DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Jumat, 14 Agustus 2009

Belajarlah Dari Kematian Kita


BELAJARLAH DARI “KEMATIAN” KITA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Pernahkah anda memperhatikan bahwa lampu yang menyinari ruangan anda sebenarnya berada dalam kondisi hidup dan mati. Tentunya anda tidak mengira, hal ini dikarenakan kecepatannya (antara hidup dan mati) lampu terlampau cepat sehingga seolah-olah kelihatan hidup atau bersinar terus menerus. Padahal tidaklah demikian. Lampu yang bersinar sebenarnya berada dalam kondisi antara hidup dan mati. Kalau selama ini kita salah menyikapi karena semata-mata keterbatasan indera penglihatan kita untuk melihat, sehingga seolah-olah lampu itu hidup terus menerus.

Hal ini juga sering terjadi, selama ini kita menyangka bahwa langit berwarna biru, namun hakikatnya tidak demikian. Coba anda bayangkan ketika anda memakai pesawat luar angkasa berusaha menembus langit, maka pasti anda tidak akan menemukan warna biru, bahkan langit sendiri itu tidak ada. Sekali lagi ini semua karena keterbatasan indera penglihatan kita. Demikian pula ketika anda dari jauh melihat gunung berwarna biru, namun ketika anda dekati ternyata gunung itu tidak berwarna biru.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati Allah SWT, pernahkah juga anda perhatikan bahwa di dalam kehidupan kita selalu didampingi (akrab) dengan kematian? Tentu anda tidak mengira demikian atau selama ini anda tidak terlalu memperhatikan fenomena ini. Supaya anda percaya, kita ambil contoh sederhana yaitu ketika seorang pasien yang sedang dirawat di UGD dan biasanya untuk memantau kondisinya, pihak Rumah Sakit akan memberikan alat pemantau nafas sang pasien. Pada alat tersebut terlihat seperti gelombang atau grafik sebagai tanda sang pasien masih bernafas atau hidup. Ketika pasien tersebut menarik nafas atau menghembuskan nafas maka akan terlihat grafik tersebut naik turun. Coba perhatikan ketika tarikan nafas atau hembusan nafas berada pada ujung nafas, maka akan terlihat titik atau puncak batas nafas tersebut (ketika menarik nafas) dan titik atau lembah batas nafas sang pasien (ketika menghembuskan nafas). Titik atau ujung nafas inilah dimana saat-saat jantung si pasien berhenti berdegup yang artinya itulah titik kematian.

Manusia saat terlahir ke dunia (kehidupan) sebenarnya juga sudah dibarengi kapan kematiannya. Ini berarti hidup dan mati selalu berdampingan. Begitulah Allah SWT menciptakan apa-apa yang berada di bumi ini berpasang-pasangan. Hidup dan mati, siang dan malam, baik dan buruk, panas dan dingin, fujur dan taqwa, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, kuat dan lemah, dll. Tidak ada yang berada ditengah-tengah, karena pastilah diantara keduanya ada yang lebih dominan. Mari kita perhatikan ayat berikut ini,

“Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasang-pasangan semuannya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (QS. Ya Sin 36 : 36).

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah,..." (QS. Adz-Dzariyat 51 : 49).

Manusia juga sering tidak menyadari bahwa dalam tidurnya sebenarnya kita dalam kondisi “mati” karena Ar-Ruh (Ruh Ruhani) kembali berpulang kepada Allah SWT, sedangkan ruh jasmani masih menemani saat sedang tidur. Marilah kita perhatikan ayat berikut ini,

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. (QS. Az-Zumar 39 : 42).

Lalu pelajaran apa yang dapat kita ambil dari “kematian” (tidur) dalam kehidupan kita sehari-hari di dunia ini?

Pertama, dari surat Az-Zumar 39 : 42 dapat kita peroleh informasi bahwa selama tidur, Ar-Ruh (Jiwa) kita pulang ke Allah SWT. Ini sekaligus memberi pelajaran kepada kita bahwa Ar-Ruh inilah diri kita (manusia) yang sebenarnya. Segala aktivitas kita selama ini digerakkan oleh Ar-Ruh yang merupakan amar dari Allah SWT. Kita ambil contoh sederhana saja, selama ini kita mengira bahwa ketika kita melihat yang melihat adalah mata kita, benarkah? Ternyata keliru. Coba perhatikan ketika ada manusia tidur, kemudian anda iseng membuka kelompak matanya. Dapatkah dia (mata miliknya) melihat meskipun matanya terbuka? Tidakkan? Jadi sebenarnya siapa yang melihat selama ini? Yaitu Ar-Ruh.

Karena pada saat tidur Ar-Ruh meninggalkan jasadnya maka manusia tidak dapat melihat! Jadi mata kita sebenarnya hanyalah sebagai alat atau perangkat, sedangkan yang dapat melihat adalah Ar-Ruh. Demikian pula telinga kita, mulut kita, otak kita, dsb.

Lalu bagaimana dengan kondisi orang mati yang sesungguhnya? Yaitu ketika Ar-Ruh (jasmani dan ruhani) bersama-sama meninggalkan jasad kita. Itulah mati yang sebenarnya.

Kedua, Tidur adalah Ma’rifat. Karena Ar-Ruh kita kembali menghadap kepada Allah SWT. Ketika shalat kita khusyu’ sebenarnya kita juga dalam posisi pulang (mi’raj) menghadap kepada Allah SWT, namun kondisi ini dibarengi dengan kesadaran. Nabi SAW pernah bersabda, “Asshalatu mi’rajul mukminin” (Shalat itu mi’rajnya orang mukmin). Namun kalau Ar-Ruh kita pulang kepada Allah SWT tanpa didasari dengan kesadaran kita maka manusia dalam posisi tidur atau pingsan.

Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi anda semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar