DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Sabtu, 06 Juli 2013

PERMASALAHAN SETIAP KALI DATANGNYA BULAN RAMADHAN (2-Selesai)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pokok Bahasan
                   Apa yang dilakukan Rasulullah Muhammad SAW dahulu tentu sah berdasarkan syariat islam dan sesuai dengan kondisi saat itu karena hilal (rukyat) memang baru terlihat dengan mata telanjang ketika posisi bulan telah bergeser di atas 2 derajat. Rasulullah Muhammad SAW sendiri tidak menggunakan metode hisab, karena penanggalan islam sendiri baru muncul di jaman pemerintahan khalifah Umar bin Khattab yang mengacu pada peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dan umat islam dari Mekah ke Madinah.
                     
                  Kondisi 14 abad yang lalu tentu sangat berbeda jauh dengan kondisi sekarang ini dimana ilmu pengetahuan dan teknologi sedemikian pesat kemajuannya dengan diketemukannya teropong bintang yang diilhamkan Allah SWT kepada ilmuwan (ulama dunia) sebagai bentuk sunnatullah. Inilah salah satu bentuk kemudahan yang diberikan Allah SWT kepada umat manusia dewasa ini. Dengan teropong bintang inilah sebenarnya membantu umat islam dewasa ini untuk menentukan rukyat karena terbatasnya penglihatan dengan mata telanjang (harus 2 derajat). Dengan teropong bintang ini pula pergeseran hilal (rukyat) akan mudah ditentukan untuk menentukan pergantian bulan.
                     
                  Secara ilmu pengetahuan pun kita setujui bersama, bila sesuatu benda yang telah bergeser pada tempatnya semula maka telah terjadi perubahan besarannya. Demikian pula ketika bumi, matahari dan bulan sejajar maka dapat dikatakan dalam posisi 0 (nol) derajat.   Tetapi bila dari ketika benda tersebut salah satunya sudah ada yang bergeser maka posisinya sudah tidak 0 (nol) derajat lagi (ada perubahan) betapa pun kecilnya. Perubahan inilah yang menunjukkan bahwa telah ada perubahan bulan (sya’ban ke ramadhan). Kondisi ini dapat dilihat dengan alat bantu teropong (ilmu pengetahuan) meskipun masih berada di bawah 2 derajat.

               Kalau pun dewasa ini ada sebagian umat islam yang masih menggunakan hilal (rukyat) dengan mata telanjang maka sungguh disayangkan, karena sejatinya mereka mengabaikan ilmu pengetahuan yang telah diturunkan Allah SWT melalui ulama dunia (ilmuwan). Mereka membantah Allah SWT tanpa ilmu pengetahuan sehingga tidak mendapat petunjuk, sebagaimana bunyi firman berikut ini,

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya” (QS. Al-Hajj 22:8).
           
“Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu  Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)? (QS. Hud 11:14).
           
            Mengapa sebagian dari umat islam dewasa ini masih menggunakan metode lama, dimana memang secara sunnatullah saat itu ilmu pengetahuan dan teknologi belum diketemukan dan semaju sekarang (sekali lagi saya tekankan bahwa penentuan hilal saat itu sah sesuai syariat islam karena belum ada teknologi dalam melihat hilal~rukyat). Mengapa kita masih berhukum jahiliyah (masih dibodohkan) dengan melihat jauh ke belakang sementara peradaban saat ini sudah demikian pesat kemajuannya? Apakah kita tidak menghiraukan peringatan Allah SWT sebagaimana bunyi firmannya,

“Apakah hukum Jahiliyah (masih dibodohkan) yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah 5:50)

“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan (kebodohan), kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-An’aam 6:54)

                 Apa jadinya kalau kita menunaikan ibadah justru dijadikan main-main sesuai dengan kehendak kita dan tidak mengikuti peringatan Allah SWT? Maka berhati-hatilah karena perbuatan ini termasuk dalam kekafiran sebagaimana bunyi ayat berikut ini,

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (bulan suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri  kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. (QS. At-Taubah 9:36)
                                   
“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram (suci) itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. At-Taubah 9:37).

                   Ayat di atas (QS. At-Taubah 9:36) berkenaan dengan larangan Allah SWT kepada umat islam agar jangan melakukan perang, kecuali pihak musuh yang memulainya. Gencatan senjata adalah hal yang sebaiknya dilakukan. Adapun maksud dari 4 bulan haram (suci) itu adalah Muharram, Rajab, Zulqaedah dan Zulhijjah.
                 
                  Lalu bagaimana dengan penjelasan ayat berikutnya (QS. At-Taubah 9:37)? Adakah kaitannya dengan ayat sebelumnya? Sebelum saya menjawab, terlebih dahulu saya ingin bertanya kepada anda. “Apakah Ramadhan termasuk bulan suci?”. Pasti jawaban anda, “IYA”. Kalau demikian halnya, sejatinya ramadhan termasuk bulan haram.

        Jadi sebenarnya antara ayat At-Taubah 9:36 dengan At-Taubah 9:37 beda peruntukkannya dan tidak diturunkan secara bersamaan, meskipun letaknya berurutan (yang disusun oleh para sahabat Rasulullah SAW pasca beliau wafat). Yang satunya larangan terhadap perang di 4 bulan haram (Muharram, Rajab, Zulqaedah dan Zulhijjah) dan Yang satunya larangan mengundur-undurkan masuknya bulan ramadhan (dan ini terjadi disetiap tahunnya sesuai yang disinyalir pada ayat tersebut di atas) yang berakibat pada kekafiran.  Inilah salah satu misteri ayat-ayat Al-Qur’an yang berbeda dengan buku ciptaan manusia yang pembahasannya secara berurutan untuk memahaminya. Umat islam tidak akan paham ayat-ayat Al-Qur’an (takwil beserta ilmu pengetahuannya) kalau tidak mau belajar sendiri kepada Allah SWT (selaku pemilik wahyu) dengan meneladani cara Rasulullah Muhammad SAW. 

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Syuraa 42:52)

               Untuk itu, ada baiknya untuk menentukan kapan datangnya bulan ramadhan, para pemegang otoritas agama islam di Indonesia mau duduk bersama tanpa mengabaikan ilmu pengetahuan yang telah diturunkan Allah SWT, sehingga tidak ada perbedaan dalam menentukan datangnya ramadhan. Tidak perlulah kita mengedepankan ego masing-masing. Malu rasanya kalau beberapa tahun belakangan ini umat islam menjadi buah bibir pembicaraan umat lain. Semoga penentuan awal ramadhan, awal syawal dan 10 dzulhijah tahun ini tidak ada perbedaan.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Maidah 5:57)

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (QS. At-Taubah 9:119)

              Demikian sedikit pokok bahasan tentang penentuan puasa ramadhan. Semoga bermanfaat. Amin ya Rabbal’alamiin.

Selamat menunaikan ibadah puasa ramadhan 1434 H, semoga kembali ke fitrah. Saya mohon maaf lahir batin bila ada kata-kata yang sengaja atau tidak menyinggung para pembaca selama ini.

Tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!

Bagi sidang pembaca yang ingin menambah wawasan beragama, silahkan download E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH (silahkan klik tulisan/judul di samping yang berwarna biru untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download). saya juga telah me-launching E-Book kedua saya yang berjudul MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH                           (silahkan klik tulisan/judul di samping yang warna biru untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download).

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar