Assalamu'alaikum Wr. Wb.
(8) INI MASJID KAMI!
Pernah suatu kali saya mencoba mengkalkulasi jumlah masjid dan mushola di Jawa, terutama di Propinsi Jawa Tengah. “Keisengan” ini muncul dalam pikiran berawal ketika saya sering bepergian dari satu kabupaten ke kabupaten lain di Jawa Tengah karena tugas kantor dahulu. Hampir di setiap pinggir jalan raya yang saya lalui, banyak ditemui dan berdiri bangunan masjid dengan jarak antara satu dengan yang lainnya tidak saling berjauhan. Ini belum termasuk yang tidak terlihat secara fisik, karena terletak di dalam perkampungan. Sungguh sangat fantastis cara umat islam mencintai agamanya.
Bagi orang seperti saya yang sering bepergian ke luar kota, kondisi ini secara tidak langsung memberikan keuntungan tersendiri. Kenapa? Karena tidak perlu bingung dan repot-repot lagi untuk mencari masjid ketika akan melaksanakan ibadah shalat dan atau sejenak mengistirahatkan badan.
Mungkin kalau kita mau berandai-andai, ada pihak yang mensponsori rekor jumlah tempat ibadah terbanyak untuk dimasukan dan dicatat didalam guinessbook of record, mungkin Indonesia akan menduduki peringkat pertama dalam memiliki masjid dan mushola (tempat ibadah), atau paling tidak minimal peringkat dua-lah setelah salah satu negara di Timur Tengah.
Banyaknya tempat ibadah ini menunjukan semangat beragama dan sebagai salah satu tolok ukur upaya umat islam di Indonesia dalam mengembangkan dan mengenalkan ajaran agama islam. Bahkan jumlahnya akan terus bertambah, karena setiap tahun pasti ada yang membangun.
Namun maksud baik ini kadang ditanggapi umat islam sendiri dengan cara yang kurang simpatik dan sedikit sinis. Kurangnya dana dan donatur menyebabkan mereka mengharuskan meminta sumbangan dari rumah ke rumah atau di tengah-tengah jalan dengan cara memberhentikan kendaraan yang lewat. Meskipun cara ini kadang kurang mendapat simpatik namun bagi saya upaya ini patut dihargai.
Saya sendiri sebenarnya tidak memandang cara itu kurang simpatik dan elegan. Berbaik sangka-lah karena siapa tahu melalui mereka-lah Allah SWT mengingatkan kepada umat islam akan perlunya amal jariyah, shadaqah atau infaq. Tanpa melalui “tangan” mereka, mungkin kita sendiri lupa bahwa ada hak bagi orang lain dalam harta yang kita miliki.
Kalau kita mau menengok sebentar ke belakang, banyaknya masjid yang berdiri saat ini tidak saja atas peran umat islam secara swadaya. Pada era pemerintahan Presiden Soeharto (terlepas dari kekurangan dan kelebihannya) banyak juga sumbangan untuk pemugaran, renovasi dan mendirikan masjid baru melalui bantuan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila.
Sungguh bangga rasanya sebagai seorang muslim melihat dan menemui sekian banyak masjid yang didirikan. Tidak hanya dari segi jumlahnya saja, tetapi kebanggaan juga muncul karena masjid tersebut dibangun dengan memperhatikan segi estetika. Ada yang meniru desain dari Timur Tengah, ada juga yang menggabungkan beberapa ciri budaya lokal dan etnis tertentu atau pun yang hanya berbentuk standar-standar saja namun tetap kokoh, arstistik dan representaif sebagai tempat ibadah. Inilah salah satu tanda cinta umat islam untuk syiar agama sekaligus memuliakan tempat ibadah.
Salah satu tanda cinta Rasulullah SAW terhadap islam juga diwujudkan dengan membangun masjid pertama kali di madinah, setelah tidak berapa lama beliau hijrah.
Dengan membeli sebidang tanah yang sebelumnya digunakan oleh dua orang anak yatim (kaum anshar) untuk menjemur buah kurma, didirikanlah masjid di atas lahan tersebut. Meskipun sebelumnya kedua anak yatim ini bermaksud menghibahkan tanah tersebut, namun ditolak Rasulullah SAW.
Dalam pembangunan masjid tersebut, Rasulullah SAW turun tangan langsung dan bergotong royong dengan kaum muslimin (Anshar dan Muhajirin) seraya berdo’a :”Ya Allah, imbalan terbaik adalah imbalan akhirat, limpahkanlah rahmat-Mu kepada kaum Anshar dan Muhajirin!”. Do’a ini juga ditirukan dan dilafalkan oleh kaum muslimin selama pembangunan masjid itu berlangsung.
Dulu bentuk masjid yang didirikan Rasulullah SAW di madinah sangatlah sederhana, hanya berbentuk segi empat dan temboknya terbuat dari adukan tanah liat dan pasir. Separuh atapnya hanya ditutup dengan daun kurma dan sebagian lagi dibiarkan terbuka. Pada malam hari sebagai penerangan menggunakan jerami yang dibakar untuk sekedar menerangi masjid ketika akan menunaikan ibadah shalat Isya’. Di masjid yang sederhana ini, umat muslimin bershalat jamaah tanpa membedakan kaum muhajirin atau anshar. Disamping itu, masjid tersebut juga digunakan Rasulullah SAW untuk berdakwah/syiar, menyusun strategi perang dan berdiskusi membicarakan sesuatu hal demi kepentingan, kemajuan dan kesejahteraan umat islam.
Sementara di sekitar masjid tersebut, dibangun beberapa bilik tempat kediaman Rasulullah SAW. Bilik itu pun beliau tempati setelah hampir tujuh bulan beliau tinggal di rumah Ayyub Al-Anshariy (kaum anshar).
Pada salah satu sisi masjid lain dibangun pula tempat khusus untuk menampung fakir miskin yang tidak mempunyai tempat tinggal. Kondisi ini menunjukan betapa Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-harinya hidup secara sederhana, lebih memperhatikan umat dan mendahulukan kepentingan agama daripada kepentingan pribadi.
Bersambung...
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih
Bagi orang seperti saya yang sering bepergian ke luar kota, kondisi ini secara tidak langsung memberikan keuntungan tersendiri. Kenapa? Karena tidak perlu bingung dan repot-repot lagi untuk mencari masjid ketika akan melaksanakan ibadah shalat dan atau sejenak mengistirahatkan badan.
Mungkin kalau kita mau berandai-andai, ada pihak yang mensponsori rekor jumlah tempat ibadah terbanyak untuk dimasukan dan dicatat didalam guinessbook of record, mungkin Indonesia akan menduduki peringkat pertama dalam memiliki masjid dan mushola (tempat ibadah), atau paling tidak minimal peringkat dua-lah setelah salah satu negara di Timur Tengah.
Banyaknya tempat ibadah ini menunjukan semangat beragama dan sebagai salah satu tolok ukur upaya umat islam di Indonesia dalam mengembangkan dan mengenalkan ajaran agama islam. Bahkan jumlahnya akan terus bertambah, karena setiap tahun pasti ada yang membangun.
Namun maksud baik ini kadang ditanggapi umat islam sendiri dengan cara yang kurang simpatik dan sedikit sinis. Kurangnya dana dan donatur menyebabkan mereka mengharuskan meminta sumbangan dari rumah ke rumah atau di tengah-tengah jalan dengan cara memberhentikan kendaraan yang lewat. Meskipun cara ini kadang kurang mendapat simpatik namun bagi saya upaya ini patut dihargai.
Saya sendiri sebenarnya tidak memandang cara itu kurang simpatik dan elegan. Berbaik sangka-lah karena siapa tahu melalui mereka-lah Allah SWT mengingatkan kepada umat islam akan perlunya amal jariyah, shadaqah atau infaq. Tanpa melalui “tangan” mereka, mungkin kita sendiri lupa bahwa ada hak bagi orang lain dalam harta yang kita miliki.
Kalau kita mau menengok sebentar ke belakang, banyaknya masjid yang berdiri saat ini tidak saja atas peran umat islam secara swadaya. Pada era pemerintahan Presiden Soeharto (terlepas dari kekurangan dan kelebihannya) banyak juga sumbangan untuk pemugaran, renovasi dan mendirikan masjid baru melalui bantuan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila.
Sungguh bangga rasanya sebagai seorang muslim melihat dan menemui sekian banyak masjid yang didirikan. Tidak hanya dari segi jumlahnya saja, tetapi kebanggaan juga muncul karena masjid tersebut dibangun dengan memperhatikan segi estetika. Ada yang meniru desain dari Timur Tengah, ada juga yang menggabungkan beberapa ciri budaya lokal dan etnis tertentu atau pun yang hanya berbentuk standar-standar saja namun tetap kokoh, arstistik dan representaif sebagai tempat ibadah. Inilah salah satu tanda cinta umat islam untuk syiar agama sekaligus memuliakan tempat ibadah.
***
Salah satu tanda cinta Rasulullah SAW terhadap islam juga diwujudkan dengan membangun masjid pertama kali di madinah, setelah tidak berapa lama beliau hijrah.
Dengan membeli sebidang tanah yang sebelumnya digunakan oleh dua orang anak yatim (kaum anshar) untuk menjemur buah kurma, didirikanlah masjid di atas lahan tersebut. Meskipun sebelumnya kedua anak yatim ini bermaksud menghibahkan tanah tersebut, namun ditolak Rasulullah SAW.
Dalam pembangunan masjid tersebut, Rasulullah SAW turun tangan langsung dan bergotong royong dengan kaum muslimin (Anshar dan Muhajirin) seraya berdo’a :”Ya Allah, imbalan terbaik adalah imbalan akhirat, limpahkanlah rahmat-Mu kepada kaum Anshar dan Muhajirin!”. Do’a ini juga ditirukan dan dilafalkan oleh kaum muslimin selama pembangunan masjid itu berlangsung.
Dulu bentuk masjid yang didirikan Rasulullah SAW di madinah sangatlah sederhana, hanya berbentuk segi empat dan temboknya terbuat dari adukan tanah liat dan pasir. Separuh atapnya hanya ditutup dengan daun kurma dan sebagian lagi dibiarkan terbuka. Pada malam hari sebagai penerangan menggunakan jerami yang dibakar untuk sekedar menerangi masjid ketika akan menunaikan ibadah shalat Isya’. Di masjid yang sederhana ini, umat muslimin bershalat jamaah tanpa membedakan kaum muhajirin atau anshar. Disamping itu, masjid tersebut juga digunakan Rasulullah SAW untuk berdakwah/syiar, menyusun strategi perang dan berdiskusi membicarakan sesuatu hal demi kepentingan, kemajuan dan kesejahteraan umat islam.
Sementara di sekitar masjid tersebut, dibangun beberapa bilik tempat kediaman Rasulullah SAW. Bilik itu pun beliau tempati setelah hampir tujuh bulan beliau tinggal di rumah Ayyub Al-Anshariy (kaum anshar).
Pada salah satu sisi masjid lain dibangun pula tempat khusus untuk menampung fakir miskin yang tidak mempunyai tempat tinggal. Kondisi ini menunjukan betapa Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-harinya hidup secara sederhana, lebih memperhatikan umat dan mendahulukan kepentingan agama daripada kepentingan pribadi.
Bersambung...
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar