Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Meskipun Allah SWT sudah memperingatkan kepada manusia, namun masih banyak manusia yang tidak mampu mengelola hatinya karena ingkar atau lalai kepada ayat-ayat Allah SWT. Ada beberapa hal yang menyebabkan manusia terperosok dalam perilaku fujur. Disini saya sebutkan 3 perkara yang paling vital, yaitu :
Pertama, Kesombongan.
Sifat sombong adalah hijab tertinggi seorang hamba kepada Allah SWT. Manusia yang sombong selalu ingin menang sendiri, merasa paling benar dan yang lainnya salah, sukar menerima pendapat orang lain, dan masih banyak lagi hal negatif dari sifat ini.
Oleh karena itu, Allah SWT mengingatkan dan melarang makhluknya memelihara sifat sombong.
QS. Lukman 31: 18,
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”.
Banyak contoh dalam Al-Qur’an yang menceritakan tentang sombong dan efeknya. Salah satunya seperti apa yang dialami iblis ketika disuruh Allah SWT untuk bersujud kepada Adam AS ketika pertama kali diciptakan. Iblis tidak mau bersujud karena sombong, merasa dirinya lebih hebat dibanding Adam AS, karena diciptakan dari api sementara Adam AS diciptakan dari tanah. Kesombongan inilah yang membuat Allah SWT marah kepada iblis dan mengutuknya.
QS. Al-Baqarah 2 : 34,
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada malaikat,”sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”.
Kenapa Allah SWT melarang makhluknya memelihara sifat sombong? Karena hanya Allah-lah yang berhak menyandangnya. Dia-lah pemilik asma Al-Mutakabir (berkuasa/sombong). Makhluknya tidak berhak menyandangnya.>
Hadits Qudsi,
“Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Oleh karena itu, barang siapa mengambilnya dari-Ku (berperilaku dengan) salah satu dari keduanya, maka Aku mencampakkannya ke neraka”. (Abu Dawud).
Kedua, Terpedaya indahnya dunia.
Maksud diciptakannya dunia beserta isinya tidak lain dan tidak bukan untuk kesejahteraan dan kemakmuran penghuninya. Baik itu manusia, binatang, dan tumbuhan. Konsep adanya saling memberi dan menerima, berinteraksi satu sama lain, dan saling membutuhkan adalah tujuan utamanya, sehingga tercipta harmonisasi kehidupan.
Namun karena manusia sering merasa yang paling hebat diantara makhluk yang lain, tidak segan-segan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan pemuasan ego segala cara ditempuh sehingga terjadi disharmonisasi kehidupan. Tidak hanya binatang, tumbuhan dan alam yang dikesampingkan hak hidupnya, namun antar manusia juga saling menjatuhkan, berebut ambisi dan menciptakan permusuhan.
Akibatnya bukan saja makhluk lain dan alam semesta saja yang dirugikan, namun diam-diam manusia jenis ini secara tidak sadar juga menggali lubang kematian bagi dirinya sendiri.
QS. Al-Qiyaamah 75 : 20-21,
“Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.
Ketiga, Terbelenggu hawa nafsu
Musuh yang paling berbahaya dan intens mengintai kehancuran kehidupan manusia adalah hawa nafsu. Kenapa? Karena musuh ini tidak kelihatan, tidak pernah lengah menprovokatori berbuat kemungkaran dan berada di dalam diri manusia. Bahkan karena manusia sering lena dan lalai, seringkali mereka menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan dunia. Sehingga kesesatan dari jalan Allah SWT selalu menyertai dan mendampingi jalan hidupnya.
QS. Al-Jatsiyaah 45 :23,
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa hafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya tersesat). Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.
Manusia tidak akan mampu menjaga nafsunya secara terus menerus dan kontinyu dari perbuatan keji mungkar tanpa pertolongan dari Allah SWT. Bahkan manusia yang setingkat nabi/rasul pun pernah tidak berdaya me-manage nafsu dan hatinya bila saja tidak datang pertolongan dari Allah SWT. Seperti yang dialami oleh Nabi Yusuf yang saat itu digoda Zulaiha (permaisuri raja) dan Rasulullah SAW saat menghadapi orang kafir. Bagaimana pun juga nabi/rasul adalah manusia.
QS. Yusuf 12 : 53,
”Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku”.
Nabi Yusuf AS hampir saja tidak mampu menahan nafsunya ketika di goda oleh Zulaiha untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji kalau tidak mendapat pertolongan Allah SWT.
QS. An-Nahl 16 : 127,
”Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
Manusia adalah makhluk yang diciptakan secara sempurna dibandingkan makhluk lain karena dikaruniai akal, namun manusia juga hakikatnya makhluk lemah karena dikaruniai nafsu. Berhasil tidaknya menempuh perjalanan hidup di dunia, tergantung mana yang berkuasa, nafsu (syaitan) atau akal (islam,iman,takwa).
Renungan :
Pelajaran atau hikmah dari peristiwa yang dialami sang ustadz dengan nafsu dan hati? Adakah korelasinya? Apa yang patut kita direnungkan:
1.Bahwa hati adalah tempat Allah SWT menurunkan ilham fujur (fasik) dan takwa. Salah satu dari keduanya pasti satu yang berkuasa.
2.Apabila nafsu telah membelenggu manusia, maka kecenderungannya pada kehidupan dunia. Bila takwa menyelimuti hati manusia maka kecenderungannya kepada kehidupan akhirat. Ini bukan berarti, umat islam tidak perlu kehidupan dunia. Namun yang perlu diiingat bahwa jangan sampai umat islam terbuai dengan hingar bingar kehidupannya. Dunia adalah ladang bercocok tanam untuk akhirat.
3.Orang lain tidak mampu memprediksi dan membaca isi hati seseorang. Maka waspadalah terhadap maksud-maksud tersembunyi dari seseorang.
4.Kejadian seperti ustadz X diatas tidak hanya terjadi di daerah saya. Saat ini pun mungkin banyak “oknum” ustadz yang memanfaatkan dakwah sebagai kuda tunggangan untuk kepentingan pribadi. Saya tidak melemparkan fitnah, ini semata-mata sebagai early warning. Sepatutnya seorang ustadz harus berdiri di atas kepentingan umat tanpa memposisikan diri pada hal-hal yang membuat sebagian umat tidak simpatik dan berpecah belah karena sesuatu hal yang sifatnya remeh dan sepele.
Bagaimana pendapat anda?
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih
Meskipun Allah SWT sudah memperingatkan kepada manusia, namun masih banyak manusia yang tidak mampu mengelola hatinya karena ingkar atau lalai kepada ayat-ayat Allah SWT. Ada beberapa hal yang menyebabkan manusia terperosok dalam perilaku fujur. Disini saya sebutkan 3 perkara yang paling vital, yaitu :
Pertama, Kesombongan.
Sifat sombong adalah hijab tertinggi seorang hamba kepada Allah SWT. Manusia yang sombong selalu ingin menang sendiri, merasa paling benar dan yang lainnya salah, sukar menerima pendapat orang lain, dan masih banyak lagi hal negatif dari sifat ini.
Oleh karena itu, Allah SWT mengingatkan dan melarang makhluknya memelihara sifat sombong.
QS. Lukman 31: 18,
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”.
Banyak contoh dalam Al-Qur’an yang menceritakan tentang sombong dan efeknya. Salah satunya seperti apa yang dialami iblis ketika disuruh Allah SWT untuk bersujud kepada Adam AS ketika pertama kali diciptakan. Iblis tidak mau bersujud karena sombong, merasa dirinya lebih hebat dibanding Adam AS, karena diciptakan dari api sementara Adam AS diciptakan dari tanah. Kesombongan inilah yang membuat Allah SWT marah kepada iblis dan mengutuknya.
QS. Al-Baqarah 2 : 34,
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada malaikat,”sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”.
Kenapa Allah SWT melarang makhluknya memelihara sifat sombong? Karena hanya Allah-lah yang berhak menyandangnya. Dia-lah pemilik asma Al-Mutakabir (berkuasa/sombong). Makhluknya tidak berhak menyandangnya.>
Hadits Qudsi,
“Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Oleh karena itu, barang siapa mengambilnya dari-Ku (berperilaku dengan) salah satu dari keduanya, maka Aku mencampakkannya ke neraka”. (Abu Dawud).
Kedua, Terpedaya indahnya dunia.
Maksud diciptakannya dunia beserta isinya tidak lain dan tidak bukan untuk kesejahteraan dan kemakmuran penghuninya. Baik itu manusia, binatang, dan tumbuhan. Konsep adanya saling memberi dan menerima, berinteraksi satu sama lain, dan saling membutuhkan adalah tujuan utamanya, sehingga tercipta harmonisasi kehidupan.
Namun karena manusia sering merasa yang paling hebat diantara makhluk yang lain, tidak segan-segan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan pemuasan ego segala cara ditempuh sehingga terjadi disharmonisasi kehidupan. Tidak hanya binatang, tumbuhan dan alam yang dikesampingkan hak hidupnya, namun antar manusia juga saling menjatuhkan, berebut ambisi dan menciptakan permusuhan.
Akibatnya bukan saja makhluk lain dan alam semesta saja yang dirugikan, namun diam-diam manusia jenis ini secara tidak sadar juga menggali lubang kematian bagi dirinya sendiri.
QS. Al-Qiyaamah 75 : 20-21,
“Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.
Ketiga, Terbelenggu hawa nafsu
Musuh yang paling berbahaya dan intens mengintai kehancuran kehidupan manusia adalah hawa nafsu. Kenapa? Karena musuh ini tidak kelihatan, tidak pernah lengah menprovokatori berbuat kemungkaran dan berada di dalam diri manusia. Bahkan karena manusia sering lena dan lalai, seringkali mereka menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan dunia. Sehingga kesesatan dari jalan Allah SWT selalu menyertai dan mendampingi jalan hidupnya.
QS. Al-Jatsiyaah 45 :23,
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa hafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya tersesat). Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.
Manusia tidak akan mampu menjaga nafsunya secara terus menerus dan kontinyu dari perbuatan keji mungkar tanpa pertolongan dari Allah SWT. Bahkan manusia yang setingkat nabi/rasul pun pernah tidak berdaya me-manage nafsu dan hatinya bila saja tidak datang pertolongan dari Allah SWT. Seperti yang dialami oleh Nabi Yusuf yang saat itu digoda Zulaiha (permaisuri raja) dan Rasulullah SAW saat menghadapi orang kafir. Bagaimana pun juga nabi/rasul adalah manusia.
QS. Yusuf 12 : 53,
”Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku”.
Nabi Yusuf AS hampir saja tidak mampu menahan nafsunya ketika di goda oleh Zulaiha untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji kalau tidak mendapat pertolongan Allah SWT.
QS. An-Nahl 16 : 127,
”Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
Manusia adalah makhluk yang diciptakan secara sempurna dibandingkan makhluk lain karena dikaruniai akal, namun manusia juga hakikatnya makhluk lemah karena dikaruniai nafsu. Berhasil tidaknya menempuh perjalanan hidup di dunia, tergantung mana yang berkuasa, nafsu (syaitan) atau akal (islam,iman,takwa).
Renungan :
Pelajaran atau hikmah dari peristiwa yang dialami sang ustadz dengan nafsu dan hati? Adakah korelasinya? Apa yang patut kita direnungkan:
1.Bahwa hati adalah tempat Allah SWT menurunkan ilham fujur (fasik) dan takwa. Salah satu dari keduanya pasti satu yang berkuasa.
2.Apabila nafsu telah membelenggu manusia, maka kecenderungannya pada kehidupan dunia. Bila takwa menyelimuti hati manusia maka kecenderungannya kepada kehidupan akhirat. Ini bukan berarti, umat islam tidak perlu kehidupan dunia. Namun yang perlu diiingat bahwa jangan sampai umat islam terbuai dengan hingar bingar kehidupannya. Dunia adalah ladang bercocok tanam untuk akhirat.
3.Orang lain tidak mampu memprediksi dan membaca isi hati seseorang. Maka waspadalah terhadap maksud-maksud tersembunyi dari seseorang.
4.Kejadian seperti ustadz X diatas tidak hanya terjadi di daerah saya. Saat ini pun mungkin banyak “oknum” ustadz yang memanfaatkan dakwah sebagai kuda tunggangan untuk kepentingan pribadi. Saya tidak melemparkan fitnah, ini semata-mata sebagai early warning. Sepatutnya seorang ustadz harus berdiri di atas kepentingan umat tanpa memposisikan diri pada hal-hal yang membuat sebagian umat tidak simpatik dan berpecah belah karena sesuatu hal yang sifatnya remeh dan sepele.
Bagaimana pendapat anda?
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih
Bagaimana memperoleh sejahtera sekiranya kufur kpd firman tuhan? Al quran adalah sumber agama dan ianya di turunkan kpd nabi untuk menyampaikan kembali syariat agama yg benar iaitu agama nabi Ibrahim dan bukan membawa agama baru iaitu agama Muhammad. Jadi, al quran hanya memperkatakan ttg agama nabi Ibrahim dan bukan selain itu. Hukum2 manusia yg bersandarkan selain kitab tuhan jelas mencipta agama selain agama tuhan. Fikir2kan firman2 tuhan:
BalasHapusDan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allaha telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Asalama". (132) Al Baqarah
Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, bahkan agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia dari golongan orang musyrik". (135) Al Baqarah
Katakanlah: "Kami beriman kepada Allaha dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, ’Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri." (84) Barangsiapa mencari agama selain agama Asalama, maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (85) Al Imran
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allaha, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allaha mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (125) Al Nasaa
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu. (68) Al Maeda
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah kepada Allaha, kemudian Allaha akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (159) Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik". (161) Al Anaama
Kemudian Kami wahyukan kepadamu "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (123) Al Nahala
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allaha dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam agama. (11) Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri". (12) Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku". (13) Katakanlah: "Hanya Allaha saja Yang aku sembah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam agamaku". (14) Al Zamara
Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allaha sebagai saksi. (28) Al Fataha