DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Tampilkan postingan dengan label Tuhan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tuhan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 September 2013

ANTARA ALLAH DAN TUHAN (1)



Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Trend cara beragama yang instan dewasa ini membuat hampir sebagian umat islam tergagap-gagap dalam meneladani bagaimana cara Rasulullah Muhammad SAW dapat khusyu’ dalam beribadah kepada Allah SWT dan mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya (haqqul yaqin). Ketidaktahuan dan ketidakpahaman cara mengenal Allah SWT membuat kita dalam beragama hanya menjalankan ibadah sebatas ritual, bahkan ada sebagian kecil yang menjurus seremonial. Padahal dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan sedetail-detailnya dan Rasulullah Muhammad SAW sudah memberikan contoh. Kita hanya perlu membuka kitabullah dan menjalankan apa-apa yang dicontohkan imam kita, yaitu Rasulullah SAW.

            Jadi janganlah heran kalau dewasa ini agama kehilangan ruh-nya, dan Allah SWT sebagai Tuhannya manusia dan alam semesta hanya dikenali secara setengah-setengah (tidak holistic). Bahkan saat ini hal-hal yang membahas tentang siapa sebenarnya Allah SWT itu dianggap tabu. Akibatnya, ketika menunaikan ibadah pun (karena tidak mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya) kita sering memfasilitasinya dengan menggunakan persepsi atau imajinasi dalam menilai “wujud” Allah SWT. Padahal persepsi atau imajinasi itu berada dalam wilayah otak, tragisnya lagi, otak kita tidak pernah menyimpan file tentang wujud Allah SWT. Pada akhirnya, dalam beribadah kita lebih sering “membayangkan” tulisan (asma), atau mencoba “berwasilah” melalui media atau gambar tertentu. Cara beribadah seperti ini tentulah belum tepat. Mengapa? Karena persepsi atau imajinasi tidak selalu sesuai dengan reality (kenyataan).

“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.  Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar 39:2-3).

Kondisi ini diperparah dengan doktrin bahwa  kita hanya dapat berjumpa dengan Allah SWT di akhirat kelak. Hanya para nabi/rasul yang dapat berjumpa Allah SWT saat hidup di dunia ini, sehingga mereka dapat berdialog, berkomunikasi, dan lain sebagainya. Kalau kesimpulannya demikian maka saya ingin bertanya,”Lalu saat anda shalat berjumpa dan menyembah siapa kalau tidak bertemu dengan yang disembah? Atau jangan-jangan dalam shalat anda justru yang muncul masalah-masalah ke-duniawi-an anda seperti pekerjaanku yang menumpuk, hutangku yang belum terbayar, anak-anak yang belum dijemput dari sekolah, dll. Kalau anda mengalami demikian bukankah saat anda shalat justru menyembah masalah, bukan menyembah Allah SWT? Apa ini tidak dinamakan syirik? Padahal perbuatan syirik (menyekutukan) Allah SWT adalah dosa yang tidak diampuni. Nah lho”. Coba perhatikan ayat berikut ini.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.(QS. An-Nisaa’ 4:116).

            Sholat adalah perjumpaan antara hamba dengan Allah SWT tanpa perantara siapa dan dalam bentuk apapun. Cara beribadah yang melalui persepsi atau imajinasi, dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai caraibadah berada di tepi. Mengapa? Karena cara ini tidak masuk dalam wilayah haqqul yaqin, sehingga mudah terombang-ambing dan sangat berbahaya. Maka tak heran, bila realita yang ada tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan (inginkan) maka kita gampang protes kepada Allah SWT, malah terkadang malas dalam beribadah. Demikian pula sebaliknya. Inilah cara beragama yang sejatinya tidak mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya. Sungguh ironis bukan?
             
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (QS. Al-Hajj 22:11).

Bersambung….

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU" http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Rabu, 15 Mei 2013

PEM-BIAR-AN YANG BERUJUNG KEYAKINAN

PEM-BIAR-AN YANG BERUJUNG KEYAKINAN


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

      Era mordenisasi dan globalisasi salah satunya ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi, termasuk disini adalah arus informasi. Hubungan internasional sudah tidak tersekat-sekat lagi, batas Negara semakin semu dan beribu-ribu informasi datang membombardir mata dan telinga setiap harinya. Dunia seolah-olah menjadi kecil dan sempit karena hanya terkotak dalam sebuah  laptop, PC, notebook, I-Pad atau televisi. Kita tidak susah-susah mendatangi suatu peristiwa yang terjadi di Negara lain, cukup mengetik apa yang kita inginkan di internet maka semua berita telah tersaji cukup lengkap, baik tulisan, gambar maupun video.
           
            Namun sayang, sebagian besar dari kita hanya menerima informasi tersebut  secara mentah-mentah sebagai sebuah kebenaran dan tidak mau mengolah lagi. Artinya apakah benar informasi yang kita terima 100% benar? Atau apa yang kita lihat dan dengar hanya sebagian kecil saja? Kita tidak mau mencoba menganalisis latar belakang penyajian berita itu, tujuan suatu peristiwa dimunculkan, target yang ingin dicapai oleh mereka yang membuat atau menayangkan peristiwa tersebut, dan lain sebagainya. Kemalasan otak kita untuk mencerna keterangan-keterangan sebuah berita, tayangan film dan sinetron, talk show, infotaiment, dan lain sebagainya berakibat pada sebuah keyakinan.

       Hal senada sering terjadi ketika kita mendengar ucapan dalam sebuah sinetron keagaman dan atau yang meluncur dari bibir seorang artis, tokoh nasional, politikus, dan lain sebagainya ketika mereka sedang mengalami suatu masalah. Seringkali untuk menenang diri dan menjawab pertanyaan wartawan muncul ucapan, “Biarlah semua saya serahkan yang di atas”.  Kata di atas disini dimaknai dengan Tuhan atau Allah.

Karena kata ini sering terlontar, maka banyak dari pemirsa televisi diam-diam meng-amin-i bahwa memang benar Tuhan ada di atas (langit) dan manusia ada di bawah (bumi). Dan lebih tragis lagi, para pemegang otoritas agama yang tahu dan paham juga melakukan pem-biar-an atas pernyataan tersebut. Pertanyaannya adalah, “Apakah memang benar Allah ada di atas dan manusia ada di bawah? ”Bagaimana penjelasannya dalam Al-Qur’an dan menurut logika akal sehat?”

Pertama, Kalau Allah ada di atas sementara manusia ada di bawah, berarti Allah menempati suatu ruang, karena atas dan bawah menunjukkan suatu tempat. Benarkah Allah menempati suatu ruangan (tempat)? Kalau pemahamannya demikian betapa kecilnya Allah karena diliputi oleh ruang. Lalu dimana ke-MAHABESARAN-an Allah (Allahu Akbar)? Padahal Allah SWT justru yang menciptakan ruang dan waktu. Allah SWT terbebas dari ruang dan waktu. Allah SWT-lah yang meliputi ruang, waktu dan segala ciptaan-Nya.

Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu (QS. An-Nisaa’ 4:126).

Kedua, Kalau Allah SWT di atas dan manusia di bawah, berarti antara manusia dengan Allah SWT berjarak tidak hanya semester atau 10 meter, tapi beribu-ribu milyar jaraknya. Benarkah demikian? Betapa jauhnya Allah SWT dari kita. Seolah-olah Allah SWT setelah menciptakan alam semesta dan isinya, Dia “duduk” di suatu tempat, mengawasi perilaku manusia dari “atas” sana dan cukup menerima laporan dari malaikat pencatat amal manusia. Ibarat seorang raja yang cukup berdiam diri di istana dan cukup menerima laporan dari para tilik sandi yang bekerja di lapangan. Padahal Al-Qur’an tidak meng-informasi-kan demikian. Allah SWT itu sangat…sangat…sangat dan sangat dekat, malah lebih dekat dari urat leher kita.

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”. (QS. Qaaf 50:16).

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. Al-Baqarah 2:186).
           
           Kalau demikian penjelasan, lalu bagaimana anda menanggapi pernyataan kalimat yang menyatakan, “Apa yang terjadi pada saya, semua saya serahkan kepada yang di atas”? Masih percayakah anda dengan pernyataan tersebut? Lalu dimana tugas para pemegang otoritas agama? Mengapa mereka melakukan pem-biar-an-pem-biar-an yang berujung pada keyakinan (iman) umatnya? Saya hanya menyarankan kepada para pembaca agar pandai-pandailah kita mengolah informasi yang kita terima, jangan sampai keimanan kita disesatkan tanpa kita sadari.

Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan referensi ke-agama-an pembaca, silahkan download E-Book (Electronic Book) saya MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAHdan MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. Semoga bermanfaat. Amin ya Rabbal’alamiin.


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan FC
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang