DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Rabu, 24 Juni 2009

Menakar Kadar Cinta Kita Kepada Allah SWT


MENAKAR KADAR CINTA KITA KEPADA ALLAH SWT

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Para sahabat dan sidang pembaca yang dimuliakan, dirahmati dan dicintai Allah SWT.

Saat cinta datang menyambangi hati manusia maka kita tidak mampu menolaknya. Cinta kadang tidak direncanakan dan tiba-tiba datang menyergap kehidupan. Ketika cinta merasuki hati setiap insan maka hidup ini terasa indah berhiaskan senyuman, nyaman, penuh kasih sayang, tidak mudah tersinggung, dan suasana hidup menjadi berbunga-bunga.

Bahkan bagi kawula muda, jatuh cinta dianggap segala-galanya. Kadang tidak peduli dengan nasehat orang tua. Waktu, pikiran dan tenaga dikorbankan buat si dia. Tidak peduli siang dan malam, panas dan hujan, tanpa si dia disisinya dunia terasa hampa. Hidup tak bergairah. Tidak nafsu makan dan susah tidur. Dalam bahasa gaul, inilah yang biasa disebut dengan cinta buta. Segala logika terabaikan.

Namun cinta kadang membuat manusia kalap, ketika cinta tidak bersambut. Bahkan tak jarang segala perbuatannya yang dilakukan diluar akal sehat dan sulit dicerna. Segala jalan ditempuh untuk mendapatkan cinta, meski cinta itu menjauh darinya. Dan puncaknya adalah kebencian yang membara, ketika cinta tidak menyambutnya.

Kata cinta sungguh sulit didefinisikan, namun mudah dirasakan dan dipahami. Banyak manusia yang sedang jatuh berusaha mendefinisikan apa itu cinta. Namun anehnya antara satu manusia dengan manusia yang lain memiliki definisi yang berbeda-beda meskipun topik bahasannya sama yaitu cinta. Tetapi jika cinta itu dirasakan dan dipahami, tanpa perlu didefinisikan maka melalui bahasa universal manusia, “makhluk” yang bernama cinta akan memiliki kefahaman yang sama, tanpa susah-susah dijabarkan.

Ya, cinta adalah anugerah Allah SWT kepada makhluk-makhluknya tanpa membeda-bedakan apakah dia kaya, miskin, tua, muda, dsb. Tanpa cinta hidup akan dipenuhi dengan kekerasan, kelicikan, kesombongan, dll. Cinta itu fitrah manusia sekaligus bahasa universal. Melalui bahasa universal inilah manusia diharapkan dapat memberikan kasih sayang kepada semua makhluk yang ada dimuka bumi ini sesuai dengan derajat atau kadar cinta itu. Ada cinta kepada pasangannya, keluarga, sahabat, tetangga, teman, hewan dan tanaman peliharaannya, dsb. Inilah the power of love.

Demikian pula Allah SWT, Dia-lah benar-benar pecinta sejati kepada makhluk-makhluk-Nya yang tercermin dalam asma-Nya, Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Allah SWT tidak pernah mendzalimi manusia, tetapi manusia-lah yang mendzalimi diri sendiri.

“Sesungguhnya Allah tiada mendzalimi manusia, tetapi manusialah yang mendzalimi dirinya sendiri”. (QS. Yunus 10 : 44).

Kalau begitu besarnya cinta Allah SWT kepada manusia, maka seberapakah besarnya kadar cinta kepada Allah SWT? Apa bukti atau tanda kalau kita cinta kepada Allah SWT? Padahal sering bahkan teramat sering kita bilang bahwa kita cinta kepada Allah SWT.

Ketika Allah SWT menyapa manusia melalui suara adzan, kadang kita berucap diluar kesadaran, seperti mengucapkan,” Yah...sudah waktunya adzan nih! Padahal kerjaan masih banyak dan segera harus selesai!” dengan nada suara yang agak “berbau” malas dan ogah-ogahan. Seolah shalat hanya menghabiskan jatah waktu kita.

Atau sering pula “rasa lega” timbul ketika shalat kita mendekati salam karena sebentar lagi terbebas dari kewajiban. Inikah bukti bahwa kita cinta kepada Allah SWT? Maukah kita disebut Allah SWT dalam golongan orang-orang munafik?

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas....”.(QS. An-Nisa’ 4 :142).

Sering pula kita tidak mau menerima pemberian dari Allah SWT karena pemberian itu tidak sesuai dengan keinginan (nafsu). Bahkan tidak jarang bila kita mempunyai hajat dan mohon dikabulkan tetapi Allah SWT tidak memberinya maka kita menuntut hak kita, bahkan bila do’a tidak dikabulkan timbul persepsi negatif seperti menganggap Allah SWT tidak sayang, tidak adil, dsb. Seolah-olah kewajiban yang kita jalankan selama ini (shalat, puasa, zakat, shadaqah, haji, dll) sebagai “barang dagangan” untuk menyuap Allah SWT.

Padahal tidak terkabulnya keinginan atau do’a adalah salah satu bentuk cinta Allah SWT kepada hamba-Nya. Belum tentu apa yang kita minta itu baik bahkan bisa mencelakakan kita. Karena Allah SWT lebih tahu hal yang terbaik bagi abdi-Nya.

“...boleh jadi kamu benci sesuatu, sedang ia lebih baik bagimu; boleh jadi kamu kasihi sesuatu, sedang ia mudharat bagimu. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2 : 216).

Lalu takaran apa yang menandakan kadar cinta kepada Allah SWT?

1. Rindu. Orang yang dirundung cinta pasti selalu diliputi rasa rindu untuk selalu bertemu atau berjumpa dengan kekasihnya. Demikian pula orang-orang yang beriman selalu rindu untuk selalu bertemu atau berjumpa dengan Allah SWT. Salah satunya diejawantahkan dalam perilaku shalatnya, yaitu shalat yang khusyu’. Shalat yang penuh dengan suasana kemesraan sehingga selalu ingin berlama-lama bertemu dengan “Sang Kekasih” yaitu Allah SWT.

2. Berkorban. Seorang yang dilanda cinta pasti mau berkorban dengan ikhlas untuk mendapatkan cinta dari “Sang Kekasih” baik berkorban dengan perkataan (menyampaikan yang haq), perbuatan (amar makruf nahi munkar), harta bahkan jiwa sekalipun.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya; kemudian dia tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS. Al-Hujurat 49 : 15).

3. Menerima dan bersyukur atas segala pemberian dari Allah SWT, apapun bentuknya, sehingga kita tidak menaruh prasangka buruk kepada “Sang Kekasih” sehingga Allah SWT merahmati dan meridhai kita.

Demikian sedikit sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri
SC-HSS
www.akubersujud.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar