DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Jumat, 31 Mei 2013

TIRAI PENGHALANG UNTUK MENGENAL TUHAN (2)

TIRAI PENGHALANG UNTUK MENGENAL TUHAN (2)


Saat kita (bayi) lahir di dunia dalam keadaan fitrah,  namun seiring dengan bertambahnya umur secara tidak sadar, perlahan namun pasti, lingkungan telah mempengaruhi dan menciptakan hijab-hijab (tirai penutup/penghalang) yang tidak pernah disadari sang bayi. Hijab itu bisa berasal dari manusia (keluarga atau masyarakat) maupun keindahan dunia yang begitu mempesona (materi). Hijab semakin hari semakin membelenggu ar-Ruh (Amr Tuhan). Pemberian nama kepada bayi adalah salah satu tirai pertama yang menutup kefitrahan manusia.
Saat bayi berusia 6 bulan sampai dengan 1 tahun dan otak logikanya mulai berfungsi, maka dia mulai mengerti bahwa dirinya-lah yang bernama si-X (misalnya). Kemudian secara kontinyu hijab-hijab lain mulai menyusul, terbentuk dan mempersempit ruang gerak ar-ruh. Pengakuan berupa diri seperti ini hidungku, mataku, telingaku, kakiku dan semua yang menjadi anggota badannya semua diklaim sebagai miliknya.
            Hijab itu semakin pekat dan kuat ketika sang bayi mulai berjalan, beranjak remaja dan dewasa,  sehingga segala yang berada di sekitarnya di-aku sebagai miliknya. Mulai dari orang tuaku, istri/suamiku, anakku, uangku, rumahku, mobilku, hasil kerjaku, perusahaanku, dan lain sebagainya. Semua serba aku. Jadi kemusyrikan tertinggi sebenarnya pengakuan diri sehingga ar-ruh yang semestinya bertugas sebagai khalifah di muka bumi ini perlahan-lahan tenggelam dan terbungkus oleh nafsu yang mengajak kepada kepemilikan atas materi yang sebenarnya bukan hak manusia namun hanya pinjaman (fasilitas) dari  Allah SWT untuk digunakan beribadah kepada-Nya. Kondisi inilah yang menyebabkan ar-ruh hanya bisa menangis karena terpenjara oleh hati yang fujur dan jiwa yang tertutup (terkunci) sehingga selalu mengajak kepada keburukan, kenistaan dan kehinaan, kecuali nafsu yang telah dirahmati Allah SWT (nafsu muthmainah).
Menurut ahli filsafat yang bernama Plato menguraikan mengenai pengetahuan (kesadaran), bahwa manusia itu dilahirkan dengan mengetahui segala sesuatu. Pengetahuan adalah bawaan, termasuk pengetahuan tentang baik dan buruk, benar dan salah. Seorang bayi hidup sangat dekat dengan kebenaran, namun, sementara dia tumbuh, dia lupa dan jatuh ke dalam kebodohan (Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, 2002, hal. 183).
Ketika dewasa, kebanyakan di antara kita telah melupakan diri kita yang asli dan dalam, serta kebijaksanaan besar yang mereka miliki. Kita kehilangan kepercayaan pada diri sendiri dan berpaling kepada aturan eksternal untuk mendapatkan bimbingan (atau pengajaran dari Tuhannya~pen.). Dengan demikian tantangannya adalah bagaimana cara untuk mendapatkan kembali spontanitas (fitrah) kanak-kanak yang hilang, yang diperkuat dengan disiplin, pengalaman, dan kebijaksanaan orang dewasa—serta kerendahan hati yang tak habis-habisnya. Kita harus selalu bersedia menguji “kebenaran batin” kita terhadap konsekuensinya di dunia luar. (Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, 2002, hal. 184).
Apa yang dikatakan Plato memang ada benarnya. Bayi terlahir dalam keadaan suci (ar-ruh) dan memiliki sifat serba tahu karena merupakan amr Tuhan. Namun ketika dewasa dan seiring berjalannya waktu, ar-ruh terkena seperangkat aturan manusia yang benar salahnya sifatnya relatif, doktrin-doktrin, dan lain-lainnya. Kondisi ini menyebabkan an-nafs telah menguasai ar-ruh sehingga manusia terhijab dari kebenaran Tuhan.
Bila nafsu berkuasa atas ar-ruh maka tugas manusia sebagai khalifatullah untuk memakmurkan dunia beserta isinya akan digantikan oleh sifat kerakusan, kesombongan, mau menang sendiri, iri, dengki, dan penyakit hati lainnya. Sang fitrah telah ternoda (terhijab) dengan hal-hal yang menyilaukan pandangan mata dan meniru sifat-sifat syaitan.
Itu mengapa kebanyakan manusia sekarang ini lebih dikuasai oleh nafsunya, bukan dikendalikan oleh ar-Ruh (Amr Tuhan) untuk menjalankan fungsinya sebagai khalifatullahi fi al-ardi (utusan Allah di bumi) yaitu untuk mengelola dan memakmurkan penghuninya! Itu juga yang terjadi mengapa bashiroh tidak mampu melawan hawa nafsu meskipun manusia itu menyadari bahwa tindakannya melanggar perintah Tuhan! Itu mengapa banyak manusia mengaku beragama, dan ber-Tuhan namun tidak mampu mengejawantahkan amar ma’ruf nahi munka. Itu mengapa dalam beribadah (shalat) kita tidak bisa khusyu’ sehingga tidak dapat “berjumpa”, berkomunikasi, berdialog, dan berkeluh kesah kepada Allah SWT
Demikian sekelumit pokok bahasan TIRAI PENGHALANG UNTUK MENGENAL TUHAN. Semoga bermanfaat. (Petikan E-BOOK Pertama saya yang berjudul “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH DALAM BERMA’RIFATULLAH)

Untuk menambah wawasan beragama anda silahkan download E-Book (Electronic Book) Pertama saya yang berjudul : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH  dan MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. Semoga bermanfaat di dunia dan akhirat. Amin.


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Rabu, 29 Mei 2013

TIRAI PENGHALANG UNTUK MENGENAL TUHAN (1)




Suatu ketika (tepatnya 6 tahun yang lalu/2007) seorang sahabat saya datang ke rumah. Setelah mengucapkan salam, kemudian dia saya persilahkan masuk dan duduk. Setelah beberapa saat berbincang-bincang, dia dengan setengah memohon agar saya bersedia meminjam handphone saya. Mengingat dia sahabat saya, maka tanpa basa-basi HP saya berikan. Apa yang terjadi dan diperbuatnya kemudian? Betapa kagetnya saya! Teman saya melemparkan HP tersebut ke atas, kemudian menangkapnya lagi (untung tertangkap, kalau tidak pasti sudah hancur HP saya karena jatuh dilantai). Secara spontan saya memprotes tindakannya.
“Apa yang baru saja kamu lakukan dengan Handphone saya?”
Dia hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan saya namun justru balik bertanya, “Apa yang kamu rasakan ketika HP kamu saya lempar ke atas?”
“Tentu saja kaget, dan hati saya berdebar-debar karena takut HP saya jatuh dan hancur!” Jawab saya agak sedikit ketus.
Teman saya malah tambah tersenyum. Dalam hati saya  sempat terlintas perkataan “Ini orang kok iseng banget. Tidak menjawab pertanyaan saya malah senyum-senyum. Apa sih maunya?”
 Tak berapa lama kemudian, teman saya memasang mimik wajahnya dengan serius, “Kamu tahu nggak hikmah dibalik apa yang saya lakukan tadi? Pelajaran apa yang dapat kamu petik?”
Melihat dia serius, maka saya juga berusaha memperhatikan apa yang ingin dia katakan.
 “Begini lho hikmahnya. Rasa berdebar-debar dan ketakutan yang menyelimuti hatimu adalah tanda bahwa kamu sudah terikat dan terbelenggu oleh HP-mu. Padahal HP yang engkau miliki sejatinya bukan milikmu, tapi sarana yang diberikan Allah SWT untuk engkau gunakan sebagai ibadah!”, kata teman saya.
“Terus?” Tanya saya.
Melihat wajah saya yang serius dan untuk mencairkan ketegangan, dengan sedikit berkelakar teman saya menjawab, “Ya kalau terus ya nggak belok…hehehehehe. Maksud saya begini, bahwa apa-apa yang kita anggap di dunia ini milik kita sejatinya bukan milik kita. Kita hanya dipinjami Allah SWT. Namanya saja dipinjami, maka ketika diminta ya kita dengan ikhlas harus mengembalikan. Rumah, harta benda, perhiasan, bahkan keluarga kita adalah fasilitas yang dipinjamkan Allah SWT kepada kita. Kalau kita sudah sadar dan paham ini, maka sewaktu-waktu diminta Allah SWT pasti kita akan ikhlas. Jangan sampai kita diperbudak oleh semua fasilitas itu, sehingga ketika kita kehilangan maka kita akan sedih, kecewa, marah dan lain sebagainya”.
Saya mulai paham dengan apa yang dilakukan teman saya atas handphone saya.
Kemudian dia meneruskan, “Kita seharusnya mampu memposisikan diri dalam menyikapi semua fasilitas yang diberikan Allah SWT. Atas semua fasilitas yang dipinjamkan maka sikap kita adalah melepas, tetapi tidak membuang”.
“Maksudnya?” Tanya saya.
Melepas berarti kita tidak terikat ketika fasilitas itu diminta oleh yang punya, entah itu dengan cara hilang dicuri, rusak, atau sebab lainnya. Sedangkan tidak membuang maksudnya kita janganlah menolak ketika Allah SWT meminjami fasilitas kepada kita. Ini pemahaman zuhud (cara hidup sederhana) yang salah kaprah! Fasilitas adalah rejeki dan patut kita syukuri dengan cara memanfaatkan untuk beribadah kepada-Nya!”
Saya membenarkan penjelasan teman saya dan mengangguk-angguk kepala. Kemudian dia meneruskan, “Lihatlah fenomena yang ada disekitar kita, banyak orang yang merasa dan mengaku beragama, namun yang terjadi sering bertolak belakang. Ketika fasilitas kita diminta Allah SWT, kita sering menangisi, bahkan terkadang sampai sakit dan pingsan. Anehnya, ketika kita tidak mengerjakan amal ibadah kok rasanya tenang-tenang saja, seolah-olah kita tidak merasa kehilangan. Ini kan aneh. Rasa-rasanya kita lebih rela kehilangan Allah SWT daripada kehilangan fasilitas-fasilitas yang Dia pinjamkan!”.
Sekali lagi saya coba meresapi, memahami dan merenungkan apa yang disampaikan teman saya. Kemudian saya mencoba flashback atas perjalanan hidup manusia di dunia ini yang menyebabkan semua ini bisa terjadi.
(Bersambung)

Untuk menambah wawasan beragama anda silahkan download E-Book (Electronic Book) Pertama saya yang berjudul : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH dan E-Book kedua yang berjudul MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. Semoga bermanfaat dunia dan akhirat.


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Senin, 27 Mei 2013

PUISI CINTA KEPADA ALLAH

Puisi Cinta Kepada Allah

Allah itu Maha Indah. Terkadang keindahannya menyapa dalam relung batin kita dalam bentuk romantisme berupa kerinduan dan cinta. Namun tidak semua makhluk-Nya mampu menerima sinyal-sinyal itu. Hanya mereka yang mau mendekat kepada-Nya, akan menerima balasan cinta dan kerinduan-Nya. Para sahabat inilah hadiah dariku yang kepersembahkan kepadamu, berupa PUISI CINTA KEPADA ALLAH yang perlu engkau pahami dan renungkan secara mendalam. Semoga bermanfaat.

KERINDUAN (IN THE BEGINNING)

Sapaan hening dan dingin semilir angin malam
Membelaiku dalam kerinduan yang teramat dalam
Nyanyian simphoni sang rembulan dan bintang gemintang
Membuat hamba larut dalam kerinduan

Duhai Kekasih…
Begitu lama Engkau perjalankan hamba seperti Ibrahim
Mencari gerangan dimana Sang Kekasih bersemayam
Kini itu semua..telah kulalui dengan ijin-Mu
Ketika Engkau membisikkan…”Hadapkan wajahmu dengan hanif”

Duhai Sang Pujaan…
Hampir 40 tahun lamanya…Engkau tutup tirai elok wajah-Mu
Namun itu semua…semata-mata karena kebodohanku
Yang bergelimang dalam hijab-hijab kesombonganku

Wahai Yang Maha Indah
Sekian lama Engkau Musa-kan hamba
Dengan ketidakpercayaan tentang keberadaan-Mu
Namun kini…Engkau dudukkan hamba…di “bukit Tursina”
Hancur lebur…terurai…hampa…menjelma menjadi cahaya
Bersimbah penyesalan dan tangisan, bersujud di hadapan-Mu

Wahai Dzat Yang Maha Lembut
Begitu lama Engkau Muhammad-kan dalam kegelisahan
‘Tuk menemukan Yang Sejati…Illahi Robbi
Kini…Engkau dudukkan hamba…dalam “Gua Hira”
Lautan cinta yang tak terukur kedalamannya
Samudera cinta yang tak bertepi

Aahhh…Mengapa sekarang baru terjadi
Bodohnya hamba, dungunya hamba
Setelah kuhabiskan waktu begitu lama
Dalam keterombang-ambingan yang fana

Terima kasih…duhai Kekasih
Di sisa-sisa usiaku…Engkau perkenankan aku
Untuk mengenal-Mu…berada di dalam wilayah-Mu
Ya Ghofar…Ya Rahman…Ya Rahim…Ya Quddus..
Shalatku, ibadahku, hidup dan matiku..
Kuserahkan dengan tulus…kepada-Mu

JALAN TUHAN (IN THE PROCESSING 1)

Inilah jalan Tuhan, jalan yang tidak semua orang mampu menjalani
Berbagai onak dan duri harus kau lalui
Badai dan taufan akan kau hadapi
Fitnah dan ghibah akan kau dengar setiap hari

Kenikmatan duniawimu untuk sementara akan dicabut
Agar engkau tidak disibukkan dengan masalah yang remeh
Hingga mencapai suatu batas kesanggupanmu mengenal Tuhanmu
Titik nadir kehidupan adalah titik awal menuju kebahagiaan

Bukankah cinta harus ada pengorbanan?
Bukankah kerinduan terfokus hanya pada satu tujuan?
Bukankah kasih sayang perlu kepedulian?
Bukankah kedamaian diraih dengan perjuangan?

Ya Rabb....rengkuhlah hamba dalam belaian-Mu
Ya Rabb....dekaplah hamba dalam pelukan-Mu
Ya Rabb....tuntunlah hamba senantiasa menuju kepada-Mu
Hingga ujung waktu...

AL-FITRAH AL-MUNAZALAH (IN THE PROCESSING 2)

Aku tidak berbentuk namun keberadaanku di dalam sekaligus di luar
Wujudku immaterial namun bisa dirasakan
Ibarat angin...tidak berbentuk namun ada
Berkelana menembus ruang dan waktu yang tak terbatas

Aku ada namun tidak butuh apa-apa
Tidak pernah sakit, lapar, haus, dan tidur
Keinginanku cuma satu...selalu kembali ke haribaan Illahi
Karena aku adalah amr Tuhan

Kadang aku menangis terbelenggu oleh nafsu
Merintih tak berdaya....Menjerit tak bersuara
Akulah mutiara yang tenggelam dalam lumpur hitam
Bebaskan...lepaskan...biarlah aku menuju kepada yang Sejati

Akulah sebenarnya Sang Penguasa
Atas nafsuku, pikiranku, qalbuku, akalku dan ragaku
Akulah sejatinya Sang Panglima
Yang kmenggerakan seluruh perangkatku menuju Illahi Rabbi

Sabar, ikhlas, tawakal dan istiqomah adalah pondasiku
Shalat dan zakat adalah saranaku
Ramadhan adalah penyucianku
Haji adalah pembuktianku
Man arafa nafsahu, faqad arafa Rabbahu

Biarkan diriku selalu berada dalam alam kelanggengan
Menatap indah penuh pesona Sang Pujaan
Biarlah aku meringkuk penuh kemesraan
Oleh belaian Sang Kekasih Tersayang

Biarkan aku melepas rindu
Dalam lautan asmara yang menggebu-gebu
Diliputi rasa cinta yang tak pernah layu
Bagaikan kekasih yang lama tidak bertemu

INNA LILLAHI WA INNA ILLAIHI ROJI’UUN (IN THE END)

Aku adalah lelaki tersembunyi...
"Ayahku" Qudrat..."Ibuku" Iradat..."Diriku" Takdir
Aku dijuluki orang pinggiran ditelan gemuruh gelombang jaman...
Sebab perilakuku keluar dari jalur sistem "kebenaran" manusia....
Biarlah mereka menganggapku aneh, gila, majnun...terserah....
Kumaafkan sebelum mereka menghinaku...sebab mereka tidak tahu…
Tidak mengerti dan memahami hakiki hidup ini....
Biarlah aku menyendiri...cukup Allah SWT yang menemani...
Diliputi rasa kebahagiaan, kemesraan, kedamaian dan kenyamanan
Yang tak terbeli oleh apa dan siapapun....
Biarlah diri ini sirna, terurai, musnah dan lenyap....
Inna Lillahi wa inna Illaihi Roji'uun......


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 
Untuk menambah wawasan beragama anda silahkan download E-Book (Electronic Book) Pertama saya yang berjudul : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH dan E-Book Kedua : MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Selasa, 21 Mei 2013

KAYA MATERI DENGAN SHADAQAH?

KAYA MATERI DENGAN SHADAQAH?


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pada beberapa tahun belakangan ini, sering kita melihat tayangan di televisi (media elektronik) maupun membaca buku-buku ke-agama-an atau motivasi (media cetak) yang membahas tentang shadaqah (sedekah). Baik tayangan media elektronik maupun cetak membicarakan dahsyatnya orang bershadaqah. Intinya, bagi siapa saja yang mau ber-shadaqah tidak seperti pada umumnya maka harta/uang yang di-shadaqah-kan akan diganti oleh Allah SWT dengan harta/uang berlipat ganda. Bagi para pemegang otoritas agama mereka berpedoman pada firman Allah SWT yang berbunyi:

Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS.Al-An’aam 6:160).

            Benarkah ayat di atas ditafsirkan demikian? Bila kita bershadaqah (beramal) akan diganti dengan materi yang berlipat ganda? Misal anda ber-shadaqah Rp. 100.000,- maka akan diganti (dibalas) Allah SWT dengan rejeki sebesar Rp. 1.000.000,- (10 kali lipat)? Saya kira terlalu naif dan berpandangan sempit bila makna ayat (beramal) di atas diukur dengan standarisasi materi. Ayat di atas sebenarnya lebih mencerminkan bila seseorang bershadaqah (sedekah/amal) maka akan mendapat 10 kebaikkan dari perbuatan (amal ibadah) yang dikerjakan. Misalnya anda membantu orang fakir miskin, maka apa yang anda lakukan dengan ikhlas akan dikenang oleh orang yang anda bantu, meskipun anda tidak mengharapkan itu karena yang anda lakukan didasari oleh ke-ikhlas-an dan jauh dari riya’ (melakukan sesuatu ibadah karena ingin dinilai orang). Inilah salah satu contoh kebaikkan yang anda terima karena beramal.

            Dalam Al-Qur’an pun Allah SWT dengan tegas melarang kepada kita bahwa jangan berharap kita akan mendapatkan balasan (pengganti yang lebih) berupa materi atas materi (shadaqah) yang kita berikan.

“dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak”. (QS. Al-Muddassir 74:6).

            Sebagai orang yang beriman tentunya kita harus sadar bahwa beramal (shadaqah/sedekah) harus didasari dengan ke-ikhlas-an dan semata-mata berharap akan ridha Allah SWT, bukan didasari dengan keinginan (nafsu) agar Allah SWT mengganti harta yang kita shadaqahkan. Apa jadinya bila kita beramal shaleh didasari nafsu seperti ini? Dapat dipastikan bahwa apa yang anda shadaqahkan didasari oleh ketidak-ikhlasan dan riya’, bukan semata-mata mengharap ridha Allah SWT.

            Semasa hidupnya, Rasulullah Muhammad SAW pun menyontohkan tentang cara bersedekah. Beliau tidak pernah menyimpan uang seperser pun ketika akan berangkat tidur. Bila malam itu masih ada uang tersisa, maka beliau akan keluar rumah untuk mencari orang yang membutuhkannya untuk men-shadaqah-kan uang tersebut. Rasulullah SAW tidak berharap apa-apa (apalagi agar Allah SWT mengganti uang tersebut berlipat ganda). Semua didasari oleh ke-ikhlas-an dan membantu umatnya yang kekurangan. Adapun masalah rejeki, beliau yakin bahwa Allah SWT Maha Kaya (Ar-Razaq) dan menjamin rejeki masing-masing manusia. Beliau tidak pernah berpikir tentang besok, karena besok adalah ghaib (kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada diri kita, karena ini rahasia Allah SWT).

Rejeki adalah bagian dari takdir manusia yang telah ditetapkan Allah SWT pada saat berumur 120 hari (4 bulan) dalam rahim ibu, Allah SWT menyertakan 4 (empat) perkara (takdir) pada janin tersebut bersamaan dengan ditiupkan ar-ruh (al-Fitrah Al-Munazalah) ke dalam tubuh calon manusia dan takdir tidak bisa diubah, sebagaimana bunyi hadits qudsi berikut ini.

”Sesungguhnya setiap orang diantaramu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya 40 hari berbentuk nutfah, kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian menjadi gumpalan seperti potongan daging selama itu juga, kemudian diutuslah kepadanya malaikat, lalu meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan atasnya (menulis) 4 perkara : Ketentuan rezekinya, ketentuan ajalnya, amalnya dan ia celaka atau bahagia...” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari penjelasan sedikit di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
  1. Apa yang disampaikan beberapa pemegang otoritas agama atau motivator yang sering kita dengar di televisi, seminar maupun buku-buku perlu dikaji ulang kebenarannya.
  2. Janganlah kita beramal ibadah (shadaqah) berharap dapat pengganti materi yang berlipat ganda. Ini jauh dari syariat agama. Beramal, apapun bentuknya semata-mata untuk berharap ridha Allah SWT dan didasari ke-ikhlas-an. Bukan materi sebagai tujuan utamanya.
  3. Secara jelas, Allah SWT dalam Al-Qur’an pun melarang dan menegaskan bahwa tidak mungkin kita berharap lebih dari apa yang kita berikan.

Demikian sedikit uraian yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat. Amin.

Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!

Untuk menambah wawasan beragama anda silahkan download E-Book (Electronic Book) Pertama saya yang berjudul : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAHdan E-Book Kedua : MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang


Sabtu, 18 Mei 2013

MISTERI ISRA' MI'RAJ

MISTERI ISRA’ MI’RAJ


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salah satu peristiwa keagamaan yang sampai saat ini tetap dipelihara dan diperingati setiap tahunnya oleh umat islam~khususnya di Indonesia~adalah  Isra’ Mi’raj yang tahun 2013 akan jatuh pada tanggal 6–Juni-2013. Inti dari peringatan ini sendiri adalah untuk memupuk keimanan, menggugah kesadaran ke-tauhid-an, dan mengambil hikmah dari peristiwa tersebut.

            Ada sebagian manusia yang menganggap bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan kejadian yang masih dianggap fenomenal sekaligus kontroversial hingga saat ini, karena sulit diterima oleh logika manusia. Bayangkan, Rasulullah Muhammad SAW diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa kemudian naik ke Sidratul Muntaha dan kembali lagi ke tempat semula hanya memerlukan waktu satu malam. Padahal jarak tempuh normal dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa pulang pergi secara normal diperlukan waktu 2 (dua) bulan dengan mengendarai unta sebagai sarana transportasi tercepat saat itu.

            Sebagai umat islam, kita harus meyakini dan mengimani peristiwa tersebut. Sebuah harga mati yang tidak bisa di tawar lagi. Diperlukan keimanan, bukan dilogikakan dengan otak (pikir). Otak tidak akan dapat mencerna wilayah ketuhanan disebabkan keterbatasan kapasitas. Hanya qalbu yang mampu memahami karena disinilah letak keimanan bersemayam.

Lebih jauh lagi, Allah SWT menerangkan kebenaran peristiwa Isra’  dalam Al-Qur’an Al-Karim, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Isra’ 17:1, “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

            Lalu bagaimana tentang perjalanan dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha? Apakah Allah SWT juga mewahyukan peristiwa tersebut dalam Al-Qur’an? Tentu saja ada. Hal ini semata-mata untuk meyakinkan dan memperkuat iman umat islam bahwa peristiwa yang dialami Rasulullah SAW bukanlah berita bohong dan mengada-ada meskipun sulit diterima logika manusia pada umumnya.

“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatan (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar” (QS. An-Najm 53:13-18).

            Dengan dua ayat di atas jelaslah sudah bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut memang terjadi. Tidak ada keraguan sedikit pun dalam keimanan kita. Semua isi al-Qur’an adalah kalam Illahi yang dijaga langsung keontentikannya oleh Allah SWT sendiri.

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (QS. Hijr 15:9)

Sementara dalam literatur islam, diceritakan bagaimana Rasulullah SAW berusaha meyakinkan umat islam dan kaum musyrikin quraisy yang menuduhnya berbohong dengan cara menyampaikan bukti-bukti perjalanan tersebut. Pertama, Muhammad SAW mampu menerangkan dan menceritakan kondisi Baitul Aqsa kepada sahabatnya, Abu Bakar ra dan di depan khalayak ramai. Padahal beliau belum pernah pergi ke tempat tersebut sebelum peristiwa Isra’. Apa yang diceritakan Rasulullah SAW tentang kondisi Baitul Aqsa dibenarkan sahabatnya karena Abu Bakar ra pernah mengunjungi tempat tersebut.

Kedua, Muhammad SAW juga menceritakan bahwa selama perjalanan pulang, beliau melewati 2 (dua) kafilah dan menuturkan kondisi  mereka. Bahkan beliau juga menggambarkan warna unta yang ditunggangi masing-masing kafilah. Hal ini diceritakan sebelum kedua rombongan kafilah itu datang ke Mekah, maka tatkala rombongan ini datang, semua  yang diceritakan Rasulullah SAW sama persis dan dibenarkan oleh para kafilah tersebut. Penuturan dan bukti ini disaksikan langsung oleh sebagian besar masyarakat Mekah. Meski demikian, kaum musyrikin quraisy dan sebagian umat islam yang masih tipis imannya kembali murtad. dan tetap tidak mempercayai peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut..
           
Dua Kutub

Tulisan ini tidak akan membahas lebih jauh tentang kebenaran Isra’ Mi’raj, karena bukti yang ada sudah jelas. Saya akan membahas misteri perisitiwa ini yang hingga kini masih menjadi polemik dan menyisakan pertanyaan di kalangan umat islam, yaitu tentang bagaimana sebenarnya perjalanan Isra’ Mi’raj yang ditempuh Rasulullah SAW. Disini terjadi perbedaaan pemahaman dan diskursus yang hingga kini belum mendapatkan titik temu. Paling tidak ada 2 (dua) kelompok yang memiliki pandangan berbeda.

Kelompok pertama, mereka yang berpendapat bahwa Rasulullah SAW menempuh perjalanan tersebut mengendarai Bouraq (diilustrasikan dengan sejenis kuda bersayap yang berasal dari surga), dan  memiliki kecepatan melebihi kecepatan cahaya. Pendapat ini mengacu kepada informasi dari beberapa hadits yang dianggap shahih. Dengan mengendarai Bouraq inilah jarak tempuh yang begitu jauh bukan mustahil dapat dilalui dengan sekejab.

Adapun Kelompok kedua berpendapat bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj yang ditempuh Rasulullah SAW bukanlah mengendarai Bouraq karena dalam Al-Qur’an tidak ada informasinya. Selain itu, kelompok ini berpendapat bahwa tidak mungkin Allah SWT “melanggar” sunatullah (hukum Allah SWT) yang telah ditetapkannya. Sebagaimana yang diinformasikan dalam Al-Qur’an bahwa sunatullah tidak akan berubah dan berlaku untuk semua makhluk (tidak terkecuali Rasulullah SAW sebagai seorang manusia) hingga nanti datangnya hari kiamat.

“Sebagai suatu sunatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu”. (QS. Al-Fath 48:23).

            Tubuh manusia didesain Allah SWT agar senantiasa mentaati sunatullah. Tidak mungkin tubuh manusia bertahan meluncur melebihi kecepatan cahaya. Pasti akan hancur. Padahal kecepatan cahaya adalah kecepatan maksimal yang dapat dilampui materi berkisar 100.000.000.000.000 km.

Demikian pula yang terjadi ketika tubuh harus menembus luar angkasa (hampa udara) tanpa alat bantu. Pasti akan mati dan musnah. Hal ini dapat dibuktikan dari realita yang ada sekarang ini, bahwa astronout yang mengadakan perjalanan ke bulan saja membutuhkan baju khusus dan alat bantu oksigen untuk bernafas. Ilmu pengetahuan fisika juga mengungkapkan bahwa manusia tidak akan mampu hidup di ruang hampa. Suatu ruang kosong tanpa materi dan memiliki tekanan tinggi yang membuat tubuh manusia mendidih lalu hancur. Kelompok ini menyimpulkan bahwa yang menempuh perjalanan Isra’ Mi’raj adalah ruh (al-Fitrah al-Munazalah) Muhammad SAW, sementara tubuh beliau ada di Mekah. Literatur islam pun ada yang mencatat, bahwa saat peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi Rasulullah SAW sedang menginap (tidur) di rumah sahabatnya yang bernama Hindun.

            Dari dua pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan mengapa tidak diperoleh titik temu. Satu kelompok menilai dari sudut pandang agama, sementara kelompok lain menilai dari sisi ilmu pengetahuan saja. Di sinilah letak permasalahannya, karena masing-masing mendudukkan suatu problema secara parsial yang seharusnya digabungkan menjadi satu sehingga diperoleh solusi bersama. Padahal Al-Qur’an pun juga berisi ilmu pengetahuan untuk mengungkap misteri penciptaan alam semesta beserta isinya.

Lalu dari kedua pendapat ini mana yang mendekati kebenaran? Saya tidak berhak menilai, menghakimi dan memihak salah satu kelompok. Dalam artikel ini saya hanya menawarkan dan menyodorkan solusi, baik dari sisi Al-Qur’an maupun ilmu pengetahuan. Mengapa? Pada hakikinya ilmu pengetahuan (dunia dan akhirat) selaras dengan isi kandungan al-Qur’an. Tanpa ilmu pengetahuan dalam memahami kitabullah, maka manusia tersebut digolongkan dzalim sebagaimana  bunyi ayat berikut ini.

 Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun”.(QS. Ar-Rum 30:29)

Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

            Sebelum Rasulullah Muhammad SAW wafat, beliau pernah bersabda bahwa kelak umat islam akan terpecah menjadi 73 firqah dan hanya satu yang benar. Oleh karena itu, beliau berpesan kepada umatnya agar berpedoman kepada al-Qur’an dan sunnahnya, sehingga perpecahan dan perbedaan pendapat dapat dieliminir sekecil mungkin. Inilah dua “pusaka” yang benar-benar harus dipegang teguh umat islam mampu menyelesaikan perbedaan pendapat atas suatu permasalahan agama yang ada. Mengapa demikian pentingnya? Karena Al-Qur’an dan sunnah nabi cukup untuk beribadah kepada Allah SWT dan mampu memberikan solusi permasalahan hingga akhir zaman.

            Lalu bagaimana sebenarnya perjalanan Isra’ Mi’raj yang ditempuh Rasulullah SAW? Adakah ayat al-Qur’an yang menjelaskannya? Bagaimana dengan tinjauan ilmu pengetahuan? Sebelum menguraikan masalah ini saya ingin bertanya kepada pembaca, umumnya mengenai pendapat (versi) pertama. Selain alasan yang telah saya kemukakan sebelumnya, ada hal lain yang perlu mendapat penjelasan disini, yaitu “Apakah Bouraq yang merupakan makhluk dari surga juga termasuk ghaib/immaterial? Logikanya jawaban anda pasti iya. Mengapa? Karena makhluk ini berasal dari surga yang notabene juga ghaib/immaterial. Kalau demikian, mungkinkah sesuatu yang material (tubuh Rasulullah SAW) mengendarai sesuatu yang immaterial (Bouraq)? Jawabannya tidak mungkin. Lalu apa sebenarnya Bourag yang dimaksud dengan Rasulullah SAW? Mungkinkah beliau hanya “menjembatani” logika umat manusia saat itu yang belum dipahamkan akan ilmu pengetahuan tentang mati suri sebagaimana saat ini sehingga umat dahulu (Jahiliyah/Yang masih dibodohkan) mampu mencernanya?” Inilah jawaban yang paling masuk logika akal. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT bahwa ilmu pengetahuan Al-Qur’an akan terungkap sesuai dengan perkembangan, peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Quran setelah beberapa waktu lagi”. (QS. Shaad 38:88).

            Dalam ilmu psikologi ada istilah mati suri atau lebih dikenal dengan  Near Death Experiencer (NDE). Selain itu ada istilah lain yang hampir sama, namun hakikinya sama yaitu Near Death Survival (NDS), seseorang yang dinyatakan mati secara medis namun tidak lama kemudian sadar kembali alias hidup. Dunia kedokteran pun mengakui hal ini.
Di saat mati suri, tubuh dan ruh telah terpisah. Ruh akan mengalami perjalanan yang sangat panjang selama mati suri tersebut. Banyak hal dilihat yang sebelumnya tidak pernah ditemui selama hidup. Mereka memasuki alam barzah maupun alam akhirat yang sama sekali berbeda dengan alam dunia. Manusia mengalami Out of Body Experience (OBE), karena ruh keluar meninggal badan, namun kembali lagi masuk ke jasadnya disebabkan masih terikatnya ruh dengan tali nafas yang masih menggerakkan saraf otak. Banyak informasi yang kita peroleh dari mereka yang pernah mengalami mati suri, mulai diperlihatkannya neraka dan surga, bertemu dengan ruh kerabatnya yang telah meninggal, dan lain sebagainya.
            Ar-ruh pada hakikinya suci dan merupakan amr Tuhan yang ditiupkan ke dalam tubuh manusia di saat berumur 4 (empat) bulan dalam kandungan ibu. Ar-ruh ini pula yang pernah diambil persaksiannya oleh Allah SWT ketika berada di alam azali (QS. Al-A’raaf 7:172). Oleh sebab itu, perangkat manusia inilah yang mengenal Allah SWT sejak dulu, karena materi (tubuh) manusia tidak mungkin masuk dalam wilayah Lathiefnya Allah SWT.

            Kalau demikian halnya maka dapat disimpulkan bahwa bahwa yang mengalami perjalanan Isra’ Mi’raj adalah ruh Rasulullah SAW, sementara tubuhnya berada di Mekah (di rumah sahabatnya Hindun).  Hal ini diperjelas dengan keterangan dalam al-Qur’an pada ayat berikut ini: 

”Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebahagian (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka atau Kami wafatkan kamu (sebelum mati), karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kami-lah yang menghisab amalan mereka”. (QS. Ar-Rad 13:40).

            Dari ayat tersebut di atas secara jelas Allah SWT menerangkan bahwa Rasulullah SAW diwafatkan sementara (mati suri) dan seperti diceritakan dalam hadits qudsi, beliau juga didampingi malaikat Jibril ra (ghaib/immaterial) untuk menyaksikan manusia yang disiksa di dalam alam barzah. Kondisi inilah yang perlu disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umat manusia bahwa siksa kubur itu benar adanya. Pada ayat lain, Allah SWT juga menjelaskan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj dimetaforakan bagaikan mimpi dalam tidur.

“Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia." Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka (QS. Al-Isra 17:60).

Seperti kita ketahui bersama bahwa selama manusia tidur sebenarnya jiwa manusia kembali kepada Allah SWT. Bagi manusia yang jatah umurnya telah habis saat tidur maka jiwanya akan ditahan Allah SWT alias mati, sementara mereka yang masih memiliki sisa umur, jiwanya akan dikembalikan ke dalam tubuhnya . Orang tidur tidak memiliki kesadaran atau boleh disederhanakan bahwa tidur sebenarnya juga identik dengan kematian.

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya yang pada demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. (QS. Az-Zumar 39:42).

Demikian yang dialami Rasulullah SAW ketika menempuh perjalanan Isra’ Mi’raj. Ruh beliau menghadap kepada Allah SWT di Sidratil Muntaha dan berdialog kepada Allah SWT untuk menerima perintah mendirikan shalat fardhu 5 (lima) waktu dalam sehari semalam. Hanya ar-ruh yang suci dan merupakan amr Tuhan yang mampu menghadap Allah SWT. Hanya yang immaterial (ghaib) yang dapat bertemu dengan yang immaterial juga. Wallahu’alam bish shawab.

Sebenarnya masih banyak misteri Isra’ Mi’raj yang perlu diungkap seperti, “Mengapa Rasulullah SAW bertemu dengan Ruh dengan beberapa para nabi disetiap “lapisan langit”? Mengapa malaikat Jibril tidak bisa mengantar Rasulullah SAW di Sidratul Muntaha? Dan masih banyak lagi. Insya Allah akan saya uraikan pada artikel lainnya.

Untuk menambah wawasan beragama anda silahkan download E-Book (Electronic Book) Pertama saya yang berjudul : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH dan E-Book Kedua : MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang