkan mendownload secara gratis di internet).  Jika anda tetap men-download E-Book ini, namun tidak ada kedua program tersebut sehingga anda tidak dapat membuka dan membacanya, maka kondisi ini di luar tanggung jawab saya. Melalui kedua program ini anda dapat membuka dan membaca E-Book tersebut. Selain itu anda juga dapat mencopy dan mencetak.

2.      E-Book Membongkar Kesalah-kaprahan Meng-iman-i Takdir ini ada  PASSWORD-nya sehingga anda tidak dapat membuka tanpa ada pemberitahuan PASSWORD dari saya. Anda hanya bisa men-download saja namun tidak dapat membuka dan membacanya sehingga akan sia-sia.

3.      Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada anda. Untuk mendapatkan PASSWORD tersebut silahkan anda mentransfer uang donasi.  Uang donasi ini sebagian saya sisihkan dan digunakan untuk kepentingan umat yaitu memberi bantuan saudara-saudara kita yang tengah tertimpa musibah, menyantuni anak yatim piatu dan fakir miskin, pembangunan TPQ-PAUD, serta kegiatan sosial keagamaan lainnya.

4.      Anda dapat men-transfer via internet banking atau jika anda menyetor ke bank melalui slip setoran, maka jangan lupa cantumkan nama anda, jumlah donasi dan isi keterangan judul pembelian E-Book ini, hal ini untuk mempermudah pengecekan saya di rekening mengenai sudah masuk atau belumnya uang donasi  tersebut. Adapun besarnya uang donasi sebesar Rp. 50.000,- (Lima Puluh Ribu Rupiah) dan saya pun sangat berterima kasih bila anda berkenan memberikan donasi lebih, karena sebagian donasi untuk kegiatan sosial keagamaan.

Uang donasi dapat ditransfer ke :

- Bank BCA, KCP Kedungmundu, Semarang
- No. Rekening    : 8915006104
- Atas Nama         : Iwan Fahri Cahyadi
     
ATAU

- Bank BNI, KC UNDIP, Semarang
- No. Rekening      0096371734
- Atas Nama          : Iwan Fahri Cahyadi

5.      Setelah anda men-transfer uang donasi tersebut, silahkan anda SMS ke nomer HP : 0858-7651-6899 disertai nama anda,  besarnya uang donasi, nama bank tempat anda mentransfer dan Judul E-Book yang anda beli. Setelah saya cek dan dipastikan donasi sudah masuk, maka saya segera  akan mengirim PASSWORD ke Handphone anda. Saya juga mohon dengan rendah hati agar PASSWORD tersebut jangan disebar-luaskan kepada mereka yang tidak berhak, mengingat dana donasi ini sebagian saya sisihkan untuk kegiatan sosial keagamaan.

6.      Dilarang memperbanyak, memperjual-belikan dan mengutip isi buku ini tanpa seijin saya, karena ini melanggar HAK CIPTA dan melanggar UNDANG-UNDANG.

Demikian saya sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan banyak terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmmatullahi wabarakaatuh

Iwan Fahri Cahyadi

SILAHKAN DOWNLOAD E-BOOK DI BAWAH INI

Senin, 21 Oktober 2013

ASHSHOLATU KHOIRUM MINAN NAUM (1)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Tidak seperti panggilan sholat (adzan) di waktu dhuhur, ashar, maghrib dan isya’, pada sholat subuh ada tambahan panggilan yang begitu indah yaitu Ashsholatu Khoirum Minan Naum (Sholat lebih baik dari pada tidur). Pertanyaannya, “Mengapa sholat lebih baik daripada tidur? Bukankah tidur lebih enak, menyehatkan badan, dan memulihkan tenaga untuk beraktivitas di pagi harinya? Mengapa justru kita disuruh bangun untuk mendirikan sholat? Misteri apa dibalik panggilan bahwa sholat lebih baik daripada tidur?”

            Sebenarnya antara tidur dan sholat mempunyai inti yang sama yaitu ma’rifatullah atau lebih tepatnya berjumpa Allah (Mulaqu Rabbihim) dan kembali kepada Allah (Illaihi Roji’uun), namun memiliki derajat yang berbeda. Apa yang membedakannnya? Antara sadar dan tidak sadar. Kok?

            Agar lebih mudah memahaminya, kita ambil contoh saja apa yang pernah dialami oleh beberapa nabi yang tertulis dalam Al-Qur’an sehingga kita benar-benar yakin.

a.      Berjumpa dan kembali ke Allah SWT dalam kondisi tidak sadar
Manusia dalam kondisi tidur (tidak sadar diri) dan pada saat itu pula bermimpi sebenarnya terjadi di ruang lain yang "tidak berbentuk", unsur jiwa (ruh jasmani) yang tidak berbentuk adalah sebagai pemeran utama. Sementara ruh ruhani kembali atau “dipegang” oleh Allah SWT. Pada kondisi tidur maka gelombang otak berada dalam posisi Theta (4-8 Hz) yang dihasilkan oleh pikiran bawar sadar (subconscious mind). Theta akan muncul saat bermimpi dan saat terjadinya REM (Rapid Eye Movement). Secara jelas Allah SWT dalam Al-Qur’an menerangkan bahwa orang yang tidur identik dengan belajar mati (menuju kematian/Illaihi Roji’uun) karena kesadarannya tidak ada.

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya yang pada demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”.(QS. Az-Zumar 39:42)

Tidur bukanlah aktivitas yang main-main. Di dalamnya mengandung pelajaran yang berharga dan bisa jadi penentu mati kita khusnul chotimah (berakhir baik) atau su’ul chotimah (berakhir buruk). Coba anda perhatikan arti dan makna doa sebelum dan sesudah tidur di bawah ini. Ternyata pada saat tidur manusia sedang berangkat menuju “kematian”!.

Ketika kita akan berangkat tidur, kita memanjatkan doa, “Bismika Allahumma Ahya Wa Amut” (Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan mati - HR. Bukhari dan Muslim) dan ketika bangun tidur berdoa, "Alhamdu lillahil-ladzi ahyaanaa ba'da maa amaatana wailaihin-nusyuur" (Segala Puji bagi Allah yang menghidupkan kami sesudah mati/tidur kami, dan kepada-Nya kami kembali - HR. Bukhari).

Jadi “ber-ma’rifatullah”-nya anda dalam tidur tergantung niat yang menyertai anda tidur. Maka tidak heran, banyak dari kita yang tidur lupa berdo’a sehingga sering bermimpi buruk.

Ketika kita berdoa secara benar, maka insya Allah mimpi dalam tidur kita adalah bentuk pengajaran dari Allah SWT sebagaimana Allah SWT juga mengajarkan kepada para nabi/rasulnya melalui mimpi, diantaranya yang pernah dialami nabi Ibrahim AS ketika mendapat perintah untuk menyembelih (meng-qurban-kan) putranya, Ismail AS. Perintah ini untuk menguji apakah nabi Ibrahim AS mematuhi perintah-Nya dan tidak ragu-ragu menunaikannya. Dan sebagaimana kita ketahui bersama perintah itu dijalankan oleh sang nabi, namun sebelum ujung pedang menyentuh leher Ismail AS, melalui malaikat, Allah SWT menggantikannya dengan seekor domba.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar(QS. Ash-Shaaffaat 37: 102-107)

Perihal mimpi juga pernah dialami oleh nabi Yusuf AS ketika masih kecil. Dalam mimpi tersebut beliau melihat sebelas bintang, matahari dan bulan bersujud kepadanya. Beliau kemudian menceritakan tabir mimpi itu kepada ayahnya, nabi Ya’qub AS. Sang ayah kemudian menjelaskan bahwa saat dewasa nanti Yusuf kecil akan diangkat menjadi Nabiyullah. Atas mimpi tersebut, nabi Yusuf AS dilarang menceritakan kepada saudara kandungnya karena akan memicu kebencian dan iri dengki (QS. Yusuf 12:4).

Mimpi yang berupa wahyu ini dapat terjadi ketika seseorang telah mampu mendirikan jalan agama (dinn) yaitu tersambungnya jiwa dengan akal. Demikian pula dengan pingsan (tidak sadarkan diri) sebagaimana yang dialami oleh nabi Musa AS.

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman." (QS. Al-A’raaf 7:143)

Baik apa yang dialami Nabi Ibrahim AS, Nabi Yusuf AS dan Nabi Musa AS adalah berma’rifatullah. Mereka “berjumpa dan kembali” ke Allah SWT dan mendapat pengajaran berupa wahyu. Inilah contoh bahwa dalam ketidaksadaran pun manusia dapat berma’rifatullah, asal didahului dengan niat dan berdoa yang benar (bukan membaca doa!!! Karena membaca doa dan berdoa beda maknanya)

BERSAMBUNG….

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html      (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Selasa, 01 Oktober 2013

ADAKAH DOSA TURUNAN?


           
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Anak adalah amanat yang diberikan Allah SWT kepada kita. Namun demikian terkadang kita salah menafsirkan kata amanat tersebut. Selama ini yang berkembang dan dipahami umat islam adalah apa yang dilakukan anak adalah tanggung jawab penuh dari orang tua. Apabila sang anak berbuat baik maka orangtuanya juga akan mendapat pahala, sebaliknya, bila anak durhaka maka orangtuanya juga akan menanggung sebagian dosanya. Pemahaman ini diyakini karena ada sebuah hadits yang menyatakan demikian. Benarkah hadits itu shahih adanya? Atau pernahkah kita mencoba menelusuri riwayat (para perawinya) hadits itu memang sudah selaras dengan ayat Al-Qur’an? Apa jadinya bila hadits bertentangan dengan Al-Qur’an?

            Ibarat sebuah hukum di suatu Negara, ambillah contoh yang lebih mudah, Indonesia. Hukum tertinggi di negeri ini adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jadi bila ada Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau aturan-aturan lain yang berada di bawahnya bertentangan, maka secara hukum akan batal. Demikian pula dengan hadits. Rasulullah Muhammad SAW sendiri sebelum beliau wafat bersabda,

Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur'an) dan sunnah Rasulullah SAW”. (HR. Muslim)

            Dari sabda beliau di atas jelaslah sudah bahwa umat islam, pasca Rasulullah Muhammad SAW wafat harus berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah beliau,  sehingga tidak akan tersesat dalam menjalani hidup ini. Selama ini umat islam sendiri memahami bahwa sunnah dan hadits adalah sama. Benarkah demikian? Sunnah adalah perilaku Rasulullah Muhammad SAW selama beliau hidup dan diteladani oleh para sahabatnya. Sunnah ini sendiri adalah produk dari kepahaman Rasulullah Muhammad SAW atas ayat tersurat maupun tersirat dari Al-Qur’an yang dwahyukan oleh Allah SWT dan diejawantahkan dalam perilaku beliau sehari-hari, sebagaimana yang dikatakan istri beliau, Aisyah ra, Ketika Aisyah Ra ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw, maka dia menjawab, "Akhlaknya adalah Al Qur'an." (HR. Abu Dawud dan Muslim).

            Bagaimana dengan hadits? Hadits adalah tulisan para sahabat atas apa-apa yang pernah diucapkan dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Tulisan ini pun muncul hampir 100 tahun lebih setelah Rasulullah SAW wafat. Para sahabat ini menulis hadits berdasarkan kredibilitas para perawinya yang diriwayatkan secara turun temurun.

            Jadi ada beda tipis antara sunnah dan hadits, terutama dari segi waktu. Maka tidaklah heran bila kita tidak hati-hati terhadap siapa periwayat (perawi) hadits, akan mudah terjebak pada hadits yang palsu atau meragukan. Dalam perkembangannya, banyak hadits palsu muncul, terutama saat terjadi konflik antara khalifah Ali bin Abi Thalib ra dengan Muawiyah. Hadits-hadits ini muncul sebagai bentuk provokasi dan intimidasi kepada sang khalifah untuk membela kepentingan kelompok mereka. Sebagian hadits-hadits palsu juga muncul dari orang-orang munafik yang ingin mengadu domba antar keduanya.

            Jadi sebenarnya mudah saja menilai sebuah hadits itu palsu atau tidak, yaitu apakah selaras dengan Al-Qur’an atau bertentangan. Kalau sesuai dengan Al-Qur’an maka hadits itu pastilah shahih, dan bila bertentangan dengan Al-Qur’an maka hadits itu palsu (otomatis gugur), karena hadits ditulis secara redaksional oleh manusia (ada kemungkinan salah menerima bunyi hadits itu atau sengaja dibuat salah oleh orang-orang munafik), sementara Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah SWT dan Allah SWT sendiri yang menjaga dan memeliharanya. Jadi secara redaksional, Al-Qur’an pastilah benar.

            Oleh sebab itu, janganlah kita latah atau membalik-balik sesuatu hukum dalam beragama, artinya kita lebih mengutamakan hadits dalam berdakwah namun melupakan Al-Qur’an (sudah benar tidak isi hadits itu dengan Al-Qur’an). Idealnya, kita mengutip lebih dulu ayat Al-Qur’an, baru diterangkan atau diperkuat uraiannya dengan hadits, sehingga hadits tersebut selaras dengan bunyi Al-Qur’an.

            Kembali kepada topik permasalahan, benarkah ada dosa turunan atau orang tua menanggung dosa anaknya karena orang tua dianggap tidak mampu menjalankan amanat Allah SWT? Tentu tidak. Hadits ini jelas-jelas bertentangan dengan Al-Qur’an sebagaimana bunyi ayat berikut ini,

Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul” (QS. Al-Israa’ 17:15).

            Kalau kita melihat sejarah para nabi pun banyak pelajaran yang kita ambil. Ada anak nabi yang durhaka kepada ayahnya, ada istri nabi yang berkhianat, dan lain sebagainya (lihat artikel saya, Tugas Para Nabi). Itu mengapa dalam salah satu ayat Al-Qur’an yang menceritakan tentang kedurhakaan Kan’an (anak nabi Nuh AS) kepada ayahnya. Nabi Nuh AS yang saat itu sedih karena anaknya tidak mau masuk islam dan tidak mau mendengar nasehatnya agar ikut ke kapal yang ditumpangi Nabi Nuh AS saat banjir air bah datang.

“Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)-nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." (QS. Huud 11:46).

            Kata “dia (Kan’an) bukanlah termasuk keluargamu” bukanlah dimaknai secara biologis. Karena kalau dimaksud secara biologis tentu Kan’an adalah putra dari Nabi Nuh AS. Kata “keluarga” secara tersirat lebih mencerminkan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT terhadap Kan’an. Setiap manusia hakikinya telah ditetapkan takdirnya masing-masing oleh Allah SWT dan kita manusia tidak mampu merubah ketetapan Allah SWT itu. Mendapat peringatan itu, nabi Nuh AS pun tersadar. Dan nabi Nuh AS pun tidak menanggung dosa atas apa yang diperbuat anaknya yang bernama Kan’an.

            Jadi jelaslah sudah, bahwa dalam islam tidak ada dosa warisan atau seseorang menanggung dosa orang lain meskipun itu anaknya. Jadi kalau ada hadits yang mengatakan bahwa orang tua menanggung dosa anaknya karena tidak mampu menjalankan amanat Allah SWT maka hadits itu perlu dipertanyakan ke-shahih-annya. Adapun makna dari anak adalah amanat dari Allah SWT adalah sebagai orang tua wajib mengarahkan anak, (misal menyekolahkan anak, mendidik sesuai dengan ajaran islam, menjaga hingga dewasa, dll). Itulah batas yang dimaksud dengan amanah, kita sebatas menemani dan mengarahkan, sebagaimana tugas para nabi yaitu sebatas menyampaikan wahyu Illahi, sedangkan datangnya petunjuk adalah hak prerogative Allah SWT.

Oleh sebab itu, ketika perilaku sang anak tidak sesuai yang kita harapkan (sholeh/sholehah), maka kondisi ini sudah masuk dalam wilayah takdir, dimana kehendak dan kuasa manusia tidak akan mampu mengubah kehendak dan kuasa Allah SWT yang telah ditetapkan pada diri setiap manusia. Realita menunjukkan, bahwa ada anak yang semasa kecil hingga dewasa/remaja durhaka, namun dimasa tua/dewasa justru mendapat hidayah Allah SWT. Demikian pula, ada yang semasa kecil/remaja akrab dengan ajaran agama, namun dimasa dewasa/tua justru banyak perilakunya yang menabrak hukum-hukum agama. Adapula anak yang sejak kecil, remaja, dewasa hingga tua tetap memegang teguh ajaran agama, tetapi adapula yang sejak kecil hingga tua tidak mengenal ajaran agama. Inilah “bunga-bunga” kehidupan sebagai bentuk realita takdir sehingga bumi masih berputar hingga saat ini.

            Semoga artikel ini bermanfaat, dan insya Allah mengenai masalah takdir (iman kepada takdir), akan saya uraikan panjang lebar dalam E-Book saya berikutnya.

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html      (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang