MISTERI ISRA’
MI’RAJ
Assalamu’alaikum Wr.
Wb.
Salah satu peristiwa keagamaan yang sampai saat ini tetap dipelihara dan
diperingati setiap tahunnya oleh umat islam~khususnya di Indonesia~adalah Isra’ Mi’raj yang tahun 2013 akan jatuh pada tanggal 6–Juni-2013. Inti dari peringatan ini sendiri
adalah untuk memupuk keimanan, menggugah kesadaran ke-tauhid-an, dan mengambil hikmah dari peristiwa tersebut.
Ada sebagian manusia yang menganggap
bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan kejadian yang masih dianggap fenomenal sekaligus
kontroversial hingga saat ini, karena sulit diterima oleh logika
manusia. Bayangkan, Rasulullah Muhammad SAW diperjalankan dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsa kemudian naik ke Sidratul Muntaha dan kembali lagi ke tempat
semula hanya memerlukan waktu satu malam. Padahal jarak tempuh normal dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa pulang pergi secara normal diperlukan waktu 2
(dua) bulan dengan mengendarai unta sebagai sarana transportasi tercepat saat
itu.
Sebagai umat islam, kita harus
meyakini dan mengimani peristiwa tersebut. Sebuah harga mati yang tidak bisa di
tawar lagi. Diperlukan keimanan, bukan dilogikakan dengan otak (pikir). Otak
tidak akan dapat mencerna wilayah ketuhanan disebabkan keterbatasan kapasitas.
Hanya qalbu yang mampu memahami karena disinilah letak keimanan bersemayam.
Lebih jauh lagi, Allah SWT menerangkan kebenaran peristiwa Isra’ dalam Al-Qur’an Al-Karim, sebagaimana dijelaskan
dalam surat Al-Isra’ 17:1, “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Lalu bagaimana tentang
perjalanan dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha? Apakah Allah SWT juga
mewahyukan peristiwa tersebut dalam Al-Qur’an? Tentu saja ada. Hal ini
semata-mata untuk meyakinkan dan memperkuat iman umat islam bahwa peristiwa
yang dialami Rasulullah SAW bukanlah berita bohong dan mengada-ada meskipun
sulit diterima logika manusia pada umumnya.
“Dan sesungguhnya
Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang
lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.
Didekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika sidratul
Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatan (Muhammad) tidak berpaling
dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah
melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar” (QS. An-Najm 53:13-18).
Dengan dua ayat di atas jelaslah
sudah bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut memang terjadi. Tidak ada keraguan
sedikit pun dalam keimanan kita. Semua isi al-Qur’an adalah kalam Illahi yang
dijaga langsung keontentikannya oleh Allah SWT sendiri.
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al
Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (QS. Hijr 15:9)
Sementara dalam
literatur islam, diceritakan bagaimana Rasulullah SAW berusaha meyakinkan umat
islam dan kaum musyrikin quraisy yang menuduhnya berbohong dengan cara
menyampaikan bukti-bukti perjalanan tersebut. Pertama, Muhammad SAW mampu menerangkan dan
menceritakan kondisi Baitul Aqsa kepada sahabatnya, Abu Bakar ra dan di depan
khalayak ramai. Padahal beliau belum pernah pergi ke tempat tersebut sebelum
peristiwa Isra’. Apa yang diceritakan Rasulullah SAW tentang kondisi Baitul
Aqsa dibenarkan sahabatnya karena Abu Bakar ra pernah mengunjungi tempat
tersebut.
Kedua, Muhammad SAW juga menceritakan bahwa selama perjalanan
pulang, beliau melewati 2 (dua) kafilah dan menuturkan kondisi mereka. Bahkan beliau juga menggambarkan
warna unta yang ditunggangi masing-masing kafilah. Hal ini diceritakan sebelum
kedua rombongan kafilah itu datang ke Mekah, maka tatkala rombongan ini datang,
semua yang diceritakan Rasulullah SAW
sama persis dan dibenarkan oleh para kafilah tersebut. Penuturan dan bukti ini
disaksikan langsung oleh sebagian besar masyarakat Mekah. Meski demikian, kaum
musyrikin quraisy dan sebagian umat islam yang masih tipis imannya kembali
murtad. dan tetap tidak mempercayai peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut..
Dua Kutub
Tulisan ini tidak akan membahas lebih jauh tentang kebenaran Isra’ Mi’raj,
karena bukti yang ada sudah jelas. Saya akan membahas misteri perisitiwa ini
yang hingga kini masih menjadi polemik dan menyisakan pertanyaan di kalangan
umat islam, yaitu tentang bagaimana sebenarnya perjalanan Isra’ Mi’raj yang ditempuh
Rasulullah SAW. Disini terjadi perbedaaan pemahaman dan diskursus yang hingga kini
belum mendapatkan titik temu. Paling tidak ada 2 (dua) kelompok yang memiliki
pandangan berbeda.
Kelompok pertama, mereka yang berpendapat bahwa Rasulullah SAW menempuh
perjalanan tersebut mengendarai Bouraq (diilustrasikan dengan sejenis kuda bersayap yang berasal dari
surga), dan memiliki kecepatan melebihi kecepatan
cahaya. Pendapat ini mengacu kepada informasi dari beberapa hadits yang
dianggap shahih. Dengan mengendarai Bouraq inilah jarak tempuh yang begitu jauh
bukan mustahil dapat dilalui dengan sekejab.
Adapun Kelompok kedua berpendapat bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj yang
ditempuh Rasulullah SAW bukanlah mengendarai Bouraq karena dalam Al-Qur’an
tidak ada informasinya. Selain itu, kelompok ini berpendapat bahwa tidak
mungkin Allah SWT “melanggar” sunatullah (hukum Allah SWT) yang telah
ditetapkannya. Sebagaimana yang diinformasikan dalam Al-Qur’an bahwa sunatullah
tidak akan berubah dan berlaku untuk semua makhluk (tidak terkecuali Rasulullah
SAW sebagai seorang manusia) hingga nanti datangnya hari kiamat.
“Sebagai suatu sunatullah yang
telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan
bagi sunatullah itu”. (QS. Al-Fath 48:23).
Tubuh manusia didesain Allah SWT agar
senantiasa mentaati sunatullah. Tidak mungkin tubuh manusia bertahan meluncur
melebihi kecepatan cahaya. Pasti akan hancur. Padahal kecepatan cahaya adalah
kecepatan maksimal yang dapat dilampui materi berkisar 100.000.000.000.000 km.
Demikian pula yang terjadi ketika tubuh harus menembus luar angkasa (hampa
udara) tanpa alat bantu. Pasti akan mati dan musnah. Hal ini dapat dibuktikan
dari realita yang ada sekarang ini, bahwa astronout yang mengadakan perjalanan
ke bulan saja membutuhkan baju khusus dan alat bantu oksigen untuk bernafas. Ilmu
pengetahuan fisika juga mengungkapkan bahwa manusia tidak akan mampu hidup di
ruang hampa. Suatu ruang kosong tanpa materi dan memiliki tekanan tinggi yang
membuat tubuh manusia mendidih lalu hancur. Kelompok ini menyimpulkan bahwa
yang menempuh perjalanan Isra’ Mi’raj adalah ruh (al-Fitrah al-Munazalah) Muhammad
SAW, sementara tubuh beliau ada di Mekah. Literatur islam pun ada yang
mencatat, bahwa saat peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi Rasulullah SAW sedang
menginap (tidur) di rumah sahabatnya yang bernama Hindun.
Dari dua pendapat tersebut di atas
dapat disimpulkan mengapa tidak diperoleh titik temu. Satu kelompok menilai
dari sudut pandang agama, sementara kelompok lain menilai dari sisi ilmu
pengetahuan saja. Di sinilah letak permasalahannya, karena masing-masing
mendudukkan suatu problema secara parsial yang seharusnya digabungkan menjadi
satu sehingga diperoleh solusi bersama. Padahal Al-Qur’an
pun juga berisi ilmu pengetahuan untuk mengungkap misteri penciptaan alam
semesta beserta isinya.
Lalu dari kedua pendapat ini mana yang mendekati kebenaran? Saya tidak
berhak menilai, menghakimi dan memihak salah satu kelompok. Dalam artikel ini saya
hanya menawarkan dan menyodorkan solusi, baik dari sisi Al-Qur’an maupun ilmu
pengetahuan. Mengapa? Pada hakikinya ilmu pengetahuan (dunia dan akhirat)
selaras dengan isi kandungan al-Qur’an. Tanpa ilmu pengetahuan dalam memahami
kitabullah, maka manusia tersebut digolongkan dzalim sebagaimana bunyi ayat berikut ini.
“Tetapi
orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan;
maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan
tiadalah bagi mereka seorang penolongpun”.(QS. Ar-Rum 30:29)
Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
Sebelum Rasulullah Muhammad SAW
wafat, beliau pernah bersabda bahwa kelak umat islam akan terpecah menjadi 73
firqah dan hanya satu yang benar. Oleh karena itu, beliau berpesan kepada umatnya
agar berpedoman kepada al-Qur’an dan sunnahnya, sehingga perpecahan dan
perbedaan pendapat dapat dieliminir sekecil mungkin. Inilah dua “pusaka” yang
benar-benar harus dipegang teguh umat islam mampu menyelesaikan perbedaan pendapat
atas suatu permasalahan agama yang ada. Mengapa demikian pentingnya? Karena Al-Qur’an
dan sunnah nabi cukup untuk beribadah kepada Allah SWT dan mampu memberikan
solusi permasalahan hingga akhir zaman.
Lalu bagaimana sebenarnya perjalanan
Isra’ Mi’raj yang ditempuh Rasulullah SAW? Adakah ayat al-Qur’an yang
menjelaskannya? Bagaimana dengan tinjauan ilmu pengetahuan? Sebelum menguraikan
masalah ini saya ingin bertanya kepada pembaca, umumnya mengenai pendapat
(versi) pertama. Selain alasan yang telah saya kemukakan sebelumnya, ada hal
lain yang perlu mendapat penjelasan disini, yaitu “Apakah Bouraq yang merupakan makhluk dari surga juga termasuk ghaib/immaterial?
Logikanya jawaban anda pasti iya. Mengapa? Karena makhluk ini berasal dari
surga yang notabene juga ghaib/immaterial. Kalau demikian,
mungkinkah sesuatu yang material (tubuh Rasulullah SAW) mengendarai sesuatu
yang immaterial (Bouraq)? Jawabannya tidak mungkin. Lalu apa sebenarnya Bourag
yang dimaksud dengan Rasulullah SAW? Mungkinkah beliau hanya “menjembatani”
logika umat manusia saat itu yang belum dipahamkan akan ilmu pengetahuan tentang
mati suri sebagaimana saat ini sehingga umat dahulu (Jahiliyah/Yang masih
dibodohkan) mampu mencernanya?” Inilah jawaban yang paling
masuk logika
akal. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT bahwa ilmu
pengetahuan Al-Qur’an akan terungkap sesuai dengan perkembangan, peradaban dan
kemajuan ilmu pengetahuan.
“Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui
(kebenaran) berita Al Quran setelah beberapa waktu lagi”. (QS. Shaad 38:88).
Dalam
ilmu psikologi ada istilah mati suri atau lebih dikenal dengan Near Death Experiencer (NDE). Selain
itu ada istilah lain yang hampir sama, namun hakikinya sama yaitu Near Death
Survival (NDS), seseorang yang dinyatakan mati secara medis namun tidak
lama kemudian sadar kembali alias hidup. Dunia kedokteran pun mengakui hal ini.
Di saat mati suri, tubuh dan ruh telah terpisah. Ruh akan
mengalami perjalanan yang sangat panjang selama mati suri tersebut. Banyak hal
dilihat yang sebelumnya tidak pernah ditemui selama hidup. Mereka memasuki alam
barzah maupun alam akhirat yang sama sekali berbeda dengan alam dunia. Manusia
mengalami Out of Body Experience (OBE), karena ruh keluar meninggal
badan, namun kembali lagi masuk ke jasadnya disebabkan masih terikatnya ruh
dengan tali nafas yang masih menggerakkan saraf otak. Banyak informasi yang
kita peroleh dari mereka yang pernah mengalami mati suri, mulai diperlihatkannya
neraka dan surga, bertemu dengan ruh kerabatnya yang telah meninggal, dan lain
sebagainya.
Ar-ruh pada hakikinya suci dan
merupakan amr Tuhan yang ditiupkan ke dalam tubuh manusia di saat berumur 4
(empat) bulan dalam kandungan ibu. Ar-ruh ini pula yang pernah diambil
persaksiannya oleh Allah SWT ketika berada di alam azali (QS. Al-A’raaf 7:172). Oleh sebab itu, perangkat manusia inilah yang
mengenal Allah SWT sejak dulu, karena materi (tubuh) manusia tidak mungkin
masuk dalam wilayah Lathiefnya Allah SWT.
Kalau demikian halnya maka dapat
disimpulkan bahwa bahwa yang mengalami perjalanan Isra’ Mi’raj adalah ruh
Rasulullah SAW, sementara tubuhnya berada di Mekah (di rumah sahabatnya Hindun). Hal ini diperjelas dengan keterangan dalam
al-Qur’an pada ayat berikut ini:
”Dan jika Kami
perlihatkan kepadamu sebahagian (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka atau
Kami wafatkan kamu (sebelum mati), karena
sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kami-lah yang menghisab
amalan mereka”.
(QS. Ar-Rad 13:40).
Dari ayat tersebut di atas
secara jelas Allah SWT menerangkan bahwa Rasulullah SAW diwafatkan sementara
(mati suri) dan seperti diceritakan dalam hadits qudsi, beliau juga didampingi
malaikat Jibril ra (ghaib/immaterial) untuk menyaksikan manusia yang disiksa di dalam alam
barzah. Kondisi inilah yang perlu
disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umat manusia bahwa siksa kubur itu benar
adanya. Pada ayat lain, Allah SWT juga menjelaskan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj
dimetaforakan bagaikan mimpi dalam tidur.
“Dan (ingatlah), ketika Kami
wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya
(ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia." Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan
kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu
yang terkutuk dalam Al Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang
demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka” (QS. Al-Isra 17:60).
Seperti kita ketahui bersama bahwa selama manusia tidur
sebenarnya jiwa manusia kembali kepada Allah SWT. Bagi manusia yang jatah
umurnya telah habis saat tidur maka jiwanya akan ditahan Allah SWT alias mati,
sementara mereka yang masih memiliki sisa umur, jiwanya akan dikembalikan ke
dalam tubuhnya . Orang tidur tidak memiliki kesadaran atau boleh disederhanakan
bahwa tidur sebenarnya juga identik dengan kematian.
“Allah memegang jiwa
(orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu
tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya
dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya
yang pada demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang
berfikir”.
(QS.
Az-Zumar 39:42).
Demikian yang dialami Rasulullah SAW ketika menempuh
perjalanan Isra’ Mi’raj. Ruh beliau menghadap kepada Allah SWT di Sidratil
Muntaha dan berdialog kepada Allah SWT untuk menerima perintah mendirikan
shalat fardhu 5 (lima) waktu dalam sehari semalam. Hanya ar-ruh yang suci dan merupakan
amr Tuhan yang mampu menghadap Allah SWT. Hanya yang immaterial (ghaib) yang
dapat bertemu dengan yang immaterial juga. Wallahu’alam
bish shawab.
Sebenarnya
masih banyak misteri Isra’ Mi’raj yang perlu diungkap seperti, “Mengapa
Rasulullah SAW bertemu dengan Ruh dengan beberapa para nabi disetiap “lapisan
langit”? Mengapa malaikat Jibril tidak bisa mengantar Rasulullah SAW di
Sidratul Muntaha? Dan masih banyak lagi. Insya Allah akan saya uraikan pada
artikel lainnya.
Marilah kita tetap ISTIQOMAH
untuk meraih ridha Allah SWT!!!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang