DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Rabu, 30 Juni 2010

Kebodohan Hamba

KEBODOHAN HAMBA
By Fahri

Duhai Al-Alim...
Dengan kebodohanku, hamba datang menghadapmu
Memohon ampunan, bimbingan dan petunjuk-Mu
‘Tuk mencoba mengurai firman-firman dan bahasa kalam-Mu
Agar hamba dapat berbagi kebahagian dengan umat manusia

Duhai Al-Mutakabbir...
Ambil semua, jangan tersisa, kesombongan yang menyelimutiku
Sekian lama, hampir di sepanjang perjalanan hidupku
Hamba tidak berhak menyandangnya, karena itu pakaian-Mu
Hamba tidak berhak mengenakannya, karena itu selendang-Mu

Duhal Al-Qohar...
Hamba tidak berdaya, lemah dan tak mampu berbuat apa-apa
Engkau Sang Penggerak alam semesta dan seluruh isinya
Hamba hanya bisa pasrah, tunduk dan patuh atas kehendak-Mu
Terserah Engkau bawa kemana, surga neraka tidak masalah bagiku
Asalkan cinta-Mu selalu mendekap, membelai dan menyelimutiku

Duhai Al-Lathief...Sentuhlah Baitul Makmur hamba dengan rahmat-Mu
Belailah Baitul Haram hamba dengan nurhidayah-Mu
Untuk menarikan setetes pelajaran yang tak terbatas dari-Mu
Dengan kebodohan hamba hanya sebatas menyampaikan
Bukan memberi petunjuk, karena itu wilayah-Mu,
Hamba tidak mau merampasnya

Kini hamba mohon...kemurahan-Mu
Ijinkan hamba menorehkan kebahagiaan
Perkenankan hamba mengguratkan kenyamanan
Perbolehkan hamba menuliskan kedamaian
Untuk berbagi ilmu-Mu, kepada para makhluk-Mu
Sebelum hamba, Engkau tawarkan cinta sejati, di sisi-Mu

Amin Ya Rabbal'alamiin

Kamis, 24 Juni 2010

Kerinduan


KERINDUAN
By Fahri

Sapaan hening dan dingin semilir angin malam
Membelaiku dalam kerinduan yang teramat dalam
Nyanyian simphoni sang rembulan dan bintang gemintang
Membuat hamba larut dalam ketiadaan

Duhai Kekasih…
Begitu lama Engkau perjalankan hamba seperti Ibrahim
Mencari gerangan dimana Sang Kekasih bersemayam
Kini itu semua..telah kulalui dengan ijin-Mu
Ketika Engkau membisikkan…”hadapkan wajah dengan hanif”

Duhai Sang Pujaan…
Hampir 40 tahun lamanya…Engkau tutup tirai elok wajah-Mu
Namun itu semua…semata-mata karena kebodohanku
Yang bergelimang..dalam hijab-hijab-Mu


Wahai Yang Maha Indah
Sekian lama Engkau Musa-kan hamba
Dengan ketidakpercayaan tentang keberadaan-Mu
Namun kini…Engkau dudukan hamba…di bukit Tursina
Hancur lebur…terurai…hampa…menjelma menjadi cahaya
Bersimbah penyesalan dan tangisan, bersujud di hadapan-Mu

Wahai Dzat Yang Maha Lembut
Begitu lama Engkau Muhammad-kan dalam kegelisahan dan kerinduan
‘Tuk menemukan Yang Sejati…Illahi Robbi
Kini…Engkau dudukkan hamba…dalam Gua Hira’
Lautan cinta yang tak terukur kedalamannya
Samudera cinta yang tak bertepi

Aahhh…Mengapa sekarang baru terjadi
Bodohnya hamba, dungunya hamba
Setelah kuhabiskan waktu begitu lama
Dalam keterombang-ambingan yang fana

Terima kasih…duhai Kekasih...Kini baru kusadari
Di sisa-sisa usiaku…Engkau perkenankan aku
Untuk mengenalmu…berada di dalam wilayah-Mu
Ya Ghofar…Ya Rahman…Ya Rahim…Ya Quddus..
Shalatku, ibadahku, hidup dan matiku..
Kuserahkan dengan tulus…dihadapan-Mu

Senin, 21 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (38)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kalau kita mau jujur, dalam skala nasional pun, kejadian seperti di atas pun sedang dan tengah terjadi. Coba anda perhatikan partai politik peserta pemilu yang memakai basic keagamaan. Meskipun dengan desain dan alasan bahwa ini semata-mata hanya perbedaan pandangan politik, bukan agama, namun realitasnya hal tersebut tidak terlepas dari unsur agama. Mereka memakai agama sebagai kendaraan politik. Cuma ya itu tadi, malu-malu.

Coba anda me-recall ulang dan hitung berapa jumlah partai politik yang ikut pemilu 2009 kemarin dan mengusung aliran agama islam? Banyakkan. Justru yang membuat umat heran adalah mengapa mereka tidak bersatu saja untuk mewujudkan masyarakat yang islami kalau keyakinan mereka didasari agama ? Kondisi ini kadang-kadang membuat kita bertanya-tanya,”Apakah benar pendirian partai politik ini semata-mata untuk kepentingan umat? Atau jangan-jangan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok?”. Silahkan anda sendiri yang menjawab.

Saya pribadi sih cuma menyayangkan cara mengelola umat yang kurang elegan. Umat dijadikan obyek untuk suatu peristiwa sesaat dan tidak terlepas kepentingan pribadi/golongan. Bahkan umat menjadi terkotak-kotak dan bingung harus mendukung partai yang mana. Lha sama-sama partai islamnya.

Yang lebih tragis adalah banyak umat harus berkorban untuk membela sesuatu yang tidak jelas. Contohnya ketika berkampanye ada dua partai yang memiliki jadwal kampanye bersamaan dan keduanya sama-sama partai ber-basic islam. Atas nama loyalitas salah kaprah, mereka saling mengejek, mengolok-olok, dan menghina. Bahkan sampai beradu fisik. Konyol bukan?

Begitulah sebagian potret buram umat islam di Indonesia. Mereka lebih mengutamakan perbedaan daripada persamaan. Menjunjung tinggi perpecahan daripada persatuan. Meng-idola-kan kepentingan pribadi dibanding kepentingan umat. Pokoknya serba tidak jelas, semu dan abu-abu. Benar-benar kasihan umat yang diombang-ambingkan kepentingan pemimpinnya. Sementara umat sendiri tidak kunjung menyadari kalau mereka digunakan sebagai obyek kepentingan.

Tidakkah para pemimpin umat menyadari bahwa amanat (jabatan) itu akan diper-tanggungjawab-kan kelak di hadapan Allah SWT? Mengapa justru banyak pemimpin mengabaikan amanat yang diberikan? Tidakkah mereka takut terhadap azab Allah SWT?

QS. Al-An’aam 6 : 165,
“Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Renungan :

1.Pemimpin agama seharusnya memberikan suri tauladan kepada umatnya sebagaimana yang ditunjukkan Rasulullah SAW semasa beliau hidup (sunnah nabi). Sebagai pemimpin yang baik sebenarnya cukup berpegang pada satu prinsip, tidak perlu persyaratan yang macam-macam, yaitu apabila mendapat kebahagiaan maka pemimpin-lah yang terakhir menikmatinya sementara umat didahulukan dan apabila mendapat penderitaan maka pemimpin-lah yang pertama kali merasakan sementara umat paling akhir. Cukup simple bukan?

2.Pemimpin seharusnya mampu membina dan membimbing umat. Ketentraman, kesejukan dan kedamaian merupakan kondisi yang harus diciptakan. Janganlah kehadiran pemimpin justru membuat bingung umat, apalagi memanfaatkan dan menjadikan mereka obyek demi mengejar kepentingan pribadi dan sesaat.

3. Jangan jadikan perbedaan sebagai alat perseteruan. Bukankah perbedaan itu rahmat? Meskipun berbeda dalam hal furu’ seharusnya tetap memegang teguh prinsip toleransi, saling menghormati dan menyayangi sesama muslim. Karena bagaimanapun juga umat islam itu adalah saudara, yang dipersatukan oleh iman yang sama.

Bagaimana menurut pendapat anda?

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Jumat, 18 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (37)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kejadian tersebut, dalam skala lebih kecil juga pernah saya alami. Bahkan hingga saat ini masih berlangsung. Di kampung dimana saya dilahirkan, mayoritas masyarakat mempunyai kebiasaan membacakan tahlil, baik pada acara keagamaan maupun saat ada tetangga yang sedang ditimpa musibah kematian.

Diantara penduduk kampung, terdapat golongan minoritas yang memiliki keyakinan tidak perlunya pembacaan tahlil. Kami yang merasa golongan mayoritas menghargai dan menghormati perbedaan ini. Namun yang justru membuat kami terheran-heran adalah wilayah keyakinan ini dibawa sampai merembet pada tata kehidupan sosial kemasyarakatan. Kelompok minoritas menutup diri, tidak mau berkumpul (silaturahmi), bahkan untuk kegiatan warga seperti kerja bakti tidak pernah hadir. Bahkan mengunjungi tetangga sekedar saling bermaaf-maafan di hari raya Idul Fitri tidak dilakukan.

Saya secara pribadi tidak bisa menyalahkan 100% kepada tetangga tersebut, bahkan cenderung kasihan. Salah apa tetangga saya sehingga mendapat doktrin dari pimpinan kelompoknya yang memiliki cara berpikir sempit dan defensif. Sungguh sebuah doktrin yang tidak masuk akal, kalau harus sampai menutup diri dalam pergaulan sosial kemasyarakatan. Masya Allah!.

***

Ternyata, perseteruan secara diam-diam ini tidak hanya terjadi dalam ranah kehidupan sosial kemasyarakatan, namun juga telah menyentuh organisasi islam.

Ada cerita menarik ketika masa kuliah dulu. Kebetulan saya mempunyai seorang sahabat yang aktif dalam himpunan organisasi islam. Anggotanya rata-rata mahasiswa. Hingga suatu sore hari, dia bercerita kepada saya.

“Aneh ya cara umat islam berorganisasi?”

“Aneh bagaimana? Setahu saya yang namanya organisasi ya seperti pada umumnya. Mereka kumpulan orang yang memiliki misi, visi dan tujuan sama, menyuarakan kepentingan organisasi, berfungsi sebagai salah satu lembaga kontrol, dan semacamnya!” sergah saya.

“Benar sih. Tapi disinilah letak permasalahannya. Mengapa ketika saya mencoba ikut organisasi mahasiswa islam tersebut justru mendapat pertanyaan yang mengejutkan dan membuat saya tak habis pikir!”.

“Lho memangnya kamu ditanya apa?”

Sejenak dia terdiam. Kemudian melanjutkan ceritanya,“Sebagian ada anggota organisasi tersebut yang menanyakan tentang asal-usul atau latar belakang kelompok islam apa yang saya anut!”

“Maksudnya?”

“Ya begitulah. Ditanya perihal asal saya dari islam X, Y atau Z?”

“Terus kamu jawab apa?”

“Ya aku kembalikan saja pertanyaannya. Memang ada islam X, Y atau Z? Islam ya cuma satu. Tidak ada dikotomi, kotak-kotak dan sekat-sekat!, kalaupun ada sih itu hasil dari rekayasa manusianya. Memangnya ada waktu jaman Rasulullah SAW yang bernama islam X, Y atau Z?”

Sambil diiringi senyuman kemudian dia meneruskan ceritanya dan mencoba bertanya kepada saya,’’ Kamu tahu yang selanjutnya terjadi? Mendengar argumen tadi, si penanya malah bingung sendiri dan pergi meninggalkan aku sendiri!”

Saya pun ikut tersenyum, mendengar jawaban pragmatis sahabat saya yang langsung meng-KO si-penanya.

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Kamis, 17 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (36)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

(10)
ANTARA PEMIMPIN DAN UMAT


Pada pertengahan medio tahun 2006, saya beserta istri ikut pelatihan yang diselenggarakan oleh sebuah Yayasan islam, selama dua hari berturut-turut, mulai pagi hari sampai menjelang maghrib. Meskipun kami sudah merasa cukup umur, namun tidak menghalangi untuk tetap terus belajar dan belajar. Semua itu didorong oleh kesadaran bahwa mencari ilmu tidak pernah berakhir selama masih hidup. Hanya kematianlah yang dapat menghentikan. Rasulullah SAW pernah bersabda,”Belajarlah mulai dari ayunan hingga liang lahat”.

Materi demi materi yang disampaikan coba kami serap dan cerna. Syukur Alhamdulillah keseriusan itu berbuah manis, kami paham inti dari materi pelatihan tersebut dan insya Allah dapat menerapkannya.

Ada hal yang menarik selama pelatihan tersebut berlangsung. Di sela-sela penyampaian materi, sang ustadz menyisipkan pengalamannya tentang kondisi umat islam saat beliau berkunjung di sebuah desa terpencil, di Jawa Timur. Dengan mimik wajah yang serius beliau mulai bercerita.

Tersebutlah suatu desa di Jawa Timur yang mayoritas penduduknya memeluk agama islam. Meskipun memiliki keyakinan yang sama, mereka berasal dari 2 kelompok islam yang berbeda. Entah mulai kapan dan bagaimana asal usulnya sehingga terjadi perpecahan. Akibatnya diantara mereka tumbuh semacam sentimen kelompok.

Sebenarnya kondisi ini dipicu hanya karena masalah pemahaman furu’ (cabang) yang berbeda. Tetapi dampaknya sungguh sangat luar biasa dan berakar kuat sampai sekarang. Oleh karena itu, sang ustadz berusaha mendamaikan kedua kubu dan meredam lebih jauh dampak perseteruan tersebut.

Apa yang sedang terjadi sehingga perlu di-damai-kan dan diredam permasalahan tersebut?

Pertama, Sentimen kelompok menyebabkan situasi dan kondisi kehidupan sosial masyarakat menjadi tidak kondusif lagi. Ada semacam konflik kepentingan. Masing-masing pimpinan dari tiap-tiap kelompok saling menaruh curiga. Para berusaha mempertahankan umatnya dan saling mempengaruhi satu sama lain. Karena mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab atas “keselamatan” umatnya. Segala daya upaya tindakan protektif pun dilakukan. Salah satunya dengan melakukan dakwah yang kurang terpuji dan tidak tepat, seperti merendahkan ustadz dari golongan lain di depan umatnya melalui pengajian yang diadakankan. Kondisi ini semakin memperparah keadaan yang ada dan sentimen kelompok bertambah parah.

Kedua, Di sisi lain, umat berusaha membela mati-matian pemimpinnya yang dilecehkan dan tidak diberlakukan sebagaimana mestinya oleh kelompok lain. Sehingga bila bertemu dengan seterunya di tengah jalan saling tidak bertegur sapa, walaupun mereka bertetangga.

Ketiga, Ketidakharmonisan kehidupan keagamaan juga menyebabkan setiap kelompok berusaha merebut, menguasai dan “menduduki” masjid yang ada. Kebetulan di desa tersebut jumlahnya hanya ada 1 buah.

Keempat, Meskipun tidak sampai beradu otot, namun antar golongan terjadi perang dingin. Hal ini mengakibatkan kehidupan sosial masyarakat tidak terjalin dengan baik. Kegiatan-kegiatan sosial pun menjadi terbengkalai. Masing-masing disibukkan dengan kecurigaan dan urusan kelompoknya.

Demikian sekelumit cerita dari sang ustadz, namun sudah cukup mewakili apa yang menjadi keprihatinan hati beliau saat itu. Saya sendiri terkejut mendengar kisah tersebut dan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sebagai tanda penyesalan terhadap perilaku umat islam yang tak kunjung dewasa dalam beragama. Baik dalam cara berdakwah, membina umat, rasa empati dan tingkat toleransi dalam menerima perbedaan. Sungguh suatu cara kehidupan beragama yang naif bukan?

Namun syukur alhamdulillah. Setelah kedua pimpinan (ustadz) golongan tersebut dipertemukan dan diajak berdiskusi dicapailah jalan keluar. Hingga saat ini berdasarkan pantauan yang dilakukan secara periodik, kehidupan masyarakat mulai membaik. Misalnya, mengenai masalah masjid, tidak perlu diperebutkan. Hanya perlu kesadaran dan toleransi golongan. Masing-masing kelompok diberi jatah secara bergiliran untuk digunakan beribadah dan berdakwah.

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS

Pondok Cinta Kasih

Selasa, 15 Juni 2010

Republik Antah Berantah


REPUBLIK ANTAH BERANTAH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Beberapa hari belakangan ini dalam istirahat malam saya sempat terusik. Setiap memejamkan mata, saya disibukkan oleh mimpi yang sebenarnya bukan kapasitas saya untuk memimpikannya. Sebuah mimpi, hidup di bawah bayang-bayang di suatu republik antah berantah. Sebuah republik yang sebenarnya banyak mendapat kenikmatan dan anugerah dari Tuhan, namun sering disia-siakan oleh penghuninya.

Entah apa yang terjadi dengan otak saya sehingga muncul impian ini, mungkin ada bagian tertentu dari otak saya yang hang, konsleting, salah urus atau mungkin saja saya sudah dihinggapi schizoprenia (keterbelahan jiwa) akut tanpa pernah saya sadari. Kenapa? Karena mimpi tersebut adalah sesuatu yang berlebihan, imajinatif dan jauh panggang dari api. Berharap terlalu banyak ada perubahan yang signifikan terhadap republik antah berantah itu, demi sebuah kemakmuran semua penghuninya.

Saya sebenarnya malas untuk menulis impian ini. Ada beberapa alasan, pertama, apa sih gunanya menulis, toh ini hanya sebuah mimpi. Kedua, kalau pun saya menulis impian ini, barangkali posisi saya berada di luar mimpi itu, Ketiga, karena posisi saya di luar maka sudah pasti tulisan ini tidak diperhatikan, jadi sia-sia. Sungguh bodohnya aku ini, buang-buang waktu dan energi saja.

Namun semakin saya tahan dan coba singkirkan mimpi ini ternyata membuat file dalam memori otak saya semakin memberontak dan menyebabkan saya sulit tidur. Selain itu apa wewenang saya sehingga menyalahkan mimpi yang mampir dengan semena-mena dalam tidur saya. Toh tidak ada larangan, peraturan, undang-undang yang menahan mimpi untuk sekedar mampir, lewat atau ngedon di otak seseorang. Ya...ternyata manusia lemah, karena dikalahkan mimpi-mimpi yang kadarnya tak pasti.

Dengan berbekal baik sangka maka cerita dalam mimpi itu mau tidak mau coba saya ceritakan dalam tulisan singkat ini yang mungkin anda anggap tidak berbobot dan bahkan anda saya persilahkan untuk tidak membaca atau men-delete tulisan ini.

Namun dibalik ketikan huruf dari keyboard yang menjadi rangkaian kata dan kalimat ini sebenarnya ada sebuah harapan belas kasihan dari saya kepada para pembaca; yaitu paling tidak anda menolong saya terbebas dari sulit tidur dan anda dapat pahala (he...he...he...).

Syahdan dalam tidur, saya seolah-olah menonton layar lebar tentang tingkah laku dan sepak terjang dari penghuni republik antah berantah, yang kadang tidak mampu dinalar oleh akal logika dan hati nurani manusia normal. Dalam mimpi tersebut ada sebuah republik antah berantah yang kaya akan sumber daya alam dan manusia, namun seringkali salah urus. Dan lebih tragisnya lagi kejadian tersebut seringkali terulang pada kasus yang sama, sifatnya klasik, cuma beda warnanya saja. Sebuah republik yang mengalami kejumudan, kemandekan, jalan ditempat, kalau boleh tidak dibilang mengalami kemunduran tanpa disadari oleh para penghuninya, terutama para punggawanya yang mengurusi republik tersebut.

Harkat dan martabat para punggawanya telah jatuh pada titik nadir sebagai manusia. Rasa kemanusiaannya telah sirna. Bahkan para punggawa merasa sebagai “pemilik” republik antah berantah ini. Jadi mau diapakan terserah pemiliknya, termasuk memutuskan segala perkara yang ada dalam republik tersebut untuk kepentingan pribadi/ego/nafsunya. Sementara peranan kawulo alit (rakyat) sering tidak dilibatkan dalam mengurusi republik. Mereka diperlukan hanya pada saat-saat tertentu saja, misalnya saat pesta demokrasi sebagai upaya untuk mendapatkan keabsahan secara legal-formal. Sesudah pesta berakhir, peran kawulo alit benar-benar di-plot atau dikebiri hanya sebagai penonton. Padahal pemilik sejatinya republik antah berantah ya para kawulo alit ini. Punggawa adalah pembantu, kawulo alit adalah tuan. Inilah posisi sebenarnya.

Tapi semua logika justru dibolak-balik. Posisi tuan dipegang punggawa dan kawulo alit hanya sebagai pembantu yang harus nurut sama majikannya. Karena statusnya sebagai pembantu maka sang tuan merasa berhak melakukan apa saja, termasuk mencap pembantu adalah orang bodoh (atau lebih tepatnya dibodohkan). Wong cilik cukup mengurusi dan hanya boleh disibukkan dengan masalah dirinya sendiri yang bergelut dengan cara bagaimana keluarganya dapat makan hari ini, sementara masa depannya tidak pasti. Tergantung belas kasihan para punggawa. Kasihan banget ya? Bahkan kalau perlu wong cilik didesain agar mereka selalu ribut dengan saudara selevelnya tentang pemenuhan isi perut sehingga lupa mengurusi ketidakberesan para punggawanya.

Lebih tragis lagi nasib kawulo alit. Nama mereka sering dicatut oleh para punggawa untuk membela mereka, padahal dibalik itu motifnya untuk memperebutkan kepentingan pribadi/golongan, adu kekuatan, posisi tawar menawar politik, intrik-intrik culas, membenarkan diri sendiri dan menyalahkan yang lain meskipun sebagian kecil kawulo alit tidak percaya karena drama ini sudah seringkali disuguhkan dan ujung-ujungnya mudah ditebak. Lucunya lagi para kawula alit dipaksa mempercayai adegan yang dipertontonkan para punggawa, seolah-olah yang terjadi di atas panggung republik adalah nyata. Padahal di belakang panggung mungkin hasilnya akan berbeda. Saat para punggawa sedang memainkan adegan, kawulo alit kadang sejenak mudah ditipu dengan mimik wajah yang manis mereka, gerak tubuh yang meyakinkan, dan ucapan-ucapan yang sebenarnya retorika belaka. Namun dikemudian hari baru menyadari dan menyesali kekeliruannya. Mungkin karena terpesonannya melihat adegan "drama" saat itu.

Sungguh malang nasib wong cilik. Mereka yang hakikinya memiliki sifat dasar sabar, mengalah, murah senyum, ramah, sopan santun dan penurut, perlahan-lahan namun pasti mulai dididik dengan perilaku negatif dan suguhan-suguhan tidak mendidik. “Pembelajaran informal” ini ternyata berhasil. Kawulo alit diam-diam belajar dari para punggawa tentang bagaimana cara untuk saling menjatuhkan seteru mereka (dalam skala lokal maupun sub lokal) yang menghalangi tujuannya. Sementara budaya kekeluargaan (rembug/musyawarah) untuk menyelesaikan masalah saat ini sudah dikesampingkan, bahkan telah dibuang jauh-jauh.

Keasyikan para punggawa memainkan peran drama ini juga menjadikan kawulo alit tak terurus, perekonomian tidak stabil (berdangdut ria, goyang sana goyang sini, termehek-mehek), keamanan dalam bingkai lokal juga mulai bergolak mulai tawuran antar calon pemimpin republik antah berantah yang katanya berintelektual, saling adu fisik antar pendukung pemilihan Adipati yang saat ini hampir serentak dilakukan, sengketa dan perebutan lahan tanah, lebih memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan masalah, saling curiga sambil memelototkan mata dan masalah-masalah yang yang sebenarnya memiliki kadar sepele namun tiba-tiba saja dapat berubah menjadi bara api besar.

Ya itulah gambaran selintas mengenai sebuah republik yang tak kunjung dewasa. Padahal republik ini sudah setengah abad lebih merdeka namun tidak menunjukkan arah positif cara pengelolaan yang profesional. Lalu apanya yang salah? Apakah para punggawa selalu berdalih dan berlindung dibalik “kegagalannya” bahwa membangun kemakmuran dan kesejahteraan membutuhkan waktu minimal 100 tahun setelah merdeka, seperti yang dialami di republik yang terletak di sebelah barat. Mengapa selalu mengambil standarisasi yang paling buruk kalau ada yang lebih baik?

Mengapa republik antah berantah tidak mau mengaca pada republik tetangga yang mengalami keberhasilan meski miskin SDA? Sebut saja republik “Ginseng” yang minim SDA-nya dan kondisi hankamnas-nya juga sempat porak poranda akibat perang saudara. Nyatanya pasca terpecahnya republik ini menjadi dua bagian yaitu utara dan selatan, mereka dalam kurun waktu +/-30 tahun mampu bangkit dan disegani oleh republik lain karena pertumbuhan ekonominya yang pesat dan kawulo alitnya makmur.

Tetangga lain pun mengalami hal serupa. Republik “Matahari Terbit” ini pernah diluluh-latakkan oleh bom atom. Namun berkat rasa cinta kepada tanah airnya, menjunjung tinggi kejujuran dan janji disertai tekad baja akhirnya mereka mampu bangkit +/- 50 tahun dan bahkan saat ini dihormati dan disegani republik yang pernah mengebomnya. Mereka juga tidak membutuhkan waktu lama untuk meraih posisi terhormat diantara republik-republik lain yang ada di muka bumi ini. Padahal SDA yang dimilikinya juga terbatas.

Lalu mengapa republik antah berantah sulit bangkit? Bukankah SDA-nya melimpah ruah? SDM juga banyak dan berkualitas? Apanya yang salah dalam mengurus republik antah berantah ini? Mengapa dari dulu sampai sekarang republik ini lebih sering berpangku tangan, tidak mau bekerja keras dan cukup puas dengan mendapatkan bagi hasil yang sedikit dari SDA-nya yang diekplotasi dan ekplorasi oleh tenaga kerja dari republik lain?

Salah satu faktornya adalah tidak memberikan kesempatan rakyat yang jujur, pekerja keras, disiplin, pandai, profesional dan menjunjung tinggi nilai kebenaran hidup di republik antah berantah. Mereka justru dianggap “kecoa”, binatang yang menjijikan sehingga harus “diusir” dari tanah kelahirannya sendiri. Lihatlah banyak para calon pembangun republik yang handal justru tidak dihargai dan malah dibuang, sehingga kesempatan ini dipergunakan oleh republik tetangga untuk menampung mereka dan dimanfaatkan kepandaiannya.

Banyak juga tunas-tunas muda republik antah berantah yang sering menjuarai lomba matematika, fisika, dll tingkat internasional “justru layu sebelum berkembang”. Investasi SDM ini juga disia-siakan dan kurang mendapat perhatian serius. Begitu mereka lulus dari high school, banyak dari mereka yang justru melarikan diri ke republik tetangga untuk menuntut ilmu dengan diiming-imingi kuliah gratis dan mengabdikan hidupnya karena lebih menjanjikan bagi masa depannya. Kalau toh mereka pulang ke republik antah berantah kalau sudah tidak produktif. Jadi yang diterima hanya “barang” rongsokan.

Mungkin karena saking suntuknya melihat adegan tidak bermutu dan tidak ada habis-habisnya dalam mimpi tersebut menyebabkan saya jadi terbangun. Sambil mengucek-ngucek mata, saya cukup lama merenung tentang mimpi tersebut. Apakah yang sedang terjadi di republik antah berantah ya? Mengapa begitu sulitnya para punggawa menahan nafsunya dan mempunyai niat untuk benar-benar mau memikirkan kesejahteraan hidup kawulo alitnya? Di mana hilangnya rasa nasionalisme? Ataukah jangan-jangan memang ini sudah kehendak Tuhan agar membuat republik antah berantah cepat dewasa dan terbangun dari mimpi indahnya? Untuk menenangkan kegundahan hati dan pikiran dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul, maka saya mencoba membuka Al-Qur’an. Tak berapa lama mata saya tertuju pada salah satu ayat tentang apa yang mungkin tengah terjadi di republik antah berantah.

QS. Al-An’am 6 : 123,
“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya”.

Waduh Gusti...kasihan benar kawulo alit di republik antah berantah. Nasib mereka benar-benar dipermainkan dan dipertaruhkan oleh para punggawanya yang mengaku jawara mengurus kepentingan kawulo alit namun ternyata mereka bersembunyi dibalik topeng kemunafikan. Rasa malu sudah tidak ada, bahkan mungkin jauh-jauh hari telah dibuang jauh-jauh.

Tidak berapa lama, saya juga mencoba mencari jawaban dalam kitab suci itu. Siapa tahu Tuhan menawarkan sebuah solusi agar republik antah berantah terbebas dari “penjajahan” sesama penghuninya. Sekali lagi syukur Alhamdulillah....ternyata ada jawabannya.

QS. Al-A’raaf 7 : 96,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.

Kepala saya mulai pusing. Berbagai pertanyaan muncul tanpa bisa saya cegah. Bukankah republik antah berantah mempunyai dasar republik yang seluruh penghuninya diharuskan memeluk agama dan mengakui Tuhan YME? Bahkan point ini diletakkan pada nomor urut satu! Tapi mengapa Tuhan belum juga menurunkan kesejahteraan dan kemakmuran pada republik antah berantah? Atau jangan-jangan dasar republik nomor satu itu hanya dipakai sebagai slogan saja dan tidak secara serius diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari? Atau bisa pula para begawan kurang canggih dalam meramu dan memberikan pencerahan kepada para penghuninya, sehingga agama hanya dijadikan bukti legal-formal pada kartu identitas, surat nikah, pengajuan hutang, dan segala hal yang berurusan dengan administrasi saja? Kalau demikian halnya yang terjadi maka.......tau ah gelap.....capek dech!

Untung saya segera tersadar. Bodohnya saya...untuk apa pusing-pusing memikirkan itu semua, sehingga banyak menyedot energi...toh kejadian itu hanya berada dalam sebuah mimpi. Mendingan saya melanjutkan tidur lagi aja....aahhhhhhhhh.....tanggung...masih ngantuk nih.....oooaaaahhh......zzzzzzzttttt! (mumpung mimpi buruk ini sudah saya share ke anda semua, sehingga beban ini sedikit banyak sudah hilang). Terima kasih ya telah membantu membuang kesuntukan saya...

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih



Senin, 14 Juni 2010

Sang Mantan (3)


Sang Mantan (3)

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Disisi lain manusia diperingatkan Allah SWT agar jangan suka mencela dan mengumpat, “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela” (QS. Al-Humazah 104:1) apa-apa yang terjadi dengan seseorang pada saat ini, karena biasanya kita cenderung menilai dengan standarisasi subyektivitas diri sendiri. Orang pengumpat dan pencela adalah manusia celaka. Namun seringkali manusia terjebak dengan perilaku membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Bisa pula terjadi mencela perilaku orang lain dan menganggap diri sendiri paling baik atau benar. Perilaku demikian sangatlah vital akibatnya. Lebih baik membenarkan orang lain dan menyalahkan diri sendiri. Hal ini akan menjadikan kita selalu mawas diri, bahan evaluasi, mengoreksi kekurangan yang ada dan tidak menyakiti perasaan orang lain.

Banyak contoh di sekitar kita baik dalam skala lokal, nasional, regional dan internasional bahwa penilaian subyektif kepada seseorang akan vital akibatnya (celaka). Ambil contoh di Indonesia: ada mantan preman (napi) yang sekarang telah menempuh jalan kebenaran dan bahkan telah menjadi seorang penceramah (terlepas dari kadar seberapa dalam mereka mampu menyelami ilmu agama).

Contoh lain adalah beberapa artis/penyanyi yang meninggalkan gemerlap duniawi yang identik dengan hura-hura tanpa tujuan yang pasti (kesenangan temporer). Ternyata apa yang dilakukan tidak mampu menghilangkan kehausan dan ketenangan rohaninya. Dengan kesadarannya akhirnya mereka memilih mencari kenikmatan yang sifatnya kekal abadi, yaitu masuk dalam wilayah Ketuhanan. Semua itu terjadi berkat karunia, rahmat dan hidayah Allah SWT, mereka telah kembali ke jalan yang di ridhoi-Nya. Apa jadinya kalau dulu kita sering mencemooh mereka dan ternyata apa yang dulu kita nilai ternyata berbeda kondisinya dengan saat ini? Bukankah kita termasuk orang yang celaka?

Mungkin bagi sebagian dari kita pada waktu itu (dulu) menilai saudara-saudara kita tersebut sebagai manusia tercela dan meresahkan masyarakat sehingga waktu itu kita gampang melemparkan stigma, umpatan dan celaan kepada perilaku mereka. Tetapi apa yang terjadi sekarang? Ternyata kita tertipu dengan apa yang terjadi kemudian. Sungguh kita yang bodoh dan lemah karena tidak akan mampu menerka kehendak Allah SWT.

Contoh yang lebih real adalah beberapa sahabat saya yang tergabung dalam pengajian. Dulu beberapa sahabat saya ada yang jauh dari dan mengenal Allah SWT. Namun Allah SWT berkehendak lain, dengan nurhidayah-Nya sekarang mereka dituntun dan sadar menempuh jalan-Nya serta khusyu’ tenggelam dalam buaian lautan cinta-Nya.

QS. Al-Anaam 6 : 122,
“Dan apakah orang yang sudah mati (tersesat) kemudian Kami hidupkan (mendapat hidayah) dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat ke luar dari padanya? Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”.

Sebaliknya, kita kadang gampang mengagung-agungkan predikat perilaku baik yang disandang seseorang pada saat tertentu karena gelar yang dia sandang dan ditunjukan perilakunya yang baik. Namun seringkali pula pada suatu saat kita dikejutkan dengan perilakunya yang berbuat kedzaliman. Jadi untuk kali kedua kita tertipu.

Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan bila menemui seseorang yang tingkah lakunya kurang berkenan, baik dipandang dari sisi kita (subyektivitas), norma masyarakat atau hukum agama? Jadilah dan tempatkanlah posisi anda sebagai seorang pemerhati, jangan menjadi komentator (pencela, pengumpat, dll). Alangkah baiknya kita terus menerus mengoreksi, dan mengevaluasi kekurangan diri kita masing-masing daripada mengintip kekurangan orang lain dengan mencela dan mengumpat, seperti saat ini yang ramai diperbincangkan masyarakat Indonesia mengenai adegan kurang mendidik beberapa "artis" papan atas di Indonesia. Toh sudah ada institusi yang menangani.

Bagaimana menurut anda?

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Jumat, 11 Juni 2010

Sang Mantan (2)


Sang Mantan (2)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Namun sering pula umat islam banyak yang terjebak pada firman Allah SWT yang diinformasikan secara tidak utuh oleh mereka yang dianggap sebagai “pemuka” agama karena tidak dilengkapi dengan ayat lain yang masih berhubungan dan saling menguatkan. Konyolnya lagi justru kita sering menerima mentah-mentah dan dinina-bobokan atas informasi tersebut. Jadi yang salah dan rugi siapa? Lalu apa gerangan isi firman itu yang sering kita dengar itu? Yaitu bahwa “Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum bila kaum itu sendiri tidak mau mengubahnya sendiri”. Untuk lebih jelasnya akan saya kutipkan ayat tersebut :

QS. An-Anfal 8 : 53,
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan kepada-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Dari ayat diatas terlihat bahwa seolah-olah manusia dapat bertindak dan mengubah keadaannya bila mau mengubah nasibnya sendiri. Benarkah hanya berhenti pada keterangan ayat diatas? Padahal di ayat lain yang senada, Allah SWT memperjelas dan menguatkan bahwa bila Dia menolak maka tidak ada yang mampu menahannya. Seberapapun detailnya kita membuat perencanaan. Adapun ayat tersebut adalah :

QS. Ar-Rad 13 : 11,
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

Dari ayat di atas sangatlah jelas. Jadi meskipun kita berusaha mengubah hidup kita tetapi Allah SWT menolaknya lalu kita mau apa? Kalau anda dapat mengubah diri anda sendiri dan tidak mau menerima apa-apa yang diberikan Tuhan, kita buang qudrat dan iradat Allah SWT lalu apa yang akan terjadi? Padahal sebagai seorang mukmin, kita harus beriman kepada qudrat dan iradat-Nya? Kalau halnya anda tetap bersikukuh dengan pendapat anda sendiri, ya silahkan! Tapi tunggu siksa dunia yang akan segera datang, karena anda tidak mau mengikuti apa yang diberikan Allah SWT (bersyukur) maka syaitanlah sebagai pengganti pemimpinnya.

QS. Az-Zukhruf 43 : 36,
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”.

Syaitan adalah sifat yang buruk seperti iri, benci, tidak puas, dll. Manusia yang tidak bersyukur atas pemberian Tuhan maka hidupnya akan tersiksa, inilah neraka dunia.

Mau contoh? Lihatlah penyanyi dunia Michael Jackson yang tidak mau bersyukur ata pemberian Tuhan. Dia tidak menerima apa-apa yang diberikan Tuhan dan berusaha mengubahnya. Apa yang kemudian terjadi? Siksa datang. Dia harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk mempertahankan pigmen kulitnya, memelihara bagian tubuh yang telah dioperasi plastik, mempertahankan pita suaranya, kegelisahan menyelimuti hidupnya, kesakitan akibat mengubah hormon kulitnya, dll. Pada akhirnya ajal menjemput. Tragisnya semua dikarenakan over dosis obat yang harus disuntikan ke dalam tubuhnya untuk memelihara apa-apa yang telah diubahnya.

Contoh lain adalah mereka yang tidak puas dengan bentuk tubuh atau wajah sehingga melakukan suntik silicon atau operasi plastik. Maksud hati ingin tampil sempurna tetapi siksa yang di dapat. Secara psikis ada rasa kekhawatiran menyelimuti hatinya (takut rusak), secara materi harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang besar, bahkan kadang harus keluar negeri secara rutin.

Kalau halnya demikian janganlah menyalahkan Tuhan, karena Dia tidak menzalimi manusia tetapi manusialah yang menzalimi diri sendiri.

QS. Yunus 10 : 44,
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri”.

QS. Az-Zukhruf 43 : 76,
“Dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri sendiri”.

Mengapa tidak lebih baik dana yang besar itu untuk menyantuni anak yatim piatu, kaum dhuafa, dll? Justru manfaatnya lebih besar, baik ditinjau dari segi hubungan sosial maupun investasi untuk akhirat.

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Kamis, 10 Juni 2010

Sang Mantan (1)


Sang Mantan (1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Judul artikel di atas memang persis sama dengan judul lagu punya grup band ngetop Indonesia yaitu Nidji, namun isinya bukanlah bentuk penghianatan seorang pacar terhadap kekasihnya seperti isi dari lagu tersebut. Sebaliknya, isi artikel di bawah ini adalah bentuk penerimaan cinta tak terbatas (sejati) dari Allah SWT kepada hamba-Nya yang kembali menempuh jalan kebenaran.

Cara pandang manusia terhadap sesuatu yang tampak di depan matanya maupun cara pikirnya kadang menipu. Faktor subyektivitas kadang membuat manusia tidak mampu memandang jernih suatu yang berada di depannya. Seringkali pula manusia menilai seseorang dengan membandingkan dengan dirinya. Apa-apa yang dilihatnya kurang baik menurut jalan pikirannya dan norma masyarakat maka akan divonis jelek. Padahal manusia tidak tahu akan yang terjadi besok terhadap sesuatu yang dinilainya.

Waktu kemarin adalah sesuatu yang jauh karena tidak dapat terulang atau kembali lagi, masa sekarang adalah hal yang paling dekat, sementara apa yang terjadi besok adalah ghaib dan jauh. Oleh karena itu Allah SWT melarang manusia untuk berpikir tentang besok, karena manusia sendiri tidak tahu apa yang bakal terjadi nanti. Hanya Allah SWT yang Maha Tahu. Manusia boleh berencana, namun rencana Tuhan yang pasti akan terjadi.

Pernahkah dalam kehidupan anda mempunyai rencana namun semua yang telah anda susun ternyata semua berakhir di luar akal sehat dan logika? Misal anda ingin bepergian ke suatu tempat dan anda memperkirakan akan sampai di tempat tujuan kurang lebih 1 satu jam. Namun ketika anda mulai menjalankan mobil tidak berapa lama ban mobil anda mendadak kempes sehingga mau tidak mau anda akan mengganti ban tersebut. Berikutnya anda mulai menjalankan mobil kembali, tetapi di tengah jalan terjadi kemacetan yang diakibatkan adanya kecelakaan, maka anda dipaksa harus antri karena macet. Maka apa yang telah anda rencanakan waktu tempuh ke tempat tujuan 1 jam menjadi 2 jam atau lebih. Pertanyaannya adalah apakah anda menghendaki ban mobil anda kempes dan terpaksa antri karena suatu accident? Tidak bukan? Lalu siapa yang menggerakkan dan menahan laju mobil anda sehingga dua peristiwa itu terjadi beruntun dan anda mau tidak mau harus menerima dengan terpaksa? Allah SWT-lah yang merencanakan itu semua.

Hal sama pernah terjadi dengan salah satu sahabat saya. Ketika itu dia ingin pulang ke Malang dari Semarang dengan menumpang bus umum. Kepulangannya karena ada suatu keperluan penting dan mendadak. Jarak tempuh yang diperkirakan sampai ke rumah kira-kira delapan jam. Maka begitu sampai ke terminal dan melihat bus pertama yang akan berangkat dia langsung masuk mencari tempat duduk. Sambil menunggu penumpang lain dia tidur-tiduran. Namun apa yang terjadi? Sahabat saya merasa perutnya menuntut untuk diisi, meskipun dia berusaha menahannya namun tidak kuat. Dengan sedikit rasa kesal akhirnya dia turun untuk mencari warung makan. Betapa terkejutnya dia setelah selesai makan ternyata bus tadi telah berangkat. Mau tidak mau dia harus kembali menunggu bus berikutnya dan raut wajahnya semakin menunjukan kekesalan.

Syahdan berangkatlah bus yang dia tumpangi, namun betapa terkejutnya dia ketika di tengah perjalanan terjadi kemacetan. Sahabat saya berusaha mencari tahu apa yang menyebabkan kemacetan dan ternyata telah terjadi kecelakaan lalu lintas. Dia semakin terkejut ketika bus yang ditumpangi melewati secara perlahan lokasi kecelakaan, ternyata bus yang semula akan dinaiki mengalami kecelakaan yang tragis dan seandainya dia jadi menumpang bus tersebut dia tidak bisa memperkirakan apa yang terjadi dengan dirinya karena kondisinya parah. Sahabat saya saat itu hanya tertegun dan dari bibirnya terucap kata istighfar, tasbih dan syukur meskipun dia terlambat sampai ke rumah. Pertanyaannya adalah siapakah yang menjadikan perut sahabat saya lapar sehingga dia terlambat datang ke rumah namun selamat sampai tujuan? Siapa yang menahan keberangkatannya? Allah SWT-lah yang merencanakan, karena dia Maha Memaksa dan Maha Menggerakkan.

QS. Luqman 31 : 34,
” ..dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok..”

QS. Al-Kahfi 18 : 23,
”Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu : sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi..”.

Kata “jangan” berarti larangan Allah SWT kepada manusia tentang apa yang akan dikerjakan kemudian. Hal ini dimaksudkan agar manusia terhindar dari rasa kecewa apabila yang terjadi di luar rencananya dan menjauhkan dari angan-angan kosong, misalnya: “Seandai aku jadi orang kaya...atau andaikata besok aku naik jabatan....,dll. Allah SWT mengingatkan manusia agar lebih baik memikirkan dengan serius apa yang saat ini sedang dijalani. Artinya manusia lebih memperhatikan apa yang sedang diperbuatnya sekarang. Kita tidak tahu 15 menit ke depan atau 1 jam berikutnya, dan seterusnya, apakah kita masih dipinjami nafas oleh Allah SWT atau tidak. Oleh karena itu janganlah terlena dengan apa yang terjadi besok, karena ini larangan. Pikirkanlah Allah SWT maka Allah SWT akan memikirkan hidup kita. Mudah bukan?

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS

Pondok Cinta Kasih

Rabu, 09 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (35)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Meskipun Allah SWT sudah memperingatkan kepada manusia, namun masih banyak manusia yang tidak mampu mengelola hatinya karena ingkar atau lalai kepada ayat-ayat Allah SWT. Ada beberapa hal yang menyebabkan manusia terperosok dalam perilaku fujur. Disini saya sebutkan 3 perkara yang paling vital, yaitu :

Pertama, Kesombongan.
Sifat sombong adalah hijab tertinggi seorang hamba kepada Allah SWT. Manusia yang sombong selalu ingin menang sendiri, merasa paling benar dan yang lainnya salah, sukar menerima pendapat orang lain, dan masih banyak lagi hal negatif dari sifat ini.

Oleh karena itu, Allah SWT mengingatkan dan melarang makhluknya memelihara sifat sombong.

QS. Lukman 31: 18,
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”.

Banyak contoh dalam Al-Qur’an yang menceritakan tentang sombong dan efeknya. Salah satunya seperti apa yang dialami iblis ketika disuruh Allah SWT untuk bersujud kepada Adam AS ketika pertama kali diciptakan. Iblis tidak mau bersujud karena sombong, merasa dirinya lebih hebat dibanding Adam AS, karena diciptakan dari api sementara Adam AS diciptakan dari tanah. Kesombongan inilah yang membuat Allah SWT marah kepada iblis dan mengutuknya.

QS. Al-Baqarah 2 : 34,
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada malaikat,”sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”.

Kenapa Allah SWT melarang makhluknya memelihara sifat sombong? Karena hanya Allah-lah yang berhak menyandangnya. Dia-lah pemilik asma Al-Mutakabir (berkuasa/sombong). Makhluknya tidak berhak menyandangnya.>

Hadits Qudsi,
“Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Oleh karena itu, barang siapa mengambilnya dari-Ku (berperilaku dengan) salah satu dari keduanya, maka Aku mencampakkannya ke neraka”. (Abu Dawud).

Kedua, Terpedaya indahnya dunia.
Maksud diciptakannya dunia beserta isinya tidak lain dan tidak bukan untuk kesejahteraan dan kemakmuran penghuninya. Baik itu manusia, binatang, dan tumbuhan. Konsep adanya saling memberi dan menerima, berinteraksi satu sama lain, dan saling membutuhkan adalah tujuan utamanya, sehingga tercipta harmonisasi kehidupan.

Namun karena manusia sering merasa yang paling hebat diantara makhluk yang lain, tidak segan-segan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan pemuasan ego segala cara ditempuh sehingga terjadi disharmonisasi kehidupan. Tidak hanya binatang, tumbuhan dan alam yang dikesampingkan hak hidupnya, namun antar manusia juga saling menjatuhkan, berebut ambisi dan menciptakan permusuhan.

Akibatnya bukan saja makhluk lain dan alam semesta saja yang dirugikan, namun diam-diam manusia jenis ini secara tidak sadar juga menggali lubang kematian bagi dirinya sendiri.

QS. Al-Qiyaamah 75 : 20-21,
“Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.

Ketiga, Terbelenggu hawa nafsu
Musuh yang paling berbahaya dan intens mengintai kehancuran kehidupan manusia adalah hawa nafsu. Kenapa? Karena musuh ini tidak kelihatan, tidak pernah lengah menprovokatori berbuat kemungkaran dan berada di dalam diri manusia. Bahkan karena manusia sering lena dan lalai, seringkali mereka menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan dunia. Sehingga kesesatan dari jalan Allah SWT selalu menyertai dan mendampingi jalan hidupnya.

QS. Al-Jatsiyaah 45 :23,
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa hafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya tersesat). Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.

Manusia tidak akan mampu menjaga nafsunya secara terus menerus dan kontinyu dari perbuatan keji mungkar tanpa pertolongan dari Allah SWT. Bahkan manusia yang setingkat nabi/rasul pun pernah tidak berdaya me-manage nafsu dan hatinya bila saja tidak datang pertolongan dari Allah SWT. Seperti yang dialami oleh Nabi Yusuf yang saat itu digoda Zulaiha (permaisuri raja) dan Rasulullah SAW saat menghadapi orang kafir. Bagaimana pun juga nabi/rasul adalah manusia.

QS. Yusuf 12 : 53,
”Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku”.

Nabi Yusuf AS hampir saja tidak mampu menahan nafsunya ketika di goda oleh Zulaiha untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji kalau tidak mendapat pertolongan Allah SWT.

QS. An-Nahl 16 : 127,
”Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”

Manusia adalah makhluk yang diciptakan secara sempurna dibandingkan makhluk lain karena dikaruniai akal, namun manusia juga hakikatnya makhluk lemah karena dikaruniai nafsu. Berhasil tidaknya menempuh perjalanan hidup di dunia, tergantung mana yang berkuasa, nafsu (syaitan) atau akal (islam,iman,takwa).

Renungan :

Pelajaran atau hikmah dari peristiwa yang dialami sang ustadz dengan nafsu dan hati? Adakah korelasinya? Apa yang patut kita direnungkan:

1.Bahwa hati adalah tempat Allah SWT menurunkan ilham fujur (fasik) dan takwa. Salah satu dari keduanya pasti satu yang berkuasa.

2.Apabila nafsu telah membelenggu manusia, maka kecenderungannya pada kehidupan dunia. Bila takwa menyelimuti hati manusia maka kecenderungannya kepada kehidupan akhirat. Ini bukan berarti, umat islam tidak perlu kehidupan dunia. Namun yang perlu diiingat bahwa jangan sampai umat islam terbuai dengan hingar bingar kehidupannya. Dunia adalah ladang bercocok tanam untuk akhirat.

3.Orang lain tidak mampu memprediksi dan membaca isi hati seseorang. Maka waspadalah terhadap maksud-maksud tersembunyi dari seseorang.

4.Kejadian seperti ustadz X diatas tidak hanya terjadi di daerah saya. Saat ini pun mungkin banyak “oknum” ustadz yang memanfaatkan dakwah sebagai kuda tunggangan untuk kepentingan pribadi. Saya tidak melemparkan fitnah, ini semata-mata sebagai early warning. Sepatutnya seorang ustadz harus berdiri di atas kepentingan umat tanpa memposisikan diri pada hal-hal yang membuat sebagian umat tidak simpatik dan berpecah belah karena sesuatu hal yang sifatnya remeh dan sepele.

Bagaimana pendapat anda?

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih

Selasa, 08 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (34)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Hati adalah salah satu perangkat yang memiliki potensi besar bagi setiap manusia. Potensi ini dapat digunakan secara optimal. Namun semua ini tergantung dari bagaimana manusia tersebut mampu memanfaatkan, memberdayakan dan mengelolanya untuk hal yang positif.

Di dalam hati setiap manusia, merupakan medan pertempuran yang sesungguhnya. Di salah satu rongga hati diisi oleh sifat fujur dan disisi lain bersemayam sifat takwa. Tinggal manusia akan memilih yang mana. Sifat syaitan (nafsu) atau sifat Tuhan.

QS. Asy-Syams 91:8,
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan (fujur) dan ketakwaannya”.

Fujur dan takwa bersifat abstrak dan tidak terjangkau oleh panca indera manusia dan alat ukur apapun, namun dapat dirasakan. Sifat fujur akan bersemayam bila si pemilik hati memberi ruang bagi syaitan dan menuruti hawa nafsunya untuk berkuasa atas dirinya. Sementara, sifat takwa akan bersemayam bila manusia membuka bilik itu hanya untuk Allah SWT semata, sebagai mana bunyi sebuah hadist:

”Langit dan bumi tidak akan mampu menampung Dzat-Ku, namun Aku akan bersemayam di hati hamba-hamba-Ku yang beriman”,(diterjemahkan secara bebas tanpa mengurangi esensi hadist tersebut).

Dua sifat ini tidak mungkin memiliki kadar yang sama atau seimbang. Tidak mungkin bersanding. Tidak akan berwarna abu-abu. Pasti hitam atau putih. Hanya salah satu yang berkuasa. Suatu saat sifat takwa yang menang, dan disaat lain sifat fujur yang berkuasa.

QS. Al-Ahzab 33 : 4,
“Allah sekali-kali tidak menjadikan seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukan jalan (yang benar).

Manusia pemilik hati itulah yang mampu mengukur sifat mana yang tengah berkuasa atas dirinya. Oleh karena itu, qalbu (bahasa arab) bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti bolak balik. Makanya iman seseorang terkadang naik, di saat lain turun.

QS. Al-An’aam 6 : 110,
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat”.

Agar iman tetap terjaga maka perlu 4 amunisi berupa ikhlas, sabar, tawakal dan istiqomah kepada perintah Allah SWT, sehingga membuat iman selalu “on” terus. Apabila iman telah kokoh, maka Allah SWT akan meningkatkan menjadi takwa (muttaqin). Karena seorang hamba yang takwa sudah tidak lagi dipengaruhi oleh hal-hal yang memiliki sifat non Ilahiyah.

Mengenai pengertian iman dan takwa dapat dianalogkan ibarat jerigen yang diisi air (terdiri sabar, ikhlas, tawakal dan istiqomah). Apabila isi jerigen tersebut belum penuh dengan air maka bila diguncang-guncangkan, air didalamnya akan ikut terguncang dan suaranya terdengar, yang berarti masih ada ruang kosong (iman belum penuh). Sedangkan bila isi jerigen penuh dengan air maka bila diguncangkan, isinya tidak ikut terguncang dan tidak ada suara air yang bergejolak. Inilah yang dimaksud takwa.

Oleh karena itu, didalam Al-Qur’an Al-Karim, Allah SWT selalu memperingatkan dan berpesan kepada hamba-hamba-Nya, agar selalu membersihkan hatinya.

QS. Al-A’laa 87 : 14
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)”.

Kata membersihkan inilah kadang menjebak manusia, yang pada akhirnya melibatkan pikir untuk mensikapi ketentuan Allah SWT dimaksud. Padahal secara logika manusia itu tidak mengetahui hati itu letaknya dimana dan dengan apa ia harus membersihkan pun tidak mengerti. Sesungguhnya yang dimaksud dengan membersihkan menurut Allah SWT biarkanlah segala sesuatu berjalan apa adanya sesuai dengan kehendak Allah SWT, jangan kamu libatkan pikir untuk memahami tentang hidayah Allah SWT itu. Karena hanya Allah-lah yang mampu dan berhak membersihkan hati hamba-hamba-Nya.

QS. An-Nuur 24 : 21,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS

Pondok Cinta Kasih

Senin, 07 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (33)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Hati atau qolbu (bukan dalam artian fisik) adalah ruang atau wilayah privacy antara seorang hamba dengan Khaliq-nya. Hanya manusia dan Tuhan yang tahu, ini berarti seorang harus mengalami dalam berspiritual, tidak sebatas kata-kata atau teori. Allah SWT mengetahui yang nyata dan ghaib, termasuk isi hati setiap manusia.

QS. Al-An’aam 6 : 73,
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya diwaktu Dia mengatakan: Jadilah, maka terjadilah, dan ditangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala di tiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Mengetahui”.

Apa yang dialami ustadz X adalah sebuah pelajaran berharga bagi dirinya. Hal ini tidak terlepas dari kekhilafannya. Keahlian dan ketrampilannya mengumpulkan jamaah disetiap pengajian ternyata disalahgunakan untuk memuaskan kepentingan nafsunya (yang terdapat di dalam hati manusia). Dakwahnya dijadikan “kuda tunggangan” untuk meraih posisi anggota dewan.

QS. Al-Anfaal 8 : 24,
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi manusia dan hatinya (yaitu nafsu) dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan”.

Saya secara pribadi lebih berpikir positif tentang peristiwa itu. Mungkin misi dan tujuan sang ustadz baik, yaitu memilih jalur formal untuk membangun daerah dan menyejahterakan rakyat. Namun tidak demikian dari sudut pandang masyarakat. Mungkin sudah banyak yang dikecewakan selama ini atas kinerja lembaga legislatif.

Walaupun anggota dewan idealnya mewakili aspirasi dan kepentingan rakyat, namun ternyata dalam realisasinya, seringkali banyak yang membawa aspirasi dan kepentingan parpol dimana dia bernaung. Massa hanya dijadikan sapi perahan untuk legitimasi kepentingan pribadi dan parpol.

Sebenarnya saat itu masyarakat tidak menyangka kalau ustadz X mau menerima pinangan parpol dan berharap tetap bersikukuh berdiri diatas kepentingan umat. Namun harapan tersebut pupus, sehingga kekecewaan umat ditunjukan dalam bilik pemungutan suara.

Kalau pun benar bahwa sang ustadz menjadikan dakwah sebagai kuda tunggangan, maka apa yang menjadi tujuan berdakwah ustadz X selama ini, dengan apa yang diinginkan jamaahnya sangat berbeda jauh. Seperti peribahasa yang saya sebutkan diatas tadi, “Dalamnya lautan masih bisa diukur, dalamnya hati siapa tahu”.

Mungkin Allah SWT sedang menegur sang ustadz melalui peristiwa tersebut, karena Allah SWT sebenarnya masih sayang kepadanya. Dengan kejadian ini dapat diambil hikmahnya. Hati sang ustadz yang dulu sempat khilaf karena diisi oleh ambisi dan kepentingan duniawi, dipaksa Allah SWT agar dipenuhi dengan keikhlasan untuk syiar agama islam.

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS

Pondok Cinta Kasih

Jumat, 04 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (32)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Ternyata ustadz tersebut salah memprediksikan perolehan suara dengan mengandalkan “loyalitas” jamaahnya. Beliau berasumsi, dengan banyaknya jamaah yang selalu hadir disetiap acara pengajiannya selama ini, minimal 75% akan memilih partainya. Namun asumsi tersebut meleset. Apa penyebabnya? Paling tidak ada 2 hal:

a.Parpol dimana sang ustadz bernaung adalah parpol baru yang di masa pemerintahan orde baru belum pernah ada. Mungkin para jamaah beranggapan, bahwa track record dari parpol tersebut belum kelihatan dan terbukti membela kepentingan rakyat. Sehingga untuk menjatuhkan pilihan kepada parpol tersebut dirasa amat berat. Ibarat membeli kucing dalam karung. Parpol tersebut tidak hanya semata-mata diisi oleh orang-orang yang memiliki kredibilitas seperti ustadz X, tetapi banyak anggota lainnya yang tidak dikenal masyarakat.

b.Banyaknya jamaah yang hadir dalam setiap pengajian bukanlah sebagai tolok ukur keberhasilan. Iman boleh sama tapi pilihan parpol boleh beda, adalah hak pribadi masing-masing individu.

Tidak terpilihnya ustadz X menjadi anggota legislatif berdampak pada pamor sang ustadz di masyarakat. Ibarat bulan tertutup awan, pamor ustadz X langsung turun drastis di masyarakat. Hanya beberapa jamaah yang pro masih menghadiri pengajiannya. Sementara yang kontra tidak mau hadir dalam pengajian-pengajian berikutnya. Justru yang terjadi, banyak jamaah yang kontra dan tidak respect cukup banyak terhadap pencalonannya sebagai anggota dewan.

Memang demikianlah kondisi masyarakat di Indonesia, terutama di daerah. Mereka kadang belum cukup dewasa untuk berdemokrasi dalam menerima perbedaaan. Satu perbedaan saja sudah cukup sebagai tolok ukur bahwa mereka berseberangan. Semua dipukul rata, tanpa mau memilah dan memilih.

Kondisi ini baru disadari oleh sang ustadz pasca pemilihan, sehingga hampir 8 tahun nama beliau seolah-olah hilang di telan bumi. Kharismanya langsung turun di mata jamaahnya, disebabkan hanya untuk memenuhi ambisi pribadi dan pemuasan egonya. Baru 2 tahun terakhir ini, kehadiran beliau mulai mendapat simpati dan mulai diterima masyarakat kembali setelah beliau menyatakan keluar dari parpol tersebut.

***

Dalamnya lautan masih bisa diukur, dalamnya hati siapa tahu. Demikianlah bunyi peribahasa yang sering kita dengar dan hafalkan ketika duduk belajar di bangku Sekolah Dasar. Sederet kata yang memiliki makna dan filosofi tinggi. Seberapa pun dalam lautan atau samudera, dengan peralatan atau teknologi cangkih yang dimiliki manusia sekarang ini maka kedalamannya dapat diukur. Berbeda dengan suasana hati seseorang, betapa pun cangkihnya peralatan atau teknologi, manusia tidak mampu bahkan tidak akan pernah dapat mengukurnya.

Manusia dengan perangkat tubuh yang dimilikinya hampir semua dapat diukur. Detak jantung dapat dihitung, tarikan nafas per menitnya dapat dikalkulasi, kebohongan disiasati dengan peralatan lie detector, kemampuan dan kapasitas otak dapat ditest melalui psikotest untuk menentukan tingkat Intelegence Quotient (IQ), kondisi emosional seseorang dapat dibaca sebelum emosi itu muncul dan bagaimana cara meredamnya melalui metode Emotional Quotient/EQ. Hanya hatilah yang tidak mampu ditebak meskipun manusia berusaha mencoba mendeteksi melalui perangkat Spiritual Quotient (SQ). Karena ruang ini adalah rahasia Illahi.

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS

Pondok Cinta Kasih

Kamis, 03 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (31)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

(9)
DAKWAH SEBAGAI “KUDA TUNGGANGAN”

Suatu sore, kira-kira 10 tahun (1998) yang lalu, saya bersama teman-teman berkumpul di beranda rumah. Dari pertemuan yang tidak terencana tersebut, kami semula hanya membicarakan hal-hal ringan, kemudian berbelok arah memperbincangkan peristiwa yang lebih serius tentang kejadian yang baru saja dialami bangsa ini pada saat itu, yaitu euforia demokrasi di Indonesia yang baru saja lahir.

Diskusi kecil-kecilan ini masih tertanam dalam ingatan saya karena disebabkan oleh 3 hal:

Pertama, runtuhnya kekuasaan orde baru pasca peristiwa Mei 1998, setelah berkuasa hampir 32 tahun lamanya.

Kedua, Terbukanya kran demokrasi. Pada masa orde baru demokrasi masih berjalan di tempat. Salah satunya hal ini dapat dilihat dari beberapa media cetak yang dicabut ijin penerbitannya, karena terlalu lantang mengkritisi pemerintahan saat itu. Jadi hak berbicara dan berpendapat dibungkam. Layak tidaknya berita ditentukan oleh pemerintah. Sementara pasca peristiwa Mei 1998, diharapkan demokrasi dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat, yang berarti pula pemberangusan hak berbicara dan bebas berpendapat mendapat angin segar. Meskipun semua ini tetap dibatasi dalam koridor hukum dan etika.

Ketiga, Gegap gempitanya para reformer untuk mendirikan partai baru. Bahkan kalau tidak salah saat itu (tahun 1999) partai yang berhak ikut pemilu hampir mencapai 30-an.

Peristiwa lahirnya demokrasi yang terjadi dalam skala nasional, mau tidak mau juga berimbas ke daerah, khususnya mengenai pendirian cabang parpol baru. Ada peristiwa yang menarik berkenaan ramainya pendirian partai baru dan maraknya pencalonan anggota legislatif di daerah saya.

Tersebutlah seorang ustadz pada saat itu yang ikut mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Adalah hak setiap warga negara untuk memilih dan dipilih sebagai anggota dewan tanpa melihat latar belakang profesi. Asalkan memenuhi syarat.

Peristiwa ini saya angkat karena ada hikmah dan pelajaran berharga dari pencalonan sang ustadz tersebut.

Sebut saja namanya ustadz X. Beliau adalah salah satu pendakwah karismatik di daerah saya, dicintai umat, dan saat memberikan ceramah selalu dipadati oleh jamaah. Tutur bahasanya lembut, mudah dipahami, pandai mempermainkan emosi jamaah dan penguasaan materi yang mumpuni adalah sebagai modal beliau ketika bersyiar.

Dengan track record inilah menjadikan daya tarik bagi parpol-parpol saat itu untuk merekrutnya sebagai anggota partai, mengingat sang ustadz memiliki massa (jamaah) yang cukup banyak.

Tidak berapa lama kemudian, rayuan parpol pun dilancarkan kepada sang ustadz, dan ternyata gayung bersambut. Dengan iming-iming kedudukan strategis di partai dan memasang nomer urut jadi pada pencalonan legislatif, maka sang ustadz menyetujui masuk menjadi anggota parpol tersebut dan bersedia menjadi juru kampanye.

Berita ini kemudian cepat tersebar di masyarakat. Ada yang pro dan kontra. Namun pelajaran yang berharga diperoleh saat pemilihan calon legislatif dan hasil dari perhitungan suara yang diluar dugaan. Ternyata sang ustadz tersebut tidak terpilih menjadi anggota dewan dan parpolnya pun tidak masuk 10 besar. Apa gerangan yang terjadi?

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS

Pondok Cinta Kasih

Rabu, 02 Juni 2010

ISRAEL DAN ABABIL


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Berkenaan dengan serangan tentara Israel terhadap kapal pengangkut sukarelawan bantuan kemanusiaan di jalur gaza dan rasa keprihatinan saya maka ijinkan saya untuk kali ini akan menampilkan artikel yang ditulis oleh sahabat saya Dody Ide. Semoga bermanfaat bagi para pembaca budiman.

ISRAEL DAN ABABIL
sekedar sharing catatan lama yang hanya bersifat be'e lho yo....

Cerita surat Al fiil selalu kita sangka hanya sebuah sejarah. Padahal langkah gajah - gajah itu masih berderap -derap menggegerkan. Binatang itu telah berubah wujud menjadi sebuah mesin kecongkakan yang mengguncangkan pusat ketauhidan manusia, Ka'batullah. Rumah Allah ini dari jaman dulu memang banyak disangka akan roboh, hancur, bangkrut dan ternafikan oleh serombongan pasukan besar entah itu berupa arus filsafat, pemikiran, opini kepenyairan, media informasi, iptek atau varian ilmu baru yang akan terjadi di waktu akan datang.

Sejengkal langkah gajah sudah mampu membuat dag -dig-dug pemukiman yang akan dilewatinya. Hentakan pijakan kakinya sangat terasa walaupun kita berdiri ribuan kilometer jauhnya. Kaki yang menghunjam bumi hanyalah sebuah tamsil bahwa kekuatan utama adalah perolehan alam materi, khususnya bumi. Setiap gebrakan langkahnya membuat segala alam materi yang bertumpu pada struktur ilmu ekonomi akan berguncang hebat dan sangat menakut-nakuti umat manusia.

Perutnya yang besar menjadi central data bank setiap aktivitas manusia yang mencintai dunia. Telah terfragmentasi dengan sempurna mana aktivitas manusia yang menjadi nutrisi ekonomi si gajah, mana yang hanya menjadi limbah. Tapi limbah bukan sembarang limbah. Benda buangan ini malah menjadi bidang bisnis baru. Cukup taruh di wilayah yang senang berebut kekuasaan, pasti para perebut tahta akan saling tuduh : " Ini kotoranmu ya ! " .

Ketika suasana panas saling tuduh, datanglah gajah menawarkan gading runcing sebagai alat pertahanan diri. Gading adalah perlambang persenjataan modern dengan segala keelitan tehnologi militer beserta strategi ilmiahnya. Strategi yang mampu menghasut para pemuka dan pemikir agar terus melanjutkan tradisi berbantahan panas-panasan. Maka langgeng lah bisnis alat militer yang mengatasnamakan perdamaian dan pertahanan diri. Dan kenyataannya, dimanapun terjadi perang, merk dan type jenis alat perang ya itu - itu saja.

Telinganya yang lebar, mata yang besar, sekarang telah menjelma menjadi tehnologi satelit dunia. Jika program google earth saja sudah bisa mengintip orang mandi dari satelit, jelas, satelitnya pasukan gajah ini lebih canggih dari itu.

Kalaupun sekedar menangkap orang yang dianggap teroris kelas wahid sih sebenarnya sangat mudah. Sebab satelit pasukan gajah telah menggabungkan indera penglihatan, penciuman dan perabaan melalui sensor belalai mekanik yang mampu mengenali seseorang melalui pantulan common frekwensi, sonogram analyzer, bioritmik, chemistry aroma tubuh, pancaran spektrum retina mata, struktur DNA dan scanning 3 dimensi atas kecenderungan pola gerak mulai global tubuh sampai bagian terdetail seperti kebiasaan gerak mulut atau kerling mata.

Tapi kok ya yang dituduh itu nggak pernah ketangkap ya?

Inilah perang tingkat jenderal, tingkat ahli siasat. Tak hanya sekedar unjuk gigi kekuatan fisik dan hantam kromo main tangkap dan pukul walaupun sangat bisa. Tetapi sudah berpadu dengan kecerdasan strategi, pembentukan opini, memetic engineer, brain storming, dan kerapian mind mapping sampai pada tahap konsep self destroyer bagaimana agar sang musuh menghancurkan dirinya sendiri sebelum sang gajah melakukan apapun.

Uff...sebuah proses kesabaran luar biasa dalam bertindak demi memenuhi ambisi keserakahan penguasaan dunia ( hhmm...aneh atau hebat ? )

***

Lalu bagaimana kita bisa menang hanya dengan ngotot mengandalkan jihad fisik yang tak lebih dari tulang dan daging ini ? padahal sang gajah telah ber evolusi-bermetamorfosa berkali-kali menjadi bentuk -bentuk baru yang telah melewati kadar ukuran fisik.

Ataukah kita melawan dengan ilmu dan filosofi gajah itu sendiri ? Pertanyaannya, apakah kita bisa melebihi kebesaran pasukan gajah ? Mengingat bahwa plagiat tak pernah akan lebih baik dari yang asli. Paling banter mentok setingkat dibawahnya. Tak kan mampu sejajar.

Cara terbaik melawannya bukanlah dengan mengandalkan kemampuan diri kita seperti harta, keringat ataupun ilmu. Walaupun semua itu tetap harus dipenuhi sebagai sarana. Satu - satunya jalan akhir, seperti terjelaskan dalam surat Al Fiil, hanyalah pertolongan Allah semata.

Bagaimana bentuk pertolongan itu ? berbondong - bondonglah menjadi sang Ababil... berjamaah lah menjadi burung - burung perkasa yang suci itu...

Tapi siapkah kita menjadi burung - burung Ababil ? Burung yang secara maknawi adalah mahluk yang sedikit sekali berurusan dengan tanah alias sumber kenikmatan materi. Hidupnya lebih banyak hinggap pada pohon.

Ya, pohon sebagai perlambang kekuatan hidup, petikan nilai luhur, sistematika kebajikan, keteduhan, penyerap zat kotor dan penghasil zat suci. Hijau daunnya memaknakan semangat dan keberkahan. Akarnya mengajarkan sifat keteguhan. Batangnya mengajarkan kesejajaran derajat. Bunganya mengajarkan keindahan. Buahnya memberi rasa nyaman. Rantingnya mengajarkan jembatan hidup.

Porsi utama burung adalah udara yang meliputi alam frekwensi, rumusan gerak angin, zat etheric, zat hidup dan kelembutan partikel. Dan ini semua adalah jembatan langit.

Tapi sekali lagi, siapa yang mampu menjadi burung - burung pasukan Allah ini ? Burung yang mampu mencengkram panasnya peradaban batu dunia...

Orang yang mengambil sikap hidup puasa lah yang sanggup menjadi burung dan mampu mengalahkan pasukan gajah. Tarmiihim bihijaratin min sijjil adalah gambaran lemparan batu dari tanah yang terbakar. Lalu apakah tanah yang terbakar itu ? jelas itu adalah manusia. Bukankah manusia terbuat dari unsur tanah ? dan proses pembakaran adalah sebuah konsep puasa yang membakar kalori tubuh, menggerus kotoran usus menjadikan bentuk energi murni.

Ini manfaat puasa yang sangat basic. Manfaat bumi lapis pertama. Di wilayah ini akan terjadi proses body cleansing atau detoksifikasi. Proses yang menjadikan manusia lebih stabil secara fisik dan open mind. Manusia yang lamat-lamat mulai mampu menangkap ilham tersembunyi.

Ahh..tapi kira - kira siapa ya rombongan ababil yang sanggup melempari gajah dari atas dengan batu panas ini ? Pelemparan dari atas bermaknakan mempunyai ilmu yang lebih tinggi yang lepas dari pijakan bumi alias alam materi. Batu panas bermaknakan perubahan dan pemuaian materi padat menjadi bentuk energi dahsyat yang dihasilkan oleh tanah alias manusia itu sendiri, The Atom Man.

Kalau saya kayaknya nggak mungkin banget. lha wong orang seperti saya ini kalau lihat soto dan rawon masih ngiler rek ! Paling banter ya jadi manusia kacang atom. Manusia kacangan. Bukan manusia kesadaran atom. Tapi supaya ada sedikit pengharapan dan GR, kata nggak mungkin diganti dengan kata belum mungkin saja. Eeh siapa tau suatu saat bisa...he he...optimis dong ! wong kita ini muslim...

Pada tahap berikutnya, tahap orang berpuasa tidak sekedar urusan menahan masuknya makanan dan memindah jam kapan makanan masuk ke tubuh. Puasa para orang alim, puasa orang yang mengetahui seluk beluk hukum relativitas dunia. Dimana ia hanya mau mempelajari, mendekat dan bermukim di wilayah yang bukan relatif. Wilayah eksak, wilayah abadi, Allah. Sehingga bertemulah realitas hadits qudsi ; ""Bila Aku telah mencintai seseorang, Aku menjadi pendengaran untuk telinganya, menjadi penglihatan untuk matanya, menjadi pegangan untuk tangannya, menjadi langkah untuk kakinya "

Maka terjadilah wilayah tak ada yang tak mungkin. Sebab ia adalah perantara Tuhan setelah rasul.

Tahap expert inilah tahap dimana manusia telah menjadi pewaris nabi, menjadi penyiar. Bukan penangkap siaran, bukan menjadi manusia yang terombang -ambing oleh megatrend kecanggihan aktifitas dunia. Manusia ini telah mempunyai kekuatan mengendalikan apapun bentuk siaran frekwensi dan partikel atom. Tingkat hacker frekwensi. Tingkat penggerak energi. Tingkat pengendali omongan atau suara. Tingkat mukimin cahaya tanpa warna. Tingkat penghulu ilmu. Tingkat sebuah rangkuman kekompleksan segala bentuk kecerdasan manusia tanpa terlalu banyak perantara dalam perwujudannya.

Kalau ciri utama kekuatan Israel adalah kecerdasan mengolah informasi melalui tumpangan frekwensi atau cahaya, maka begitu mudahnya bagi tingkat pengendali ini membelokkan cahaya , frekwensi, atau struktur partikel. Hanya dengan menggeser satu derajat sudut kemiringan satelit, kacaulah segala indera dan tranformasi data sang gajah. Di sinilah jihad fisik baru bisa dimulai dimana israel tanpa tehnologi akan sangat kecut. Face to face berhadap - hadapan sangat tidak diharapkan mereka. Sedangkan umat Islam malah kebalikannya, ingin segera mati syahid.

Hal ini seperti yang dicontohkan rasulullah. Beliau hijrah dulu ke Madinah membangun kekuatan yang tidak sekedar fisik. Segala ilmu dan sistem sosial beliau arahkan menjadi sebuah kesolidan Tauhid yang menggiring Ilmu dan kekuatan konstruksi kelengkapan unsur manusia sampai tahap mentok. Sehingga ketika beliau bersama para sahabat mudik menahlukkan Makkah, malah pasukan Quraisy yang terlihat gagah, rontok sebelum perang dimulai.

***

Inilah kenapa agama adalah penyempurnaan akhlak. Yang berarti sebuah nilai belajar, dynamic, bukan perebutan materi yang mensifati suasana statis. Segala bentuk aktifitas apapun mulai yang bersifat materi sampai ghaib klenis dipelajari, disempurnakan laku ilmunya, di islamkan, diberserahdirikan sampai tuntas. Kepada siapa ? Ya jelas kepada Maha Akhir, Maha Pamungkas, Allah.

Dan sebagai catatan, bukannya anti materi.Melainkan memahami bahwa dunia ( materi ) hanyalah la'ibun wa lahwun. main-main dan senda gurau belaka. Lalu bagaimana supaya kita bisa menjadikan dunia ini menjadi sebuah senda gurau. Tentu saja harus dengan menguasai sungguh-sungguh setiap keahlian yang dipasrahkan Allah kepada kita.

Logika sederhana, kalau orang nggak bisa nyetir mobil, ketika belajar lalu ada mobil menyalip, pasti gugup dan bisa-bisa mengumpat menganggap mobil tadi bikin gara -gara. Tapi bagi sang ahli tidak. Ia sudah terbiasa dengan pola berfikir global bahwa ya begini ini jalan raya. Ia sudah bisa memetakan apakah mobil tadi melanggar aturan lalu lintas atau terburu nafsu. Tak ada reaksi amarah dalam dirinya. Ia sudah mampu memprediksi bahwa orang yang melanggar rambu dan terburu nafsu ya tinggal nunggu waktu apes saja. Bahkan ia berfikir begitu dengan tetap tenang mengendarai sambil ngobrol bersenda gurau dengan penumpang sebelah. Karena dia pembalap yang sangat serius menekuni bidangnya. Dan ia bisa saja menyalip lagi mobil tadi kapanpun ia mau.

Kuncinya yang terpenting, mulai dari tahap belajar sampai expert bukan terhenti pada apa yang dipasrahkan, bukan pula pada kekhalifahan, melainkan berhenti kepada siapa yang memasrahi dan yang mengamanatkan kekhalifahan itu sendiri. Allah.

Materinya tetap, Allah juga tetap, permainannya dari jaman ke jaman tetap, model ilmunya saja yang berubah-ubah. Sekarang kita tinggal terhenti di materi, berhenti di Hadapan Wajah Allah dan berpuasa selain Allah atau macet ditengah-tengah perputaran ilmu yang selalu silih berganti berubah wujud dan metodenya. Monggo -monggo saja, nggak ada yang membantah, nggak ada yang melarang. Lha wong semuanya sangat jelas kok bagi yang memahami...

Sikap puasa terhadap selain Allah inilah dalam Al Fiil laksana ulat yang memakan daun. Sebuah semangat keduniaan beserta penguasaanya akan pupus sendiri oleh sebuah sikap kesederhanaan hidup. Qana'ah. Sederhana saja, seperti prinsip hukum ekonomi, supply and demand. Kalau nggak ada yang mau beli, orang jualan akan frustasi dan bangkrut dengan sendirinya.

Ealaah..tapi namanya orang kok ya nggak kurang akal. Maka terciptalah ilmu rayuan yang bernama marketing dan advertising. Ilmu yang intinya merubah sesuatu yang sebenarnya hanya sebuah keinginan kecil, menjadi suatu kebutuhan besar dan mutlak yang tak boleh dilewati....

***

Kesimpulannya, gajah adalah orang yang sangat mencintai dunia dengan segala kerepotan pembelaannya. Burung adalah mahluk merdeka yang dengan sesuka hati mencari makna hidup akhirat. Gajah hanya bisa memandang burung sekelebatan saja, tanpa bisa menyentuhnya. Sedangkan burung mampu melihat dengan cermat kemana gajah berlari. Ia bahkan bisa menyentuh atau menyiksanya. Tentu dengan batu panas yang siap ia terjunkan ke tubuh gajah.

Ada benarnya anekdot yang menanyakan kenapa gajah tidak punya sayap ? sebab bila punya sayap , ketika terbang dan hinggap diatas atap, pasti ambruk deh rumah kita. Terus apakah kita mau jadi gajah terbang atau total menjadi Ababil ? terserah monggo kerso....

Sudah terlalu banyak gajah terbang berkeliaran di negeri ini. Sudah banyak sekali rumah saudara sendiri yang ambruk akibat injakannya. Tak lain karena sebenarnya ingin jadi burung, tetapi tak bisa meninggalkan tabiat mengisi perut yang bikin berat tubuhnya. Naasnya isi perutnya ya tetep itu -itu saja. Kekuasaan, jaringan ekonomi, ashabiah, kasta modern yang berupa keheranan produk tehnologi dan berhala bendera yang kesemuanya mensifati langkah gajah. Hentakan penguatan penguasaan materi bumi.

Akhirnya kita tak pernah bisa mengusir penjajah dari tanah suci. Sebab kita sendiri masih begitu senang terjajah oleh kandungan - kandungan tanah yang kita anggap suci......masih senang menjadi gajah yang ingin terlihat hebat....

Ketakutan saya pribadi, jangan - jangan kita ini memang secara tak sadar malah melangkah mengkader diri menjadi pasukan gajah yang suatu saat siap menggugat rumah Allah....wallahua'lam

Wa ba'du, tulisan ini sekedar perenungan diri, jauh dari kemampuan ahli tafsir. Hanya sebuah pemetaan posisi diri di tengah lautan milyaran manusia. Belajar tahu diri kenapa saya sebagai bagian muslim kok selalu tertindas, suka bertengkar dengan sesama, gemar berdebat tentang wairsan pemikiran masa lalu, dan mudah mencurigai sesama.

Coretan ini terilhami dari cerita sahabat tentang pasukan Garuda yang ngenes nelangsa di Lebanon. Ketika kendaraannya tersesat jalan dan memasuki wilayah Israel, ia diperingatkan dengan baik-baik melalui radio komunikasi " Permisi tentara indonesia, anda memasuki wilayah kami. Mohon segera keluar. Kami akan memandu anda step by step keluar area ini. Mohon dipatuhi. Good Luck !

Tapi cerita berlainan ketika pasukan Garuda lagi istirahat nyantai bermain bola. Lagi asyiknya main bola, eeh...bola itu nyasar ke pekarangan rumah warga. Apa yang terjadi ? orang itu menghardik dengan ucapan-ucapan yang sangat kasar.

Tentara itu sedih..." kenapa yang kubela malah seperti ini ...? "

Mungkinkah kita juga sering bersikap demikian ketika bola pemikiran penjaga perdamaian memasuki wilayah pekarangan otak kita ?......

Malang, 7 Januari 2009

Wsb, Makmum kancrit

Dody Ide

Selasa, 01 Juni 2010

Dakwah Salah Kaprah (30)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Semasa kehidupan Rasulullah SAW, ada sekelompok kaum munafik yang dipimpin oleh Dzu Awan yang membangun sebuah masjid dengan maksud untuk memecah belah kaum muslim, membelokkan ajaran agama islam dan sebagai tempat berkumpul bagi golongan mereka. Ketika mereka meminta Rasulullah SAW diminta membuka dan menunaikan shalat di masjid tersebut beliau menolak dan memerintahkan masjid tersebut dibakar. Peristiwa ini diabadikan dalam surat At-Taubah.

QS. At-Taubah 9 : 107-108,
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin) untuk kekafiran, dan untuk memecah-belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah:” Kami tidak menghendaki selain kebaikan”. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka adalah pendusta (dalam sumpahnya)”.

Janganlah kamu bershalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bershalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”.

Sungguh ironis bukan bila ada sekelompok yang mengaku umat islam mengklaim masjid yang didirikan hanya milik dan dipergunakan untuk kepentingan kelompoknya. Padahal Allah SWT menyuruh umat muslim untuk senantiasa memakmurkan masjid tanpa memandang siapa dia. Jadi tidak perlu ada perpecahan serta mengklaim dengan mengatas-namakan masjid tersebut khusus untuk seseorang yang aliran, golongan dan kelompok yang sama.

QS. At-Taubah 9 : 18,
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Renungan :

Kita sebagai umat islam dan bersaudara sungguh merasa prihatin melihat kaum muslim yang tak kunjung dewasa dalam memahami agama. Masjid, tempat yang kita muliakan malah dijadikan ajang berpecah belah. Kalau kejadiannya seperti ini, pertanyaannya adalah benarkah umat islam mengaku beriman kepada kitabullah? Apakah mereka termasuk orang yang mendapat petunjuk sementara mereka tidak mau memakmurkan masjid?

Saya sendiri tidak berhak memvonis, apakah beberapa peristiwa tersebut di atas dan para pelakunya dapat di golongankan sebagai orang munafik dan tidak mendapat petunjuk. Hanya Allah SWT yang berhak dan tahu. Saya hanya mencoba menunjukkan kepada para pembaca dan memohon kepada anda untuk memperhatikan surat At-Taubah di atas!

Ada misteri apakah pada surat At-Taubah 107-108 tersebut? Mengapa ketika para sahabat membukukan Al-Qur’an (atas ijin dan kehendak Allah SWT) menjadikan kedua ayat tersebut masuk dalam surat At-Taubah, yang berarti pengampunan? Apakah ini berarti beberapa umat islam yang mendirikan masjid untuk memecah belah orang-orang mukmin agar segera sadar dan bertaubat kepada Allah SWT atas perilakunya yang salah? Wallahua’lam bishawab!

Silahkan anda renungkan!

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS

Pondok Cinta Kasih