DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Minggu, 16 Mei 2010

Dakwah Salah Kaprah (20)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Masih mendingan kalau yang melanggar ustadz itu sendiri. Namun alangkah berbahayanya bila perilaku olok-olok, prasangka buruk, umpatan dan celaan yang diumbar di depan khalayak ramai saat memberikan tausyiah di hadapan jamaahnya, kemudian ditiru, akibatnya kan bisa tambah runyam.

Kalau jamaah yang menghadiri kebetulan bersikap dewasa dan arif tentu tidak masalah, karena dapat menyaring, menilai, mempertimbangkan baik-buruknya dan tidak buru-buru mengambil kesimpulan. Tetapi kalau kebetulan emosi jamaah yang hadir mudah dibakar dan terprovokasi, tentulah situasi ini akan menimbulkan stigma, pembunuhan karakter dan fitnah yang efeknya sungguh luar biasa karena diam-diam tuduhan-tuduhan tersebut yang belum tentu kebenarannya itu masuk terekam dalam otak bawah sadar para jamaah pengajian dan kemudian di”syiar”kan berita ini kepada teman-temannya. Kan bisa berabe!

Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Api fitnah akan mudah berkobar dengan disiram “bensin” isu-isu sekecil apapun. Fitnah ibarat musuh yang tak tampak namun menikam dan membunuh secara kejam. Ibarat kita membunuh dengan meminjam tangan orang lain. Sang aktor sekaligus kreator selamat sementara pelaku akan menanggung akibatnya di mata hukum.

Bila fitnah telah menyala, biasanya akan disertai dengan tambahan berita-berita bohong (dusta) untuk membuat api itu menjadi besar. Ujung-ujungnya kita selalu dan selalu merangkai berita-berita bohong untuk menutupi dusta sebelumnya. Padahal berbuat dusta itu larangan.

QS. Al-Jaatsiyah 45 : 7,
“Kecelakaan yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa”.

QS. Yunus 10 : 69,
“Katakanlah : Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung”.

Saya sendiri kadang ikut prihatin. Kenapa? Karena tanpa disadari sebenarnya masyarakat kita telah akrab dengan budaya fitnah dan dusta. Ini merupakan bentuk orgasme psikologis massal yang hampir terjadi di setiap masyarakat kita.

Ambil-lah contoh dalam skala kecil, dapat kita lihat ketika para ibu-ibu arisan. Mereka lebih asyik menceritakan gosip atau isu yang sedang beredar di lingkungannya yang kadang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan untuk meyakinkan kadang-kadang ditambah bumbu-bumbu cerita yang sebenarnya tidak pernah ada. Lucunya lagi si ibu penerima isu itu menjadi penasaran dan ingin menggali informasi lebih lanjut. Jadi klop-lah isu atau berita bohong itu kemudian menjadi populer dan berkembang di lingkungan tersebut. Tentu tetangga yang jadi bahan obrolanlah yang dirugikan.

Contoh lain yang dampak dan sifatnya lebih luas dalam bisnis hiburan, banyak gosip (ghibah) yang dibungkus rapi dengan meng-atasnama-kan hiburan. Banyaknya tayangan infotainment yang menayangkan berita selebritis dan kadang berita itu belum tentu semua dijamin kebenarannya. Tidak terasa berita yang sifatnya ghibah ini telah menjadi konsumsi sehari-hari bagi masyarakat, terutama ibu-ibu rumah tangga. Coba perhatikan, hampir dari pagi sampai malam masyarakat dijejali dan dibombardir dengan tayangan infotainment menayangkan isu selebritis. Layaknya epidemi penyakit atau virus, tayangan ini telah menyerang dan mengotori otak pemirsa tanpa mereka sadari.

Bahkan mungkin bagi fans berat seorang selebritis, kadang perilaku sang artis tersebut ditiru, tanpa reserve. Kalau sifatnya positif sih tidak masalah, lha kalau negatif?

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar