THARIQAT ATAU VIA VIP (1)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.
Saya pernah membuka sebuah website yang membahas mengenai thariqat. Di dalam website ada forum tanya jawab, namun saya tergelitik dengan salah satu surat yang mempertanyakan perihal belajar thariqat.
Adapun secara ringkas isi surat tersebut adalah mempertanyakan bagaimana seseorang yang di daerahnya tidak ada mursyid, padahal si penulis surat ingin sekali belajar thariqat, sementara itu belajar diperlukan jarak, waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Dengan ber-thariqat diharapkan sang penanya agar dapat dekat dengan Allah SWT tanpa salah jalan karena mendapat bimbingan Sang Mursyid. Namun sang penanya juga mengajukan pertanyaan yaitu adakah cara lain sehingga dia dapat dekat dengan Allah SWT tanpa melalui mursyid atau ikut thariqat tertentu. Kalau tidak bisa, bagaimana “nasib” penanya selanjutnya? Demikian kira-kira ringkasan isi surat tersebut. Mungkin kondisi ini juga pernah anda alami atau pernah terlintas dipikiran anda semua. Semoga artikel ini dapat memberikan solusi.
Dalam artikel ini saya hanya sedikit membahas jalan menuju Allah SWT. Saya hanya memberikan pilihan, selanjutnya terserah anda.
a. Thariqat
Seperti kita ketahui bersama, sejak pertengahan tahun 90-an gegap gempita masyarakat Indonesia (muslim) untuk berspiritual cukup antusias. Maka tidak mengherankan pada tahun-tahun tersebut banyak aliran thariqat mulai diekspos (dulunya informasi hanya diperoleh dari mulut ke mulut dan tidak di-blow up beritanya). Cukup banyak thariqat di Indonesia, namun yang cukup terkenal adalah thariqat Qodiriyah wa Naqsabandiyah.
Bagi seorang yang mengikuti thariqat wajib hukumnya di baiat, ini semata-mata untuk menunjukkan keseriusan dalam menjalani thariqat sekaligus bentuk “penyerahan” kepada Sang Mursyid untuk diajarkan ilmu (dzikir, wirid), tata cara atau laku, dll agar sang salik (penempuh jalan Allah SWT) dapat dihantarkan menuju Allah SWT. Persyaratan baiat dalam dunia thariqat memang wajib, karena sekaligus sebagai pertanda sang salik secara resmi masuk dalam mata rantai yang menghubungkan kepada Rasulullah SAW.
Dalam melakukan thariqat, salah satu tata caranya yaitu dengan cara tawasul kepada Sang Mursyid yang membimbingnya, demikian pula Sang Mursyid dulunya juga melakukan hal yang sama. Demikian terus menerus sehingga puncaknya mata rantai tersebut berhenti kepada Rasulullah SAW. Dengan kondisi ini diharapkan nantinya Sang Salik akan dihantarkan untuk mengenal dan dekat dengan Allah SWT, karena kedekatan Rasulullah SAW (Habiballah~Kekasih Allah SWT).
Munculnya thariqat dan baiat ini tidak terlepas dari peristiwa yang pernah di alami oleh sahabat Ali bin Abi Thalib ra dan Abu Bakar ra. Suatu ketika pernah suatu kali Rasulullah SAW mengajarkan Ali ra bagaimana cara agar dekat dengan Allah SWT sehingga dia berhak atas rahmat serta ridha-Nya. Maka Rasulullah SAW sambil memegang kepala Ali ra, Beliau menyuruh sahabatnya untuk mengucapkan kalimat Thoyibah “Laa Ilahailallah, Muhammad Rasulullah”. Kebetulan peristiwa ini di lihat oleh sahabat lain yaitu Abu Bakar ra.
Kemudian Abu Bakar ra menanyakan kepada Ali ra perihal apa yang telah dilakukan dan diajarkan Rasulullah SAW. Atas inisiatif Abu Bakar ra maka Ali ra diminta juga mengajarkan dan “membaiat” Abu Bakar ra seperti cara yang dilakukan Rasulullah SAW.
Suatu kali juga pernah terjadi ketika Rasulullah SAW mengajarkan kepada Abu Bakar ra seperti yang pernah dilakukan kepada Ali ra, namun kalimat yang diajarkan adalah “Subhanallah Alhamdulillah Laailahailallah Allahu Akbar”. Kejadian ini kebetulan juga di lihat Ali ra. Maka atas inisiatif Ali ra, Abu Bakar ra diminta untuk “membaiat”-nya. Inilah sedikit sejarah mengapa dalam thariqat perlu adanya baiat.
Adakah dalam ayat Al-Qur’an yang menerangkan mengenai baiat sebagai tata cara untuk masuk dalam mata rantai, sehingga dapat bertawasul dengan Sang Mursyid yang derajatnya lebih tinggi dari Sang Salik, dengan maksud agar Sang Salik ikut dihantarkan kepada Allah SWT? Secara tersirat dalam Al-Qur’an perilaku diatas dijelaskan dalam surat Al-Baqarah 2 ayat 137 yang bunyinya,
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Maksud ayat diatas adalah apabila sang salik ingin mengenal dan dekat kepada Allah SWT maka bertawasullah kepada para kekasih Allah SWT yang lebih tinggi derajatnya (Sang Mursyid), dengan harapan para kekasih Allah SWT yang lebih tinggi derajatnya dapat menghantarkan sang salik kepada Allah SWT.
Inilah sekilas mengenai thariqat, untuk selanjutnya saya akan membahas mengenai jalan alternatif lain agar kita dapat dekat dengan Allah SWT (Ma'rifatullah).
Bersambung...
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.
Saya pernah membuka sebuah website yang membahas mengenai thariqat. Di dalam website ada forum tanya jawab, namun saya tergelitik dengan salah satu surat yang mempertanyakan perihal belajar thariqat.
Adapun secara ringkas isi surat tersebut adalah mempertanyakan bagaimana seseorang yang di daerahnya tidak ada mursyid, padahal si penulis surat ingin sekali belajar thariqat, sementara itu belajar diperlukan jarak, waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Dengan ber-thariqat diharapkan sang penanya agar dapat dekat dengan Allah SWT tanpa salah jalan karena mendapat bimbingan Sang Mursyid. Namun sang penanya juga mengajukan pertanyaan yaitu adakah cara lain sehingga dia dapat dekat dengan Allah SWT tanpa melalui mursyid atau ikut thariqat tertentu. Kalau tidak bisa, bagaimana “nasib” penanya selanjutnya? Demikian kira-kira ringkasan isi surat tersebut. Mungkin kondisi ini juga pernah anda alami atau pernah terlintas dipikiran anda semua. Semoga artikel ini dapat memberikan solusi.
Dalam artikel ini saya hanya sedikit membahas jalan menuju Allah SWT. Saya hanya memberikan pilihan, selanjutnya terserah anda.
a. Thariqat
Seperti kita ketahui bersama, sejak pertengahan tahun 90-an gegap gempita masyarakat Indonesia (muslim) untuk berspiritual cukup antusias. Maka tidak mengherankan pada tahun-tahun tersebut banyak aliran thariqat mulai diekspos (dulunya informasi hanya diperoleh dari mulut ke mulut dan tidak di-blow up beritanya). Cukup banyak thariqat di Indonesia, namun yang cukup terkenal adalah thariqat Qodiriyah wa Naqsabandiyah.
Bagi seorang yang mengikuti thariqat wajib hukumnya di baiat, ini semata-mata untuk menunjukkan keseriusan dalam menjalani thariqat sekaligus bentuk “penyerahan” kepada Sang Mursyid untuk diajarkan ilmu (dzikir, wirid), tata cara atau laku, dll agar sang salik (penempuh jalan Allah SWT) dapat dihantarkan menuju Allah SWT. Persyaratan baiat dalam dunia thariqat memang wajib, karena sekaligus sebagai pertanda sang salik secara resmi masuk dalam mata rantai yang menghubungkan kepada Rasulullah SAW.
Dalam melakukan thariqat, salah satu tata caranya yaitu dengan cara tawasul kepada Sang Mursyid yang membimbingnya, demikian pula Sang Mursyid dulunya juga melakukan hal yang sama. Demikian terus menerus sehingga puncaknya mata rantai tersebut berhenti kepada Rasulullah SAW. Dengan kondisi ini diharapkan nantinya Sang Salik akan dihantarkan untuk mengenal dan dekat dengan Allah SWT, karena kedekatan Rasulullah SAW (Habiballah~Kekasih Allah SWT).
Munculnya thariqat dan baiat ini tidak terlepas dari peristiwa yang pernah di alami oleh sahabat Ali bin Abi Thalib ra dan Abu Bakar ra. Suatu ketika pernah suatu kali Rasulullah SAW mengajarkan Ali ra bagaimana cara agar dekat dengan Allah SWT sehingga dia berhak atas rahmat serta ridha-Nya. Maka Rasulullah SAW sambil memegang kepala Ali ra, Beliau menyuruh sahabatnya untuk mengucapkan kalimat Thoyibah “Laa Ilahailallah, Muhammad Rasulullah”. Kebetulan peristiwa ini di lihat oleh sahabat lain yaitu Abu Bakar ra.
Kemudian Abu Bakar ra menanyakan kepada Ali ra perihal apa yang telah dilakukan dan diajarkan Rasulullah SAW. Atas inisiatif Abu Bakar ra maka Ali ra diminta juga mengajarkan dan “membaiat” Abu Bakar ra seperti cara yang dilakukan Rasulullah SAW.
Suatu kali juga pernah terjadi ketika Rasulullah SAW mengajarkan kepada Abu Bakar ra seperti yang pernah dilakukan kepada Ali ra, namun kalimat yang diajarkan adalah “Subhanallah Alhamdulillah Laailahailallah Allahu Akbar”. Kejadian ini kebetulan juga di lihat Ali ra. Maka atas inisiatif Ali ra, Abu Bakar ra diminta untuk “membaiat”-nya. Inilah sedikit sejarah mengapa dalam thariqat perlu adanya baiat.
Adakah dalam ayat Al-Qur’an yang menerangkan mengenai baiat sebagai tata cara untuk masuk dalam mata rantai, sehingga dapat bertawasul dengan Sang Mursyid yang derajatnya lebih tinggi dari Sang Salik, dengan maksud agar Sang Salik ikut dihantarkan kepada Allah SWT? Secara tersirat dalam Al-Qur’an perilaku diatas dijelaskan dalam surat Al-Baqarah 2 ayat 137 yang bunyinya,
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Maksud ayat diatas adalah apabila sang salik ingin mengenal dan dekat kepada Allah SWT maka bertawasullah kepada para kekasih Allah SWT yang lebih tinggi derajatnya (Sang Mursyid), dengan harapan para kekasih Allah SWT yang lebih tinggi derajatnya dapat menghantarkan sang salik kepada Allah SWT.
Inilah sekilas mengenai thariqat, untuk selanjutnya saya akan membahas mengenai jalan alternatif lain agar kita dapat dekat dengan Allah SWT (Ma'rifatullah).
Bersambung...
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar