Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Kalau kita mau jujur, dalam skala nasional pun, kejadian seperti di atas pun sedang dan tengah terjadi. Coba anda perhatikan partai politik peserta pemilu yang memakai basic keagamaan. Meskipun dengan desain dan alasan bahwa ini semata-mata hanya perbedaan pandangan politik, bukan agama, namun realitasnya hal tersebut tidak terlepas dari unsur agama. Mereka memakai agama sebagai kendaraan politik. Cuma ya itu tadi, malu-malu.
Coba anda me-recall ulang dan hitung berapa jumlah partai politik yang ikut pemilu 2009 kemarin dan mengusung aliran agama islam? Banyakkan. Justru yang membuat umat heran adalah mengapa mereka tidak bersatu saja untuk mewujudkan masyarakat yang islami kalau keyakinan mereka didasari agama ? Kondisi ini kadang-kadang membuat kita bertanya-tanya,”Apakah benar pendirian partai politik ini semata-mata untuk kepentingan umat? Atau jangan-jangan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok?”. Silahkan anda sendiri yang menjawab.
Saya pribadi sih cuma menyayangkan cara mengelola umat yang kurang elegan. Umat dijadikan obyek untuk suatu peristiwa sesaat dan tidak terlepas kepentingan pribadi/golongan. Bahkan umat menjadi terkotak-kotak dan bingung harus mendukung partai yang mana. Lha sama-sama partai islamnya.
Yang lebih tragis adalah banyak umat harus berkorban untuk membela sesuatu yang tidak jelas. Contohnya ketika berkampanye ada dua partai yang memiliki jadwal kampanye bersamaan dan keduanya sama-sama partai ber-basic islam. Atas nama loyalitas salah kaprah, mereka saling mengejek, mengolok-olok, dan menghina. Bahkan sampai beradu fisik. Konyol bukan?
Begitulah sebagian potret buram umat islam di Indonesia. Mereka lebih mengutamakan perbedaan daripada persamaan. Menjunjung tinggi perpecahan daripada persatuan. Meng-idola-kan kepentingan pribadi dibanding kepentingan umat. Pokoknya serba tidak jelas, semu dan abu-abu. Benar-benar kasihan umat yang diombang-ambingkan kepentingan pemimpinnya. Sementara umat sendiri tidak kunjung menyadari kalau mereka digunakan sebagai obyek kepentingan.
Tidakkah para pemimpin umat menyadari bahwa amanat (jabatan) itu akan diper-tanggungjawab-kan kelak di hadapan Allah SWT? Mengapa justru banyak pemimpin mengabaikan amanat yang diberikan? Tidakkah mereka takut terhadap azab Allah SWT?
QS. Al-An’aam 6 : 165,
“Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Renungan :
1.Pemimpin agama seharusnya memberikan suri tauladan kepada umatnya sebagaimana yang ditunjukkan Rasulullah SAW semasa beliau hidup (sunnah nabi). Sebagai pemimpin yang baik sebenarnya cukup berpegang pada satu prinsip, tidak perlu persyaratan yang macam-macam, yaitu apabila mendapat kebahagiaan maka pemimpin-lah yang terakhir menikmatinya sementara umat didahulukan dan apabila mendapat penderitaan maka pemimpin-lah yang pertama kali merasakan sementara umat paling akhir. Cukup simple bukan?
2.Pemimpin seharusnya mampu membina dan membimbing umat. Ketentraman, kesejukan dan kedamaian merupakan kondisi yang harus diciptakan. Janganlah kehadiran pemimpin justru membuat bingung umat, apalagi memanfaatkan dan menjadikan mereka obyek demi mengejar kepentingan pribadi dan sesaat.
3. Jangan jadikan perbedaan sebagai alat perseteruan. Bukankah perbedaan itu rahmat? Meskipun berbeda dalam hal furu’ seharusnya tetap memegang teguh prinsip toleransi, saling menghormati dan menyayangi sesama muslim. Karena bagaimanapun juga umat islam itu adalah saudara, yang dipersatukan oleh iman yang sama.
Bagaimana menurut pendapat anda?
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih
Kalau kita mau jujur, dalam skala nasional pun, kejadian seperti di atas pun sedang dan tengah terjadi. Coba anda perhatikan partai politik peserta pemilu yang memakai basic keagamaan. Meskipun dengan desain dan alasan bahwa ini semata-mata hanya perbedaan pandangan politik, bukan agama, namun realitasnya hal tersebut tidak terlepas dari unsur agama. Mereka memakai agama sebagai kendaraan politik. Cuma ya itu tadi, malu-malu.
Coba anda me-recall ulang dan hitung berapa jumlah partai politik yang ikut pemilu 2009 kemarin dan mengusung aliran agama islam? Banyakkan. Justru yang membuat umat heran adalah mengapa mereka tidak bersatu saja untuk mewujudkan masyarakat yang islami kalau keyakinan mereka didasari agama ? Kondisi ini kadang-kadang membuat kita bertanya-tanya,”Apakah benar pendirian partai politik ini semata-mata untuk kepentingan umat? Atau jangan-jangan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok?”. Silahkan anda sendiri yang menjawab.
Saya pribadi sih cuma menyayangkan cara mengelola umat yang kurang elegan. Umat dijadikan obyek untuk suatu peristiwa sesaat dan tidak terlepas kepentingan pribadi/golongan. Bahkan umat menjadi terkotak-kotak dan bingung harus mendukung partai yang mana. Lha sama-sama partai islamnya.
Yang lebih tragis adalah banyak umat harus berkorban untuk membela sesuatu yang tidak jelas. Contohnya ketika berkampanye ada dua partai yang memiliki jadwal kampanye bersamaan dan keduanya sama-sama partai ber-basic islam. Atas nama loyalitas salah kaprah, mereka saling mengejek, mengolok-olok, dan menghina. Bahkan sampai beradu fisik. Konyol bukan?
Begitulah sebagian potret buram umat islam di Indonesia. Mereka lebih mengutamakan perbedaan daripada persamaan. Menjunjung tinggi perpecahan daripada persatuan. Meng-idola-kan kepentingan pribadi dibanding kepentingan umat. Pokoknya serba tidak jelas, semu dan abu-abu. Benar-benar kasihan umat yang diombang-ambingkan kepentingan pemimpinnya. Sementara umat sendiri tidak kunjung menyadari kalau mereka digunakan sebagai obyek kepentingan.
Tidakkah para pemimpin umat menyadari bahwa amanat (jabatan) itu akan diper-tanggungjawab-kan kelak di hadapan Allah SWT? Mengapa justru banyak pemimpin mengabaikan amanat yang diberikan? Tidakkah mereka takut terhadap azab Allah SWT?
QS. Al-An’aam 6 : 165,
“Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Renungan :
1.Pemimpin agama seharusnya memberikan suri tauladan kepada umatnya sebagaimana yang ditunjukkan Rasulullah SAW semasa beliau hidup (sunnah nabi). Sebagai pemimpin yang baik sebenarnya cukup berpegang pada satu prinsip, tidak perlu persyaratan yang macam-macam, yaitu apabila mendapat kebahagiaan maka pemimpin-lah yang terakhir menikmatinya sementara umat didahulukan dan apabila mendapat penderitaan maka pemimpin-lah yang pertama kali merasakan sementara umat paling akhir. Cukup simple bukan?
2.Pemimpin seharusnya mampu membina dan membimbing umat. Ketentraman, kesejukan dan kedamaian merupakan kondisi yang harus diciptakan. Janganlah kehadiran pemimpin justru membuat bingung umat, apalagi memanfaatkan dan menjadikan mereka obyek demi mengejar kepentingan pribadi dan sesaat.
3. Jangan jadikan perbedaan sebagai alat perseteruan. Bukankah perbedaan itu rahmat? Meskipun berbeda dalam hal furu’ seharusnya tetap memegang teguh prinsip toleransi, saling menghormati dan menyayangi sesama muslim. Karena bagaimanapun juga umat islam itu adalah saudara, yang dipersatukan oleh iman yang sama.
Bagaimana menurut pendapat anda?
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar