DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Tampilkan postingan dengan label haji. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label haji. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 September 2013

MAKNA SPIRITUAL IBADAH HAJI (2-SELESAI)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dalam artikel ini, saya tidak membahas tentang syariat berhaji karena pembaca pasti banyak yang sudah paham. Saya lebih berfokus membahas dari tinjauan aspek spiritual (batiniyah/filosofis) dibalik makna ritual tersebut.
·       
      Ihram
Ihram adalah prosesi ritual ibadah haji dengan ditandai pemakaian kain putih 2 (dua) lembar tanpa boleh ada jahitan. Secara simbolik kain putih menandakan bahwa itulah kain kafan yang akan dikenakan saat meninggal dunia kelak. Jadi ingatlah mati, tinggalkan keramaian dunia  yang penuh fatamorgana, fokuskan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Ihram merupakan lambang bersihnya hati dari seorang Muslim dari segala sesuatu, disitulah Baitullah yang sesungguhnya yang bersih dari sifat Musyrik.  Dikenakannya kain bagi seluruh jamaah haji tanpa kecuali juga menandakan tidak ada perbedaan duniawi ketika menghadap Allah SWT. Harta, tahta, dan status sosial semuanya tidak berguna di hadapan-Nya, hanya ketakwaan-lah yang menjadi tolok ukur derajat di hadapan Allah SWT.  Ihram juga sebagai prosesi melepaskan ikatan nafsu untuk mencapai ruhani yang tinggi. Ar-ruh berkuasa atas an-nafs. Meluruskan niat hanya beribadah, kagum dan terpesona hanya kepada Allah SWT. Tidak kepada yang selain-Nya.
·       
        Thawaf
Prosesi mengitari ka’bah sebanyak 7 (tujuh) kali putaran mempunyai makna bahwa Allah SWT adalah Tuhan alam semesta. Dia-lah pusat segala-galanya bagi makhluk-makhluknya untuk meminta pertolongan, tempat bergantung dan mohon perlindungan. Tidak ada kekuatan suatu apapun yang dapat menandingi-Nya. Berputar mengelilingi Ka’bah juga menandakan agar manusia senantiasa tunduk dan patuh atas kehendak-Nya, sebagaimana bumi yang berotasi dan berevolusi, bulan mengelilingi bumi, planet-planet yang berjalan di atas garis edarnya. Semua menerima apa-apa yang telah digariskan Tuhannya. Dengan ketunduk-patuhan ini agar kehendak diri manusia senantiasa selaras dengan kehendak Allah SWT. Inilah yang dinamakan pasrah secara totalitas (berserah diri) sehingga menghasilkan keharmonisan jiwa.
·       
      Sa’i
Prosesi lari-lari kecil dari bukit shafa ke marwa sebanyak 7 kali ini untuk mengingatkan perjuangan ibunda Siti Hajar ketika mencari air untuk minum anaknya, nabi Ismail AS ketika masih bayi. Manusia boleh berikhtiar dan berencana dalam mengusahakan sesuatu, tetapi rencana Allah SWT yang pasti terjadi. Sa’i mengajarkan kesadaran berketuhanan dan bergantung secara totalitas kepada Allah SWT sebagai Penguasa Tunggal apa-apa yang ada di langit dan bumi. Dengan bergantung hanya kepada-Nya akan menghasilkan jalan keluar dari segala kesulitan atau masalah hidup baik di dunia maupun akhirat.
·      
      Wukuf di Arafah
Inilah puncak ibadah haji. Tidak boleh jamaah haji meninggalkan prosesi ibadah ini meskipun sedang sakit. Haji adalah arafah (Al-Hajju Arafah). Di tempat inilah Allah SWT akan menilai diterima (mabrur) tidaknya ibadah haji sang hamba, “Al-Hajju Arafah, Man Jaa Lailata Jam’in Qabla Tulu’il Fajri Faqad Adraka” (HR. Ahmad).
Kesadaran wukuf merupakan puncak tertinggi dalam berspiritual haji, yaitu menyadari dan menyaksikan adanya Allah SWT Yang Maha Meliputi Segala Sesuatu. Prosesi yang dilakukan adalah berdiam diri dan tenang dalam keadaan ma'rifatullah sambil berdzikir. Arafah bermakna penyaksian diri, man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu (Manusia yang mengenal dirinya maka akan mengenai Tuhannya). Sekali lagi, haji adalah yaitu Arafa, tanpa Arafa berarti hajinya tidak syah alias Umrah (haji kecil). Pertanyaannya, ketika seorang abdi melaksanakan haji dan sedang Wukuf di padang Arafa (padang penyaksian) apa yang mereka saksikan pada waktu itu? Sudahkah mereka menyaksikan dirinya dihadirkan oleh Tuhan di padang Arafa-Nya? Haji itu peristiwa seorang abdi yang dipanggil  Tuhannya untuk menjadi tamu-Nya  di tanah suci-Nya dengan berbekal ilmu dan amal shalihnya. Bagi yang diterima hajinya, pada waktu wukuf mereka dapat menyaksikan (Arafa) dirinya dihadirkan Allah SWT dipadang-Nya yang luas tak berbatas. Mereka itu orang-orang diperjalankan Allah SWT bisa mengenal Tuhannya dengan jalan mengenali dirinya sendiri. Sebagaimana makna doa orang berhaji adalah: “Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah”. Mereka benar-benar hamba yang dipanggil Tuhannya bukan dituntun nafsunya untuk mendatangi Baitullah/Masjidil Haram.
·       
      Lempar Jumrah
Prosesi selanjutnya adalah melempar jumrah ke 3 (tiga) tugu dengan batu kerikil masing-masing tugu (aqabah, ula, wustha) sebanyak 7 (tujuh) buah. Prosesi ini dilatarbelakangi oleh peristiwa nabi Ibrahim AS  saat mengusir iblis dengan batu ketika mencoba menggodanya untuk memenuhi perintah Allah SWT untuk menyembelih Nabi Ismail AS. Makna lempar jumrah oleh para jamaah haji bukanlah melempari iblis dengan batu sebagaimana Nabi Ibrahim AS dahulu lakukan. Logikanya bagaimana mungkin iblis yang tidak kasat dilempari batu, mungkin malah tidak mengenai sasaran. Adapun makna yang sebenarnya adalah manusia diperintah Allah SWT untuk membuang nafsu fujur dan sifat syaitan yang ada dalam dirinya. Bukankah sifat syaitan bersemayam di hati dan mengalir dalam darah manusia? “Sesungguhnya syaitan mengalir dalam tubuh manusia melalui aliran darah” (HR. Muslim)

            Demikian sekilas pembahasan mengenai makna spiritual haji, semoga para kerabat dan sahabat yang menunaikan ibadah haji tahun ini mendapat limpahan nikmat dari Allah SWT menjadi haji yang mabrur. Amin.

            Artikel di atas adalah petikan dari e-book saya yang ketiga yang berjudul “Menyibak Takwil Rakaat Shalat Fardhu”. Apabila pembaca berminat, silahkan membeli (donasi untuk kepentingan social keagamaan) dengan cara mendownload. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html  (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Senin, 23 September 2013

MAKNA SPIRITUAL IBADAH HAJI (1)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Beberapa hari belakangan ini saya mendapat undangan untuk menghadiri walimatussyafar (syukuran haji), baik dari kerabat, sahabat dan handai taulan yang akan berangkat menunaikan ibadah haji di tahun 1434 H ini. Dilatar belakangi peristiwa ini, maka artikel kali ini akan membahas tentang haji, khususnya dari sisi (makna) spiritualnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Amin.

Prosesi ibadah haji adalah sebagai bentuk penghargaan atas ketaatan dan ketunduk-patuhan keluarga nabi Ibrahim AS kepada perintah Allah SWT. Seperti kita ketahui, Thawaf sebagai ritual atas pembangunan ka’bah oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS, Sai adalah bentuk ritual atas Ibunda Hajar dan Ismail AS ketika ditinggal di padang tandus oleh Ibrahim AS atas perintah Allah SWT, Wukuf adalah ritualnya nabi Ibrahim AS saat mencari siapa Tuhannya dengan berjalan kaki bersama kaumnya, kemudian mendapat wahyu untuk menghadapkan wajahnya kepada wajah pencipta langit dan bumi, Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (QS. Al-An’aam 6 :79), melempar Jumrah adalah bentuk ritual atas peristiwa Ibrahim AS ketika akan menyembelih Ismail AS atas perintah Allah SWT dan saat itu mendapat godaan iblis hingga keraguan menyelimuti hatinya agar jangan melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.

Haji adalah ibadah puncak rukun islam yang kelima bagi orang beriman yang diwajibkan atas mereka yang mampu secara materi (fisik), psikis (mental) dan spiritual. Kesempatan berhaji adalah peluang untuk mempraktekan rukun islam sebagai satu kesatuan (rangkaian) sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Shalat sebagai sarana pengangkut niat hamba yang ingin berjumpa Allah SWT (Mulaqu Rabbihim) dan ingin kembali kepada-Nya (Illaihi Roji’uun) dalam ibadahnya. Syahadat sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan keinginan (niat) hamba dapat menyaksikan Dzat Allah di dalam otaknya, seperti yang dilakukan oleh nabi Musa AS di bukit Tursina. Puasa sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan menyambungkan hati dengan otak hanya ingin berjumpa Allah SWT di dalam hati. Zakat sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan ikhlas tidak takut kepada neraka dan tidak berharap surga, hanya ingin berjumpa Allah SWT semata. Mengapa ? Karena surga dan neraka adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT.

Demikian pula dengan ibadah haji terutama saat wukuf di Padang Arafah. Spiritual wukuf (berdiam diri/Thuma’ninah/Sabar) juga sebagai ‘roket’ pendorong shalat agar semua perangkat agama (jiwa dengan akal tersambung), tiga kecerdasan islam (IQ, EQ, SQ) pasti akan tersambung secara sempurna. Lima perangkat tersebut merupakan roket yang paling besar tenaganya dibanding dengan lainnya. Dengan tersambungnya lima perangkat islam sebagai agama fitrah (ruh berkuasa atas diri ini) maka dapat dijadikan sarana membuktikan man arafa nafsahu waqad arafa rabbahu. Sehingga secara fisik ia hadir di padang arafah (syariat), namun secara hakikat ia dihadirkan Allah SWT di padang arafah-Nya yang luas tak berbatas. Peristiwa seperti itu diterangkan Allah SWT sebagai haji Mabrur. Orang-orang yang mendapat gelar haji mabrur adalah mereka dalam shalatnya tidak ada bedanya ketika dihadapan Ka’bah saat berhaji atau ketika telah pulang ke negaranya dan shalat di rumahnya sendiri/masjid/musholla. Mereka sudah menikmati suasana kemana kamu menghadap disitulah wajah Allah SWT.

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” .(QS. Al-Baqarah 2 :115).

Dengan demikian ibadah haji adalah sebuah moment pencerahan diri. Sebuah laku ibadah puncak untuk menyingkap tirai dinding kalbu, menembus kegelapan untuk menggapai cahaya al-haq yang terpancar dari nur Illahi. Nur Ilahi memancar dan merambat pada empat tatanan; Intelektual (subyektifitas berfikir) IQ/Intelectual Quotient, Spritual (kejernihan jiwa, kebersihan hati, keikhlasan & al-ihsan serta kepekaan rohani terhadap atmosfir Rububiyyah dan Uluhiyyah) SQ/Spiritual Quotient, Mental (kesabaran, keseimbangan, elastisitas dan rileksitas) dan Moral (integritas pribadi, intensitas sosial, dedikasi jama‘ah dan kesantunan kemanusiaan) EQ/Emotional Quotient.
(Bersambung…)

Artikel di atas adalah petikan dari e-book saya yang ketiga yang berjudul “Menyibak Takwil Rakaat Shalat Fardhu”. Apabila pembaca berminat, silahkan membeli (donasi untuk kepentingan social keagamaan) dengan cara mendownload. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Sabtu, 08 Juni 2013

OLEH-OLEH DARI UMROH

OLEH-OLEH DARI UMROH

          
Beberapa minggu yang lalu, secara kebetulan saya bertemu dengan saudara seiman yang baru saja pulang menunaikan ibadah umroh. Beliau datang ke rumah  dengan maksud ber-silaturahim, dan yang kedua adalah memberikan cindera mata hasil perjalanan umrohnya ke tanah suci.

Rejeki nomplok nih!!! Hehehehe….saya jadi kecipratan juga oleh-oleh tersebut. Ada tasbih, sajadah, air zam-zam, dll. Syukurlah oleh-oleh itu bukan bentuk atau tergolong jenis gratifikasi yang dilarang pemerintah sehingga saya tidak perlu dicurigai oleh KPK…hehehehe. Ini baru oleh-oleh pertama. Lho memangnya ada oleh-oleh kedua? Ya, ada. Apaan tu? Ya cerita hasil perjalanan ibadah umroh di tanah suci sana. Oleh-oleh kedua inilah yang justru lebih menarik karena menjadi bahan diskusi kita.

Dengan berapi-api beliau menceritakan perjalanan umrohnya. Mungkin ini ibadah umroh yang pertama kalinya, setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji. Saya cukup antusias menyimak ceritanya. Cukup lama saya menyediakan diri untuk diam dan mendengar penjelasannya, terutama mengenai perkembangan dan kondisi ter-update di sana. Maklum-lah hampir setiap tahunnya ada saja pembangunan tempat ibadah di Mekah, entah itu pemugaran, perbaikan, perluasan, dsb.

            Di akhir ceritanya, tiba-tiba muncul seberkas nada bicara yang menunjukkan sedikit rasa kecewa ketika menjalankan umroh kemarin, dan itu terlihat jelas dari raut wajahnya. Apa gerangan yang sedang terjadi? Ternyata dia agak kecewa karena tidak mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibaca oleh salah satu imam shalat favoritnya di Masjidil Haram (ketika beliau saat itu menunaikan ibadah haji), yang suaranya merdu, dan mendayu-dayu sehingga membuat beliau menangis saat itu ketika shalat dan target menangis inilah yang menjadi tolok ukur beliau memaknai ke-khusyu’-kan dalam beribadahnya.

            Nah inilah topik yang menarik untuk kita diskusikan. Setelah semua cerita selesai dituturkan, barulah saya mulai sedikit “nakal” menggoda dengan memancing pertanyaan perihal “menangis” tersebut.

           “Maaf mas, apakah menangis itu tolok ukur ke-khusyu-kan? Kalau memang iya, lalu yang ingin saya tanyakan adalah apakah penyebab tangis itu benar-benar murni sebagai bentuk kebahagiaan seorang hamba karena “berjumpa” dengan Allah SWT saat shalat didirikan atau menangis yang terjadi saat itu lebih dikarenakan suara yang mendayu-dayu?”

           Beliau sedikit kaget dan terperanjat oleh pertanyaan saya. Beliau diam sejenak, karena saya lama menunggu jawaban dan kelihatannya beliau masih bingung, maka dengan berbaik hati…hehehehehe…,akhirnya saya menambahkan keterangan dan maksud dari pertanyaan saya.

          “Begini lho mas. Banyak sekali dari kita yang terjebak dalam memaknai kekhusyukan yang bersumber dari sesuatu yang sifatnya inderawi. Mengapa? Ibarat kita mendengarkan musik, kalau lagu yang dimainkan memakai nada MINOR (mendayu-dayu, sedih, dll) otomatis telinga kita yang pertama kali mendengar maka akan tersentuh dan menangis. Kondisi ini hampir sama ketika seseorang lagi sedih, misal putus cinta, maka ketika mendengar lagu melankolis dan mendayu-dayu apalagi liriknya juga mengenai orang lagi putus cinta pastilah orang tersebut akan menangis sesenggukan juga. Sebaliknya orang yang suasana hatinya sedang senang, terus mendengar nada lagu MAYOR (gembira, bahagia, dll) pastilah orang tersebut dengan “sukarela” tanpa disadarinya akan ikut  berdendang, mungkin sambil bersiul, bahkan sambil menari-nari. Tapi itu semua sifatnya sementara (temporer), dan pada titik tertentu ada kejenuhan karena lagu tersebut sudah sering mendengar, sehingga tidak ada pengaruhnya sama sekali”.

              Beliau mulai menyimak, kemudian saya teruskan, “Demikian pula yang mungkin dialami dengan anda ketika menjalankan umroh kemarin. Karena kebetulan imam shalat yang anda harapkan (sebagaimana menjalankan ibadah haji sebelumnya) tidak ada, maka shalat anda tidak bisa khusyuk dan tidak keluar air mata. Inilah yang dinamakan spiritual artificial, bukan yang hakiki. Oleh karena itu, belajarlah meneladani spiritual Rasulullah Muhammad SAW dalam berma’rifatullah sebagaimana yang telah diinformasikan Allah SWT dalam Al-Qur’an”.

          Beliau mulai merenung. Mungkin dia lagi flashback tentang apa yang dahulu dirasakannya saat naik haji dan umroh kemarin. Kemudian saya mencontohkan lagi,” Apa yang saya contohkan itu dari sisi pendengaran. Sedangkan contoh dari sisi penglihatan ya sama saja. Mungkin ketika pertama kali anda melihat Ka’bah, juga terbawa suasana yang hampir sama, sehingga kita menangis. Namun apa yang terjadi ketika beberapa kali kita datang ke sana, pastilah suasana itu hilang dan biasa saja. Oleh sebab itu, para petugas kebersihan di sekitar Baitullah pun karena sering melihat Ka’bah setiap harinya maka yang terjadi juga biasa-biasa saja”.

            Beliau mengangguk-anggukan kepala, tanda mulai paham. “Kita itu menunaikan ibadah haji dan umroh itu sebagai tamu Allah SWT. Seharusnya niatkanlah hanya  terpesona dengan “keindahan” Allah SWT yang memang Maha Indah. Jangan kepada yang selain Allah SWT”.

             Beliau semakin tertunduk. Sekalian saja saya tuntaskan apa yang telah saya mulai, “Lalu bagaimana dengan spiritual yang hakiki? Tentu saja sifatnya langgeng, bahkan bertambah terus rasa rindu dan cinta kita kepada Allah SWT. Setiap detik, menit, jam, hari, bulan, tahun dan seluruh sisa waktu kita kalau bisa kita habiskan berdua-duaan hanya dengan Allah SWT. Rasa rindu dan cinta kita tidak akan pernah padam, meskipun anda saat menunaikan ibadah haji maupun umroh, dan setelah pula ke tanah air ya tetap ibadah anda khusyu’, lha Allah SWT itu kan Maha Besar (Akbar), Allah juga meliputi apa yang ada di langit dan dibumi, dan….bla…bla…bla… alias seterusnya (maaf penjelasannya terlalu panjang, saya takut nanti pembaca malah ketiduran….hehehehehe. Kalau pengin tahu panjang lebarnya ya silahkan saja baca dan download E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BER-MA'RIFATULLAH  Syukur-syukur juga sekalian mendownload E-Book Kedua saya yang berjudul, MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH  tapi ini nggak maksa lho, cuma yang berkenan saja, tapi ingat!!!..rugi ilmu untuk keselamatan dunia akhirat ditanggung sendiri…hehehehehehe)
            

Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Senin, 01 Juni 2009

Haji Syariat, Haji Hakikat


HAJI SYARIAT, HAJI HAKIKAT

Assalamu'alaikum Wr. Wb


"...Menunaikan ibadah haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah..."(QS. Ali Imran 3 : 97).

Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dicintai, dimulikan dan diridhoi Allah SWT.

Ibadah haji adalah sempurnanya pelaksanaan rukun islam yang kelima. Ibadah haji juga merupakan puncak dari pencapaian spiritual seorang hamba Allah SWT. Namun tidak semua hamba Allah SWT diwajibkan untuk melaksanakan ibadah ini kecuali hamba-Nya yang mampu, baik dari segi material maupun non material. Dan selama hidup hanya diwajibkan satu kali.

Lalu bagaimanakah dengan hamba Allah SWT yang tidak mampu? Apakah pencapaian spiritualnya belum sempurna? Tentu saja tidak! Allah Maha Adil (Al-Adlu), dan Allah SWT memberikan sarana lain untuk mencapai puncak spiritual (untuk masalah ini Insya Allah akan kita bahas lain waktu).

Haji Syariat, Haji Hakikat

Dalam artikel ini saya bermaksud memberikan tambahan informasi tanpa bermaksud menggurui. Saya yakin bagi sidang pembaca dan sahabat yang pernah menjalankan ibadah haji atau yang berencana menunaikan ibadah rukun islam kelima ini sudah faham dan mempelajari syariat (Rukun, Wajib dan Sunah) haji. Dan apa yang saya tulis dibawah ini merupakan syariat haji dan saya tambahkan makna secara hakikat.

Pertama, Ihram.

Pada tanggal 8 Dzulhijjah, para jemaah haji sebelum melakukan bermalam di Mina pada pagi harinya diwajibkan memakai pakaian ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji) kemudian diwajibkan berniat haji dan membaca kalimat Talbiyah.

Lalu makna apa secara hakikat memakai pakaian ihram ini?

Pakaian berwarna putih ini sebagai simbol bahwa dihadapan Allah SWT semua orang pada hakikatnya sama dan yang membedakan adalah derajat ketakwaan dihadapan Allah SWT. Tidak peduli itu pejabat, pengusaha, maupun rakyat biasa.

Ihram juga berarti seorang hamba Allah SWT wajib menyucikan segala bentuk berhala dunia. Allah SWT secara hakikat memperintahkan agar manusia selalu membersihkan/mensucikan diri. Hanya Allah SWT yang ada dalam setiap hati abdullah.

Kedua, Thawaf

Latar belakang (ritual) ibadah thawaf merupakan salah satu ibadah serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum Nabi Ibrahim AS. Namun ibadah ini disempurnakan Nabi Ibrahim AS (nabinya agama Tauhid) yaitu dengan mengelilingi Baitullah atau Ka'bah.

Makna secara hakikat ibadah ini adalah Allah SWT menyuruh hamba-Nya untuk selalu dan senantiasa berdzikir terus menerus. Kitarilah atau kelilingilah nafsumu dengan Asma-Nya (Allah SWT), sehingga nafsu itu akan tunduk, patuh dan tidak berkuasa memperbudak manusia yang pada akhirnya akan mengajak manusia dalam jurang kesesatan.

Ketiga, Sa'i

Sa'i adalah berlari-lari kecil dari bukit Shafa dan bukit Marwa. Latar belakang (ritual) ibadah Sa'i adalah untuk mengenang perjuangan istri Nabi Ibrahim AS yaitu Siti Hajar yang berjuang mencari air untuk putra tercintanya, Nabi Ismail AS.

Adapun makna secara hakikat adalah Allah SWT selalu mengingatkan hamba-Nya untuk selalu berjuang dan terus berjuang untuk selalu berdzikir kepada-Nya untuk mengalahkan nafsunya. Diperlukan istiqomah yang luar biasa berat untuk memperoleh rahmat dan ridho dari Allah SWT.

Keempat, Wukuf

Wukuf adalah berdiam diri dan berdo'a di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah hingga waktu Maghrib datang. Latar belakang (ritual) ibadah ini adalah untuk mengenang tempat bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa dimuka bumi, setelah Allah SWT memerintahkan keduanya turun dari surga.

Wukuf di Padang Arafah adalah puncak dari ibadah haji. Al Hajju Arafah (haji adalah arafah). Disinilah seorang hamba Allah SWT akan mendapat "tanda" dari Allah SWT apakah hajinya diterima (mabrur) atau tidak.

Makna hakikat ibadah Wukuf adalah setelah kita berjuang mengitari nafsu dengan Asma-Nya (Thawaf) dan berjuang untuk selalu berdzikir kepada Allah SWT (Sa'i) maka di Padang Arafah inilah sebagai hamba Allah kita harus berserah diri secara totalitas. Berdiam diri, berdo'a dan berdzikir adalah bentuk dari Tafakur (seperti yang pernah dicontohkan Rosululloh SAW di Gua Hiro). Arafah juga berarti pengenalan diri, penyaksian diri. Makanya ibadah haji tolok ukurnya adalah wukuf di Padang Arafah.

Lalu "tanda" apa dari Allah bahwa haji seorang hamba mabrur? Ya...Penyaksian dan pengenalan diri yaitu "Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu. Wa man 'arafa Rabbahu faqad 'arafa sirrahu" (Barang siapa sudah mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhan Penciptanya. Dan barang siapa sudah mengenal Tuhannya maka dia sudah mengenal rahasia-Nya). Subhanalah! sebuah puncak prosesi ibadah yang tidak dapat diuraikan dengan kata-kata. Hanya hamba Allah SWT yang bersangkutan yang dapat merasakan.

Kelima, Lempar Jumrah.

Ibadah melempar jumrah dilaksanakan pada tanggal 10, 11, dan 12 Dzulhijjah. Latar belakang (ritual) dari ibadah ini adalah usaha Siti Hajar (istri Nabi Ibrahim AS) yang mengusir iblis (yang menjelma menjadi manusia) saat sedang mencari air untuk putranya, Nabi Ismail AS.

Lalu makna hakikat ibadah ini adalah manusia sebagai hamba Allah berusaha membuang syaitan (sifat jelek/buruk dalam diri manusia) yang bersemayam dalam diri manusia.

Jadi anda jangan salah menafsirkan bahwa melempar jumrah adalah melempar syeitan dengan batu. Lha syaitan gak kelihatan (ghaib) kok dilempar batu...ya gak kena dong (he...he...sekedar joke aja!)

Demikian sedikit sumbangsih dari saya, semoga bermanfaat kepada para sahabat, sidang pembaca maupun saudara kita yang akan menunaikan ibadah haji. Semoga Allah SWT merahmati dan meridhoi, serta dimudahkan dalam menjalani ibadah haji. Amin ya Rabbal'alamin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri

SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com.


Jumat, 29 Mei 2009

Allah Tertinggal Di Mekah


ALLAH TERTINGGAL DI MEKAH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dimuliakan dan dirahmati Allah SWT.

Ketika anda membaca judul di atas, saya yakin tentunya anda berpikir, maksudnya apa tuh judul? Tenang aja sahabat...just relax. Oke..sebelum anda membaca uraian singkat artikel saya, boleh dong sekali-kali kita sersan (serius tapi santai) dengan diselingi joke, biar tidak tegang dan terus menerus memikirkan judul diatas. Singkat cerita begini :

Konon terjadilah persahabatan antara 2 orang, yang satu berasal dari arab dan satunya tentu dari Indonesia. Kedua bersahabat karena dipertemukan dalam forum bisnis perdagangan kain. Suatu hari pedagang arab itu menelepon sahabatnya (mitra dagangnya) yang berada di Indonesia dan complain atas kiriman kain darinya. Dan terjadilah pembicaraan singkat (tentunya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia..he..he).

”Assalamu’alaikum!”

”Wa’alaikumussalam!”

”Ente, gimana sih! Katanya kain yang anda kirim memiliki kualitas yang baik. Tapi ternyata setelah dicuci kok ada yang luntur!” kata orang arab dengan nada agak tinggi.

”Sabar...sabar sahabat jangan marah-marah!”

”Mau sabar bagaimana? Banyak pedagang yang ambil kain di tempat saya pada complain. Padahal kan jelas disitu tertulis ”DITANGGUNG TIDAK LUNTUR”...tapi kenyataannya luntur!”

”Wah anda salah sahabat!”

”Salah bagaimana?” sahut pedagang arab dengan nada tambah tinggi.

Dengan tenang, orang Indonesia itu menjawab, ” Itu kalau dibaca oleh orang Indonesia (mengeja tulisan dari kiri ke kanan) DITANGGUNG TIDAK LUNTUR, tapi coba kalau dibaca oleh orang arab (mengeja tulisan dari kanan ke kiri), kan bacanya ”LUNTUR TIDAK DITANGGUNG!”

Orang arab itu jadi bengong. Tapi sudah itu hanya joke saja. Atas nama profesionalitas antara kedua sahabat itu terjadi kesepakatan bahwa kain yang luntur akan diganti.

Ya...memang begitulah, ternyata bangsa Indonesia dan Arab telah lama terjadi hubungan emosional yang mesra (perdagangan, beasiswa belajar, bahkan TKI...he...he..). Bahkan ketika bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, maka negara Arab Saudi-lah yang pertama kali mengakui dan memberikan dukungannya.

Saking mesranya hubungan dua negara, beberapa tahun yang lalu jumlah jemaah Haji Indonesia yang menunaikan ibadah tersebut jumlah bejibun, karena tidak dikenakan kuota. Dengan alasan keselamatan dan pengaturan yang lebih mudah maka dalam 2-3 tahun terakhir jumlahnya dibatasi.

Makanya dari dulu sampai sekarang saya sempat berpikir, apakah dalam era krisis moneter dan moneter (tahun 97-an) dan krisis ekonomi global saat ini (2008-2009), Indonesia terkena dampaknya? Ya..ada sih cuma nggak 100%. Mau contoh? Lihatlah daftar tunggu jemaah haji reguler yang harus menunggu 2 tahun untuk berangkat ibadah ke tanah suci Mekah...belum termasuk yang memakai fasilitas Haji Plus dan ibadah Umroh. Ini berarti masih banyak orang Indonesia yang makmur dan tidak 100% terkena dampak krisis.

Ngomong-ngomong tentang trend orang Indonesia yang sering pergi menunaikan ibadah haji memang tidak habis-habisnya. Padahal ibadah haji ini hanya wajib dilakukan satu kali seumur hidup bagi umat Islam, itupun dengan catatan bagi yang mampu.

Ada berbagai alasan mengapa beberapa orang yang sering pergi menunaikan ibadah Haji (ada ungkapan berupa gelar HASTA : Haji Setiap Tahun) dan salah satu alasannya adalah sungguh nikmat ibadah di Mekah, karena tidak pernah terlintas segala problematika dan kesibukan dunia, yang ada hanya ibadah kepada Allah SWT. Sehingga ibadahnya (terutama shalatnya) tambah rajin dan lebih khusyu’ baik itu shalat fardhu maupun sunnah. Namun ketika mereka kembali ke Tanah Air rasa khusyu’ itu hanya beberapa hari saja terpahat dan membekas di setiap ibadah shalatnya, setelah itu hambar lagi. Makanya untuk memperoleh rasa khusyu’ itu mereka kembali ke Mekah untuk beribadah Haji maupun Umroh.

Inilah yang menjadi problematikanya. Kenapa rasa khusyu’ harus diperoleh ketika pergi menunaikan ibadah haji atau umroh, khususnya ketika sholat di Masjidil Haram dan di depan Ka’bah? Kenapa ketika kembali ke Tanah Air ibadahnya lama-lama kok tidak khusyu’? Padahal ibadah itu sama-sama menghadap dan menyembah Allah SWT. Kalau begitu jangan-jangan Allah SWT tertinggal di Mekah, sehingga ketika ingin beribadah kepada Allah SWT harus kembali lagi ke Mekah? Bukankah Allah SWT dalam Al-Qur’an berfirman,

QS. An-Nissa’ ayat 126 :”...Allah meliputi segala sesuatu...”.

QS. Al-Baqarah ayat 186 :”Kepunyaan Allah Timur dan Barat, kemana kamu menghadap maka disana wajah Allah”.

QS. Al-Hadid ayat 4 :”...Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

QS. Qaaf ayat 16 :”...dan Kami (Allah) lebih dekat kepadanya (manusia) daripada urat lehernya (manusia)”


Artikel ini bukahlah untuk menyindir atau merendahkan tata cara ibadah umat Islam khususnya haji dan umroh, dan tidak ada selintaspun dalam diri saya kesombongan bahwa ibadah saya yang lebih baik dan sempurna. Namun artikel ini sebagai bahan renungan dan instropeksi bersama, sehingga ketika umat Islam menyembah Allah SWT tidak terpesona kepada ciptaan-Nya. Kita harus memurnikan ibadah semata-mata karena Allah SWT.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri
Shalat Center-Halaqoh Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com