DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Kamis, 26 September 2013

MAKNA SPIRITUAL IBADAH HAJI (2-SELESAI)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dalam artikel ini, saya tidak membahas tentang syariat berhaji karena pembaca pasti banyak yang sudah paham. Saya lebih berfokus membahas dari tinjauan aspek spiritual (batiniyah/filosofis) dibalik makna ritual tersebut.
·       
      Ihram
Ihram adalah prosesi ritual ibadah haji dengan ditandai pemakaian kain putih 2 (dua) lembar tanpa boleh ada jahitan. Secara simbolik kain putih menandakan bahwa itulah kain kafan yang akan dikenakan saat meninggal dunia kelak. Jadi ingatlah mati, tinggalkan keramaian dunia  yang penuh fatamorgana, fokuskan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Ihram merupakan lambang bersihnya hati dari seorang Muslim dari segala sesuatu, disitulah Baitullah yang sesungguhnya yang bersih dari sifat Musyrik.  Dikenakannya kain bagi seluruh jamaah haji tanpa kecuali juga menandakan tidak ada perbedaan duniawi ketika menghadap Allah SWT. Harta, tahta, dan status sosial semuanya tidak berguna di hadapan-Nya, hanya ketakwaan-lah yang menjadi tolok ukur derajat di hadapan Allah SWT.  Ihram juga sebagai prosesi melepaskan ikatan nafsu untuk mencapai ruhani yang tinggi. Ar-ruh berkuasa atas an-nafs. Meluruskan niat hanya beribadah, kagum dan terpesona hanya kepada Allah SWT. Tidak kepada yang selain-Nya.
·       
        Thawaf
Prosesi mengitari ka’bah sebanyak 7 (tujuh) kali putaran mempunyai makna bahwa Allah SWT adalah Tuhan alam semesta. Dia-lah pusat segala-galanya bagi makhluk-makhluknya untuk meminta pertolongan, tempat bergantung dan mohon perlindungan. Tidak ada kekuatan suatu apapun yang dapat menandingi-Nya. Berputar mengelilingi Ka’bah juga menandakan agar manusia senantiasa tunduk dan patuh atas kehendak-Nya, sebagaimana bumi yang berotasi dan berevolusi, bulan mengelilingi bumi, planet-planet yang berjalan di atas garis edarnya. Semua menerima apa-apa yang telah digariskan Tuhannya. Dengan ketunduk-patuhan ini agar kehendak diri manusia senantiasa selaras dengan kehendak Allah SWT. Inilah yang dinamakan pasrah secara totalitas (berserah diri) sehingga menghasilkan keharmonisan jiwa.
·       
      Sa’i
Prosesi lari-lari kecil dari bukit shafa ke marwa sebanyak 7 kali ini untuk mengingatkan perjuangan ibunda Siti Hajar ketika mencari air untuk minum anaknya, nabi Ismail AS ketika masih bayi. Manusia boleh berikhtiar dan berencana dalam mengusahakan sesuatu, tetapi rencana Allah SWT yang pasti terjadi. Sa’i mengajarkan kesadaran berketuhanan dan bergantung secara totalitas kepada Allah SWT sebagai Penguasa Tunggal apa-apa yang ada di langit dan bumi. Dengan bergantung hanya kepada-Nya akan menghasilkan jalan keluar dari segala kesulitan atau masalah hidup baik di dunia maupun akhirat.
·      
      Wukuf di Arafah
Inilah puncak ibadah haji. Tidak boleh jamaah haji meninggalkan prosesi ibadah ini meskipun sedang sakit. Haji adalah arafah (Al-Hajju Arafah). Di tempat inilah Allah SWT akan menilai diterima (mabrur) tidaknya ibadah haji sang hamba, “Al-Hajju Arafah, Man Jaa Lailata Jam’in Qabla Tulu’il Fajri Faqad Adraka” (HR. Ahmad).
Kesadaran wukuf merupakan puncak tertinggi dalam berspiritual haji, yaitu menyadari dan menyaksikan adanya Allah SWT Yang Maha Meliputi Segala Sesuatu. Prosesi yang dilakukan adalah berdiam diri dan tenang dalam keadaan ma'rifatullah sambil berdzikir. Arafah bermakna penyaksian diri, man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu (Manusia yang mengenal dirinya maka akan mengenai Tuhannya). Sekali lagi, haji adalah yaitu Arafa, tanpa Arafa berarti hajinya tidak syah alias Umrah (haji kecil). Pertanyaannya, ketika seorang abdi melaksanakan haji dan sedang Wukuf di padang Arafa (padang penyaksian) apa yang mereka saksikan pada waktu itu? Sudahkah mereka menyaksikan dirinya dihadirkan oleh Tuhan di padang Arafa-Nya? Haji itu peristiwa seorang abdi yang dipanggil  Tuhannya untuk menjadi tamu-Nya  di tanah suci-Nya dengan berbekal ilmu dan amal shalihnya. Bagi yang diterima hajinya, pada waktu wukuf mereka dapat menyaksikan (Arafa) dirinya dihadirkan Allah SWT dipadang-Nya yang luas tak berbatas. Mereka itu orang-orang diperjalankan Allah SWT bisa mengenal Tuhannya dengan jalan mengenali dirinya sendiri. Sebagaimana makna doa orang berhaji adalah: “Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah”. Mereka benar-benar hamba yang dipanggil Tuhannya bukan dituntun nafsunya untuk mendatangi Baitullah/Masjidil Haram.
·       
      Lempar Jumrah
Prosesi selanjutnya adalah melempar jumrah ke 3 (tiga) tugu dengan batu kerikil masing-masing tugu (aqabah, ula, wustha) sebanyak 7 (tujuh) buah. Prosesi ini dilatarbelakangi oleh peristiwa nabi Ibrahim AS  saat mengusir iblis dengan batu ketika mencoba menggodanya untuk memenuhi perintah Allah SWT untuk menyembelih Nabi Ismail AS. Makna lempar jumrah oleh para jamaah haji bukanlah melempari iblis dengan batu sebagaimana Nabi Ibrahim AS dahulu lakukan. Logikanya bagaimana mungkin iblis yang tidak kasat dilempari batu, mungkin malah tidak mengenai sasaran. Adapun makna yang sebenarnya adalah manusia diperintah Allah SWT untuk membuang nafsu fujur dan sifat syaitan yang ada dalam dirinya. Bukankah sifat syaitan bersemayam di hati dan mengalir dalam darah manusia? “Sesungguhnya syaitan mengalir dalam tubuh manusia melalui aliran darah” (HR. Muslim)

            Demikian sekilas pembahasan mengenai makna spiritual haji, semoga para kerabat dan sahabat yang menunaikan ibadah haji tahun ini mendapat limpahan nikmat dari Allah SWT menjadi haji yang mabrur. Amin.

            Artikel di atas adalah petikan dari e-book saya yang ketiga yang berjudul “Menyibak Takwil Rakaat Shalat Fardhu”. Apabila pembaca berminat, silahkan membeli (donasi untuk kepentingan social keagamaan) dengan cara mendownload. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html  (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Senin, 23 September 2013

MAKNA SPIRITUAL IBADAH HAJI (1)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Beberapa hari belakangan ini saya mendapat undangan untuk menghadiri walimatussyafar (syukuran haji), baik dari kerabat, sahabat dan handai taulan yang akan berangkat menunaikan ibadah haji di tahun 1434 H ini. Dilatar belakangi peristiwa ini, maka artikel kali ini akan membahas tentang haji, khususnya dari sisi (makna) spiritualnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Amin.

Prosesi ibadah haji adalah sebagai bentuk penghargaan atas ketaatan dan ketunduk-patuhan keluarga nabi Ibrahim AS kepada perintah Allah SWT. Seperti kita ketahui, Thawaf sebagai ritual atas pembangunan ka’bah oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS, Sai adalah bentuk ritual atas Ibunda Hajar dan Ismail AS ketika ditinggal di padang tandus oleh Ibrahim AS atas perintah Allah SWT, Wukuf adalah ritualnya nabi Ibrahim AS saat mencari siapa Tuhannya dengan berjalan kaki bersama kaumnya, kemudian mendapat wahyu untuk menghadapkan wajahnya kepada wajah pencipta langit dan bumi, Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (QS. Al-An’aam 6 :79), melempar Jumrah adalah bentuk ritual atas peristiwa Ibrahim AS ketika akan menyembelih Ismail AS atas perintah Allah SWT dan saat itu mendapat godaan iblis hingga keraguan menyelimuti hatinya agar jangan melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.

Haji adalah ibadah puncak rukun islam yang kelima bagi orang beriman yang diwajibkan atas mereka yang mampu secara materi (fisik), psikis (mental) dan spiritual. Kesempatan berhaji adalah peluang untuk mempraktekan rukun islam sebagai satu kesatuan (rangkaian) sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Shalat sebagai sarana pengangkut niat hamba yang ingin berjumpa Allah SWT (Mulaqu Rabbihim) dan ingin kembali kepada-Nya (Illaihi Roji’uun) dalam ibadahnya. Syahadat sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan keinginan (niat) hamba dapat menyaksikan Dzat Allah di dalam otaknya, seperti yang dilakukan oleh nabi Musa AS di bukit Tursina. Puasa sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan menyambungkan hati dengan otak hanya ingin berjumpa Allah SWT di dalam hati. Zakat sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan ikhlas tidak takut kepada neraka dan tidak berharap surga, hanya ingin berjumpa Allah SWT semata. Mengapa ? Karena surga dan neraka adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT.

Demikian pula dengan ibadah haji terutama saat wukuf di Padang Arafah. Spiritual wukuf (berdiam diri/Thuma’ninah/Sabar) juga sebagai ‘roket’ pendorong shalat agar semua perangkat agama (jiwa dengan akal tersambung), tiga kecerdasan islam (IQ, EQ, SQ) pasti akan tersambung secara sempurna. Lima perangkat tersebut merupakan roket yang paling besar tenaganya dibanding dengan lainnya. Dengan tersambungnya lima perangkat islam sebagai agama fitrah (ruh berkuasa atas diri ini) maka dapat dijadikan sarana membuktikan man arafa nafsahu waqad arafa rabbahu. Sehingga secara fisik ia hadir di padang arafah (syariat), namun secara hakikat ia dihadirkan Allah SWT di padang arafah-Nya yang luas tak berbatas. Peristiwa seperti itu diterangkan Allah SWT sebagai haji Mabrur. Orang-orang yang mendapat gelar haji mabrur adalah mereka dalam shalatnya tidak ada bedanya ketika dihadapan Ka’bah saat berhaji atau ketika telah pulang ke negaranya dan shalat di rumahnya sendiri/masjid/musholla. Mereka sudah menikmati suasana kemana kamu menghadap disitulah wajah Allah SWT.

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” .(QS. Al-Baqarah 2 :115).

Dengan demikian ibadah haji adalah sebuah moment pencerahan diri. Sebuah laku ibadah puncak untuk menyingkap tirai dinding kalbu, menembus kegelapan untuk menggapai cahaya al-haq yang terpancar dari nur Illahi. Nur Ilahi memancar dan merambat pada empat tatanan; Intelektual (subyektifitas berfikir) IQ/Intelectual Quotient, Spritual (kejernihan jiwa, kebersihan hati, keikhlasan & al-ihsan serta kepekaan rohani terhadap atmosfir Rububiyyah dan Uluhiyyah) SQ/Spiritual Quotient, Mental (kesabaran, keseimbangan, elastisitas dan rileksitas) dan Moral (integritas pribadi, intensitas sosial, dedikasi jama‘ah dan kesantunan kemanusiaan) EQ/Emotional Quotient.
(Bersambung…)

Artikel di atas adalah petikan dari e-book saya yang ketiga yang berjudul “Menyibak Takwil Rakaat Shalat Fardhu”. Apabila pembaca berminat, silahkan membeli (donasi untuk kepentingan social keagamaan) dengan cara mendownload. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Jumat, 20 September 2013

ANTARA ALLAH DAN TUHAN (2)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Allah SWT Maha Adil, melalui Rasulullah Muhammad SAW, Allah SWT memberikan pengajaran bagaimana seharusnya umat islam berproses untuk mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya.

Setiap manusia diberikan potensi (perangkat) yang sama untuk mengenal siapa sejatinya Allah SWT itu. Adapun potensi yang diberikan ada lima, yaitu otak, jiwa, akal, hati dan ar-ruh. Ketika manusia dapat menyambungkan ke lima potensi ini menjadi satu kesatuan utuh (sistem Tuhan) maka ar-ruh akan berkuasa (menjadi nahkoda) atas perilaku manusia. Inilah satu-satunya potensi manusia yang pernah berjumpa dengan Allah SWT sebelum ar-ruh dihembuskan ke dalam tubuh bayi saat berumur 4 bulan dalam rahim ibu (QS. Al-‘A-raaf 7:172). Namun sayang, seiring dengan bertambahnya usia, ar-ruh tenggelam dalam pusaran nafsu dan hingar binger kehidupan yang bersifat duniawi, sehingga terbelenggu di dalamnya.

Kembali lagi mengenai 5 (lima) potensi manusia. Secara tersirat, Allah SWT pun telah memerintahkan agar manusia memanfaatkan lima potensi itu dalam beribadah, dzikrullah dan lain sebagainya agar kesadaran kita senantiasa focus (khusyu’) kepada Allah SWT.

“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk”. (QS. Ar-Rad 13:21).

Ayat di atas selama ini hanya dipahami umat islam secara tekstual (tersurat) sebagai perintah (hanya sebatas) menjalin silaturahim antar manusia. Padahal maknanya tidak sesempit itu. Secara kontekstual (tersirat/takwil) maknanya lebih mendalam yaitu perintah untuk menyambungkan ke lima potensi manusia agar islam sebagai agama fitrah manusia berfungsi kembali sebagaimana kita sewaktu masih bayi yang terlahir dalam keadaan fitrah.

Tanpa mengfungsikan kelima potensi itu maka tidak mungkin manusia dapat berma’rifatullah (mengenal dan berjumpa Allah SWT). Ibarat sepeda motor baru dapat berfungsi dan bermanfaat ketika masing-masing bagian (spare part) digunakan secara bersamaan (dirangkai menjadi satu kesatuan utuh). Sepeda motor dapat berjalan ketika mesin, roda, accu, karburator, kerangka body, dan perangkat lainnya terangkai menjadi satu kesatuan utuh menjadi satu sistem yang saling mendukung. Tidak mungkin sepeda motor dapat berjalan kalau masing-masing perangkatnya terpisah. Demikian pula manusia tidak akan mampu meneladani perilaku Rasulullah SAW dalam mengenal Allah SWT, paham Al-Qur’an dan lain sebagainya, kalau umatnya tidak mau meneladani apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW dulu sewaktu di gua Hira’ dengan memanfaatkan kelima potensi ini.

Saat ini kebanyakan umat islam hanya melihat perilaku (sunnah) Rasulullah SAW berdasarkan out-putnya (hasilnya/Setelah diangkat menjadi Nabi) saja tentang apa yang dilakukan beliau, tetapi melupakan apa yang menjadi penyebab (input/proses/saat beliau ummi) sehingga Rasulullah SAW dapat berperilaku begitu mulia (akhlaqul kharimah). Padahal secara jelas dan terang, Allah SWT memerintahkan umat manusia untuk melihat, mempelajari, memahami dan mengamalkan tentang apa yang ada dalam diri Rasulullah SAW sebagai manusia biasa sehingga menghasilkan budi pekerti luhur dan pada akhirnya beliau diberi derajat Nabi.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab 33:21).
           
Dari ayat di atas sangatlah jelas, kata “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah…” menunjukkan apa yang ada pada diri manusia untuk mengenal dan berjumpa Allah SWT dalam beribadah, sehingga umat islam diperintahkan untuk melihat potensi (otak, akal, jiwa, hati dan ar-ruh) apa yang diberikan Allah SWT pada diri Rasulullah SAW sebagai manusia biasa. Umat islam pun diberikan potensi yang sama dengan yang dimiliki beliau. Artinya, selaku manusia biasa, Rasulullah Muhammad SAW dan nabi lainnya juga telah diberikan lima perangkat untuk beribadah seperti otak (IQ), hati (EQ), an-nafs (jiwa), akal dan ar-Ruh (SQ). Beliau mampu memanfaatkan kelima potensi ini menjadi satu kesatuan sehingga out put yang dihasilkan adalah akhlaqul kharimah karena ar-ruh berkuasa atas diri beliau. Suri teladan (uswatun hasanah) ini yang seharusnya diamalkan dan diteladani umat islam untuk mengenal Allah SWT (ma’rifatullah). Adapun yang membedakan antara umat dan Rasulullah Muhammad SAW adalah nur kenabian (nur nubuwah)/derajatnya.

“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS. Ibrahim 14:11).

Berfungsinya ar-ruh ini tidak saja sebagai media untuk berjumpa dengan Allah SWT saat beribadah (Ash-Sholatu Mi’rajul Mu’miniin~Sholat adalah mi’raj-nya orang mukmin), tetapi juga menyebabkan manusia memiliki akhlak yang mulia sebagaimana Rasulullah Muhammad SAW sehingga  mendapat predikat uswatun hasanah.

Kondisi inilah yang sering tidak diperhatikan dan disadari oleh umat beliau, karena kebanyakan mereka lebih memperhatikan output (hasil/sunnah)-nya saja, tanpa menghiraukan input (proses-nya) untuk meraih akhlaqul karimah dan derajat tertinggi yaitu mukhlasin. Ibarat kita ingin membuat masakan yang enak, dan lezat, namun tidak pernah mengerti dan paham apa saja bahan bakunya, cara meracik bumbu, tahapan yang harus dilakukan untuk mengolahnya, kepada siapa harus belajar memasaknya, maka mustahil dapat menghasilkan makanan yang kita inginkan.

Allah SWT itu mempunyai sifat Adh-Dhahir (Nyata) dan Al-Bathin (Ghaib), kedua sifat ini tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan utuh. Kalaulah umat islam sendiri menggunakan perangkat yang tidak tepat (tidak meneladani Rasulullah Muhammad SAW) dalam beribadah dan riyadloh, tentulah tidak akan mungkin berjumpa dengan Allah SWT dan hanya berjumpa dengan Tuhan-Tuhan hasil rekayasanya, baik berupa persepsi huruf/tulisan Allah SWT maupun media-media tertentu. Padahal secara jelas dalam Al-Qur’an, (melalui pelaksanaan rukun islam yang tepat untuk dapat membuktikan rukun iman), puncaknya seorang hamba akan di-syahadat-kan (bukan hanya sebatas ucapan dibibir saja) dan diperkenalkan oleh Allah SWT sendiri, tentang siapa sejatinya Allah-nya manusia dan alam semesta.

“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya”. (QS. Al-Insyiqaaq 84:6).

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thaha 20:14).
                       
                        Dari uraian ringkas dapat disimpulkan, bahwa bila wujud Allah SWT hanya dipersepsikan atau diimajinasikan, maka itu bukan sejatinya Dzatullah, tapi Tuhan-Tuhan buatan manusia sendiri melalui “rekayasa” file dalam otaknya karena tidak pernah meneladani cara berproses Rasulullah SAW, mulai dari ummi menjadi Nabi.

Adapun sejatinya Allah SWT adalah ketika manusia mampu memfungsikan ar-ruh (atas ijin Allah SWT) sehingga dapat berjumpa dengan Dzatullah yang didahului dengan proses dikenalkan melalui Asma, Sifat dan Af’al-Nya. Dan ini dapat dilakukan dengan meneladani apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW (cara ber-spiritual Rasulullah SAW dalam ber-ma’rifatullah). Inilah yang membedakan antara Allah SWT dan Tuhan.

            Lalu bagaimana memanfaatkan kelima potensi tersebut? Riyadloh apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW mulai dari ummi (sebelum diangkat menjadi nabi) sampai beliau diangkat menjadi nabi? Pengalaman dan tahapan spiritual apa saja yang diraih Rasulullah SAW sehingga mencapai maqam muhlasin? Pembahasan lebih jauh silahkan membeli E-Book saya dengan cara mendownload di bawah ini. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html     (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!

Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang


Selasa, 17 September 2013

ANTARA ALLAH DAN TUHAN (1)



Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Trend cara beragama yang instan dewasa ini membuat hampir sebagian umat islam tergagap-gagap dalam meneladani bagaimana cara Rasulullah Muhammad SAW dapat khusyu’ dalam beribadah kepada Allah SWT dan mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya (haqqul yaqin). Ketidaktahuan dan ketidakpahaman cara mengenal Allah SWT membuat kita dalam beragama hanya menjalankan ibadah sebatas ritual, bahkan ada sebagian kecil yang menjurus seremonial. Padahal dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan sedetail-detailnya dan Rasulullah Muhammad SAW sudah memberikan contoh. Kita hanya perlu membuka kitabullah dan menjalankan apa-apa yang dicontohkan imam kita, yaitu Rasulullah SAW.

            Jadi janganlah heran kalau dewasa ini agama kehilangan ruh-nya, dan Allah SWT sebagai Tuhannya manusia dan alam semesta hanya dikenali secara setengah-setengah (tidak holistic). Bahkan saat ini hal-hal yang membahas tentang siapa sebenarnya Allah SWT itu dianggap tabu. Akibatnya, ketika menunaikan ibadah pun (karena tidak mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya) kita sering memfasilitasinya dengan menggunakan persepsi atau imajinasi dalam menilai “wujud” Allah SWT. Padahal persepsi atau imajinasi itu berada dalam wilayah otak, tragisnya lagi, otak kita tidak pernah menyimpan file tentang wujud Allah SWT. Pada akhirnya, dalam beribadah kita lebih sering “membayangkan” tulisan (asma), atau mencoba “berwasilah” melalui media atau gambar tertentu. Cara beribadah seperti ini tentulah belum tepat. Mengapa? Karena persepsi atau imajinasi tidak selalu sesuai dengan reality (kenyataan).

“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.  Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar 39:2-3).

Kondisi ini diperparah dengan doktrin bahwa  kita hanya dapat berjumpa dengan Allah SWT di akhirat kelak. Hanya para nabi/rasul yang dapat berjumpa Allah SWT saat hidup di dunia ini, sehingga mereka dapat berdialog, berkomunikasi, dan lain sebagainya. Kalau kesimpulannya demikian maka saya ingin bertanya,”Lalu saat anda shalat berjumpa dan menyembah siapa kalau tidak bertemu dengan yang disembah? Atau jangan-jangan dalam shalat anda justru yang muncul masalah-masalah ke-duniawi-an anda seperti pekerjaanku yang menumpuk, hutangku yang belum terbayar, anak-anak yang belum dijemput dari sekolah, dll. Kalau anda mengalami demikian bukankah saat anda shalat justru menyembah masalah, bukan menyembah Allah SWT? Apa ini tidak dinamakan syirik? Padahal perbuatan syirik (menyekutukan) Allah SWT adalah dosa yang tidak diampuni. Nah lho”. Coba perhatikan ayat berikut ini.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.(QS. An-Nisaa’ 4:116).

            Sholat adalah perjumpaan antara hamba dengan Allah SWT tanpa perantara siapa dan dalam bentuk apapun. Cara beribadah yang melalui persepsi atau imajinasi, dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai caraibadah berada di tepi. Mengapa? Karena cara ini tidak masuk dalam wilayah haqqul yaqin, sehingga mudah terombang-ambing dan sangat berbahaya. Maka tak heran, bila realita yang ada tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan (inginkan) maka kita gampang protes kepada Allah SWT, malah terkadang malas dalam beribadah. Demikian pula sebaliknya. Inilah cara beragama yang sejatinya tidak mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya. Sungguh ironis bukan?
             
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (QS. Al-Hajj 22:11).

Bersambung….

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Jumat, 13 September 2013

SUDAHKAH ALLAH SWT MENGAMPUNI DOSA KITA?


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
           
            Tidak ada manusia yang sempurna. Tidak ada pula manusia yang tidak pernah melakukan perbuatan yang membuat Allah SWT tidak berkenan. Bahkan seorang nabi pun tidak terbebas dari perbuatan ini. Hanya Allah SWT Yang Maha Suci. Inilah beda antara Tuhan dan makhluk-Nya.

Namun demikian, Allah SWT dengan kasih sayang dan rahmat-Nya yang tidak terbatas, para utusan ini diampuni kekhilafannya. Agar para pembaca tidak memiliki persepsi buruk (su’udzlon) atas tulisan ini, dibawah ini saya nukilkan beberapa peristiwa yang dialami oleh para utusan-Nya (termuat dalam Al-Qur’an) yang membuat Allah SWT tidak berkenan atau menegurnya.

Pertama, Kisah Nabi Yunus, AS. Anda tentu masih ingat ketika sang nabi diperintahkan Allah SWT untuk berdakwah di daerah yang bernama ‘Asyur, antara sungai Dajlah dan sungai Furod. Hampir tiga puluh tahun lamanya beliau berdakwah dan hanya mendapat pengikut 2 orang. Menghadapi kondisi ini beliau kesal dan marah serta meninggalkan kaum tersebut tanpa seijin Allah SWT, dan nabi Yunus AS mengira tidak akan dihukum oleh Allah SWT. Apa yang terjadi kemudian? Tentu para pembaca sudah tahu cerita ini, Nabi Yunus AS ditelan oleh ikan  Hut, ketika beliau berlayar. Sekian lama beliau dalam perut ikan Hut sehingga beliau lemah dan sakit. Di tengah kondisi ini beliau akhirnya sadar akan kesalahannya, sehingga beliau memohon ampunan dan Allah SWT mengabulkan serta mengampuni kekhilafan beliau. Singkat cerita, pada akhirnya ikan Hut mengeluarkan beliau di tepi pantai dalam keadaan selamat dan beliau kembali lagi berdakwah. Adapun doa beliau untuk mohon ampun kepada Allah SWT sangat terkenal dikalangan umat islam hingga saat ini dan diabadikan dalam Al-Qur’an.

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Al-Anbiya’ 21:87).

Kedua, Kisah Nabi Sulaiman, AS. Inilah salah satu nabi yang banyak mendapat kenikmatan dari Allah SWT berupa kekuasaan, kekayaan, dapat berbicara dengan binatang, dan lain sebagainya. Kondisi yang penuh kenikmatan ini membuat sang Nabi pernah berbuat khilaf yaitu menyombongkan diri dihadapan Allah SWT dengan meminta ijin agar dengan kekuasaan dan kekayaannya diberikan kesempatan memberikan kebutuhan makan kepada seluruh makhluk-Nya. Apa yang terjadi kemudian? Tidak ada sehari beliau memberikan makan atas makhluk yang ada di muka bumi ini, beliau disadarkan bahwa dengan kekayaannya yang dimilikinya, beliau tidak mampu memberikan makan makhluk Allah SWT. Pada akhirnya beliau memohon ampun dan Allah SWT memaafkannya.

Ketiga, Kisah Nabi Musa AS. Tentu pembaca ingat peristiwa antara Nabi Musa AS dan Nabi Khidir.  Sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk belajar spiritual kepada Nabi Khidir. Atas perintah ini Nabi Khidir menyetujuinya namun dengan syarat selama “berguru” Nabi Musa AS tidak boleh memprotes apa-apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir. Meskipun Nabi Musa AS menyetujui persyaratan itu, dalam perjalanan spiritualnya, Nabi Musa AS selalu memprotes apa yang dilakukan nabi Khidir, yaitu ketika Nabi Khidir melubangi kapal nelayan yang ditumpanginya, membunuh anak kecil yang ditemuinya dan menolong menegakkan dinding bangunan rumah yang hampir roboh. Atas apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir, Nabi Musa AS selalu memprotes tindakannya.

Ketidaktahuan nabi Musa AS dalam memahami apa-apa yang dilakukan nabi Khidir karena Nabi Musa AS saat itu masih menggunakan “bahasa pikir” sehingga tidak mampu “membaca” hikmah atau tabir dibalik peristiwa itu semua.

Kemudian nabi Khidir menerangkan kepada nabi Musa AS bahwa kapal nelayan yang dilubangi semata-mata untuk menghindari kapal tersebut yang akan dirampas oleh raja yang zalim, mengingat kapal itu milik orang-orang miskin yang bekerja di laut untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Adapun anak kecil yang dibunuh karena kedua orang tuanya adalah orang mukmin yang taat, namun di saat nanti anak itu tumbuh dewasa akan mendorong kedua orang tuanya dalam kesesatan dan kekafiran. Sementara dinding rumah yang ditegakkan semata-mata untuk melindungi anak yatim piatu selaku pemiliknya, karena di bawah dinding itu tersimpan harta benda simpanan bagi mereka peninggalan dari orang tuanya (QS. Al-Kahfi 18 : 66-82). Atas apa yang dilakukannya, akhirnya Nabi Musa AS memohon maaf kepada Nabi Khidir dan Allah SWT.

Keempat, Kisah Nabi Muhammad, SAW. Rasulullah SAW pernah mendapat teguran dari Allah SWT yaitu ketika beliau tidak mengindahkan seseorang yang miskin dan buta ingin masuk dan belajar islam disaat beliau sedang menerima para pembesar (penguasa) quraisy dan beliau berharap para penguasa ini masuk islam. Atas kesalahannya ini beliau kemudian memohon ampun dan Allah SWT menerima permohonan itu. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an,

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya, Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),  sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya” (QS. Abasa 80: 1-11).

            Dari beberapa kisah di atas dapatlah dijelaskan, bahwa seorang nabi pun pernah berbuat salah, kemudian mereka minta maaf dan Allah SWT mengampuninya. Kalau para utusan-Nya saja berbuat demikian, apalagi kita selaku umatnya dan tidak pernah hidup bersama dengan mereka. Sudah berapa banyakkah dosa kepada Allah SWT yang pernah kita perbuat? Mungkin sudah tidak dapat dihitung jumlahnya

            Yang menjadi masalah sekarang adalah kita hampir setiap hari sudah memohon ampun kepada Allah SWT, baik dalam shalat, do’a, dzikir, dan berbagai kesempatan lainnya. Sudahkah Allah SWT menjawabnya dan memaaafkan kesalahan kita layaknya para nabi dahulu yang memohon ampun  dan Allah SWT segera menjawabnya dengan memberikan tanda dan bukti bahwa kesalahan (dosa) mereka telah diampuni? Lalu tanda dan bukti apa bahwa dosa anda diampuni Allah SWT? Kalau anda merasa bahwa dosa anda pasti diampuni Allah SWT lalu mengapa anda takut mati detik ini juga (tidak ikhlas, tidak siap dan tidak ridha) ketika Allah SWT menghendaki karena anda merasa banyak dosa dan takut masuk neraka? Bukankah perilaku ini menunjukkan bahwa  anda sejatinya belum atau tidak yakin bahwa dosa anda telah diampuni Allah SWT karena belum diberikan tanda dan buktinya?

Lalu apa tanda dan bukti bahwa dosa kita telah diampuni? Secara terang dan jelas, Allah SWT dalam Al-Qur’an berfirman bahwa salah satu tanda dan bukti orang-orang yang beriman diampuni dosanya, mereka akan mendapat ganti dengan kenikmatan-kenikmatan berupa ridha-Nya di dunia ini sebagaimana nabi-nabi, ulil amri, para waliyullah, dll. Coba perhatikan ayat berikut ini,

Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-Ankabuut 29:7).

            Ayat di atas menerangkan bahwa tanda dan bukti seseorang yang telah diampuni dosanya maka langkah perbuatannya (apa-apa yang dilakukannya) di kemudian hari di dunia ini telah mendapat ridha dari Allah SWT sehingga banyak nikmat yang akan diperoleh. Ini tiket (tanda dan bukti) untuk menikmati surga-Nya. Lalu bagaimana untuk mengenal tanda dan bukti bahwa dosa kita telah diampuni? Bagaimana agar Allah SWT berkenan melimpahkan ampunan, karunia, hidayah, rahmat dan ridha-Nya kepada kita? Saya tidak dapat menjelaskan panjang lebar di sini karena terbatasnya ruang dan waktu. Jika pembaca berkenan silahkan membeli E-Book saya dengan cara mendownload di bawah ini.

            Semoga artikel singkat ini bermanfaat bagi para pembaca. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Senin, 09 September 2013

HARAM TAK SEBATAS MAKANAN DAN MINUMAN


HARAM TAK SEBATAS MAKANAN DAN MINUMAN
           
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
           
Kurangnya informasi dalam beragama, terutama yang membahas tentang masalah hukum haram, kebanyakan dari umat islam memandang sempit mengenai wilayah halal haram. Kebanyakan dari umat islam berpendapat bahwa hukum haram hanya sebatas yang berhubungan dengan makanan dan minuman.

            Saya yakin, kalau anda bertanya kepada orang-orang islam tentang sesuatu yang diharamkan dalam beragama pastilah jawabannya sekitar masalah makanan, minuman maupun judi, sebagaimana diterangkan pada ayat berikut ini.

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah 2:173).

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,”. (QS. Al-Baqarah 2:219)

          Benarkah masalah haram hanya berkisar pada wilayah makanan dan minuman? Ternyata tidak. Hukum haram lebih luas peruntukannya. Mari kita simak dan perhatikan ayat berikut ini.

“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."  (QS. Al-A’raaf 7:33).

            Dari ayat di atas paling tidak ada 4 (empat) hal lain yang diharamkan dalam beragama, yaitu:

a.        Allah SWT mengharamkan perbuatan keji yang tampak maupun sembunyi, yaitu umat islam dilarang melakukan perbuatan keji yang tampak seperti kejahatan fisik tanpa alasan yang jelas kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya, tidak hanya manusia. Sedangkan yang perbuatan keji yang tersembunyi adalah dendam, iri, dengki, sombong, riya, ujub, dan lain sebagainya, yang semuanya ada dalam diri kita.
b.        Allah SWT melarang umat islam melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa alasan yang benar. Artinya manusia tidak boleh melanggar hak hidup manusia hanya berbeda keyakinan. Apalagi menyakiti mereka yang tidak pernah tahu serta terlibat permasalahan (konflik) yang terjadi dan hanya dijadikan korban. Dalam Al-Qur’an (QS. Al-Hujuurat 49:13), Allah SWT menjelaskan bahwa Dia-lah yang menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa, beda warna kulit, bahasa, dan keyakinan untuk saling mengenal, agar tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga dapat saling mengisi demi memakmurkan, menyejahterakan dan menjaga kedamaian kehidupan di bumi (rahmatan lil’alamin).
c.       Allah SWT mengharamkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu. Hal ini berkenaan dengan takdir masing-masing manusia yang telah ditetapkan sebelum mereka diciptakan yaitu adanya perbedaan. Pluralisme dalam berbagai hal adalah bentuk qudrat dan iradat-Nya sehingga bukanlah sebagai alasan utama manusia yang kuat mengkooptasi dan berbuat sewenang-wenang terhadap manusia lainnya tanpa alasan yang dibenarkan. Perbedaan adalah sunnatullah dan merupakan rahmat dari-Nya. Itu mengapa ketika Rasulullah Muhammad SAW menjadi pemimpin negara di Madinah Al-Mukaromah, tidak pernah memaksakan kehendak atas perbedaan keyakinan masyarakatnya dalam hal keyakinan  yang terdiri dari islam, nasara, yahudi dan majusi. Muhammad SAW menghargai dan menghormati keyakinan mereka serta memberikan kebebasan beribadah/toleransi (QS. Az-Zumar 39:39). Adapun hal yang dituntut kepada masyarakat adalah persatuan dan kesatuan dalam menghadapi musuh dari luar Madinah maupun internal (orang-orang munafik).
d.    Allah SWT mengharamkan mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. Artinya banyak yang tidak tahu apa sebenarnya itu agama dan apa itu islam sehingga perilakunya jauh seperti apa yang dicontohkan Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah. Kebanyakan manusia hanya merasa tahu tentang apa itu agama dan islam tanpa ilmu pengetahuan, dan mereka tidak diberikan kebenaran dari Allah SWT berupa nur islam dan nur iman (QS. Ar-Rum 30:29-30).

Semoga pokok bahasan yang ringkas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH”   http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html  (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!

Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang