MAAFKAN AKU TIDAK MINCINTAIMU
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dicintai dan dimuliakan Allah SWT.
Tanggal 31-Juli-2009 kemarin, kami (beberapa sahabat dalam komunitas Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang) secara kebetulan (diperjalankan Allah) dipertemukan dalam satu masjid. Walaupun pertemuan itu relative singkat, Insya Allah tetap ada manfaat (ilmu) yang kami peroleh.
Setelah sejenak memberikan salam dan menanyakan kondisi masing-masing serta keluarga, kami langsung “tancap gas” sharing perihal pengalaman yang dialami selama beberapa hari selama tidak bertatap muka. Dalam artikel ini saya akan menceritakan pengalaman yang dialami sahabat kami saudara Hari Purnomo.
Sebelumnya ijinkan saya menceritakan sedikit (kilas balik). Setelah SC-HSS terbentuk dan memiliki acara tetap hari Sabtu malam Minggu, syukur Alhamdulillah dari beberapa sahabat juga “memperlebar sayap” dengan membuka pengajian, salah satunya adalah sahabat saya Hari Purnomo yang membuat halaqah kecil setiap Jumat sore setelah shalat Ashar. Inilah yang akan saya ceritakan kepada para sahabat dan sidang pembaca tentang salah satu topik pertemuan.
Jum’at suatu sore, sahabat saya yang didampingi istrinya (kebetulan jamaah selain pria juga ada wanita) memberikan pernyataan yang membuat para jamaah terperanjat dan bertanya-tanya. Apakah pernyataan itu?
“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, pernahkah anda tahu bahwa saya akhir-akhir ini tidak lagi mencintai istri dan bahkan anak-anak saya?” begitu kata sahabat Hari Purnomo sambil menunjuk kepada istrinya.
Jamaah sejenak terdiam mendengar pernyataan tersebut, bahkan ada yang sedikit agak shock. Setelah mereka tenang dan sadar, baru kemudian muncullah beberapa pertanyaan dari para jamaah. Baik yang serius, heran dan ada yang sedikit nakal.
“Wah Pak Hari ini ada-ada saja!”
“Masak sih? Padahal saya lihat selama ini rumah tangga Pak Hari adem-adem saja?”
“Mau kawin lagi ya Mas? Atau mau Poligami?”
Sahabat saya hanya tersenyum penuh makna. Setelah jamaah agak tenang, kemudian baru dia menerangkan pernyataannya tadi sambil mengutip ayat Al-Qur’an,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….(QS. At-Tahrim 66 : 6).
“Begini para jamaah sekalian. Saya ini sebenarnya sangat mengasihi mereka namun tidak mencintai mereka. Kenapa? Pertama, bahwa yang namanya cinta hanya saya peruntukkan hanya kepada Allah SWT. Sedangkan kasih sayang saya tebarkan kepada seluruh makhluk-makhluk Allah SWT tanpa kecuali, termasuk istri dan anak saya. Cinta itu derajatnya lebih tinggi daripada kasih sayang. Cinta itu khusus dipersembahkan kepada Allah SWT, sedangkan kasih sayang sifatnya lebih umum. Oleh karena itu yang namanya cinta itu tidak bisa dibagi-bagi maupun setengah-setengah, harus totalitas, sementara kasih sayang itu bisa dibagi-bagi.”
“Yang kedua, Kalau saya mencintai istri dan anak-anak saya, berarti saya justru menjerumuskan dan tidak memelihara keluarga saya agar selamat dari api neraka. Bagaimana saya dapat menyelematkan mereka kalau saya juga termasuk penghuni neraka. Kenapa? karena saya lebih mencintai mereka (keluarga) daripada Allah SWT”.
Sejenak para jamaah terdiam dan merenungkan pernyataan sahabat saya. Kemudian tidak berapa lama mereka perlahan-lahan menganggukkan kepalanya, tanda bahwa mereka mulai paham apa yang diuraikan oleh Mas Hari. Kemudian sahabat saya melanjutkan dengan menukilkan ayat Al-Qur’an,
“Dia-lah Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi…(QS. Ibrahim 14 : 2).
“Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada diantara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah,..(QS. Thaha 20 : 6).
“Jadi Allah-lah yang memiliki semuanya, kita manusia tidak berhak mengklaim bahwa keluarga, kekayaan, jabatan, dll itu milik kita. Jangan sekali-kali bapak-bapak dan ibu-ibu lakukan. Kalau hal ini jamaah lakukan maka saudara-saudara bersiap-siaplah akan berhadapan dengan masalah. Misalnya, anda tidak rela ketika apa yang anda klaim selama ini diambil oleh Allah, maka saudara-saudara akan stress, kecewa, sedih, dll.”
Kemudian sahabat saya melanjutkan, “Beda bila saudara-saudara memiliki kesadaran bahwa apa-apa yang dititipkan (amanah) dari Allah SWT diambil yang berhak memiliki yaitu Allah SWT, maka anda tidak akan merasa kehilangan, karena selama ini saudara-saudara hanya dipinjami saja. Wajarkan bila yang meminjami mengambil sesuatu yang dititipkan. Yang perlu diperhatikan juga, kalau hati kita sudah tertambat kepada sesuatu yang selain Allah SWT, maka bersiap-siaplah saudara-saudara akan lalai untuk mengingat Allah SWT.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah…”(QS. Al-Munafiqun 63 : 9).
“…..Tidaklah kehidupan dunia melainkan harta benda yang memperdayakan,..” (QS. Ali Imran 3 : 185)
“…Kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang kafir,.. (QS. Al-An’am 6: 130).
“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Tentunya kita semua berhak dan boleh hidup bahagia dan kaya di dunia ini. Namun yang perlu diingat, janganlah dunia ini melenakan dan menghanyutkan kita. Jadikanlah dunia ini sebagai sarana untuk menuju kepada Allah SWT sehingga kita mendapatkan rahmat dan ridho dari-Nya”.
Demikian Mas Hari menutup ceritanya. Tidak terasa waktu cepat berlalu. Kami kemudian saling berpamitan dan mengucapkan salam. Karena kami juga ditunggu kewajiban kami yang lain yaitu mencari nafkah.
Demikian sedikit sumbangsih dari saya, semoga bermanfaat. Amin ya Rabbal’alamin.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Hari Purnomo-Ide Artikel
Fahri-Penulis dan Lay Out
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dicintai dan dimuliakan Allah SWT.
Tanggal 31-Juli-2009 kemarin, kami (beberapa sahabat dalam komunitas Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang) secara kebetulan (diperjalankan Allah) dipertemukan dalam satu masjid. Walaupun pertemuan itu relative singkat, Insya Allah tetap ada manfaat (ilmu) yang kami peroleh.
Setelah sejenak memberikan salam dan menanyakan kondisi masing-masing serta keluarga, kami langsung “tancap gas” sharing perihal pengalaman yang dialami selama beberapa hari selama tidak bertatap muka. Dalam artikel ini saya akan menceritakan pengalaman yang dialami sahabat kami saudara Hari Purnomo.
Sebelumnya ijinkan saya menceritakan sedikit (kilas balik). Setelah SC-HSS terbentuk dan memiliki acara tetap hari Sabtu malam Minggu, syukur Alhamdulillah dari beberapa sahabat juga “memperlebar sayap” dengan membuka pengajian, salah satunya adalah sahabat saya Hari Purnomo yang membuat halaqah kecil setiap Jumat sore setelah shalat Ashar. Inilah yang akan saya ceritakan kepada para sahabat dan sidang pembaca tentang salah satu topik pertemuan.
Jum’at suatu sore, sahabat saya yang didampingi istrinya (kebetulan jamaah selain pria juga ada wanita) memberikan pernyataan yang membuat para jamaah terperanjat dan bertanya-tanya. Apakah pernyataan itu?
“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, pernahkah anda tahu bahwa saya akhir-akhir ini tidak lagi mencintai istri dan bahkan anak-anak saya?” begitu kata sahabat Hari Purnomo sambil menunjuk kepada istrinya.
Jamaah sejenak terdiam mendengar pernyataan tersebut, bahkan ada yang sedikit agak shock. Setelah mereka tenang dan sadar, baru kemudian muncullah beberapa pertanyaan dari para jamaah. Baik yang serius, heran dan ada yang sedikit nakal.
“Wah Pak Hari ini ada-ada saja!”
“Masak sih? Padahal saya lihat selama ini rumah tangga Pak Hari adem-adem saja?”
“Mau kawin lagi ya Mas? Atau mau Poligami?”
Sahabat saya hanya tersenyum penuh makna. Setelah jamaah agak tenang, kemudian baru dia menerangkan pernyataannya tadi sambil mengutip ayat Al-Qur’an,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….(QS. At-Tahrim 66 : 6).
“Begini para jamaah sekalian. Saya ini sebenarnya sangat mengasihi mereka namun tidak mencintai mereka. Kenapa? Pertama, bahwa yang namanya cinta hanya saya peruntukkan hanya kepada Allah SWT. Sedangkan kasih sayang saya tebarkan kepada seluruh makhluk-makhluk Allah SWT tanpa kecuali, termasuk istri dan anak saya. Cinta itu derajatnya lebih tinggi daripada kasih sayang. Cinta itu khusus dipersembahkan kepada Allah SWT, sedangkan kasih sayang sifatnya lebih umum. Oleh karena itu yang namanya cinta itu tidak bisa dibagi-bagi maupun setengah-setengah, harus totalitas, sementara kasih sayang itu bisa dibagi-bagi.”
“Yang kedua, Kalau saya mencintai istri dan anak-anak saya, berarti saya justru menjerumuskan dan tidak memelihara keluarga saya agar selamat dari api neraka. Bagaimana saya dapat menyelematkan mereka kalau saya juga termasuk penghuni neraka. Kenapa? karena saya lebih mencintai mereka (keluarga) daripada Allah SWT”.
Sejenak para jamaah terdiam dan merenungkan pernyataan sahabat saya. Kemudian tidak berapa lama mereka perlahan-lahan menganggukkan kepalanya, tanda bahwa mereka mulai paham apa yang diuraikan oleh Mas Hari. Kemudian sahabat saya melanjutkan dengan menukilkan ayat Al-Qur’an,
“Dia-lah Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi…(QS. Ibrahim 14 : 2).
“Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada diantara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah,..(QS. Thaha 20 : 6).
“Jadi Allah-lah yang memiliki semuanya, kita manusia tidak berhak mengklaim bahwa keluarga, kekayaan, jabatan, dll itu milik kita. Jangan sekali-kali bapak-bapak dan ibu-ibu lakukan. Kalau hal ini jamaah lakukan maka saudara-saudara bersiap-siaplah akan berhadapan dengan masalah. Misalnya, anda tidak rela ketika apa yang anda klaim selama ini diambil oleh Allah, maka saudara-saudara akan stress, kecewa, sedih, dll.”
Kemudian sahabat saya melanjutkan, “Beda bila saudara-saudara memiliki kesadaran bahwa apa-apa yang dititipkan (amanah) dari Allah SWT diambil yang berhak memiliki yaitu Allah SWT, maka anda tidak akan merasa kehilangan, karena selama ini saudara-saudara hanya dipinjami saja. Wajarkan bila yang meminjami mengambil sesuatu yang dititipkan. Yang perlu diperhatikan juga, kalau hati kita sudah tertambat kepada sesuatu yang selain Allah SWT, maka bersiap-siaplah saudara-saudara akan lalai untuk mengingat Allah SWT.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah…”(QS. Al-Munafiqun 63 : 9).
“…..Tidaklah kehidupan dunia melainkan harta benda yang memperdayakan,..” (QS. Ali Imran 3 : 185)
“…Kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang kafir,.. (QS. Al-An’am 6: 130).
“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Tentunya kita semua berhak dan boleh hidup bahagia dan kaya di dunia ini. Namun yang perlu diingat, janganlah dunia ini melenakan dan menghanyutkan kita. Jadikanlah dunia ini sebagai sarana untuk menuju kepada Allah SWT sehingga kita mendapatkan rahmat dan ridho dari-Nya”.
Demikian Mas Hari menutup ceritanya. Tidak terasa waktu cepat berlalu. Kami kemudian saling berpamitan dan mengucapkan salam. Karena kami juga ditunggu kewajiban kami yang lain yaitu mencari nafkah.
Demikian sedikit sumbangsih dari saya, semoga bermanfaat. Amin ya Rabbal’alamin.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Hari Purnomo-Ide Artikel
Fahri-Penulis dan Lay Out
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar