LAMPU NEON DAN MA’RIFATULLAH (2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT. Mari kita lanjutkan pembahasan artikel “Lampu Neon dan Ma’rifatullah”, semoga anda semua dipahamkan Allah SWT melalui uraian saya. Amin.
Dalam pengajian rutin Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang (SC-HSS) malam minggu tanggal 8/9-Agustus-2009 kemarin, kembali saya diberikan pengajaran oleh Allah SWT melalui benda disekeliling saya, yaitu sebuah lampu neon (Ayat Kauniyah). Pelajaran apa yang dapat kita petik dari sebuah lampu neon? Dan apa hubungannya dengan ma’rifatullah?
Seperti kita ketahui bersama, bahwa sebuah lampu neon akan menyala/menyinari ruangan apabila benda tersebut memenuhi syarat, yaitu sebuah tabung (bentuk lampu), ada unsur neon, ruang hampa udara (udara dimampatkan), starter dan tentu saja listrik. Bila syarat ini terpenuhi maka lampu neon itu dapat menyala dan menyinari ruangan.
Demikian pula manusia, perilakunya hampir sama (identik) dengan lampu neon. Isi kepala/otak/pikiran identik dengan tabung, unsur neon adalah hati/qolbu, hampa udara (udara yang dimampatkan) adalah zero main/tidak berpikir/keseimbangan otak kiri dan kanan, stater adalah sarana penyambung dari otak ke hati dan listrik adalah daya Allah SWT yang diturunkan, sinar adalah perilaku/akhlak orang-orang beriman.
Lalu bagaimana cara bekerjanya?
“Cara kerja” Allah SWT kadang menjadi misteri bagi manusia. Namun kadang manusia sering mengklaim Allah SWT selama proses kerja itu berlangsung, misal manusia mengeluh, mengklaim Allah SWT tidak adil, berburuk sangka, dll. Padahal akan nyaman kalau manusia tidak melibatkan persepsi, dan tinggal nurut dengan kehendak Allah SWT.
“...boleh jadi kamu benci sesuatu, sedang ia lebih baik bagimu; boleh jadi kamu kasihi sesuatu, sedang ia mudharat bagimu. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2 : 216).
Padahal Allah SWT pada saat itu sedang menggodok manusia tersebut dalam Kawah Candradimuka, sehingga nantinya menjadi manusia baru, penuh kesadaran, dan menjadi orang yang beriman.
Lalu apa yang kemudian dilakukan Allah SWT? Ujian. Dengan ujian inilah maka manusia akan menyadari bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya. Ujian ini tidak dilakukan sekali dua kali tapi kontinyu, dan pada akhirnya kita menjadi orang yang muttaqin dan puncaknya sebagai manusia yang mukhlasin.
”Adakah manusia mengira, bahwa mereka akan dibiarkan (saja) berkata : Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji (dicoba) lagi?” (QS. Al-Ankabut 29 : 2).
“Dan sesungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan….(QS. Al-Baqarah 2 : 155).
Dengan ujian maka otak manusia lama kelamaan akan sampai pada titik nol (hampa, dimampatkan), yang timbul adalah kesadaran bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya sedikitpun untuk menyelesaikan suatu masalah, Laa haula wa laa quwata illa bilah…..Maka kesadaranlah yang timbul dengan cara bertawakal (menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT).
“Dan tawakallah kepada Allah! Cukuplah Allah menjadi wakilmu (tempat menyerahkan segala urusanmu)…QS. Al-Ahzab 33 : 3
Ketika otak dalam posisi nol (hampa/dimampatkan) maka perlahan secara otomatis ketenangan itu akan turun ke dada/hati (bukan hati secara fisik). Kemudian Allah SWT akan menurunkan daya berupa kekuatan, ilham, solusi untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi manusia tersebut melalui hati/qolbu. Inilah yang namanya akal (anzala sakinah), maka ketenangan akan turun dalam hati. Hati yang tenang inilah yang mampu menangkap sinyal dari Allah SWT (Bahasa Hidayah). Maka cahaya memancar dalam hati sehingga manusia tinggal ikut kehendak Allah SWT apa yang mesti dilakukan untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi. Inilah salah satu kategori ma’rifatullah.
“…Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki….”(QS. An-Nur 24 : 35).
Janganlah sekali-kali anda membiarkan otak kiri anda berkuasa atas otak kanan anda, ini berarti anda berfikir (tidak zero mind). Kalau diumpamakan lampu neon tadi berarti udara hampa tidak dimampatkan. Ini berarti tabung neon bocor/berlubang, sehingga tidak mampu menyala/menyinari.
Demikian sedikit sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Amin.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT. Mari kita lanjutkan pembahasan artikel “Lampu Neon dan Ma’rifatullah”, semoga anda semua dipahamkan Allah SWT melalui uraian saya. Amin.
Dalam pengajian rutin Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang (SC-HSS) malam minggu tanggal 8/9-Agustus-2009 kemarin, kembali saya diberikan pengajaran oleh Allah SWT melalui benda disekeliling saya, yaitu sebuah lampu neon (Ayat Kauniyah). Pelajaran apa yang dapat kita petik dari sebuah lampu neon? Dan apa hubungannya dengan ma’rifatullah?
Seperti kita ketahui bersama, bahwa sebuah lampu neon akan menyala/menyinari ruangan apabila benda tersebut memenuhi syarat, yaitu sebuah tabung (bentuk lampu), ada unsur neon, ruang hampa udara (udara dimampatkan), starter dan tentu saja listrik. Bila syarat ini terpenuhi maka lampu neon itu dapat menyala dan menyinari ruangan.
Demikian pula manusia, perilakunya hampir sama (identik) dengan lampu neon. Isi kepala/otak/pikiran identik dengan tabung, unsur neon adalah hati/qolbu, hampa udara (udara yang dimampatkan) adalah zero main/tidak berpikir/keseimbangan otak kiri dan kanan, stater adalah sarana penyambung dari otak ke hati dan listrik adalah daya Allah SWT yang diturunkan, sinar adalah perilaku/akhlak orang-orang beriman.
Lalu bagaimana cara bekerjanya?
“Cara kerja” Allah SWT kadang menjadi misteri bagi manusia. Namun kadang manusia sering mengklaim Allah SWT selama proses kerja itu berlangsung, misal manusia mengeluh, mengklaim Allah SWT tidak adil, berburuk sangka, dll. Padahal akan nyaman kalau manusia tidak melibatkan persepsi, dan tinggal nurut dengan kehendak Allah SWT.
“...boleh jadi kamu benci sesuatu, sedang ia lebih baik bagimu; boleh jadi kamu kasihi sesuatu, sedang ia mudharat bagimu. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2 : 216).
Padahal Allah SWT pada saat itu sedang menggodok manusia tersebut dalam Kawah Candradimuka, sehingga nantinya menjadi manusia baru, penuh kesadaran, dan menjadi orang yang beriman.
Lalu apa yang kemudian dilakukan Allah SWT? Ujian. Dengan ujian inilah maka manusia akan menyadari bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya. Ujian ini tidak dilakukan sekali dua kali tapi kontinyu, dan pada akhirnya kita menjadi orang yang muttaqin dan puncaknya sebagai manusia yang mukhlasin.
”Adakah manusia mengira, bahwa mereka akan dibiarkan (saja) berkata : Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji (dicoba) lagi?” (QS. Al-Ankabut 29 : 2).
“Dan sesungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan….(QS. Al-Baqarah 2 : 155).
Dengan ujian maka otak manusia lama kelamaan akan sampai pada titik nol (hampa, dimampatkan), yang timbul adalah kesadaran bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya sedikitpun untuk menyelesaikan suatu masalah, Laa haula wa laa quwata illa bilah…..Maka kesadaranlah yang timbul dengan cara bertawakal (menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT).
“Dan tawakallah kepada Allah! Cukuplah Allah menjadi wakilmu (tempat menyerahkan segala urusanmu)…QS. Al-Ahzab 33 : 3
Ketika otak dalam posisi nol (hampa/dimampatkan) maka perlahan secara otomatis ketenangan itu akan turun ke dada/hati (bukan hati secara fisik). Kemudian Allah SWT akan menurunkan daya berupa kekuatan, ilham, solusi untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi manusia tersebut melalui hati/qolbu. Inilah yang namanya akal (anzala sakinah), maka ketenangan akan turun dalam hati. Hati yang tenang inilah yang mampu menangkap sinyal dari Allah SWT (Bahasa Hidayah). Maka cahaya memancar dalam hati sehingga manusia tinggal ikut kehendak Allah SWT apa yang mesti dilakukan untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi. Inilah salah satu kategori ma’rifatullah.
“…Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki….”(QS. An-Nur 24 : 35).
Janganlah sekali-kali anda membiarkan otak kiri anda berkuasa atas otak kanan anda, ini berarti anda berfikir (tidak zero mind). Kalau diumpamakan lampu neon tadi berarti udara hampa tidak dimampatkan. Ini berarti tabung neon bocor/berlubang, sehingga tidak mampu menyala/menyinari.
Demikian sedikit sumbangsih saya, semoga bermanfaat. Amin.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar