DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Tampilkan postingan dengan label mutaqin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mutaqin. Tampilkan semua postingan

Selasa, 12 November 2013

TETRALOGY E-BOOK TERBITAN PONDOK AR-RAHMAN AR-RAHIM SEMARANG


                                


RESENSI E-BOOK (ELECTRONIC BOOK)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Sebagai seorang muslim wajib hukumnya beriman kepada Allah SWT, selain iman kepada Malaikat, Nabi, Kitabullah, Hari Kiamat dan Takdir. Inilah harga mati agar iman kita sempurna. Tetapi ironisnya kebanyakan dari kita tidak mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya, sehingga dalam beribadah pun seringkali tidak khusyu’. Bahkan tak jarang karena ketidaktahuan kita, muncul pendapat bahwa kita hanya dapat berjumpa Allah SWT saat di akhirat kelak. Benarkah statement (pernyataan) ini? Kalau umat islam hanya dapat berjumpa Allah SWT di akhirat kelak, lalu ketika anda mendirikan shalat berjumpa dan menyembah siapa? Lalu bagaimana dengan pernyataan Rasulullah Muhammad SAW dalam sebuah hadits-nya, “Ash Sholatu Mi’rajul Mu’minin” (Shalat adalah mi’raj-nya orang-orang mukmin). Shalat adalah perjumpaan antara hamba dan Sang Khaliq tanpa perantara siapa dan dengan apapun, sehingga sang hamba dapat berdialog, berkomunikasi dan berkeluh kesah atas permasalahan yang sedang dihadapinya. Demikian pula yang dilakukan Rasulullah SAW setiap kali ada permasalahan yang dihadapi, beliau mendirikan shalat sunnah untuk mendapatkan petunjuk (solusi) atas masalah yang sedang beliau hadapi.

Kalau demikian halnya mengapa kita sebagai seorang mukmin tidak yakin dengan sabda Rasulullah SAW tersebut? Ketika ketidak-yakinan bahwa seorang hamba tidak dapat berjumpa dengan Allah SWT saat di dunia ini maka mengakibatkan kita sering berbuat kemungkaran, karena tingkah laku (akhlaq) kita tidak dijaga langsung oleh Allah SWT. Itu mengapa dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-Ankabuut 29:45). Kalau demikian halnya, yang salah cara kita shalat atau ayat tersebut? Tentu saja firman Allah SWT benar, jadi cara kita beribadah kitalah yang perlu dikoreksi. Adakah yang belum sempurna dalam ibadah kita? Mungkinkah kita dapat meraih pahala dan berharap masuk surga?

Tetralogy E-BOOK terbitan Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim, Semarang ini mencoba menguraikan tahap demi setahap bagaimana kita meneladani spiritual Rasulullah SAW dan nabi-nabi lainnya sehingga kita dapat mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya (ma’rifatullah), khusyu’ ibadahnya, dan lain sebagainya. Semoga bermanfaat.


Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Penulis

LALU BAGAIMANA CARA MEN-DOWNLOAD E-BOOK INI?

1.  Pastikan bahwa PC/Laptop/Notebook/Ipad (milik pribadi atau di Warnet) anda ada program ADOBE READER dan WINRAR (biasanya program ini telah tersedia, namun tidak ada salahnya anda mengecek terlebih dahulu untuk memastikannya. Kalau belum ada silahkan mendownload secara gratis di internet).  Jika anda tetap men-download E-Book ini, namun tidak ada kedua program tersebut maka anda tidak dapat membuka dan membacanya, kondisi ini di luar tanggung jawab saya. Melalui kedua program ini anda dapat membuka dan membaca E-Book tersebut. Selain itu anda juga dapat mencopy dan mencetak.

2. Ke-empat E-Book ini ada  PASSWORD-nya sehingga anda tidak dapat membuka tanpa ada pemberitahuan PASSWORD dari saya. Anda hanya bisa men-download saja namun tidak dapat membuka dan membacanya sehingga akan sia-sia.

3.   Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada anda. Untuk mendapatkan PASSWORD tersebut silahkan anda mentransfer uang donasi.  Uang donasi ini sebagian saya sisihkan dan digunakan untuk kepentingan umat yaitu memberi bantuan saudara-saudara kita yang tengah tertimpa musibah, menyantuni anak yatim piatu dan fakir miskin, pembangunan TPQ-PAUD, serta kegiatan sosial keagamaan lainnya.

4.      Anda dapat men-transfer via internet banking atau jika anda menyetor ke bank melalui slip setoran, maka jangan lupa cantumkan nama anda, jumlah donasi dan isi keterangan judul pembelian E-Book ini, hal ini untuk mempermudah pengecekan saya di rekening mengenai sudah masuk atau belumnya uang donasi  tersebut. Adapun besarnya uang donasi (HARGA SATU E-BOOK) sebesar Rp. 50.000,- (Lima Puluh Ribu Rupiah) dan saya pun sangat berterima kasih bila anda berkenan memberikan donasi lebih, karena sebagian donasi untuk kegiatan sosial keagamaan.

Uang donasi dapat ditransfer ke :

- Bank BCA, KCP Kedungmundu, Semarang
- No. Rekening    : 8915006104
- Atas Nama         : Iwan Fahri Cahyadi
     
ATAU

- Bank BNI, KC UNDIP, Semarang
- No. Rekening      : 0096371734
- Atas Nama          : Iwan Fahri Cahyadi

5.   Setelah anda men-transfer uang donasi tersebut, silahkan anda SMS ke nomer HP : 0858-7651-6899 disertai nama anda,  besarnya uang donasi, nama bank tempat anda mentransfer dan Judul E-Book yang anda beli. Setelah saya cek dan dipastikan donasi sudah masuk, maka saya segera  akan mengirim PASSWORD ke Handphone anda. Saya juga mohon dengan rendah hati agar PASSWORD tersebut jangan disebar-luaskan kepada mereka yang tidak berhak, mengingat dana donasi ini sebagian saya sisihkan untuk kegiatan sosial keagamaan.

6.   Dilarang memperbanyak, memperjual-belikan dan mengutip isi buku ini tanpa seijin saya, karena ini melanggar HAK CIPTA dan melanggar UNDANG-UNDANG.

Demikian saya sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan banyak terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmmatullahi wabarakaatuh

SILAHKAN DOWNLOAD E-BOOK DISINI

  1. E-Book PERTAMA : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html      (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  4. E-Book KEEMPAT, : “MEREKONSTRUKSI KESALAH-KAPRAHAN MENG-IMAN-I TAKDIR” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/10/e-book-ke-empat-merekonstruksi-kesalah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya). 

Senin, 23 September 2013

MAKNA SPIRITUAL IBADAH HAJI (1)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Beberapa hari belakangan ini saya mendapat undangan untuk menghadiri walimatussyafar (syukuran haji), baik dari kerabat, sahabat dan handai taulan yang akan berangkat menunaikan ibadah haji di tahun 1434 H ini. Dilatar belakangi peristiwa ini, maka artikel kali ini akan membahas tentang haji, khususnya dari sisi (makna) spiritualnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Amin.

Prosesi ibadah haji adalah sebagai bentuk penghargaan atas ketaatan dan ketunduk-patuhan keluarga nabi Ibrahim AS kepada perintah Allah SWT. Seperti kita ketahui, Thawaf sebagai ritual atas pembangunan ka’bah oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS, Sai adalah bentuk ritual atas Ibunda Hajar dan Ismail AS ketika ditinggal di padang tandus oleh Ibrahim AS atas perintah Allah SWT, Wukuf adalah ritualnya nabi Ibrahim AS saat mencari siapa Tuhannya dengan berjalan kaki bersama kaumnya, kemudian mendapat wahyu untuk menghadapkan wajahnya kepada wajah pencipta langit dan bumi, Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (QS. Al-An’aam 6 :79), melempar Jumrah adalah bentuk ritual atas peristiwa Ibrahim AS ketika akan menyembelih Ismail AS atas perintah Allah SWT dan saat itu mendapat godaan iblis hingga keraguan menyelimuti hatinya agar jangan melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.

Haji adalah ibadah puncak rukun islam yang kelima bagi orang beriman yang diwajibkan atas mereka yang mampu secara materi (fisik), psikis (mental) dan spiritual. Kesempatan berhaji adalah peluang untuk mempraktekan rukun islam sebagai satu kesatuan (rangkaian) sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Shalat sebagai sarana pengangkut niat hamba yang ingin berjumpa Allah SWT (Mulaqu Rabbihim) dan ingin kembali kepada-Nya (Illaihi Roji’uun) dalam ibadahnya. Syahadat sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan keinginan (niat) hamba dapat menyaksikan Dzat Allah di dalam otaknya, seperti yang dilakukan oleh nabi Musa AS di bukit Tursina. Puasa sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan menyambungkan hati dengan otak hanya ingin berjumpa Allah SWT di dalam hati. Zakat sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan ikhlas tidak takut kepada neraka dan tidak berharap surga, hanya ingin berjumpa Allah SWT semata. Mengapa ? Karena surga dan neraka adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT.

Demikian pula dengan ibadah haji terutama saat wukuf di Padang Arafah. Spiritual wukuf (berdiam diri/Thuma’ninah/Sabar) juga sebagai ‘roket’ pendorong shalat agar semua perangkat agama (jiwa dengan akal tersambung), tiga kecerdasan islam (IQ, EQ, SQ) pasti akan tersambung secara sempurna. Lima perangkat tersebut merupakan roket yang paling besar tenaganya dibanding dengan lainnya. Dengan tersambungnya lima perangkat islam sebagai agama fitrah (ruh berkuasa atas diri ini) maka dapat dijadikan sarana membuktikan man arafa nafsahu waqad arafa rabbahu. Sehingga secara fisik ia hadir di padang arafah (syariat), namun secara hakikat ia dihadirkan Allah SWT di padang arafah-Nya yang luas tak berbatas. Peristiwa seperti itu diterangkan Allah SWT sebagai haji Mabrur. Orang-orang yang mendapat gelar haji mabrur adalah mereka dalam shalatnya tidak ada bedanya ketika dihadapan Ka’bah saat berhaji atau ketika telah pulang ke negaranya dan shalat di rumahnya sendiri/masjid/musholla. Mereka sudah menikmati suasana kemana kamu menghadap disitulah wajah Allah SWT.

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” .(QS. Al-Baqarah 2 :115).

Dengan demikian ibadah haji adalah sebuah moment pencerahan diri. Sebuah laku ibadah puncak untuk menyingkap tirai dinding kalbu, menembus kegelapan untuk menggapai cahaya al-haq yang terpancar dari nur Illahi. Nur Ilahi memancar dan merambat pada empat tatanan; Intelektual (subyektifitas berfikir) IQ/Intelectual Quotient, Spritual (kejernihan jiwa, kebersihan hati, keikhlasan & al-ihsan serta kepekaan rohani terhadap atmosfir Rububiyyah dan Uluhiyyah) SQ/Spiritual Quotient, Mental (kesabaran, keseimbangan, elastisitas dan rileksitas) dan Moral (integritas pribadi, intensitas sosial, dedikasi jama‘ah dan kesantunan kemanusiaan) EQ/Emotional Quotient.
(Bersambung…)

Artikel di atas adalah petikan dari e-book saya yang ketiga yang berjudul “Menyibak Takwil Rakaat Shalat Fardhu”. Apabila pembaca berminat, silahkan membeli (donasi untuk kepentingan social keagamaan) dengan cara mendownload. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Jumat, 20 September 2013

ANTARA ALLAH DAN TUHAN (2)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Allah SWT Maha Adil, melalui Rasulullah Muhammad SAW, Allah SWT memberikan pengajaran bagaimana seharusnya umat islam berproses untuk mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya.

Setiap manusia diberikan potensi (perangkat) yang sama untuk mengenal siapa sejatinya Allah SWT itu. Adapun potensi yang diberikan ada lima, yaitu otak, jiwa, akal, hati dan ar-ruh. Ketika manusia dapat menyambungkan ke lima potensi ini menjadi satu kesatuan utuh (sistem Tuhan) maka ar-ruh akan berkuasa (menjadi nahkoda) atas perilaku manusia. Inilah satu-satunya potensi manusia yang pernah berjumpa dengan Allah SWT sebelum ar-ruh dihembuskan ke dalam tubuh bayi saat berumur 4 bulan dalam rahim ibu (QS. Al-‘A-raaf 7:172). Namun sayang, seiring dengan bertambahnya usia, ar-ruh tenggelam dalam pusaran nafsu dan hingar binger kehidupan yang bersifat duniawi, sehingga terbelenggu di dalamnya.

Kembali lagi mengenai 5 (lima) potensi manusia. Secara tersirat, Allah SWT pun telah memerintahkan agar manusia memanfaatkan lima potensi itu dalam beribadah, dzikrullah dan lain sebagainya agar kesadaran kita senantiasa focus (khusyu’) kepada Allah SWT.

“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk”. (QS. Ar-Rad 13:21).

Ayat di atas selama ini hanya dipahami umat islam secara tekstual (tersurat) sebagai perintah (hanya sebatas) menjalin silaturahim antar manusia. Padahal maknanya tidak sesempit itu. Secara kontekstual (tersirat/takwil) maknanya lebih mendalam yaitu perintah untuk menyambungkan ke lima potensi manusia agar islam sebagai agama fitrah manusia berfungsi kembali sebagaimana kita sewaktu masih bayi yang terlahir dalam keadaan fitrah.

Tanpa mengfungsikan kelima potensi itu maka tidak mungkin manusia dapat berma’rifatullah (mengenal dan berjumpa Allah SWT). Ibarat sepeda motor baru dapat berfungsi dan bermanfaat ketika masing-masing bagian (spare part) digunakan secara bersamaan (dirangkai menjadi satu kesatuan utuh). Sepeda motor dapat berjalan ketika mesin, roda, accu, karburator, kerangka body, dan perangkat lainnya terangkai menjadi satu kesatuan utuh menjadi satu sistem yang saling mendukung. Tidak mungkin sepeda motor dapat berjalan kalau masing-masing perangkatnya terpisah. Demikian pula manusia tidak akan mampu meneladani perilaku Rasulullah SAW dalam mengenal Allah SWT, paham Al-Qur’an dan lain sebagainya, kalau umatnya tidak mau meneladani apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW dulu sewaktu di gua Hira’ dengan memanfaatkan kelima potensi ini.

Saat ini kebanyakan umat islam hanya melihat perilaku (sunnah) Rasulullah SAW berdasarkan out-putnya (hasilnya/Setelah diangkat menjadi Nabi) saja tentang apa yang dilakukan beliau, tetapi melupakan apa yang menjadi penyebab (input/proses/saat beliau ummi) sehingga Rasulullah SAW dapat berperilaku begitu mulia (akhlaqul kharimah). Padahal secara jelas dan terang, Allah SWT memerintahkan umat manusia untuk melihat, mempelajari, memahami dan mengamalkan tentang apa yang ada dalam diri Rasulullah SAW sebagai manusia biasa sehingga menghasilkan budi pekerti luhur dan pada akhirnya beliau diberi derajat Nabi.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab 33:21).
           
Dari ayat di atas sangatlah jelas, kata “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah…” menunjukkan apa yang ada pada diri manusia untuk mengenal dan berjumpa Allah SWT dalam beribadah, sehingga umat islam diperintahkan untuk melihat potensi (otak, akal, jiwa, hati dan ar-ruh) apa yang diberikan Allah SWT pada diri Rasulullah SAW sebagai manusia biasa. Umat islam pun diberikan potensi yang sama dengan yang dimiliki beliau. Artinya, selaku manusia biasa, Rasulullah Muhammad SAW dan nabi lainnya juga telah diberikan lima perangkat untuk beribadah seperti otak (IQ), hati (EQ), an-nafs (jiwa), akal dan ar-Ruh (SQ). Beliau mampu memanfaatkan kelima potensi ini menjadi satu kesatuan sehingga out put yang dihasilkan adalah akhlaqul kharimah karena ar-ruh berkuasa atas diri beliau. Suri teladan (uswatun hasanah) ini yang seharusnya diamalkan dan diteladani umat islam untuk mengenal Allah SWT (ma’rifatullah). Adapun yang membedakan antara umat dan Rasulullah Muhammad SAW adalah nur kenabian (nur nubuwah)/derajatnya.

“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS. Ibrahim 14:11).

Berfungsinya ar-ruh ini tidak saja sebagai media untuk berjumpa dengan Allah SWT saat beribadah (Ash-Sholatu Mi’rajul Mu’miniin~Sholat adalah mi’raj-nya orang mukmin), tetapi juga menyebabkan manusia memiliki akhlak yang mulia sebagaimana Rasulullah Muhammad SAW sehingga  mendapat predikat uswatun hasanah.

Kondisi inilah yang sering tidak diperhatikan dan disadari oleh umat beliau, karena kebanyakan mereka lebih memperhatikan output (hasil/sunnah)-nya saja, tanpa menghiraukan input (proses-nya) untuk meraih akhlaqul karimah dan derajat tertinggi yaitu mukhlasin. Ibarat kita ingin membuat masakan yang enak, dan lezat, namun tidak pernah mengerti dan paham apa saja bahan bakunya, cara meracik bumbu, tahapan yang harus dilakukan untuk mengolahnya, kepada siapa harus belajar memasaknya, maka mustahil dapat menghasilkan makanan yang kita inginkan.

Allah SWT itu mempunyai sifat Adh-Dhahir (Nyata) dan Al-Bathin (Ghaib), kedua sifat ini tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan utuh. Kalaulah umat islam sendiri menggunakan perangkat yang tidak tepat (tidak meneladani Rasulullah Muhammad SAW) dalam beribadah dan riyadloh, tentulah tidak akan mungkin berjumpa dengan Allah SWT dan hanya berjumpa dengan Tuhan-Tuhan hasil rekayasanya, baik berupa persepsi huruf/tulisan Allah SWT maupun media-media tertentu. Padahal secara jelas dalam Al-Qur’an, (melalui pelaksanaan rukun islam yang tepat untuk dapat membuktikan rukun iman), puncaknya seorang hamba akan di-syahadat-kan (bukan hanya sebatas ucapan dibibir saja) dan diperkenalkan oleh Allah SWT sendiri, tentang siapa sejatinya Allah-nya manusia dan alam semesta.

“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya”. (QS. Al-Insyiqaaq 84:6).

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thaha 20:14).
                       
                        Dari uraian ringkas dapat disimpulkan, bahwa bila wujud Allah SWT hanya dipersepsikan atau diimajinasikan, maka itu bukan sejatinya Dzatullah, tapi Tuhan-Tuhan buatan manusia sendiri melalui “rekayasa” file dalam otaknya karena tidak pernah meneladani cara berproses Rasulullah SAW, mulai dari ummi menjadi Nabi.

Adapun sejatinya Allah SWT adalah ketika manusia mampu memfungsikan ar-ruh (atas ijin Allah SWT) sehingga dapat berjumpa dengan Dzatullah yang didahului dengan proses dikenalkan melalui Asma, Sifat dan Af’al-Nya. Dan ini dapat dilakukan dengan meneladani apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW (cara ber-spiritual Rasulullah SAW dalam ber-ma’rifatullah). Inilah yang membedakan antara Allah SWT dan Tuhan.

            Lalu bagaimana memanfaatkan kelima potensi tersebut? Riyadloh apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW mulai dari ummi (sebelum diangkat menjadi nabi) sampai beliau diangkat menjadi nabi? Pengalaman dan tahapan spiritual apa saja yang diraih Rasulullah SAW sehingga mencapai maqam muhlasin? Pembahasan lebih jauh silahkan membeli E-Book saya dengan cara mendownload di bawah ini. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html     (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!

Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang


Selasa, 17 September 2013

ANTARA ALLAH DAN TUHAN (1)



Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Trend cara beragama yang instan dewasa ini membuat hampir sebagian umat islam tergagap-gagap dalam meneladani bagaimana cara Rasulullah Muhammad SAW dapat khusyu’ dalam beribadah kepada Allah SWT dan mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya (haqqul yaqin). Ketidaktahuan dan ketidakpahaman cara mengenal Allah SWT membuat kita dalam beragama hanya menjalankan ibadah sebatas ritual, bahkan ada sebagian kecil yang menjurus seremonial. Padahal dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan sedetail-detailnya dan Rasulullah Muhammad SAW sudah memberikan contoh. Kita hanya perlu membuka kitabullah dan menjalankan apa-apa yang dicontohkan imam kita, yaitu Rasulullah SAW.

            Jadi janganlah heran kalau dewasa ini agama kehilangan ruh-nya, dan Allah SWT sebagai Tuhannya manusia dan alam semesta hanya dikenali secara setengah-setengah (tidak holistic). Bahkan saat ini hal-hal yang membahas tentang siapa sebenarnya Allah SWT itu dianggap tabu. Akibatnya, ketika menunaikan ibadah pun (karena tidak mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya) kita sering memfasilitasinya dengan menggunakan persepsi atau imajinasi dalam menilai “wujud” Allah SWT. Padahal persepsi atau imajinasi itu berada dalam wilayah otak, tragisnya lagi, otak kita tidak pernah menyimpan file tentang wujud Allah SWT. Pada akhirnya, dalam beribadah kita lebih sering “membayangkan” tulisan (asma), atau mencoba “berwasilah” melalui media atau gambar tertentu. Cara beribadah seperti ini tentulah belum tepat. Mengapa? Karena persepsi atau imajinasi tidak selalu sesuai dengan reality (kenyataan).

“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.  Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar 39:2-3).

Kondisi ini diperparah dengan doktrin bahwa  kita hanya dapat berjumpa dengan Allah SWT di akhirat kelak. Hanya para nabi/rasul yang dapat berjumpa Allah SWT saat hidup di dunia ini, sehingga mereka dapat berdialog, berkomunikasi, dan lain sebagainya. Kalau kesimpulannya demikian maka saya ingin bertanya,”Lalu saat anda shalat berjumpa dan menyembah siapa kalau tidak bertemu dengan yang disembah? Atau jangan-jangan dalam shalat anda justru yang muncul masalah-masalah ke-duniawi-an anda seperti pekerjaanku yang menumpuk, hutangku yang belum terbayar, anak-anak yang belum dijemput dari sekolah, dll. Kalau anda mengalami demikian bukankah saat anda shalat justru menyembah masalah, bukan menyembah Allah SWT? Apa ini tidak dinamakan syirik? Padahal perbuatan syirik (menyekutukan) Allah SWT adalah dosa yang tidak diampuni. Nah lho”. Coba perhatikan ayat berikut ini.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.(QS. An-Nisaa’ 4:116).

            Sholat adalah perjumpaan antara hamba dengan Allah SWT tanpa perantara siapa dan dalam bentuk apapun. Cara beribadah yang melalui persepsi atau imajinasi, dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai caraibadah berada di tepi. Mengapa? Karena cara ini tidak masuk dalam wilayah haqqul yaqin, sehingga mudah terombang-ambing dan sangat berbahaya. Maka tak heran, bila realita yang ada tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan (inginkan) maka kita gampang protes kepada Allah SWT, malah terkadang malas dalam beribadah. Demikian pula sebaliknya. Inilah cara beragama yang sejatinya tidak mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya. Sungguh ironis bukan?
             
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (QS. Al-Hajj 22:11).

Bersambung….

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Jumat, 13 September 2013

SUDAHKAH ALLAH SWT MENGAMPUNI DOSA KITA?


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
           
            Tidak ada manusia yang sempurna. Tidak ada pula manusia yang tidak pernah melakukan perbuatan yang membuat Allah SWT tidak berkenan. Bahkan seorang nabi pun tidak terbebas dari perbuatan ini. Hanya Allah SWT Yang Maha Suci. Inilah beda antara Tuhan dan makhluk-Nya.

Namun demikian, Allah SWT dengan kasih sayang dan rahmat-Nya yang tidak terbatas, para utusan ini diampuni kekhilafannya. Agar para pembaca tidak memiliki persepsi buruk (su’udzlon) atas tulisan ini, dibawah ini saya nukilkan beberapa peristiwa yang dialami oleh para utusan-Nya (termuat dalam Al-Qur’an) yang membuat Allah SWT tidak berkenan atau menegurnya.

Pertama, Kisah Nabi Yunus, AS. Anda tentu masih ingat ketika sang nabi diperintahkan Allah SWT untuk berdakwah di daerah yang bernama ‘Asyur, antara sungai Dajlah dan sungai Furod. Hampir tiga puluh tahun lamanya beliau berdakwah dan hanya mendapat pengikut 2 orang. Menghadapi kondisi ini beliau kesal dan marah serta meninggalkan kaum tersebut tanpa seijin Allah SWT, dan nabi Yunus AS mengira tidak akan dihukum oleh Allah SWT. Apa yang terjadi kemudian? Tentu para pembaca sudah tahu cerita ini, Nabi Yunus AS ditelan oleh ikan  Hut, ketika beliau berlayar. Sekian lama beliau dalam perut ikan Hut sehingga beliau lemah dan sakit. Di tengah kondisi ini beliau akhirnya sadar akan kesalahannya, sehingga beliau memohon ampunan dan Allah SWT mengabulkan serta mengampuni kekhilafan beliau. Singkat cerita, pada akhirnya ikan Hut mengeluarkan beliau di tepi pantai dalam keadaan selamat dan beliau kembali lagi berdakwah. Adapun doa beliau untuk mohon ampun kepada Allah SWT sangat terkenal dikalangan umat islam hingga saat ini dan diabadikan dalam Al-Qur’an.

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Al-Anbiya’ 21:87).

Kedua, Kisah Nabi Sulaiman, AS. Inilah salah satu nabi yang banyak mendapat kenikmatan dari Allah SWT berupa kekuasaan, kekayaan, dapat berbicara dengan binatang, dan lain sebagainya. Kondisi yang penuh kenikmatan ini membuat sang Nabi pernah berbuat khilaf yaitu menyombongkan diri dihadapan Allah SWT dengan meminta ijin agar dengan kekuasaan dan kekayaannya diberikan kesempatan memberikan kebutuhan makan kepada seluruh makhluk-Nya. Apa yang terjadi kemudian? Tidak ada sehari beliau memberikan makan atas makhluk yang ada di muka bumi ini, beliau disadarkan bahwa dengan kekayaannya yang dimilikinya, beliau tidak mampu memberikan makan makhluk Allah SWT. Pada akhirnya beliau memohon ampun dan Allah SWT memaafkannya.

Ketiga, Kisah Nabi Musa AS. Tentu pembaca ingat peristiwa antara Nabi Musa AS dan Nabi Khidir.  Sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk belajar spiritual kepada Nabi Khidir. Atas perintah ini Nabi Khidir menyetujuinya namun dengan syarat selama “berguru” Nabi Musa AS tidak boleh memprotes apa-apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir. Meskipun Nabi Musa AS menyetujui persyaratan itu, dalam perjalanan spiritualnya, Nabi Musa AS selalu memprotes apa yang dilakukan nabi Khidir, yaitu ketika Nabi Khidir melubangi kapal nelayan yang ditumpanginya, membunuh anak kecil yang ditemuinya dan menolong menegakkan dinding bangunan rumah yang hampir roboh. Atas apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir, Nabi Musa AS selalu memprotes tindakannya.

Ketidaktahuan nabi Musa AS dalam memahami apa-apa yang dilakukan nabi Khidir karena Nabi Musa AS saat itu masih menggunakan “bahasa pikir” sehingga tidak mampu “membaca” hikmah atau tabir dibalik peristiwa itu semua.

Kemudian nabi Khidir menerangkan kepada nabi Musa AS bahwa kapal nelayan yang dilubangi semata-mata untuk menghindari kapal tersebut yang akan dirampas oleh raja yang zalim, mengingat kapal itu milik orang-orang miskin yang bekerja di laut untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Adapun anak kecil yang dibunuh karena kedua orang tuanya adalah orang mukmin yang taat, namun di saat nanti anak itu tumbuh dewasa akan mendorong kedua orang tuanya dalam kesesatan dan kekafiran. Sementara dinding rumah yang ditegakkan semata-mata untuk melindungi anak yatim piatu selaku pemiliknya, karena di bawah dinding itu tersimpan harta benda simpanan bagi mereka peninggalan dari orang tuanya (QS. Al-Kahfi 18 : 66-82). Atas apa yang dilakukannya, akhirnya Nabi Musa AS memohon maaf kepada Nabi Khidir dan Allah SWT.

Keempat, Kisah Nabi Muhammad, SAW. Rasulullah SAW pernah mendapat teguran dari Allah SWT yaitu ketika beliau tidak mengindahkan seseorang yang miskin dan buta ingin masuk dan belajar islam disaat beliau sedang menerima para pembesar (penguasa) quraisy dan beliau berharap para penguasa ini masuk islam. Atas kesalahannya ini beliau kemudian memohon ampun dan Allah SWT menerima permohonan itu. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an,

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya, Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),  sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya” (QS. Abasa 80: 1-11).

            Dari beberapa kisah di atas dapatlah dijelaskan, bahwa seorang nabi pun pernah berbuat salah, kemudian mereka minta maaf dan Allah SWT mengampuninya. Kalau para utusan-Nya saja berbuat demikian, apalagi kita selaku umatnya dan tidak pernah hidup bersama dengan mereka. Sudah berapa banyakkah dosa kepada Allah SWT yang pernah kita perbuat? Mungkin sudah tidak dapat dihitung jumlahnya

            Yang menjadi masalah sekarang adalah kita hampir setiap hari sudah memohon ampun kepada Allah SWT, baik dalam shalat, do’a, dzikir, dan berbagai kesempatan lainnya. Sudahkah Allah SWT menjawabnya dan memaaafkan kesalahan kita layaknya para nabi dahulu yang memohon ampun  dan Allah SWT segera menjawabnya dengan memberikan tanda dan bukti bahwa kesalahan (dosa) mereka telah diampuni? Lalu tanda dan bukti apa bahwa dosa anda diampuni Allah SWT? Kalau anda merasa bahwa dosa anda pasti diampuni Allah SWT lalu mengapa anda takut mati detik ini juga (tidak ikhlas, tidak siap dan tidak ridha) ketika Allah SWT menghendaki karena anda merasa banyak dosa dan takut masuk neraka? Bukankah perilaku ini menunjukkan bahwa  anda sejatinya belum atau tidak yakin bahwa dosa anda telah diampuni Allah SWT karena belum diberikan tanda dan buktinya?

Lalu apa tanda dan bukti bahwa dosa kita telah diampuni? Secara terang dan jelas, Allah SWT dalam Al-Qur’an berfirman bahwa salah satu tanda dan bukti orang-orang yang beriman diampuni dosanya, mereka akan mendapat ganti dengan kenikmatan-kenikmatan berupa ridha-Nya di dunia ini sebagaimana nabi-nabi, ulil amri, para waliyullah, dll. Coba perhatikan ayat berikut ini,

Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-Ankabuut 29:7).

            Ayat di atas menerangkan bahwa tanda dan bukti seseorang yang telah diampuni dosanya maka langkah perbuatannya (apa-apa yang dilakukannya) di kemudian hari di dunia ini telah mendapat ridha dari Allah SWT sehingga banyak nikmat yang akan diperoleh. Ini tiket (tanda dan bukti) untuk menikmati surga-Nya. Lalu bagaimana untuk mengenal tanda dan bukti bahwa dosa kita telah diampuni? Bagaimana agar Allah SWT berkenan melimpahkan ampunan, karunia, hidayah, rahmat dan ridha-Nya kepada kita? Saya tidak dapat menjelaskan panjang lebar di sini karena terbatasnya ruang dan waktu. Jika pembaca berkenan silahkan membeli E-Book saya dengan cara mendownload di bawah ini.

            Semoga artikel singkat ini bermanfaat bagi para pembaca. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang