DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Rabu, 05 Mei 2010

Dakwah Salah Kaprah (13)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Cara pandang umat islam di Indonesia yang sempit dan terkadang meremehkan sesuatu aturan (hukum Allah) juga terjadi pada ranah dakwah. Seperti berhak tidaknya seseorang menjadi ustadz yang dianggap mampu memberikan dan menyampaikan tausyiah. Seringkali kita hanya terpesona dari tata cara berpakaian seseorang, dan memakai sorban sebagai tutup kepala. Padahal ini semua bersifat fisik atau lahiriyah saja. Justru kriteria yang esensial (batiniyah) sering terabaikan.

Kejadian ini pernah dialami seorang sahabat saya. Suatu saat di tempat tinggalnya akan diadakan acara keagamaan. Mengingat momentum keagamaan ini hampir diperingati oleh sebagian besar umat islam di daerahnya maka permintaan penyampai tausyiah (ustadz) sangat padat dan full booking.

Entah bagaimana prosesnya, mengapa panitia acara tersebut secara kebetulan tidak mendapatkan seorang ustadz pun karena hampir semua sudah di booking. Padahal berbagai cara sudah ditempuh, mulai menanyakan referensi dari teman, mendatangi kantor yayasan penyedia penceramah, mencari informasi pada takmir-takmir masjid, dan lain sebagainya. Pokoknya segala cara sudah dilakukan, namun tidak berhasil juga. Sementara itu hari H sudah begitu dekat dan tidak mungkin lagi mencari pengisi tausyiah.

Gempar dan bingunglah panitia. Untuk mengantispasi agar acara tetap berlangsung, maka diadakanlah rapat panitia secara mendadak. Setelah ketua panitia menyampaikan permasalahan yang ada dan menerima berbagai masukan dari peserta rapat, diperolehlah kesepakatan dan jalan keluarnya yaitu menunjuk salah seorang warga yang dianggap mampu menyampaikan tausyiah. Terpilihlah seseorang yang dianggap mumpuni dalam menguasai ilmu agama.

Tanpa menunggu lama lagi, kemudian panitia menghubungi warga tersebut, dan aneh bin ajaib dengan penuh percaya diri warga tersebut menyetujui. Jadi boleh dibilang inilah ustadz dadakan atau mendadak jadi ustadz, karena sebelumnya dia tidak pernah berdakwah. Bahkan untuk meyakinkan warga yang hadir dalam acara, sang ustadz dadakan memakai eksesoris yang bernuansa islam.

Untunglah pada akhirnya acara berjalan dengan lancar. Lucunya, setelah terjadi peristiwa tersebut dan dianggap sukses maka setiap ada acara keagamaan, sang ustadz dadakan tersebut menjadi langganan menjadi juru dakwah sehingga panitia tidak usaha repot-repot lagi mendatangkan dan mencari ustadz lain.

Atas kondisi apa yang dialami ditempat-tinggalnya, sahabat saya menanyakan perihal ustadz dadakan tersebut dalam forum pengajian Sabtu malam Minggu.

“Apakah dibenarkan dalam agama kita cara penunjukan bagi seseorang yang berhak menyampaikan tausyiah seperti yang dialami di tempat tinggal saya? Lalu kriteria dan syarat apa berdasarkan Al-Qur’an atas berhak tidaknya seseorang menjadi seorang juru dakwah?” tanya sahabat saya mengawali diskusi saat malam itu.

Beberapa sahabat memberikan tanggapan, ada yang pro dan kontra. Sebagian sahabat yang menyetujui cara tersebut dengan alasan karena sudah tidak ada alternatif lain dan sang ustadz dadakan kebetulan sedikit banyak telah memiliki pengetahuan tentang ilmu agama, jadi tidak masalah. Sebagian sahabat yang lain tidak menyetujui karena orang tersebut bukanlah ahli agama sehingga tidak berkompeten dan berhak menyampaikan tausyiah.

Setelah lama adu argumentasi dan tidak diperoleh titik temu juga maka dilakukan cooling down dengan istirahat dan mencicipi jajanan yang disediakan. Agar suasana fresh, atas inisiatif salah seorang sahabat lebih baik kita berdzikir bersama dulu. Berharap kondisi ini akan membuat otak menjadi jernih dan hati menjadi tenang. Dengan berdzikir pula, kita berharap semoga Allah SWT sudi menurunkan pemahaman atas permasalahan yang sedang didiskusikan. Bukankah Allah SWT menurunkan ilham atau pencerahan kepada hati atau jiwa yang muthmainah (tenang)?

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar