DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Senin, 31 Agustus 2009

Thariqat atau Via VIP (1)


THARIQAT ATAU VIA VIP (1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Saya pernah membuka sebuah website yang membahas mengenai thariqat. Di dalam website ada forum tanya jawab, namun saya tergelitik dengan salah satu surat yang mempertanyakan perihal belajar thariqat.

Adapun secara ringkas isi surat tersebut adalah mempertanyakan bagaimana seseorang yang di daerahnya tidak ada mursyid, padahal si penulis surat ingin sekali belajar thariqat, sementara itu belajar diperlukan jarak, waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Dengan ber-thariqat diharapkan sang penanya agar dapat dekat dengan Allah SWT tanpa salah jalan karena mendapat bimbingan Sang Mursyid. Namun sang penanya juga mengajukan pertanyaan yaitu adakah cara lain sehingga dia dapat dekat dengan Allah SWT tanpa melalui mursyid atau ikut thariqat tertentu. Kalau tidak bisa, bagaimana “nasib” penanya selanjutnya? Demikian kira-kira ringkasan isi surat tersebut. Mungkin kondisi ini juga pernah anda alami atau pernah terlintas dipikiran anda semua. Semoga artikel ini dapat memberikan solusi.

Dalam artikel ini saya hanya sedikit membahas jalan menuju Allah SWT. Saya hanya memberikan pilihan, selanjutnya terserah anda.

a. Thariqat

Seperti kita ketahui bersama, sejak pertengahan tahun 90-an gegap gempita masyarakat Indonesia (muslim) untuk berspiritual cukup antusias. Maka tidak mengherankan pada tahun-tahun tersebut banyak aliran thariqat mulai diekspos (dulunya informasi hanya diperoleh dari mulut ke mulut dan tidak di-blow up beritanya). Cukup banyak thariqat di Indonesia, namun yang cukup terkenal adalah thariqat Qodiriyah wa Naqsabandiyah.

Bagi seorang yang mengikuti thariqat wajib hukumnya di baiat, ini semata-mata untuk menunjukkan keseriusan dalam menjalani thariqat sekaligus bentuk “penyerahan” kepada Sang Mursyid untuk diajarkan ilmu (dzikir, wirid), tata cara atau laku, dll agar sang salik (penempuh jalan Allah SWT) dapat dihantarkan menuju Allah SWT. Persyaratan baiat dalam dunia thariqat memang wajib, karena sekaligus sebagai pertanda sang salik secara resmi masuk dalam mata rantai yang menghubungkan kepada Rasulullah SAW.

Dalam melakukan thariqat, salah satu tata caranya yaitu dengan cara tawasul kepada Sang Mursyid yang membimbingnya, demikian pula Sang Mursyid dulunya juga melakukan hal yang sama. Demikian terus menerus sehingga puncaknya mata rantai tersebut berhenti kepada Rasulullah SAW. Dengan kondisi ini diharapkan nantinya Sang Salik akan dihantarkan untuk mengenal dan dekat dengan Allah SWT, karena kedekatan Rasulullah SAW (Habiballah~Kekasih Allah SWT).

Munculnya thariqat dan baiat ini tidak terlepas dari peristiwa yang pernah di alami oleh sahabat Ali bin Abi Thalib ra dan Abu Bakar ra. Suatu ketika pernah suatu kali Rasulullah SAW mengajarkan Ali ra bagaimana cara agar dekat dengan Allah SWT sehingga dia berhak atas rahmat serta ridha-Nya. Maka Rasulullah SAW sambil memegang kepala Ali ra, Beliau menyuruh sahabatnya untuk mengucapkan kalimat Thoyibah “Laa Ilahailallah, Muhammad Rasulullah”. Kebetulan peristiwa ini di lihat oleh sahabat lain yaitu Abu Bakar ra.

Kemudian Abu Bakar ra menanyakan kepada Ali ra perihal apa yang telah dilakukan dan diajarkan Rasulullah SAW. Atas inisiatif Abu Bakar ra maka Ali ra diminta juga mengajarkan dan “membaiat” Abu Bakar ra seperti cara yang dilakukan Rasulullah SAW.

Suatu kali juga pernah terjadi ketika Rasulullah SAW mengajarkan kepada Abu Bakar ra seperti yang pernah dilakukan kepada Ali ra, namun kalimat yang diajarkan adalah “Subhanallah Alhamdulillah Laailahailallah Allahu Akbar”. Kejadian ini kebetulan juga di lihat Ali ra. Maka atas inisiatif Ali ra, Abu Bakar ra diminta untuk “membaiat”-nya. Inilah sedikit sejarah mengapa dalam thariqat perlu adanya baiat.

Adakah dalam ayat Al-Qur’an yang menerangkan mengenai baiat sebagai tata cara untuk masuk dalam mata rantai, sehingga dapat bertawasul dengan Sang Mursyid yang derajatnya lebih tinggi dari Sang Salik, dengan maksud agar Sang Salik ikut dihantarkan kepada Allah SWT? Secara tersirat dalam Al-Qur’an perilaku diatas dijelaskan dalam surat Al-Baqarah 2 ayat 137 yang bunyinya,

“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Maksud ayat diatas adalah apabila sang salik ingin mengenal dan dekat kepada Allah SWT maka bertawasullah kepada para kekasih Allah SWT yang lebih tinggi derajatnya (Sang Mursyid), dengan harapan para kekasih Allah SWT yang lebih tinggi derajatnya dapat menghantarkan sang salik kepada Allah SWT.

Inilah sekilas mengenai thariqat, untuk selanjutnya saya akan membahas mengenai jalan alternatif lain agar kita dapat dekat dengan Allah SWT (Ma'rifatullah).

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Jumat, 28 Agustus 2009

"Sang Koki"


"SANG KOKI"

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Anda tentunya tahu apa itu profesi Koki, yaitu seorang juru masak, yang menghidangkan menu bagi tamu maupun pengunjung. Koki hanya pembeda kata (sebutan) antara juru masak yang berasal dari tataran hotel berbintang atau restoran, namun hakekatnya sama dengan juru masak pedagang kaki lima. Mungkin yang sedikit membedakan adalah pendidikan koki ditempuh melalui jalur formal (institusi/lembaga), sementara koki PKL biasanya keahliannya diperoleh secara turun temurun atau otodidak. Tapi pembeda ini pun dianggap tidak masalah, asalkan menu yang disajikan memenuhi selera tamu, pengunjung maupun pembeli. Dan yang terpenting adalah rasa puas.

Bagi seorang juru masak diperlukan keahlian khusus, insting, kemampuan meramu bahan baku makanan, taste, dll. Bukan asal dicampur, tapi perlu ketelitian, kejelian dan ketekunan, misal berapa ons bahan yang diperlukan, berapa sendok makan untuk bumbu ini, berapa jam atau menit untuk dimasak atau dioven, mana yang terlebih dahulu disiapkan dan mana yang terakhir harus dicampurkan, dll. Agak sedikit rumit dan perlu ketekunan, namun hasil yang dicapai biasanya maksimal.

Lalu apa hubungan sistem kerja juru masak (koki) dengan artikel yang akan kita bahas? Ya tentu saja ada, meskipun sebatas analog.

Manusia dapat bermanfaat di dunia dan akhirat atau tidak, dapat dianalogkan hasil masakan kita selama di dunia. Apakah hasil masakan tersebut bermanfaat dan berguna ataukah masakan tersebut justru tidak disukai, atau bahkan dimuntahkan dan dibuang ke tempat sampah. Tergantung manusia itu sendiri memposisikan diri terhadap Tuhan dan makhluk-Nya.

Dalam artikel ini saya khusus membahas mengenai cara kita memposisikan diri kita dihadapan Allah SWT, sehingga “hasil masakan” tersebut membuat Allah SWT ridha kepada kita.

Lalu "bahan baku" apa saja yang di perlukan? Marilah kita kupas satu per satu:

Pertama, Istiqomah. Dalam menjalankan perintah Allah SWT diperlukan komitmen, ketekunan dan kesungguhan dalam kondisi apapun. Tidak akan goyah karena pengaruh atau tekanan siapapun, apapun dan bagaimanapun. Agama bukanlah untuk bersendau gurau dan main-main. Barangsiapa dapat beristiqomah, Insya Allah, Allah SWT akan memperjalankan hidup kita menuju ke arahnya. Banyak pelajaran dan pemahaman yang di dapat dari Allah SWT. Sehingga jalan kita dalam menempuh hidup ini akan selalu lurus karena bimbingan, petunjuk dan perlindungan-Nya. Bahkan anda akan diperkenalkan dengan Allah SWT oleh Allah SWT sendiri. Karena manusia tidak mempunyai daya upaya sedikitpun. Janganlah setengah-setengah dalam menuju Allah SWT, pasti anda gagal. Diperlukan totalitas.

Kedua, Ikhlas. Sebagai abdi Allah SWT (Abdullah) modal yang kedua anda harus ikhlas setotal-totalnya dengan apa yang dikehendaki Allah SWT kepada kita. Jangan pernah memiliki prasangka buruk kepada Allah SWT. Suka dan duka, senang dan susah, bahagia dan menderita adalah sama. Ini hanya permainan rasa yang berada hati/dada. Mintalah kepada Allah SWT untuk dituntun berjalan di atas rasa. Cukup hanya Allah-lah yang hanya tertinggal dan mengisi ruang di dalam dada/hati kita.

“Dan siapakah yang baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan…(QS. An-Nisa’ 4 : 125).

Ketiga, Tawakal. Orang yang tawakal kepada Allah SWT adalah yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah SWT. Tidak ada keraguan sedikitpun, karena Allah SWT Maha Mengetahui kebutuhan hidup makhluk-Nya. Allah SWT tidak pernah tidur, Allah SWT selalu sibuk mengurus makhluk-makhluk-Nya. Intinya, manusia boleh berusaha, namun Allah-lah yang menentukan hasilnya. Sehingga sebagai orang yang bertawakal, pasti tidak ada rasa kekhawatiran, stress, cemas dan berduka cita.

Dan tawakallah kepada Allah! Cukuplah Allah menjadi wakilmu (tempat menyerahkan segala urusanmu)..."(QS Al-Ahzab 33 : 3).

Keempat, Sabar. Sungguh manusia tidak akan mampu sabar. Selama ini ada kesalahan dalam menerjemahkan arti sabar. Kita mengira bahwa manusia mampu bersabar. Sesabar-sabarnya kita maka masing-masing manusia memiliki titik kulminasi dan suatu saat pasti akan meledak. Bahkan Rasulullah SAW-pun disabarkan oleh Allah SWT. Hanya Allah-lah yang mampu menyabarkan kita. Untuk itu saya menghimbau agar kita selalu meminta kesabaran dari Allah SWT. Anda akan merasakan heran bila anda nantinya setahap demi setahap akan merasa sabar. Inilah karunia Allah SWT.

Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah…(QS. An-Nahl 16 : 127)

Istiqomah, Ikhlas, Tawakal dan Sabar adalah bahan-bahan dasar (pondasi) dalam menegakkan Baitullah.

Bila dianalogkan, Baitullah adalah "masakan", maka Istiqomah adalah "ketekunan dalam membuat masakan", Ikhlas adalah "bahan baku dasar", Tawakal adalah "bumbunya" dan Sabar adalah "proses agar masakan matang". Sedangkan "sang koki" adalah Allah SWT yang meramu semuanya dalam diri kita. Karena sebenarnya manusia tidak mampu melakukan ke empat point tersebut kecuali dengan izin, rahmat, berkah dan karunia dari Allah SWT. Oleh karena itu mintalah selalu kepada Allah SWT agar selalu di-istiqomah-kan, di-ikhlas-kan, di-tawakal-kan dan di-sabar-kan. Insya Allah, pada akhirnya kita benar-benar menjadi abdi yang diridhai-Nya.

Demikian sedikit sumbangsih dari saya, semoga bermanfaat. Amin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Kamis, 27 Agustus 2009

Perilaku Kafir (2)


PERILAKU KAFIR (2)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Mari kita lanjutkan...

Kedua, Janganlah Menanamkan Kebencian Dalam Menegakkan Kebenaran

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. Dan orang-orang yang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka”. (QS. Muhammad 47 : 7-9)

Allah SWT tidak pernah mengikari janji dan janji Allah SWT adalah pasti. Dari ayat diatas paling tidak ada tiga point yaitu :

a. Bahwa orang-orang beriman diperintahkan Allah SWT untuk menolong (agama) Allah. Artinya perilaku orang yang beriman haruslah selaras dengan perintah dan larangan Allah SWT yang tertuang dalam Al-Qur’an. Orang beriman dituntut berkorban dalam meluruskan dan menegakkan kalimah Allah SWT. Dan Allah SWT menjanjikan akan menolong hamba-Nya yang beriman, baik itu rejeki, kedudukan, keterjaminan hidupnya, dll. Kalau kita mengaku orang beriman, apakah kita masih ragu dengan janji Allah SWT? (silahkan anda yang menjawab sendiri...enak to). Sungguh Allah SWT tidak akan dan sekali-kali mendzalimi hamba-Nya yang beriman.

b. Orang kafir sangat benci akan kebenaran. Hal ini semata-mata karena orang kafir tidak tahu (terhijab). Pada ayat tersebut diatas digambarkan bahwa mereka benci atas Kalam Illahi (padahal Al-Qur’an adalah sumber petunjuk, pedoman dan kebenaran). Sebagai umat islam janganlah sekali-kali kita menyontoh perilaku orang kafir, yaitu memelihara kebencian. Jangan pernah menanamkan kebencian dalam hati kita dalam menegakkan kebenaran, meskipun berbagai fitnah, cercaan, ancaman, dll di tujukan pada kita.

Contohlah panutan kita, Rasulullah SAW, meskipun Beliau diludahi, dilempar batu sehingga berdarah, difitnah sebagai orang gila, tetapi Beliau tidak pernah marah. Justru sebaliknya Beliau mendo’akan orang-orang kafir yang menyakitinya, menjenguk ketika orang yang sering meludahinya tergolek lemah karena sakit, setiap pagi memberikan makan kepada orang Yahudi yang buta, padahal jelas-jelas orang Yahudi ini membenci Nabi SAW,dll. Inilah salah satu perilaku orang beriman yaitu menebarkan kasih sayang kepada semua makhluk Allah SWT, tidak ada kebencian sedikitpun, Subhanallah!.

Cobalah anda bercermin dengan perilaku kita sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Sudahkah perilaku kita selaras dan sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW?

c. Konsekuensi dari point b sudah jelas, dan anda tahu resikonya yaitu Allah SWT akan menghapus amal perbuatan kita. Kalau sudah begini siapa yang rugi? Jangan salahkan Allah SWT, karena Dia (Allah SWT) sudah jauh-jauh hari memperingatkan kita.


Ketiga, Agama Dijadikan Main-Main dan Sendau Gurau.

“Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepadamu. Mereka (penghuni surga) menjawab:Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan sendau gurau dan kehidupan dunia telah menipu mereka. Maka pada hari (Kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami”. (QS. Al-A’raf 7 : 50-51).

Masih tertanam dalam ingatan kita ketika masa kampanye pemilu 2009 kemarin. Demi meyakinkan pemilih, banyak bakal calon yang mencomot ayat-ayat Al-Qur’an dalam kampanyenya demi untuk kepentingan pribadi dan sesaat. Bahkan ada bakal calon yang menempelkan fotonya di cover Al-Qur’an. Masya Allah!

Perilaku tersebut diatas masih dalam rangka kampanye, coba bayangkan bila bakal calon tersebut terpilih, yang berarti mengemban amanat rakyat, ditambah dia tidak mampu melaksanakan janji-janji yang mereka tawarkan. Sungguh saya tidak dapat membayangkan. Meskipun Komisi Pemilihan Umum-pun sudah jelas melarang menggunakan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama dalam masa kampanye. Tapi masih saja ada oknum-oknum tertentu yang memanfaatkannya demi kepentingan pribadi dan pemenuhan nafsunya. Inilah salah satu bentuk manusia yang mempermainkan agama, dan agama dijadikan sendau gurau Na’udzubillahi min dzalik.

Allah SWT itu Maha Serius. Manusia diutus sebagai khalifah di bumi bukan untuk main-main, tetapi mengemban amanat Allah SWT untuk memakmurkan serta mengelola bumi dan penghuninya demi kepentingan bersama. Dan untuk menjalankan fungsi ke-khalifah-annya maka Allah SWT membekali umat islam dengan Al-Qur’an. Dan ironisnya pula banyak dari umat islam yang tidak memahami isi Al-Qur’an. Astaghfirullah!

Yang menjadi catatan kita bersama adalah sudahkah kita menjalankan fungsi ke-khalifah-an sesuai dan selaras dengan Al-Qur’an dan ditambah dengan sunnah Rasulullah SAW? Mari kita instropeksi diri sendiri, tanpa harus menghakimi yang lain. Karena menyalahkan orang lain itu pertanda kita masih banyak kekurangan.

Demikian sedikit sumbangsih dari saya, semoga bermanfaat. Marilah bersama-samna kita berdo’a, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, ampunan dan perlindungan-Nya sehingga kita semuanya dijauhkan dari perilaku kafir.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang

Rabu, 26 Agustus 2009

Perilaku Kafir (1)


PERILAKU KAFIR (1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Kata kafir sebenarnya di ambil dari bahasa Inggris yaitu cover (tertutup/terhijab). Kafir dalam arti sempit adalah tertutupnya kesadaran manusia akan keberadaan Allah SWT. Untuk itu orang yang tidak ber-Islam berarti tertutupnya kesadaran atas keberadaan Allah SWT.

Secara lebih luas arti kafir tidak hanya sebatas kesadarannya tertutup atas keberadaan Allah SWT, tetapi juga terhijab akan petunjuk (rahmat) Allah SWT. Bila petunjuk dari Allah SWT jauh darinya, sungguh betapa meruginya manusia tersebut. Hal ini semata-mata karena perilaku manusia itu sendiri. Sebenarnya manusia tersebut tahu, tapi tidak mau menjalankan petunjuk Allah SWT, dimana petunjuk tersebut dikalahkan dengan sesuatu yang kadang-kadang sifatnya remeh. Dan manusia seperti ini benar-benar telah tertipu dalam mengarungi perjalanan hidupnya yang sifatnya sementara.

Perilaku apa yang menyebabkan manusia terhijab dari petunjuk (rahmat) Allah SWT? Paling tidak ada 3 (tiga) hal. Mari kita buka peta kita yaitu Al-Qur’an Nur Karim,

Satu, Lebih Mengutamakan Kehidupan Dunia Daripada Kehidupan Akhirat.

"Allah-lah yang memiliki apa yang di langit dan di bumi. Dan kecelakaanlah bagi-bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih, (yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh”. (QS. Ibrahim 14 : 2-3).

Banyak dari manusia yang terjerumus, terlena dan hanyut akan gemerlap dunia. Kehidupan dunia dianggap segala-galanya, bahkan kadang-kadang hanya untuk menjaga image dihadapan saudara, tetangga, teman, relasi atau anak buah, mereka rakus akan gemerlap dunia. Masya Allah!

Seringkali kekayaan (materi) dan kekuasaan (jabatan) dijadikan tolok ukur kesuksesan. Sebenarnya ini tidak masalah kalau cara mendapatkannya dan menjalankannya dengan cara islami dan halal. Tapi kalau kekayaan dan kekuasaan yang didapat dengan cara mendzalimi orang lain (terutama sesama saudara muslim), benar-benar hatinya buta dan membatu. Apalagi untuk memenuhi nafsunya segala cara dihalalkan, siapa yang menghalangi akan disingkirkan baik dengan cara halus maupun terang-terangan. Astaghfirullah!

Ciri manusia jenis ini bila diberikan nasehat tidak pernah diperhatikan, apalagi yang memberi nasehat adalah orang yang levelnya lebih rendah (anak buah, tingkat pendidikan, status sosialnya, dll). Padahal orang yang lebih rendah kedudukannya bukan berarti nasehatnya selalu salah. Nabi SAW pernah bersabda, “Janganlah engkau melihat seseorang dari kedudukannya, tetapi lihat dan dengarlah apa yang dikatakannya!” (terjemahan bebas tanpa mengurangi makna). Selama yang dikatakan itu benar, kita wajib menerima dan menjalankannya.

Ciri manusia gila dunia ini biasanya sombong, merasa paling pintar, berkuasa dan menganggap remeh manusia lain. Dia hanya akan berlagak takhluk dengan seseorang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan di atasnya. Namun ini dilakukan semata-mata untuk melanggengkan posisi dia, atau suatu saat memanfaatkan kelemahan mereka untuk tujuan pribadi. Teori hidup yang dipakai adalah loncatan katak. Tangan atas untuk merangkul atasan (orang yang kedudukan baik jabatan atau materi lebih tinggi), kaki bawah untuk menginjak bawahan (orang yang lemah). Na’udzubillahi min dzalik!

Lucunya lagi, type manusia jenis ini bila ada larangan dari Allah SWT yang “dianggap” menghalangi ambisi dan nafsunya, maka manusia jenis ini tidak mempedulikan (menerabas) larangan tersebut. Bahkan untuk mempermudah dan memperlicin misinya, kadang agama dipakai sebagai “topeng”. Banyak kok manusia “bertopeng” jenis ini disekitar kita, dan parahnya lagi manusia yang berada dalam lingkaran atau komunitas tersebut tahu dan membiarkannya manusia jenis ini, demi dan atas nama keselamatan (rejeki, kedudukan, hubungan, dll). Ini berarti secara tidak langsung mereka mendukung perilakunya yang sesat. Lalu apa bedanya? Padahal Allah SWT memperingatkan kita sesama muslim harus saling nasehat menasehati (QS. Al-Asr 103 : 3. Sepertinya kita lebih takut kepada manusia daripada Allah SWT. Na'udzubillahi min dzalik!

Marilah kita meluangkan waktu barang sejenak untuk mencoba instropeksi ke dalam (mumpung bulan Ramadhan, bulan yang penuh rahmat, berkah dan maghfirah), apakah dalam perilaku kita sehari-hari pernah atau bahkan akrab dengan Surat Ibrahim ayat 2-3 diatas? Jangan sampai nanti kita menyesal dikemudian hari saat kematian datang tiba-tiba, dimana kita sudah tidak mampu lagi memperbaiki diri dan beramal shalih.

(bersambung)

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Selasa, 25 Agustus 2009

Sikap Manusia Terhadap Islam-6


SIKAP MANUSIA KEPADA ISLAM (6)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Sub topik artikel ini membahas tentang manusia murtad. Murtad berarti keluar dari agama; kafir sesudah beriman. Orang yang murtad berarti telah menjadi kafir. Adapun ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang murtad adalah :

“Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus”. (QS. Al-Baqarah 2 : 108).

Lalu apa konsekuensinya bila manusia itu murtad? Manusia yang murtad dan mati dalam kekafiran maka sia-sialah amal perbuatan mereka yang pernah dilakukannya.

“….Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 217).

Seringkali manusia lupa bahwa sebelum manusia turun ke bumi (sebelum ruh ditiupkan ke raga), di dalam alam azali manusia pernah bersumpah di hadapan Allah, bahwa mereka beriman kepada Allah SWT. Adapun ayat Al-Qur’an yang menerangkan adalah :

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturanan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa manusia, mereka (seraya berfirman) : Bukankah Aku (Allah) ini Tuhanmu? Mereka (ruh) menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan : Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan), atau agar kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu”. (QS. Al-A’raf 7 : 172-173).

Dari ayat di atas terlihat bahwa seluruh manusia pernah diambil sumpah (kesaksiannya) di hadapan Allah SWT sebelum menghuni (terlahir) ke bumi. Namun karena sifat manusia yang sering lalai dan cenderung meng-kambing hitam-kan kesalahan kepada orang lain maka mereka berdalih dan melempar kesalahan kepada orang lain (terdahulu). Tetapi Allah SWT Maha Mengetahui isi hati setiap manusia, maka manusia murtad tetap dihukum. Karena dalam Islam sendiri tidak ada dosa turunan. Seluruh amal perbuatan setiap manusia ditanggung sendiri di hari Kiamat.

Meski pernah di sumpah dihadapan Allah SWT, manusia sering berbuat dzalim dan khianat terhadap apa yang harus dijalankan sebagai khalifah di muka bumi ini. Karena manusia memiliki sifat sombong. Padahal kesombongan adalah hak Allah SWT (Al-Mutakabbir). Hal ini dikarenakan kebanyakan manusia tidak mau berfikir secara jernih (terhijab) tentang siapa dirinya, dari mana asalnya, apa tujuan hidupnya, akan kembali ke mana dan bekal apa yang harus dipersiapkan. Sungguh kehidupan dunia itu melenakan mereka, sementara akhirat adalah sebaik-baik tempat mereka kembali.

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka akan khawatir mengkhianatinya, dan dipikulllah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh, sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahzab 33 : 72-73).

Oleh karena itu sebagai manusia seharusnya selalu eling lan waspada (ingat dan waspada). Bertaqwalah kepada Allah SWT dan jadilah orang yang rabbani, yang hanya menyembah Allah SWT. Jangan menyembah berhala-berhala dunia (materi, kekuasaan, dll) dan mengkultuskan, menyembah, menggantungkan hidupnya kepada makhluk-makhluk Allah SWT meskipun makhluk tersebut adalah nabi, rasul, malaikat, ulama, kyai, syech, pejabat/penguasa, dll. Hanya Allah SWT yang berhak disembah. Inilah yang dinamakan tauhid.

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia : Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah. Akan tetapi (dia berkata) : Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya, dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. (Apakah) patut dia mneyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?”. (QS. Ali Imran 3 : 79-80).

Demikian uraian singkat tentang manusia murtad semoga bermanfaat. Untuk sub-topik “Sikap Manusia Kepada Islam” berikutnya Insya Allah saya akan membahas mengenai “perilaku kafir”.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Sabtu, 22 Agustus 2009

Ramadhan : Prosesi Menggapai Fitrah (2)


RAMADHAN : PROSESI MENGGAPAI FITRAH (2)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan Sidang Pembaca yang dirahmati, dimuliakan dan dicintai Allah SWT.

Mari lanjutkan bahasan kita, buat bekal Ramadhan....

Mengendalikan Hawa Nafsu

Ibadah puasa Ramadhan selain untuk meneguhkan kadar keimanan manusia sehingga menjadi manusia yang bertakwa, juga bermanfaat mengendalikan hawa nafsu. Karena dalam ranah kehidupan di dunia, manusia baik selaku makhluk sosial maupun makhluk berketuhanan, seringkali perilakunya masih dibelenggu hawa nafsu (kesadaran rendah) yang ujung-ujung tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain. Padahal manusia ditugaskan ke bumi berfungsi sebagai khalifah, yang menyebarkan kasih sayang kepada sesama makhluk Allah SWT. Dengan ibadah puasa Ramadhan diharapkan tingkat kesadaran manusia semakin tinggi sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu.

Hakikatnya pada diri manusia terdapat beberapa potensi yaitu berupa badan/raga, akal, pikiran, hati/qolbu, jiwa/ruh dan hawa nafsu. Sedangkan hawa nafsu itu sendiri paling tidak terdiri dari 4 jenis, yaitu :

a. Nafsu Supiyah
Nafsu ini identik dengan perilaku binatang. Aktivitas binatang dalam keseharian tidak jauh dari makan minum, syahwat dan tidur. Inilah level terendah dari kesadaran manusia.

b. Nafsu Ammarah Bissu’
Nafsu ini selalu melepaskan diri dari tantangan dan tidak mau menentang, bahkan patuh dan tunduk saja kepada nafsu syahwat dan panggilan syeitan. Tipe nafsu ini identik dengan syaitan. Coba perhatikan firman Allah SWT berikut ini.

”..Nafsu itu selalu menyuruh/mengajak kepada kejahatan (ammarah bissu’) kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah SWT..” (Surat Yusuf 12 : 53).

” Maka pernahkah kamu melihat orang menjadikan nafsunya sebagai tuhannya..” (Surat Al-Jasiyah 45 : 23).

c. Nafsu Lawammah
Nafsu ini tidak/belum sempurna ketenangannya karena selalu menentang atau melawan kejahatan tetapi suatu saat teledor dan lupa berbakti kepada Allah, sehingga dicela dan disesalkan. Nafsu ini identik dengan manusia, dimana dalam diri manusia ada dua kekuatan beradu antara Syetan dan Malaikat.

”Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)...” (Surat Al-Qiyamah 75 : 2).

d. Nafsu Muthmainah
Nafsu ini tenang pada suatu hal dan jauh dari keguncangan yang disebabkan oleh bermacam-macam tantangan dan dari bisikan syaitan. Nafsu ini identik dengan malaikat.

”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah kamu dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kamu dalam surga-Ku”. (Surat Al-Fajr 89: 27-30).

Dengan gemblengan, salah satunya melalui prosesi ibadah puasa Ramadhan diharapkan tingkat kesadaran nafsu manusia beranjak dari level yang rendah menuju kesadaran yang lebih tinggi, yaitu nafsu mutmainah.

Menggapai Kefitrahan

Target dari puasa Ramadhan adalah menemukan kesejatian diri manusia. Sejak manusia terlahir ke dunia sedikit demi sedikit manusia lupa akan dirinya sendiri karena terlena dan hanyut oleh gemerlap dunia. Selama ini manusia mengira bahwa dirinya adalah badan/raga ini. Padahal tidaklah demikian. Badan hanyalah wadah tempat bersemayamnya diri kita yang sebenarnya. Diri manusia yang sejati telah lumpuh, tertutup dan terbelenggu oleh an-nafs. Lalu siapakah sebenarnya kita? Mari sekilas menengok ke belakang (flash back) asal muasal kejadian pertama kali manusia diciptakan. Agar lebih mudah penjelasannya, maka disini saya menyebutkan diri manusia yang sejati (sebenarnya) dengan kata ”Aku”.

Aku adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dalam bentuk dan derajat. Dalam menjalani hidup ini manusia mempunyai dua Aku yang mempunyai tugas masing-masing. Aku sang Nafs (diri/nafsu) dan Aku sang Khalifah atau Aku sang Rasa dan Aku sang Sadar. Aku sang Rasa berasal dari setetes air yang terpancar dari sulbi laki-laki, kemudian bertemu dengan indung telur yang berasal dari sulbi wanita. Sejak bertemunya air mani dengan indung telur terbentuk nutfah dan dalam nuftah itu ada yang hidup yaitu Ruh Insani, Ruh Jasmani. Ruh Jasmani ini menghidupi nuftah sampai berbentuk segumpal daging.

Sebagaimana firman Allah SWT:”Hai sekalian manusia, jika kamu dalam keraguan tentang berbangkit, maka sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari sepotong daging, yang sempurna, supaya Kami terangkan kepadamu. Dan Kami tetapkan dalam rahim sekehendak Kami, hingga waktu yang ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu menjadi anak-anak, kemudian dewasa. Diantara kamu ada yang diwafatkan dan sebagian kamu diperpanjangkan umurnya sampai pikun, sehingga ia tidak mengetahui sesuatu, sesudah mengetahunya...” (Al-Hajj 22:5).

Setelah segumpal darah berusia empat bulan lebih maka disempurnakan Allah kejadiannya:”Kemudian Dia sempurnakan (kejadian-nya) dan Dia tiupkan ruh ke dalamnya dan Dia ada kan untukmu pendengaran, penglihatan & hati. Tetapi sedikit diantara kamu yang berterima kasih.” (As-Sajdah 32:9).

Kemudian Allah SWT meniupkan Ruh Ruhani, yang merupakan bagian dari ruh Allah. Dengan disempurnakan wujud manusia maka Allah mengangkat manusia sebagai Khalifah-Nya di atas bumi. “...Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di atas bumi (Adam). Maka jawab mereka (malaikat): Adakah patut Engkau jadikan di atas bumi orang yang akan berbuat bencana dan menumpahkan darah, sedang kami tasbih memuji engkau dan menyucikan Engkau? Allah berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa-apa yang tidak kamu ketahui”.(Al-Baqarah 2:30).

Begitulah rata-rata manusia tidak menyadari siapa sebenarnya dirinya yang sejati yaitu ar-ruh (ruh ruhani). Karena selama ini ruh ruhani (sang khalifah) tenggelam di dalam ruh jasmani (an-nafs) . Oleh karena itu untuk menggapai kefitrahan (kesadaran ruhani) maka Allah SWT memfasilitasi melalui puasa Ramadhan yaitu dengan menghentikan sementara kecenderungan tubuh selama sebulan penuh.

Dengan kecenderungan menahan makan dan minum, menahan syahwat di siang hari, menjaga panca indera dan hati dari sesuatu yang sia-sia dan beberapa aktivitas lainnya. Kondisi ini tanpa disadari manusia akan menemukan aktivitas ruhani yang sebenarnya.

Jalan puasa Ramadhan ini merupakan prosesi spiritual untuk menemukan jati diri yaitu Al-Fitrah Almunazzalah (makhluk suci yang diturunkan ke bumi). Adapun puncaknya setelah manusia menemukan diri yang sejati adalah dengan merayakan kegembiraan ruhani yang telah menemukan asal-usulnya melalui Idhul Fitri.

Wassalamua'laikum Wr. Wb.

Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang

Jumat, 21 Agustus 2009

Ramadhan : Prosesi Menggapai Fitrah (1)


RAMADHAN : PROSESI MENGGAPAI FITRAH (1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan Sidang Pembaca yang dirahmati, dimuliakan dan dicintai Allah SWT.

Marhaban Ya Ramadhan! Inilah bulan penuh rahmat, berkah dan maghfirah.

Tidak terasa waktu cepat berlalu. Sepertinya baru kemarin umat islam menunaikan ibadah puasa ramadhan, namun kini bulan ramadhan 1430 H telah hadir kembali dihadapan kita. Bagi orang yang beriman, inilah bulan yang paling ditunggu-tunggu, bahkan kalau diperbolehkan Allah SWT, mereka berharap dalam satu tahun adalah ramadhan. Mengapa orang beriman berharap demikian? Sebab Ramadhan adalah bulan penuh rahmat, berkah dan aghfirah.

Namun tidak semua umat islam menyambut gembira datangnya bulan suci ini. Bagi orang yang kadar keimanannya masih rendah, mereka sangat berat dalam menyongsong datangnya bulan ramadhan. Salah satu alasannya adalah dianggap mengganggu produktivitas kerja, karena tidak diperbolehkan makan dan minum di siang hari, sehingga dapat dipastikan kinerja mereka akan turun. Benarkah demikian? Tentunya anggapan ini salah besar, karena mereka belum mengetahui hakikat dari bulan ramadhan itu sendiri.

Rosulullah SAW pernah bersabda: “Seandainya umatku mengetahui keutamaan bulan Ramadhan maka mereka akan menginginkan bulan Ramadhan itu selama setahun penuh”. Misteri apakah dibalik sabda Rosulullah SAW ini? Benarkah ada rahasia yang begitu menakjubkan yang selama ini tidak diketahui semua umatnya sehingga sebagian merasa bahwa puasa di bulan Ramadhan begitu berat untuk ditunaikan? Mari kita kupas setahap demi setahap, semoga artikel ini dapat mewakili rahasia Ramadhan, sehingga umat islam dengan suka cita menyambut bulan yang penuh rahmat, berkah dan maghfirah ini. Amin.

Pengukuhan Iman

Allah SWT memerintahkan berpuasa di bulan Ramadhan kepada hamba-hamba-Nya tentunya memiliki maksud tertentu. Ibadah puasa bukan untuk kepentingan Allah SWT, tetapi demi kepentingan hamba-hamba-Nya. Mari kita cermati ayat Al-Qur’an berikut ini yang membicarakan mengenai perintah puasa Ramadhan,

Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah 2 : 183).

Dari ayat diatas terdapat 3 (tiga) poin penting yaitu orang beriman, puasa dan orang bertakwa. Mari coba kita urai satu persatu hubungan ketiganya.

Iman terletak di dalam hati manusia (hati disini bukan dalam arti fisik/kedokteran). Untuk lebih memperjelas arti hati dapat dianalogkan dengan contoh kasus berikut ini. Apabila sepasang muda mudi sedang kasmaran namun cinta itu bertepuk sebelah tangan. Maka kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah “sakit hatiku karena cintaku ditolak”. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa bukan hati secara fisik yang sakit, namun ada rasa yang membuat hatinya terluka.

Iman bersemayam dalam hati manusia. Hati adalah kata bahasa Indonesia, dan terjemahan bahasa arabnya bernama Qolbu. Hati atau Qolbu memiliki sifat senantiasa bolak-balik, tidak tetap, kadang bersih, kuat iman, bercahaya, lemah lembut. Tetapi suatu saat menjadi kotor, lemah iman, gelap gulita atau buta, keras membatu terhadap kebenaran. Hal ini karena pengaruh malaikat dan syaitan.

Makanya seringkali manusia mengalami kondisi ini. Kadang tingkat keimanannya tinggi, namun di lain waktu tiba-tiba tingkat keimanannya turun. Allah SWT mengetahui kondisi ini, maka untuk meningkatkan kadar keimanan hamba-Nya maka Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk menjalani beberapa prosesi ibadah, salah satunya melalui puasa Ramadhan. Hal ini semata-mata untuk mengukuhkan kadar keimanan mereka, karena Allah SWT tidak butuh ibadah hamba-Nya, tetapi hamba itu sendiri yang butuh beribadah agar dekat dengan Tuhannya.

Ibarat mengisi gelas yang kosong, agar gelas itu penuh maka perlu di isi air. Itu pun dilakukan setahap demi setahap (istiqomah) sehingga lama kelamaan gelas itu akan penuh. Iman itu ibarat gelas kosong, prosesi ibadah identik dengan air. Setiap air ibadah akan menambah isi gelas keimanan. Apabila gelas itu telah penuh maka hamba itu memasuki maqam berikutnya yaitu hamba yang bertakwa (muttaqin). Dengan berpuasa, yang merupakan salah satu prosesi ibadah, maka diharapkan hamba yang telah beriman akan naik maqamnya menjadi hamba yang bertakwa.

Jadi orang beriman (mukmin) adalah seorang hamba yang baru memasuki proses menjalani Islam melalui prosesi ibadah-ibadah yang diperintahkan Allah SWT. Coba perhatikan ayat berikut ini.

Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan ke-islam-an mereka. Katakanlah : ”Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan ke-islam-anmu, sebenarnya Allah, Dia-lah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar”. (QS. Al-Hujurat 49 : 17).

Sedangkan orang yang bertakwa adalah seorang hamba Allah SWT yang mengalami ber-Islam, dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :” dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Fath 48 : 26).

Bersambung..

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang

Rabu, 19 Agustus 2009

Mekanisme Latihan Kesadaran Dzikir (2)


MEKANISME LATIHAN KESADARAN DZIKIR (2)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dimuliakan dan dicintai Allah SWT.

Marilah kita lanjutkan artikel Mekanisme Latihan Kesadaran Dzikir..

Ringkasan tatacara Dzikir/Tatkiyyatun Nafs (Kesadaran Hidup).
Zikir ini adalah untuk memfungsikan kecerdasan SQ kita pada posisi yang sebenarnya, dengan jalan men-Zero Mind IQ dan EQ. Dengan tidak berfungsinya IQ dan EQ kita maka SQ akan merasa terlepas dari ikatan. Dan zikir ini juga bisa dikatakan sebagai zikir pelepasan “AKU” kita dari ikatan nafsu. Dengan terlepasnya “AKU” dari ikatan nafsu maka pada waktu berzikir kita akan merasakan badan seperti bergoyang-goyang, dituntun untuk sujud ataupun dituntun untuk berdiri kemudian salat dll. Bahkan pada saat kita menyebut Asma Ya Allah…Ya Allah..Ya Allah timbul rasa haru yg tidak bisa ditahan yang pada akhirnya akan meledak menjadi tangis. Tangis ini bukan berasal dari keinginan nafsu kita, tetapi timbul dari rasa haru jiwa kita yg merasa terlepas dari ikatan nafsu. Bahkan akan timbul rasa rindu ingin berjumpa dengan Allah.

Saat melaksanakan zikir apabila kita melibatkan IQ atau EQ bisa terlihat. Kalau IQ dilibatkan kemungkinan tidak akan menikmati hasil zikir, bahkan selesai zikir akan merasakan sakit kepala; kalau yg dilibatkan EQ saat zikir akan timbul gerakan diluar kendali penzikir, sehingga saat selesai zikir akan terasa penat, capai bahkan badan terasa lemes karena capai.

Tatacara :
Duduklah dengan santai, badan lemaskan timbulkan rasa ingat kepada Allah dengan menyebut AsmaNya dalam hati (zikir Qalbu): Ya Allah…Ya Allah…Ya Allah sambil mengatur menurunkan volume IQ menjadi Nol (artinya jangan berpikir selain kepada Allah). Kita tumbuhkan sifat Sabar menunggu respon dari Allah, segala yang saat ini ada dan yang akan terjadi serahkan kepada sepenuhnya kepada Allah (Tawakal), harus Istikamah (rutinitas) menyebut Asma-Nya selama zikir minimal 1 jam (usahakan), Ikhlas tidak berharap apapun selain berjumpa dengan Allah. Itulah saka guru utama zikir, yang harus dikerjakan kalau menginginkan manfaat yang lebih besar. Perilaku tersebut diajarkan dalam rukun haji yaitu Tawaf ketika mengitari empat sudut Ka’bah. Ikhlas adalah maqom tertinggi bagi seorang Sufi untuk meraih gelar Mukhlasin dari Allah.

1.Kecerdasan Pikir (IQ) di nolkan (Pikiran kosongkan), apabila ada terlintas pikiran buang keangkasa raya jangan dibawa masuk ke dalam hati. Akibatnya akan menimbulkan gerakan yg tidak akan terkendali, pada akhirnya akan menghabiskan tenaga anda.

2.Kecerdasan Emosional di nolkan (badan lemaskan/jaga kesadaran alam bawah sadar kita dengan menyebut Asma Allah). Sehingga apabila timbul respon dari Allah kita dapat merasakan, apakah respon itu berbentuk getaran ataupun berbentuk gerakan.

3.Timbulkan kecerdasan Spiritual kita, dengan mengingat Allah dalam hati dengan menyebut AsmaNya.

Sambil menunggu respon dari Allah terus baca Ya Allah…Ya Allah…Ya Allah. Kemudian lanjutkan membaca yaitu :

Bacaan Dzikir I
Basmallah
Asyhadu anla ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Allahumma sholli ‘ala syayidina Muhammad wa ala ali Sayyidina Muhammad
Lailaha ilallah 3x. Diteruskan dengan.

Bacaan Dzikir II
Subhanallah 3x
Allahu Akbar 3x
Alhamdulillah 3x
Laqaula wala quwwata illa bilahilaliyyil adhim 3x
Diteruskan dengan.

Bacaan Dzikir III
Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun 3x

Selebihnya baca Yaa Allah…Yaa Allah… Yaa Allah sampai waktu yg dikehendaki, kalau dalam taraf belajar, minimal luangkan waktu minimal ½ jam setiap berlatih.

Petunjuk
Selama Dzikir jangan berpikir sesuatu selain Allah, tanamkan dalam hati bahwa tujuan hidup kita adalah berjumpa dengan Allah, bukan dengan Makhluk Allah. Apabila selama dzikir berpikir, nanti selesai Dzikir pasti akan sakit kepala. Contoh berpikir : Saya kok tidak merasakan apa-apa ya? Atau ketika zikir berjamaah biasanya timbul pikiran tsb; saya kok tidak bisa seperti kawan yg lain? dsb. Apakah ada rasa maupun tidak ada rasa jangan dipikir, tetapi segalanya kerjakan dengan Ikhlas untuk ingat kepada Allah, kemudian menuju Allah, dan selanjutnya bersama Allah. Ikhlas berpengaruh sekali dalam pelaksanaan dzikir ini. Dalam pelaksanaan zikir ini seandainya kita hanya berbekal keinginan ikhlas untuk berjumpa dengan Allah dan selanjutnya sebut Ya Allah…Ya Allah…Ya Allah sampai selesai zikir, insya Allah sudah cukup memenuhi syarat. Karena perilaku tersebut pernah saya cobakan kepada seorang anak kelas 1 SD. Dia saya tanya, kamu pengin pintar sekolahmu? Ya Pak jawabnya. Terus dia saya suruh tiduran sambil menyebut Ya Allah….Ya Allah…Ya Allah sampai zikir berakhir (+/- ½ jam). Setelah selesai dia saya tanya, Gimana rasanya? Aku seperti tenang & damai. Dan setelah ikut dzikir kata orang tuanya (juga jamaah Shalat Center) di dalam mengikuti pelajarannya ada perubahan lumayan.

Nilai positif dzikir ada 3 yaitu:
1.Menyehatkan jasmani dan rohani kita.
1.1.Kalau kita istaqamah zdikir insya Allah badan akan menjadi sehat. Sehatnya badan dapat dirasakan apabila sehabis zikur badan akan terasa ringan, sejuk di dalam dada, pikiran menjadi terang, dan secara otomatis semakin rutin zikir maka bioenergi dalam tubuh dapat terhimpun dan tersimpan pada tempatnya yaitu telapak tangan atau antara pusar dan kemaluan kita yang effeknya dapat membantu menopang kebugaran tubuh kita dalam melaksanakan kegiatan kita sehari-hari. Contoh kejadian : “Seorang jamaah yang saat ini istiqamah zikir, dulunya ia termasuk orang yang punya masalah di kantor dengan Bossnya yg mempunyai pandangan negatif dengannya. Kebetulan pula dia punya penyakit darah tinggi dan asam urat yang sering mengganggu kesehariannya. Setelah ngobrol dengan saya, saya tawari zikir ini. Saya bilang kalau kamu ingin sehat badanmu dan masalah dengan Boss selesai, kerjakan dzikir dengan istiqamah, kemudian kerjakan salat minimal sehari 80 s/d 120 rakaat. Alhamdulillah setelah 3 bulan berlalu dengan istiqamah, sekarang ia menjadi kepercayaan Bossnya dan pusing-pusingnya hilang. Saat ini istri dan anaknya juga diajak ikut zikir dan alhamdulillah bisa memetik manfaatnya.” Dan masih banyak kegunaan dzikir untuk mengatasi liku-liku masalah hidup ini.

1.2.Sehatnya rohani, menjadikan salat kita akan terasa berisi/dapat khusyuk, mau marah agak sulit, yang ada hanya sabar, tenang, tidak sedih, sehingga dalam kehidupan berumah tangga ada nilai positifnya. Yang tadinya pemarah menjadi penyabar dll.

2.Meningkatkan kecerdasan Spiritual kita.
2.1.Setiap selesai dzikir di dalam hati akan terasa zikir Allah…Allah… Allah sendiri tanpa diperintah. Kita hanya tinggal mengontrol saja/mendengarkan bunyi zikir tersebut agar dapat lestari zikir kalbunya.

2.2.Selama dzikir akan mengalami wisata ruhani. Mata hati/Jiwa kita bisa melihat keadaan kondisi jiwa kita. Apakah jiwa sudah mendapat Nur Hidayah Allah ataukah masih seperti hutan belantara, semua akan dapat terlihat. Dan pada saat dzikir memungkinkan kita bertemu dengan makhluk Allah lainnya. Disinilah kita harus hati-hati, tetapkan tujuan kita adalah berjumpa dengan Allah bukan dengan mereka. Contoh kejadian : “Ada seorang jamaah dzikir melihat uji nyali (acara ini saat itu ditayang oleh salah satu TV swasta) di Stikubank Semarang. Dia bilang pada paranormalnya, bahwa dia ingin dapat menyaksikan apa yg ada dilokasi tersebut. Dia dibimbing oleh paranormal pada titik tertentu, tetapi yang terjadi bukannya dia dapat melihat apa yg ada dilokasi itu, tetapi justru paranormalnya kesurupan. Dan yg menjadikan dia bingung, oleh crue paranormal tsb dia disuruh untuk menyembuhkan paranormal yang kesurupan tersebut, padahal dia sendiri tidak tahu bagaimana cara menyembuhkan. Karena dipaksa katanya kamu bisa, akhirnya dia mencoba mengikuti kata hatinya caranya menyembuhkan tsb. Alhamdulillah dia berhasil menyembuhkan.”

2.3.Insya Allah tenung (sihir), dan gangguan makhluk halus dapat dihindari tanpa berbuat sesuatu. Contoh kejadian : “Ada seorang Ibu yg sering menjadi langganan penyakit misterius. Katanya orang pinter dia itu di santet orang. Setiap sakit diobatkan orang pinter, sembuh. Beberapa saat datang lagi sakitnya itu. Demikian berulang terus. Kebetulan anak ibu tsb jamaah Zikir. Si Ibunya disuruh untuk melaksanakan zikir dengan rutin. Alhamdulillah kata kawan saya tadi sampai dengan ibunya sehat-sehat saja, tidak ada masalah.”

3.Dapat merubah Pola Pikir dan Perilaku.
Akan mudah berserah diri kepada Allah, dapat sabar, tawakal, ikhlas dan istiqamah dalam di dalam hidup kesehariannya. Yang tadinya salatnya males menjadi rajin salat dan bisa khusuk dll. Sehingga dapat mewujudkan hidup adalah ibadah dalam arti kata sebenarnya.

Selamat berlatih dengan istiqamah, dan zikir ini bisa dilakukan dengan posisi duduk, berdiri, berjalan, dan berbaring. Menurut saya paling enak dan santai adalah duduk terus terbaring. Apabila kita dapat mempersembahkan kepada Allah ikhlas, dan hanya kepada Allah kita menyembah serta mohon petunjuk, insya Allah ridho Allah akan dapat dirasakan sebagaimana yang saya sebutkan di atas sebagai gantinya.

Cara zikir ini yang paling mudah dan banyak sekali manfaatnya. Dengan meningkatnya kecerdasan Spiritual kita, maka dapat meningkatkan pula kesadaran hidup yaitu: Hidup itu akan mati, setelah mati mau kemana, dan apa yang akan kita bawa mati. Sehingga pada saat sakaratul maut menjemput, kita sudah faham tandanya kemudian dapat mempersiapkan diri untuk menuju tujuan akhir dan tempat kita kembali yaitu Allah. Empat sifat yang dijadikan sebagai modal utama untuk meningkatkan kesadaran hidup yaitu: Sabar, Tawakal, Ikhlas dan Istiqamah sehingga zikir dapat mewujudkan falsafah hidup adalah ibadah dalam arti yang sebenarnya. Dunia adalah ladang akhirat dan di akhirat kita akan menikmati jerih payah dari sabar, tawakal, istikamah dan ikhlas. Akhirul kata, Bilahi Taufik wal Hidayah.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Nara Sumber : Abu Sangkan
Ringkasan : H. Soetadji
Penyunting dan Lay Out : Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang

Selasa, 18 Agustus 2009

Mekanisme Latihan Kesadaran Dzikir


MEKANISME LATIHAN KESADARAN DZIKIR (1)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dicintai dan dimuliakan Allah SWT.

Untuk mempermudah pengertian intisari buku yang ditulis Ustadz Abu Sangkan dengan judul "Berguru Kepada Allah", maka bersama ini saya tuliskan tata cara mekanisme latihan kesadaran berdzikir yang kami praktekkan di Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang. Semoga dengan ringkasan ini akan mempermudah pemahaman dan penerapannya bagi anda sekalian. Amin.

Ihsan merupakan inti pokok dari sendi agama Islam, merupakan pusat yang dilihat oleh Allah dari jiwa dan menentukan diterima tidaknya sebuah peribadatan manusia, karena ihsan adalah salah satu rukun dari agama, yaitu Islam, Iman dan Ihsan.

Manusia merupakan makhluk yang sempurna, sehingga diangkat sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini, biarpun sebagian besar orang tidak mengerti banyak tentang sifat sebenarnya dari diri sendiri.

Setelah manusia semakin tinggi tingkat kesadarannya, mulailah ia mempunyai konsep tentang Aku-nya yang lebih tinggi. Ia mulai menggunakan pikirannya dan akalnya, maka ia pindah dari tingkat batin naluri ke tingkat batin mental, ia mulai menggunakan kecerdasannya, ia mulai merasakan bahwa batinnya adalah lebih nyata bagi dirinya daripada badannya, bahkan kadang ia melupakan badannya bila sedang terbenam dalam pemikiran secara serius.

Setelah kesadaran meningkat, yaitu kesadarannya berpindah dari tingkat mental ke tingkat kerohanian, ia menyadari bahwa “Aku” yang sebenarnya adalah sesuatu yang lebih tinggi dari pada pikiran, perasaan dan badan fisiknya, bahwa semua ini dapat digunakan sebagai alat atau instrumennya. Pengetahuan ini bukan merupakan pengertian saja, tetapi merupakan kesadaran yang khas, artinya orang benar-benar merasakan sebagai Aku yang sebenarnya (sebagai bashirah).

Dalam kajian ini, akan ditunjukkan kepada anda cara mengembangkan atau membangkitkan kesadaran Aku yang fitrah. Ini merupakan amalan pertama yang harus disadari, sebab kita tidak akan bisa melakukan pendekatan kepada Allah kalau tidak menyadari hakekat diri yang hakiki. Seperti tujuan melakukan amalan puasa di bulan Ramadhan adalah mencapai fitrah (idul fitri, kembali kepada fitrah yang mempunyai sifat suci seperti bayi, yaitu diri yang sejati atau “Aku”)

Kesadaran ‘Aku” ini merupakan langkah pertama dari jalan menuju keadaan yang disebut sebagai ‘pencerahan’, yang merupakan realisasi hubungan dengan Yang Maha Agung. Latihan tersebut harus dipraktekkan, bukan sekarang saja tetapi diberbagai tahapan perjalanan sampai anda memperoleh pencerahan jiwa.

Ini adalah zikir dengan cara menyelami kesadaran diri yang sebenarnya, dan mengenali hakikat roh yang biasa menyebut dirinya “AKU”. Ibarat kita akan melakukan salat, kita tidak butuh dalil, akan tetapi kita tinggal memasuki keadaan salat yang sebenarnya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh At-Tabrani yang artinya: “Barang siapa tiada banyak menyebut Allah, maka sesungguhnya terlepas dia dari imannya. Dan firman Allah dalam surat Al-Ahzab, 33 ayat 41 yang artinya: “……. Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

Metode zikir ini bisa dikatakan sebagai kita bertasawuf tanpa bertarikat. Bertasawuf berarti kita beribadah kepada Allah dengan melibatkan jiwa (Iman/Tasawuf) dan raga (Islam/Fiqih), dan tujuan bertasawuf adalah Allah semata, bukan surga/pahala dan menghindari neraka. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik yang artinya: “Barang siapa ber-Fiqih tidak ber-Tasawuf maka ia tergolong Fasik dan barang siapa ber-Tasawuf tanpa ber-Fiqih ia tergolong Zindiq. Apabila dikerjakan keduanya itulah jalan yang benar.”

Untuk itu saya mengajak kepada Ikhwan, marilah kita menuju kepada Allah tanpa perantara yaitu dengan jalan banyak menyebut asma-Nya sebanyak-banyaknya diwaktu kita tidur, duduk dan berdiri. Zikir (ingat) adalah ibadah kepada Allah yang tak berbatas waktu dan ruang. Selamat Berzikir, semoga berhasil mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Dzat Allah.

Memasuki kesadaran zikir Ihsan
Terlebih dulu sucikan diri/jiwa kita dengan berwudlu, kemudian bila mungkin, carilah tempat atau ruangan yang terbebas dari gangguan, agar batin anda merasa aman dan tenang. Duduklah yang enak dan rileks agar anda dapat mengendorkan otot-otot dan membebaskan ketegangan syaraf. Lepaskan ketegangan dan biarkan otot-otot menjadi lemas, sampai terasa tenang dan damai meresapi seluruh tubuh. Istirahatkan badan dan pasrahkan seluruh jiwa raga hanya kepada Allah. Bisa juga dilakukan dalam posisi berdiri dan berjalan.

Ingat bahwa keadaan zikir harus berada di bawah penguasaan kemauan yang keras. Dalam melakukan praktek zikir harus diterapkan pada waktu yang tepat dan atas kemauan sendiri. Sadari bahwa Aku adalah hakiki nya manusia yang tidak pernah tidur - tidak pernah mati – abadi,…selalu sadar tidak pernah mengalami sedih dan takut. Aku sang roh suci (fitrah) yang mampu menembus alam mimpi, alam malakut dan alam uluhiyah.

Sekarang anda memasuki tahapan yang menyebabkan Aku merasa sebagai makhluk mental. Kalau anda memejamkan mata, anda akan merasakan dan bisa membedakan mana Aku yang sebenarnya; disitu ada Aku yang memperhatikan sensasi badan, seperti misal: lapar, haus, sakit, sensasi yang menyenangkan, kesedihan. Anda akan merasakan, ternyata bukan Aku sebenarnya yang lapar, sakit dan sedih, akan tetapi itu adalah sensasi peralatan atau instrumen yang dimiliki oleh sang Aku. Anda sebenarnya di luar atau di atas semua alat-alat tadi. Maka dari itu anda harus melepaskan diri dari yang bukan hakiki, agar tidak diombang-ambingkan oleh peralatan anda sendiri. Sadari Aku adalah yang menguasai perasaan dan pikiran, jadilah tuan atas diri anda. Keluarlah anda seperti anda melepaskan baju, lalu tinggalkan dan anda jangan memikirkan semuanya itu, karena peralatan anda mempunyai batin naluri yang akan bergerak menurut fungsinya. Perhatikan saat akan tidur. Aku anda meninggalkan tubuh anda tanpa harus memikirkan bagaimana nantinya badanku, kenyataan instrumen tubuh bekerja menurut yang dikehendaki oleh nalurinya sendiri.

Sadarkan sang Aku (diri/nafs). Hubungkan dengan Dzat Yang Maha Mutlak; hadirlah dihadapan-Nya sebagaimana kesaksian Aku di alam ‘Azali. Panggilah… penuh santun Ya Allah…Ya Allah… tundukkan jiwa anda dengan hormat; dan datanglah ke hadirat-Nya dengan terus memangil ya Allah…ya Allah; timbulkan rasa cinta yang dalam; hadirlah terus dalam zikir; biarkan sensasi pikiran dan perasaan melayang. Sadarkan dan kembalikan bahwa Aku bukan itu semua… Aku adalah yang menyaksikan semuanya; bersaksilah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat; sampaikan doa salawat untuk Rasulullah dan keluarganya. Teruskan Aku melayang menembus semua alam alam-alam yang menghalangi, biarkan Aku berjalan menuju Yang Maha tak Terhingga; jangan perdulikan kebisingan diluar diri kita; teruskan jangan berhenti sampai ada sambutan (apapun yang terjadi nikmati dan ikuti saja); hingga zikir anda akan berubah dengan sendirinya bukan dari rekayasa pikiran; menjadi laa ilaaha illallah atau subhanallah. Kalau sudah mencapai keadaan seperti ini, zikir anda akan terbawa saat anda bekerja, menyetir mobil dan mengangkat takbir, saat salat saat wudhu dan dalam kehidupan sehari-hari.

Suasana zikir terus membekas dan menyebabkan hati menjadi tenang luar biasa. Zikir bukan lagi sebuah lafadz akan tetapi merupakan suasana ingat dan ihsan. Apabila keadaan zikir anda sudah terasa menyelimuti hati, pikiran, dan badan anda, frekuensi getaran makin lama makin terasa, dan semakin kuat rasa sambung kepada Allah. Hati anda semakin sensitif, mudah menangis, dan kadang tidak bisa ditahan saat anda membaca Al-Quran dan salat, dzikir walaupun anda tidak mengerti artinya.

Ketika anda menghadirkan atau menghubungkan diri anda dengan Allah, tiba-tiba muncul rasa haru, merinding. Badan terasa agak berat dan berguncang seperti ada muatan getaran yang menyelimuti badan. Semakin kuat hubungan anda dengan Allah, maka semakin kuat getaran yang ditimbulkannya. Biarkan getaran itu mengalir, dengan getaran itulah anda tidak lagi terganggu oleh pikiran dan khayalan yang melayang-layang.

Adanya getaran merupakan tanda kesambungan anda dengan Allah. Biasanya anda tidak akan kuat menahan tangis yang tiba-tiba muncul. Kadang anda ditutun salat, duntuntun berzikir, dituntun sujud dan berserah. Biarkan jangan ditolak atau dilawan, pasrahkan saja dengan ikhlas. Anda tidak akan mengalami rasa penat, capek dan jenuh walaupun itu terjadi berjam-jam lamanya. Sekalipun hal itu anda lakukan pada waktu malam hingga pagi, tubuh rasanya tetap segar tidak lemas, bahkan terasa lebih rileks dan nyaman. Semakin anda tekun berkomunikasi dengan Allah semakin halus getarannya (khatr ilham) yang muncul. Anda mungkin menjadi heran tatkala anda agak sulit marah, hati anda lebih terkendali tanpa ada penahanan atau pemaksaan. Hati menjadi lunak dan menimbulkan perangai sangat lembut. Hati terus menerus berzikir, bukan dari keinginan nafsu, tetapi dari rasa Aku yang dalam tiada bisa dibendung. Rasanya seperti ditarik oleh rasa kesambungan yang sangat kuat. Pada kondisi seperti itu pikiran menjadi lemah, tidak lagi liar seperti semula. Emosi teredam dan istirahat, yang ada tinggal rasa getaran iman (kasyaf imani) yang dalam dan muncul tanpa bisa dicegah. Kecerdasan yang muncul bukan dari pikiran, akan tetapi keluar dari kecerdasan spiritual yang luas.

Tutuplah kesadaran zikir ini dengan bersujud, menyerahkan diri kepada Allah dan berdoa sesuai ungkapan syukur kita.

Untuk memudahkan pendalaman kesadaran zikir di atas, sebaiknya mari kita perhatikan mekanisme latihan berikut ini.

(Bersambung)

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Nara Sumber : Ust. Abu Sangkan
Ringkasan : H. Soetadji
Layout dan Penyunting : Fahri

Jumat, 14 Agustus 2009

Belajarlah Dari Kematian Kita


BELAJARLAH DARI “KEMATIAN” KITA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Pernahkah anda memperhatikan bahwa lampu yang menyinari ruangan anda sebenarnya berada dalam kondisi hidup dan mati. Tentunya anda tidak mengira, hal ini dikarenakan kecepatannya (antara hidup dan mati) lampu terlampau cepat sehingga seolah-olah kelihatan hidup atau bersinar terus menerus. Padahal tidaklah demikian. Lampu yang bersinar sebenarnya berada dalam kondisi antara hidup dan mati. Kalau selama ini kita salah menyikapi karena semata-mata keterbatasan indera penglihatan kita untuk melihat, sehingga seolah-olah lampu itu hidup terus menerus.

Hal ini juga sering terjadi, selama ini kita menyangka bahwa langit berwarna biru, namun hakikatnya tidak demikian. Coba anda bayangkan ketika anda memakai pesawat luar angkasa berusaha menembus langit, maka pasti anda tidak akan menemukan warna biru, bahkan langit sendiri itu tidak ada. Sekali lagi ini semua karena keterbatasan indera penglihatan kita. Demikian pula ketika anda dari jauh melihat gunung berwarna biru, namun ketika anda dekati ternyata gunung itu tidak berwarna biru.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati Allah SWT, pernahkah juga anda perhatikan bahwa di dalam kehidupan kita selalu didampingi (akrab) dengan kematian? Tentu anda tidak mengira demikian atau selama ini anda tidak terlalu memperhatikan fenomena ini. Supaya anda percaya, kita ambil contoh sederhana yaitu ketika seorang pasien yang sedang dirawat di UGD dan biasanya untuk memantau kondisinya, pihak Rumah Sakit akan memberikan alat pemantau nafas sang pasien. Pada alat tersebut terlihat seperti gelombang atau grafik sebagai tanda sang pasien masih bernafas atau hidup. Ketika pasien tersebut menarik nafas atau menghembuskan nafas maka akan terlihat grafik tersebut naik turun. Coba perhatikan ketika tarikan nafas atau hembusan nafas berada pada ujung nafas, maka akan terlihat titik atau puncak batas nafas tersebut (ketika menarik nafas) dan titik atau lembah batas nafas sang pasien (ketika menghembuskan nafas). Titik atau ujung nafas inilah dimana saat-saat jantung si pasien berhenti berdegup yang artinya itulah titik kematian.

Manusia saat terlahir ke dunia (kehidupan) sebenarnya juga sudah dibarengi kapan kematiannya. Ini berarti hidup dan mati selalu berdampingan. Begitulah Allah SWT menciptakan apa-apa yang berada di bumi ini berpasang-pasangan. Hidup dan mati, siang dan malam, baik dan buruk, panas dan dingin, fujur dan taqwa, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, kuat dan lemah, dll. Tidak ada yang berada ditengah-tengah, karena pastilah diantara keduanya ada yang lebih dominan. Mari kita perhatikan ayat berikut ini,

“Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasang-pasangan semuannya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (QS. Ya Sin 36 : 36).

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah,..." (QS. Adz-Dzariyat 51 : 49).

Manusia juga sering tidak menyadari bahwa dalam tidurnya sebenarnya kita dalam kondisi “mati” karena Ar-Ruh (Ruh Ruhani) kembali berpulang kepada Allah SWT, sedangkan ruh jasmani masih menemani saat sedang tidur. Marilah kita perhatikan ayat berikut ini,

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. (QS. Az-Zumar 39 : 42).

Lalu pelajaran apa yang dapat kita ambil dari “kematian” (tidur) dalam kehidupan kita sehari-hari di dunia ini?

Pertama, dari surat Az-Zumar 39 : 42 dapat kita peroleh informasi bahwa selama tidur, Ar-Ruh (Jiwa) kita pulang ke Allah SWT. Ini sekaligus memberi pelajaran kepada kita bahwa Ar-Ruh inilah diri kita (manusia) yang sebenarnya. Segala aktivitas kita selama ini digerakkan oleh Ar-Ruh yang merupakan amar dari Allah SWT. Kita ambil contoh sederhana saja, selama ini kita mengira bahwa ketika kita melihat yang melihat adalah mata kita, benarkah? Ternyata keliru. Coba perhatikan ketika ada manusia tidur, kemudian anda iseng membuka kelompak matanya. Dapatkah dia (mata miliknya) melihat meskipun matanya terbuka? Tidakkan? Jadi sebenarnya siapa yang melihat selama ini? Yaitu Ar-Ruh.

Karena pada saat tidur Ar-Ruh meninggalkan jasadnya maka manusia tidak dapat melihat! Jadi mata kita sebenarnya hanyalah sebagai alat atau perangkat, sedangkan yang dapat melihat adalah Ar-Ruh. Demikian pula telinga kita, mulut kita, otak kita, dsb.

Lalu bagaimana dengan kondisi orang mati yang sesungguhnya? Yaitu ketika Ar-Ruh (jasmani dan ruhani) bersama-sama meninggalkan jasad kita. Itulah mati yang sebenarnya.

Kedua, Tidur adalah Ma’rifat. Karena Ar-Ruh kita kembali menghadap kepada Allah SWT. Ketika shalat kita khusyu’ sebenarnya kita juga dalam posisi pulang (mi’raj) menghadap kepada Allah SWT, namun kondisi ini dibarengi dengan kesadaran. Nabi SAW pernah bersabda, “Asshalatu mi’rajul mukminin” (Shalat itu mi’rajnya orang mukmin). Namun kalau Ar-Ruh kita pulang kepada Allah SWT tanpa didasari dengan kesadaran kita maka manusia dalam posisi tidur atau pingsan.

Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi anda semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Sikap Manusia Terhadap Islam-5


SIKAP MANUSIA KEPADA ISLAM (5)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Adapun ciri-ciri orang fasik selanjutnya adalah:

Kedua, Mereka Menukar dan Menjual Ayat-Ayat Allah dengan harga yang sedikit.

“ Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu) : Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya, lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima”. (QS. Ali Imran 3 : 187).

Membaca ayat diatas saya rasa anda semua sudah paham maksud dari ayat tersebut. Sedikit saja saya mencoba menguraikannya, bahwa banyak dari manusia yang diberikan karunia Allah SWT berupa ilmu agama, namun karena kelebihan itu pada akhirnya nafsu berupa sifat sombong dan takabur menguasainya. Demi kepentingan pribadi, manusia tersebut menyembunyikan ayat-ayat Allah SWT dan hanya menerangkan ayat-ayat yang membuat dirinya “nyaman”. Padahal Allah SWT mengingatkan agar ayat-ayat Al-Qur’an yang dipahamkan seluruhnya harus disampaikan, tidak sepotong-potong demi kepentingan pribadi/kelompok. Yang menyedihkan lagi bila dalam menyampaikan ayat-ayat Allah SWT kepada manusia lain, manusia golongan ini (maaf) memasang tariff. Na’udzubillahi min dzalik!

Ketiga, Perbuatan Mereka Suka DiPuji

“Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa dan bagi mereka siksa yang pedih”. (QS. Ali Imran 3 : 188).

Orang fasik demi mengejar popularitas (dipuji) seringkali menceritakan mengenai amal shalih yang belum tentu pernah dikerjakannya atau menceritakan perjalanan batiniyah (spiritual) yang dia sendiri tidak pernah mengalaminya supaya dianggap orang yang alim, hebat, dll. Padahal apa yang dikemukakan berdasarkan cerita/perilaku/pengalaman orang lain. Ini berarti ia tidak hanya membohongi diri sendiri tetapi juga orang lain. Maka siksa pedihlah yang dia dapat.

Keempat, Mereka Berpaling dan Menyembunyikan Kebenaran

…Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”. (QS. AS-Saff 61 : 5)

Ketika manusia diberikan rahmat (petunjuk) dari Allah SWT maka manusia harus menjalankan petunjuk itu, meskipun kadang pedih untuk dilaksanakan. Sekali manusia mengingkari atau berpaling dari petunjuk yang Allah SWT berikan maka Allah SWT akan memalingkan atau menghijab atau memutus rahmat-Nya. Maka rugilah orang-orang golongan ini, baik di dunia maupun akhirat.

Kelima, Mereka Melanggar Perjanjian Allah Setelah Perjanjian itu Dipegang Teguh.

“ Sesunggunya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan : Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?. Dengan perumpaaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintah Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi, Mereka itulah orang-orang yang merugi”. (QS. Al-Baqarah 2 : 26-27).

Jelas sekali ayat tersebut, banyak dari manusia mengingkari perjanjian/sumpahnya kepada Allah SWT. Contoh yang sederhana saja, ketika manusia shalat dia telah berjanji kepada Allah untuk menghadapkan dirinya kepada Allah SWT. Tetapi kenyataannya ketika shalat justru yang disembah bukan Allah tetapi hutangnya yang belum terbayar, pekerjaan yang belum selesai, dll. Makanya tidak mengherankan hasil dari shalatnya tidak membekas dalam perilakunya. Justru seringkali banyak dari manusia yang shalat namun tetap menjalankan perbuatan keji dan mungkar (membuat kerusakan di bumi). Masih banyak contoh lain, saya rasa anda dapat mencarinya, tidak usah jauh-jauh, tengoklah diri anda sendiri. Sudahkan anda menjaga komitmen anda dengan Allah?

Keenam, Mereka Lebih Mencintai Harta, Istri dan Anak Daripada Allah.

“Katakanlah : Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (QS. At-Taubah 9 : 24).

Ketika manusia berikar bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya, sebenarnya arah hidup manusia sudah tepat dan bertauhid. Namun seringkali manusia lalai dalam memegang kalimat tauhid tersebut. Mereka hanyut dalam hiruk pikuknya kehidupan dunia, sehingga mereka lebih mencintai (men-tuhan-kan?) berhala-hala dunia seperti keluarganya, pekerjaannya, kekayaannya, dll. Allah SWT itu tidak mau diduakan, apalagi diperbandingkan dengan sesuatu yang tidak dapat memberikan manfaat sedikitpun atau dengan makhluk-Nya. Maka manusia jenis ini hanya tinggal menunggu siksa/balasan dari Allah SWT.

Demikian artikel mengenai ciri-ciri orang fasik. Untuk sub-topik “Sikap Manusia Kepada Islam” berikutnya Insya Allah saya akan membahas perihal ciri-ciri orang Murtad.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Kamis, 13 Agustus 2009

Lampu Neon dan Ma'rifatullah (2)


LAMPU NEON DAN MA’RIFATULLAH (2)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT. Mari kita lanjutkan pembahasan artikel “Lampu Neon dan Ma’rifatullah”, semoga anda semua dipahamkan Allah SWT melalui uraian saya. Amin.

Dalam pengajian rutin Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang (SC-HSS) malam minggu tanggal 8/9-Agustus-2009 kemarin, kembali saya diberikan pengajaran oleh Allah SWT melalui benda disekeliling saya, yaitu sebuah lampu neon (Ayat Kauniyah). Pelajaran apa yang dapat kita petik dari sebuah lampu neon? Dan apa hubungannya dengan ma’rifatullah?

Seperti kita ketahui bersama, bahwa sebuah lampu neon akan menyala/menyinari ruangan apabila benda tersebut memenuhi syarat, yaitu sebuah tabung (bentuk lampu), ada unsur neon, ruang hampa udara (udara dimampatkan), starter dan tentu saja listrik. Bila syarat ini terpenuhi maka lampu neon itu dapat menyala dan menyinari ruangan.

Demikian pula manusia, perilakunya hampir sama (identik) dengan lampu neon. Isi kepala/otak/pikiran identik dengan tabung, unsur neon adalah hati/qolbu, hampa udara (udara yang dimampatkan) adalah zero main/tidak berpikir/keseimbangan otak kiri dan kanan, stater adalah sarana penyambung dari otak ke hati dan listrik adalah daya Allah SWT yang diturunkan, sinar adalah perilaku/akhlak orang-orang beriman.

Lalu bagaimana cara bekerjanya?

“Cara kerja” Allah SWT kadang menjadi misteri bagi manusia. Namun kadang manusia sering mengklaim Allah SWT selama proses kerja itu berlangsung, misal manusia mengeluh, mengklaim Allah SWT tidak adil, berburuk sangka, dll. Padahal akan nyaman kalau manusia tidak melibatkan persepsi, dan tinggal nurut dengan kehendak Allah SWT.

“...boleh jadi kamu benci sesuatu, sedang ia lebih baik bagimu; boleh jadi kamu kasihi sesuatu, sedang ia mudharat bagimu. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2 : 216).

Padahal Allah SWT pada saat itu sedang menggodok manusia tersebut dalam Kawah Candradimuka, sehingga nantinya menjadi manusia baru, penuh kesadaran, dan menjadi orang yang beriman.

Lalu apa yang kemudian dilakukan Allah SWT? Ujian. Dengan ujian inilah maka manusia akan menyadari bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya. Ujian ini tidak dilakukan sekali dua kali tapi kontinyu, dan pada akhirnya kita menjadi orang yang muttaqin dan puncaknya sebagai manusia yang mukhlasin.

”Adakah manusia mengira, bahwa mereka akan dibiarkan (saja) berkata : Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji (dicoba) lagi?” (QS. Al-Ankabut 29 : 2).

“Dan sesungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan….(QS. Al-Baqarah 2 : 155).

Dengan ujian maka otak manusia lama kelamaan akan sampai pada titik nol (hampa, dimampatkan), yang timbul adalah kesadaran bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya sedikitpun untuk menyelesaikan suatu masalah, Laa haula wa laa quwata illa bilah…..Maka kesadaranlah yang timbul dengan cara bertawakal (menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT).

“Dan tawakallah kepada Allah! Cukuplah Allah menjadi wakilmu (tempat menyerahkan segala urusanmu)…QS. Al-Ahzab 33 : 3

Ketika otak dalam posisi nol (hampa/dimampatkan) maka perlahan secara otomatis ketenangan itu akan turun ke dada/hati (bukan hati secara fisik). Kemudian Allah SWT akan menurunkan daya berupa kekuatan, ilham, solusi untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi manusia tersebut melalui hati/qolbu. Inilah yang namanya akal (anzala sakinah), maka ketenangan akan turun dalam hati. Hati yang tenang inilah yang mampu menangkap sinyal dari Allah SWT (Bahasa Hidayah). Maka cahaya memancar dalam hati sehingga manusia tinggal ikut kehendak Allah SWT apa yang mesti dilakukan untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi. Inilah salah satu kategori ma’rifatullah.

“…Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki….”(QS. An-Nur 24 : 35).

Janganlah sekali-kali anda membiarkan otak kiri anda berkuasa atas otak kanan anda, ini berarti anda berfikir (tidak zero mind). Kalau diumpamakan lampu neon tadi berarti udara hampa tidak dimampatkan. Ini berarti tabung neon bocor/berlubang, sehingga tidak mampu menyala/menyinari.

Demikian sedikit sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Amin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Rabu, 12 Agustus 2009

Lampu Neon dan Ma'rifatullah (1)


LAMPU NEON DAN MA’RIFATULLAH (1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Sungguh Allah SWT Sang Pemilik Segala Ilmu, Dia-lah Sang ‘Alim. Yang mengajarkan ilmunya kepada seluruh makhluknya, tak terkecuali manusia. Cuma kadang manusia tidak mau menggunakan akalnya untuk mengamati, memperhatikan dan mengambil pelajaran. Suatu bentuk kesombongan yang sering tidak disadari. Seolah-olah manusia sudah pandai, seakan-akan manusialah yang memiliki ilmu itu, dan merasa manusia itu makhluk yang paling hebat dibanding makhluk lain ciptaan Allah SWT. Padahal manusia itu tidak mempunyai daya dan upaya sedikitpun. Kebanyakan manusia itu lemah, bodoh dan hina. Dan Allah-lah yang mengajarkan kepada manusia, sebagaimana Nabi Adam AS yang diajari Allah SWT nama benda-benda di Surga. Namun atas nama jaga image (jaim) manusia sering menutupi kelemahannya itu dengan kesombongan. Na’udzubilahi min dzalik!

Pada hakekatnya Allah SWT memberikan pengajaran kepada manusia melalui dua jalur yaitu berupa ayat-ayat kauniyah (alam semesta dan seluruh isinya) dan ayat-ayat qauliyah (Al-Qur’an). Mengenai perintah Allah SWT kepada manusia untuk belajar dari ayat kauniyah dapat dilihat pada Surat Al-Baqarah 2 : 164,

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”.

Pernahkah kita selaku umat muslim mau belajar mengamati, memperhatikan dan mengambil pelajaran atas ilmu Allah SWT tersebut yang tersebar diantara langit dan bumi itu. Sebelumnya saya mohon maaf, kalau kita mau jujur sebenarnya umat muslim kurang intens membaca ayat-ayat kauniyah tersebut. Coba saya tanya barang dua tiga penemuan saat ini? Siapa yang menemukan komputer, internet, hanphone? Siapa yang mampu menciptakan alat untuk memberdayakan hasil-hasil bumi seperti minyak, emas, batu bara, timah, dll? Siapa yang mampu menemukan obat-obatan, mulai yang berupa kimia maupun stem sel? Silahkan anda jawab sendiri, (umat islamkah?)

Lucunya lagi umat islam malah disibukkan dengan bahasan yang itu-itu juga yaitu dosa, pahala, neraka, surga, dll…ya pembahasan yang itu-itu saja dari dulu sampai sekarang. Padahal dosa, pahala, neraka, surga saja sering kita tidak tahu makna hakikinya (gimana coba?). Konyolnya lagi, kita sesama saudara muslim saling membenarkan diri sendiri atau kelompoknya dan ujung-ujungnya kita saling curiga, berantem, terpecah belah, dll. Asal kita tahu saja, masalah ini (surga, neraka, dosa, apahala) adalah hak prerogatife Allah SWT. Dan Allah SWT adalah muara dari segala kebenaran.

Itulah salahnya umat islam sehingga Allah SWT menurunkan ilmunya kepada hamba-hamba-Nya yang mau membaca ayat-ayat kauniyah (dalam hal ini dunia barat). Akibatnya umat islam hanya berperan sebatas penikmat (konsumtif) dan menjadi “budak” mereka. Dan pada akhirnya kita jauh dari kesejahteraan, kemakmuran, dll. Lha mau sejahtera dan makmur bagaimana, produktivitas tidak ada, yang ada malah budaya konsumtif.

Okelah saya tidak mau menyalahkan dan memperpanjang lebar masalah ini, kondisi ini adalah tanggung jawab sosial (bersama) umat islam. Mari mulai detik ini kita berjanji untuk bersama-sama menjadi khalifah yang utuh yaitu habluminallah dan habluminannas.

(Bersambung)

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Selasa, 11 Agustus 2009

Sikap Manusia Terhadap Islam-4


SIKAP MANUSIA KEPADA ISLAM (4)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT. Mari kita lanjutkan pembahasan artikel perihal Sikap Manusia Kepada Islam dengan sub topik ciri-ciri orang fasik.

Perbuatan orang-orang fasik adalah keluar/menyimpang dari ketentuan hukum Allah SWT, padahal hati mereka sebenarnya mengetahui dan meyakini kebenaran hukum Allah yang dilanggar tersebut atau perbuatan orang-orang yang tidak mau mengamalkan kebenaran yang diyakini, yang asalnya dari Allah SWT.

Lalu apa saja ciri-ciri orang fasik?

Pertama, Manusia yang memutuskan suatu perkara yang tidak berdasar hukum Allah. Coba perhatikan surat Al-Maidah ayat 47-50 berikut ini,

“Dan hendaklah orang-orang pengikut injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya, Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (Ayat 47)

“Dan Kami telah turunkan Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat, Kami berikan aturan dan jalan yang terang, Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. (Ayat 48)

“dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakkan manusia adalah orang-orang yang fasik”.(Ayat 49)

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Ayat 50)

Sungguh menarik membahas point pertama ciri-ciri orang fasik, namun kalau saya terangkan dalam artikel ini terutama ayat 48 akan sangat panjang, bahkan mungkin menjadi sebuah buku. Lalu apa inti dan kesimpulan dari surat Al-Maidah ayat 47-50?

Allah SWT memerintahkan umat manusia secara universal bahwa untuk memutuskan perkara harus berdasarkan kitabullah, karena hukum yang tercantum dalam kitabullah pastilah telah dirancang Allah SWT sebagai solusi permasalahan yang bakal muncul selama kehidupan manusia di dunia dan demi kemashalatan hidup bersama manusia. Bahkan Allah SWT menantang kepada manusia, yaitu dengan memperbandingkan hukum Allah SWT dengan hukum buatan manusia; "baik mana antara hukum Allah dibandingkan dengan hukum buatan manusia (Jahiliyah)". Karena hukum manusia sifatnya hanya dilihat pada sisi satu sudut saja (sempit), bersifat usang/perlu direvisi sesuai keadaan, dll.

Tentu hukum Allah-lah yang baik dan sempurna karena hukum Allah pastilah dapat mencounter permasalahan hidup manusia yang mencakup hukum sebab akibat, solusi yang tepat sehingga dapat menimbulkan efek jera, keadilan tanpa memandang status sosial dan diaplikasikan karena semata-mata takut kepada Allah, tidak bersifat usang/berlaku sepanjang zaman, melihat dari segala sisi sudut pandang dalam menentukan vonis, dll.

Yang justru menarik adalah ayat 48, coba anda baca, resapi dan mintalah Allah untuk memahamkan kepada anda! Karena terus terang seperti sudah saya singgung sebelumnya bahwa dengan ruang artikel yang terbatas ini, saya tidaklah mungkin dapat menguraikan penjelasan QS. Al-Maidah 5 ayat 48 ini. Mohon maaf sebesar-besarnya.

Yang perlu anda cermati dan menjadi PR (pekerjaan rumah) anda sekalian adalah coba mencari referensi apa beda antara umat dan kaum, karena pengertiannya berbeda. Dan Al-Qur’an banyak menggunakan kata-kata ini. Ini semata-mata agar anda tidak terjebak dalam menafsirkan ayat Al-Qur'an.

Sekali-kali boleh dong saya mengajak anda untuk berfikir, dan tidak hanya menerima informasi satu arah dari saya. Supaya daya pikir dan akal kita berkembang, tidak statis.

(bersambung)

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com