Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pokok Bahasan
Apa yang dilakukan Rasulullah Muhammad
SAW dahulu tentu sah berdasarkan syariat islam dan sesuai dengan kondisi saat
itu karena hilal (rukyat) memang baru terlihat dengan mata telanjang ketika posisi bulan telah bergeser di atas 2
derajat.
Rasulullah Muhammad SAW sendiri tidak menggunakan metode hisab, karena
penanggalan islam sendiri baru muncul di jaman pemerintahan khalifah Umar bin
Khattab yang mengacu pada peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dan umat islam dari
Mekah ke Madinah.
Kondisi 14 abad
yang lalu tentu sangat berbeda jauh dengan kondisi sekarang ini dimana ilmu
pengetahuan dan teknologi sedemikian pesat kemajuannya dengan diketemukannya
teropong bintang yang diilhamkan Allah SWT kepada ilmuwan (ulama dunia) sebagai
bentuk sunnatullah. Inilah salah satu bentuk kemudahan yang diberikan Allah SWT
kepada umat manusia dewasa ini. Dengan teropong bintang inilah sebenarnya membantu umat islam dewasa
ini untuk menentukan rukyat karena terbatasnya penglihatan dengan mata
telanjang (harus 2 derajat). Dengan teropong bintang ini pula pergeseran hilal
(rukyat) akan mudah ditentukan untuk menentukan pergantian bulan.
Secara ilmu
pengetahuan pun kita setujui bersama, bila sesuatu benda yang telah bergeser
pada tempatnya semula maka telah terjadi perubahan besarannya. Demikian pula
ketika bumi, matahari dan bulan sejajar maka dapat dikatakan dalam posisi 0
(nol) derajat. Tetapi bila dari ketika
benda tersebut salah satunya sudah ada yang bergeser maka posisinya sudah tidak
0 (nol) derajat lagi (ada perubahan) betapa pun kecilnya. Perubahan inilah yang
menunjukkan bahwa telah ada perubahan bulan (sya’ban ke ramadhan). Kondisi ini dapat dilihat dengan alat
bantu teropong (ilmu pengetahuan) meskipun masih berada di bawah 2 derajat.
Kalau
pun dewasa ini ada sebagian umat islam yang masih menggunakan hilal (rukyat)
dengan mata telanjang maka sungguh disayangkan, karena sejatinya mereka
mengabaikan ilmu pengetahuan yang telah diturunkan Allah SWT melalui ulama
dunia (ilmuwan). Mereka membantah Allah SWT tanpa ilmu pengetahuan sehingga
tidak mendapat petunjuk, sebagaimana bunyi firman berikut ini,
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa
ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya” (QS. Al-Hajj 22:8).
“Jika
mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka
ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan
ilmu Allah, dan
bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada
Allah)? (QS. Hud 11:14).
Mengapa sebagian dari umat islam dewasa ini masih menggunakan metode lama, dimana memang secara
sunnatullah saat itu ilmu pengetahuan dan teknologi belum diketemukan dan
semaju sekarang (sekali lagi saya
tekankan bahwa penentuan hilal saat itu sah sesuai syariat islam karena belum
ada teknologi dalam melihat hilal~rukyat). Mengapa kita masih berhukum jahiliyah (masih dibodohkan)
dengan melihat jauh ke
belakang sementara
peradaban saat ini sudah demikian pesat kemajuannya? Apakah kita tidak
menghiraukan peringatan Allah SWT sebagaimana bunyi firmannya,
“Apakah hukum Jahiliyah (masih dibodohkan) yang mereka kehendaki, dan
(hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin?” (QS. Al-Maidah 5:50)
“Apabila
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka
katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya
kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran
kejahilan (kebodohan), kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan
mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS. Al-An’aam
6:54)
Apa
jadinya kalau kita menunaikan ibadah justru dijadikan main-main sesuai dengan
kehendak kita dan tidak mengikuti peringatan Allah SWT? Maka berhati-hatilah
karena perbuatan ini termasuk dalam kekafiran sebagaimana bunyi ayat berikut
ini,
“Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (bulan suci). Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan
perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya,
dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. (QS. At-Taubah 9:36)
“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram (suci)
itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan
mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan
mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan
bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang
buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. At-Taubah 9:37).
Ayat di atas (QS.
At-Taubah 9:36) berkenaan dengan larangan Allah SWT kepada umat islam agar
jangan melakukan perang, kecuali pihak musuh yang memulainya. Gencatan senjata
adalah hal yang sebaiknya dilakukan. Adapun maksud dari 4 bulan haram (suci)
itu adalah Muharram,
Rajab, Zulqaedah dan Zulhijjah.
Lalu
bagaimana dengan penjelasan ayat berikutnya (QS. At-Taubah 9:37)? Adakah
kaitannya dengan ayat sebelumnya? Sebelum saya menjawab, terlebih dahulu saya
ingin bertanya kepada anda. “Apakah Ramadhan
termasuk bulan suci?”. Pasti jawaban anda, “IYA”. Kalau demikian
halnya, sejatinya ramadhan termasuk bulan haram.
Jadi sebenarnya antara ayat At-Taubah 9:36 dengan At-Taubah 9:37 beda
peruntukkannya
dan tidak diturunkan secara bersamaan, meskipun letaknya berurutan (yang disusun oleh para sahabat Rasulullah
SAW pasca beliau wafat). Yang satunya larangan terhadap perang di 4 bulan haram (Muharram, Rajab, Zulqaedah dan Zulhijjah) dan Yang satunya larangan mengundur-undurkan masuknya
bulan ramadhan (dan ini terjadi disetiap tahunnya sesuai yang disinyalir pada
ayat tersebut di atas) yang berakibat pada kekafiran.
Inilah salah satu misteri ayat-ayat Al-Qur’an yang berbeda dengan buku
ciptaan manusia yang pembahasannya secara berurutan untuk memahaminya. Umat islam tidak akan paham ayat-ayat Al-Qur’an (takwil
beserta ilmu pengetahuannya) kalau tidak mau belajar sendiri kepada Allah SWT (selaku pemilik wahyu) dengan meneladani cara Rasulullah Muhammad SAW.
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran)
dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah
mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah
iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya,
yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba
Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang
lurus”. (QS.
Syuraa 42:52)
Untuk itu, ada baiknya
untuk menentukan kapan datangnya bulan ramadhan, para
pemegang otoritas agama islam di
Indonesia mau duduk bersama tanpa
mengabaikan ilmu pengetahuan yang telah diturunkan Allah SWT,
sehingga tidak ada perbedaan dalam menentukan datangnya ramadhan. Tidak perlulah kita mengedepankan ego masing-masing. Malu rasanya kalau beberapa tahun belakangan ini umat islam menjadi
buah bibir pembicaraan umat lain. Semoga
penentuan awal ramadhan, awal syawal dan 10 dzulhijah tahun ini tidak ada
perbedaan.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu,
orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang
telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik).
Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”. (QS.
Al-Maidah 5:57)
“Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar” (QS. At-Taubah
9:119)
Demikian
sedikit pokok bahasan tentang penentuan puasa ramadhan. Semoga bermanfaat. Amin ya Rabbal’alamiin.
Selamat
menunaikan ibadah puasa ramadhan 1434 H, semoga kembali ke fitrah. Saya mohon
maaf lahir batin bila ada kata-kata yang sengaja atau tidak menyinggung para
pembaca selama ini.
Tetap
ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
Bagi sidang
pembaca yang ingin menambah wawasan beragama, silahkan download E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH (silahkan klik tulisan/judul di
samping yang berwarna
biru untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download). saya juga telah
me-launching E-Book kedua saya yang berjudul MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH (silahkan
klik tulisan/judul di
samping yang warna
biru untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download).
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar