DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Senin, 23 September 2013

MAKNA SPIRITUAL IBADAH HAJI (1)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Beberapa hari belakangan ini saya mendapat undangan untuk menghadiri walimatussyafar (syukuran haji), baik dari kerabat, sahabat dan handai taulan yang akan berangkat menunaikan ibadah haji di tahun 1434 H ini. Dilatar belakangi peristiwa ini, maka artikel kali ini akan membahas tentang haji, khususnya dari sisi (makna) spiritualnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Amin.

Prosesi ibadah haji adalah sebagai bentuk penghargaan atas ketaatan dan ketunduk-patuhan keluarga nabi Ibrahim AS kepada perintah Allah SWT. Seperti kita ketahui, Thawaf sebagai ritual atas pembangunan ka’bah oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS, Sai adalah bentuk ritual atas Ibunda Hajar dan Ismail AS ketika ditinggal di padang tandus oleh Ibrahim AS atas perintah Allah SWT, Wukuf adalah ritualnya nabi Ibrahim AS saat mencari siapa Tuhannya dengan berjalan kaki bersama kaumnya, kemudian mendapat wahyu untuk menghadapkan wajahnya kepada wajah pencipta langit dan bumi, Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (QS. Al-An’aam 6 :79), melempar Jumrah adalah bentuk ritual atas peristiwa Ibrahim AS ketika akan menyembelih Ismail AS atas perintah Allah SWT dan saat itu mendapat godaan iblis hingga keraguan menyelimuti hatinya agar jangan melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.

Haji adalah ibadah puncak rukun islam yang kelima bagi orang beriman yang diwajibkan atas mereka yang mampu secara materi (fisik), psikis (mental) dan spiritual. Kesempatan berhaji adalah peluang untuk mempraktekan rukun islam sebagai satu kesatuan (rangkaian) sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Shalat sebagai sarana pengangkut niat hamba yang ingin berjumpa Allah SWT (Mulaqu Rabbihim) dan ingin kembali kepada-Nya (Illaihi Roji’uun) dalam ibadahnya. Syahadat sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan keinginan (niat) hamba dapat menyaksikan Dzat Allah di dalam otaknya, seperti yang dilakukan oleh nabi Musa AS di bukit Tursina. Puasa sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan menyambungkan hati dengan otak hanya ingin berjumpa Allah SWT di dalam hati. Zakat sebagai ‘roket’ pendorong shalat dengan ikhlas tidak takut kepada neraka dan tidak berharap surga, hanya ingin berjumpa Allah SWT semata. Mengapa ? Karena surga dan neraka adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT.

Demikian pula dengan ibadah haji terutama saat wukuf di Padang Arafah. Spiritual wukuf (berdiam diri/Thuma’ninah/Sabar) juga sebagai ‘roket’ pendorong shalat agar semua perangkat agama (jiwa dengan akal tersambung), tiga kecerdasan islam (IQ, EQ, SQ) pasti akan tersambung secara sempurna. Lima perangkat tersebut merupakan roket yang paling besar tenaganya dibanding dengan lainnya. Dengan tersambungnya lima perangkat islam sebagai agama fitrah (ruh berkuasa atas diri ini) maka dapat dijadikan sarana membuktikan man arafa nafsahu waqad arafa rabbahu. Sehingga secara fisik ia hadir di padang arafah (syariat), namun secara hakikat ia dihadirkan Allah SWT di padang arafah-Nya yang luas tak berbatas. Peristiwa seperti itu diterangkan Allah SWT sebagai haji Mabrur. Orang-orang yang mendapat gelar haji mabrur adalah mereka dalam shalatnya tidak ada bedanya ketika dihadapan Ka’bah saat berhaji atau ketika telah pulang ke negaranya dan shalat di rumahnya sendiri/masjid/musholla. Mereka sudah menikmati suasana kemana kamu menghadap disitulah wajah Allah SWT.

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” .(QS. Al-Baqarah 2 :115).

Dengan demikian ibadah haji adalah sebuah moment pencerahan diri. Sebuah laku ibadah puncak untuk menyingkap tirai dinding kalbu, menembus kegelapan untuk menggapai cahaya al-haq yang terpancar dari nur Illahi. Nur Ilahi memancar dan merambat pada empat tatanan; Intelektual (subyektifitas berfikir) IQ/Intelectual Quotient, Spritual (kejernihan jiwa, kebersihan hati, keikhlasan & al-ihsan serta kepekaan rohani terhadap atmosfir Rububiyyah dan Uluhiyyah) SQ/Spiritual Quotient, Mental (kesabaran, keseimbangan, elastisitas dan rileksitas) dan Moral (integritas pribadi, intensitas sosial, dedikasi jama‘ah dan kesantunan kemanusiaan) EQ/Emotional Quotient.
(Bersambung…)

Artikel di atas adalah petikan dari e-book saya yang ketiga yang berjudul “Menyibak Takwil Rakaat Shalat Fardhu”. Apabila pembaca berminat, silahkan membeli (donasi untuk kepentingan social keagamaan) dengan cara mendownload. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar