RAMADHAN : PROSESI MENGGAPAI FITRAH (2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Para sahabat dan Sidang Pembaca yang dirahmati, dimuliakan dan dicintai Allah SWT.
Mari lanjutkan bahasan kita, buat bekal Ramadhan....
Mengendalikan Hawa Nafsu
Ibadah puasa Ramadhan selain untuk meneguhkan kadar keimanan manusia sehingga menjadi manusia yang bertakwa, juga bermanfaat mengendalikan hawa nafsu. Karena dalam ranah kehidupan di dunia, manusia baik selaku makhluk sosial maupun makhluk berketuhanan, seringkali perilakunya masih dibelenggu hawa nafsu (kesadaran rendah) yang ujung-ujung tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain. Padahal manusia ditugaskan ke bumi berfungsi sebagai khalifah, yang menyebarkan kasih sayang kepada sesama makhluk Allah SWT. Dengan ibadah puasa Ramadhan diharapkan tingkat kesadaran manusia semakin tinggi sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu.
Hakikatnya pada diri manusia terdapat beberapa potensi yaitu berupa badan/raga, akal, pikiran, hati/qolbu, jiwa/ruh dan hawa nafsu. Sedangkan hawa nafsu itu sendiri paling tidak terdiri dari 4 jenis, yaitu :
a. Nafsu Supiyah
Nafsu ini identik dengan perilaku binatang. Aktivitas binatang dalam keseharian tidak jauh dari makan minum, syahwat dan tidur. Inilah level terendah dari kesadaran manusia.
b. Nafsu Ammarah Bissu’
Nafsu ini selalu melepaskan diri dari tantangan dan tidak mau menentang, bahkan patuh dan tunduk saja kepada nafsu syahwat dan panggilan syeitan. Tipe nafsu ini identik dengan syaitan. Coba perhatikan firman Allah SWT berikut ini.
”..Nafsu itu selalu menyuruh/mengajak kepada kejahatan (ammarah bissu’) kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah SWT..” (Surat Yusuf 12 : 53).
” Maka pernahkah kamu melihat orang menjadikan nafsunya sebagai tuhannya..” (Surat Al-Jasiyah 45 : 23).
c. Nafsu Lawammah
Nafsu ini tidak/belum sempurna ketenangannya karena selalu menentang atau melawan kejahatan tetapi suatu saat teledor dan lupa berbakti kepada Allah, sehingga dicela dan disesalkan. Nafsu ini identik dengan manusia, dimana dalam diri manusia ada dua kekuatan beradu antara Syetan dan Malaikat.
”Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)...” (Surat Al-Qiyamah 75 : 2).
d. Nafsu Muthmainah
Nafsu ini tenang pada suatu hal dan jauh dari keguncangan yang disebabkan oleh bermacam-macam tantangan dan dari bisikan syaitan. Nafsu ini identik dengan malaikat.
”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah kamu dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kamu dalam surga-Ku”. (Surat Al-Fajr 89: 27-30).
Dengan gemblengan, salah satunya melalui prosesi ibadah puasa Ramadhan diharapkan tingkat kesadaran nafsu manusia beranjak dari level yang rendah menuju kesadaran yang lebih tinggi, yaitu nafsu mutmainah.
Menggapai Kefitrahan
Target dari puasa Ramadhan adalah menemukan kesejatian diri manusia. Sejak manusia terlahir ke dunia sedikit demi sedikit manusia lupa akan dirinya sendiri karena terlena dan hanyut oleh gemerlap dunia. Selama ini manusia mengira bahwa dirinya adalah badan/raga ini. Padahal tidaklah demikian. Badan hanyalah wadah tempat bersemayamnya diri kita yang sebenarnya. Diri manusia yang sejati telah lumpuh, tertutup dan terbelenggu oleh an-nafs. Lalu siapakah sebenarnya kita? Mari sekilas menengok ke belakang (flash back) asal muasal kejadian pertama kali manusia diciptakan. Agar lebih mudah penjelasannya, maka disini saya menyebutkan diri manusia yang sejati (sebenarnya) dengan kata ”Aku”.
Aku adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dalam bentuk dan derajat. Dalam menjalani hidup ini manusia mempunyai dua Aku yang mempunyai tugas masing-masing. Aku sang Nafs (diri/nafsu) dan Aku sang Khalifah atau Aku sang Rasa dan Aku sang Sadar. Aku sang Rasa berasal dari setetes air yang terpancar dari sulbi laki-laki, kemudian bertemu dengan indung telur yang berasal dari sulbi wanita. Sejak bertemunya air mani dengan indung telur terbentuk nutfah dan dalam nuftah itu ada yang hidup yaitu Ruh Insani, Ruh Jasmani. Ruh Jasmani ini menghidupi nuftah sampai berbentuk segumpal daging.
Sebagaimana firman Allah SWT:”Hai sekalian manusia, jika kamu dalam keraguan tentang berbangkit, maka sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari sepotong daging, yang sempurna, supaya Kami terangkan kepadamu. Dan Kami tetapkan dalam rahim sekehendak Kami, hingga waktu yang ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu menjadi anak-anak, kemudian dewasa. Diantara kamu ada yang diwafatkan dan sebagian kamu diperpanjangkan umurnya sampai pikun, sehingga ia tidak mengetahui sesuatu, sesudah mengetahunya...” (Al-Hajj 22:5).
Setelah segumpal darah berusia empat bulan lebih maka disempurnakan Allah kejadiannya:”Kemudian Dia sempurnakan (kejadian-nya) dan Dia tiupkan ruh ke dalamnya dan Dia ada kan untukmu pendengaran, penglihatan & hati. Tetapi sedikit diantara kamu yang berterima kasih.” (As-Sajdah 32:9).
Kemudian Allah SWT meniupkan Ruh Ruhani, yang merupakan bagian dari ruh Allah. Dengan disempurnakan wujud manusia maka Allah mengangkat manusia sebagai Khalifah-Nya di atas bumi. “...Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di atas bumi (Adam). Maka jawab mereka (malaikat): Adakah patut Engkau jadikan di atas bumi orang yang akan berbuat bencana dan menumpahkan darah, sedang kami tasbih memuji engkau dan menyucikan Engkau? Allah berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa-apa yang tidak kamu ketahui”.(Al-Baqarah 2:30).
Begitulah rata-rata manusia tidak menyadari siapa sebenarnya dirinya yang sejati yaitu ar-ruh (ruh ruhani). Karena selama ini ruh ruhani (sang khalifah) tenggelam di dalam ruh jasmani (an-nafs) . Oleh karena itu untuk menggapai kefitrahan (kesadaran ruhani) maka Allah SWT memfasilitasi melalui puasa Ramadhan yaitu dengan menghentikan sementara kecenderungan tubuh selama sebulan penuh.
Dengan kecenderungan menahan makan dan minum, menahan syahwat di siang hari, menjaga panca indera dan hati dari sesuatu yang sia-sia dan beberapa aktivitas lainnya. Kondisi ini tanpa disadari manusia akan menemukan aktivitas ruhani yang sebenarnya.
Jalan puasa Ramadhan ini merupakan prosesi spiritual untuk menemukan jati diri yaitu Al-Fitrah Almunazzalah (makhluk suci yang diturunkan ke bumi). Adapun puncaknya setelah manusia menemukan diri yang sejati adalah dengan merayakan kegembiraan ruhani yang telah menemukan asal-usulnya melalui Idhul Fitri.
Wassalamua'laikum Wr. Wb.
Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Para sahabat dan Sidang Pembaca yang dirahmati, dimuliakan dan dicintai Allah SWT.
Mari lanjutkan bahasan kita, buat bekal Ramadhan....
Mengendalikan Hawa Nafsu
Ibadah puasa Ramadhan selain untuk meneguhkan kadar keimanan manusia sehingga menjadi manusia yang bertakwa, juga bermanfaat mengendalikan hawa nafsu. Karena dalam ranah kehidupan di dunia, manusia baik selaku makhluk sosial maupun makhluk berketuhanan, seringkali perilakunya masih dibelenggu hawa nafsu (kesadaran rendah) yang ujung-ujung tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain. Padahal manusia ditugaskan ke bumi berfungsi sebagai khalifah, yang menyebarkan kasih sayang kepada sesama makhluk Allah SWT. Dengan ibadah puasa Ramadhan diharapkan tingkat kesadaran manusia semakin tinggi sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu.
Hakikatnya pada diri manusia terdapat beberapa potensi yaitu berupa badan/raga, akal, pikiran, hati/qolbu, jiwa/ruh dan hawa nafsu. Sedangkan hawa nafsu itu sendiri paling tidak terdiri dari 4 jenis, yaitu :
a. Nafsu Supiyah
Nafsu ini identik dengan perilaku binatang. Aktivitas binatang dalam keseharian tidak jauh dari makan minum, syahwat dan tidur. Inilah level terendah dari kesadaran manusia.
b. Nafsu Ammarah Bissu’
Nafsu ini selalu melepaskan diri dari tantangan dan tidak mau menentang, bahkan patuh dan tunduk saja kepada nafsu syahwat dan panggilan syeitan. Tipe nafsu ini identik dengan syaitan. Coba perhatikan firman Allah SWT berikut ini.
”..Nafsu itu selalu menyuruh/mengajak kepada kejahatan (ammarah bissu’) kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah SWT..” (Surat Yusuf 12 : 53).
” Maka pernahkah kamu melihat orang menjadikan nafsunya sebagai tuhannya..” (Surat Al-Jasiyah 45 : 23).
c. Nafsu Lawammah
Nafsu ini tidak/belum sempurna ketenangannya karena selalu menentang atau melawan kejahatan tetapi suatu saat teledor dan lupa berbakti kepada Allah, sehingga dicela dan disesalkan. Nafsu ini identik dengan manusia, dimana dalam diri manusia ada dua kekuatan beradu antara Syetan dan Malaikat.
”Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)...” (Surat Al-Qiyamah 75 : 2).
d. Nafsu Muthmainah
Nafsu ini tenang pada suatu hal dan jauh dari keguncangan yang disebabkan oleh bermacam-macam tantangan dan dari bisikan syaitan. Nafsu ini identik dengan malaikat.
”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah kamu dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kamu dalam surga-Ku”. (Surat Al-Fajr 89: 27-30).
Dengan gemblengan, salah satunya melalui prosesi ibadah puasa Ramadhan diharapkan tingkat kesadaran nafsu manusia beranjak dari level yang rendah menuju kesadaran yang lebih tinggi, yaitu nafsu mutmainah.
Menggapai Kefitrahan
Target dari puasa Ramadhan adalah menemukan kesejatian diri manusia. Sejak manusia terlahir ke dunia sedikit demi sedikit manusia lupa akan dirinya sendiri karena terlena dan hanyut oleh gemerlap dunia. Selama ini manusia mengira bahwa dirinya adalah badan/raga ini. Padahal tidaklah demikian. Badan hanyalah wadah tempat bersemayamnya diri kita yang sebenarnya. Diri manusia yang sejati telah lumpuh, tertutup dan terbelenggu oleh an-nafs. Lalu siapakah sebenarnya kita? Mari sekilas menengok ke belakang (flash back) asal muasal kejadian pertama kali manusia diciptakan. Agar lebih mudah penjelasannya, maka disini saya menyebutkan diri manusia yang sejati (sebenarnya) dengan kata ”Aku”.
Aku adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dalam bentuk dan derajat. Dalam menjalani hidup ini manusia mempunyai dua Aku yang mempunyai tugas masing-masing. Aku sang Nafs (diri/nafsu) dan Aku sang Khalifah atau Aku sang Rasa dan Aku sang Sadar. Aku sang Rasa berasal dari setetes air yang terpancar dari sulbi laki-laki, kemudian bertemu dengan indung telur yang berasal dari sulbi wanita. Sejak bertemunya air mani dengan indung telur terbentuk nutfah dan dalam nuftah itu ada yang hidup yaitu Ruh Insani, Ruh Jasmani. Ruh Jasmani ini menghidupi nuftah sampai berbentuk segumpal daging.
Sebagaimana firman Allah SWT:”Hai sekalian manusia, jika kamu dalam keraguan tentang berbangkit, maka sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari sepotong daging, yang sempurna, supaya Kami terangkan kepadamu. Dan Kami tetapkan dalam rahim sekehendak Kami, hingga waktu yang ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu menjadi anak-anak, kemudian dewasa. Diantara kamu ada yang diwafatkan dan sebagian kamu diperpanjangkan umurnya sampai pikun, sehingga ia tidak mengetahui sesuatu, sesudah mengetahunya...” (Al-Hajj 22:5).
Setelah segumpal darah berusia empat bulan lebih maka disempurnakan Allah kejadiannya:”Kemudian Dia sempurnakan (kejadian-nya) dan Dia tiupkan ruh ke dalamnya dan Dia ada kan untukmu pendengaran, penglihatan & hati. Tetapi sedikit diantara kamu yang berterima kasih.” (As-Sajdah 32:9).
Kemudian Allah SWT meniupkan Ruh Ruhani, yang merupakan bagian dari ruh Allah. Dengan disempurnakan wujud manusia maka Allah mengangkat manusia sebagai Khalifah-Nya di atas bumi. “...Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di atas bumi (Adam). Maka jawab mereka (malaikat): Adakah patut Engkau jadikan di atas bumi orang yang akan berbuat bencana dan menumpahkan darah, sedang kami tasbih memuji engkau dan menyucikan Engkau? Allah berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa-apa yang tidak kamu ketahui”.(Al-Baqarah 2:30).
Begitulah rata-rata manusia tidak menyadari siapa sebenarnya dirinya yang sejati yaitu ar-ruh (ruh ruhani). Karena selama ini ruh ruhani (sang khalifah) tenggelam di dalam ruh jasmani (an-nafs) . Oleh karena itu untuk menggapai kefitrahan (kesadaran ruhani) maka Allah SWT memfasilitasi melalui puasa Ramadhan yaitu dengan menghentikan sementara kecenderungan tubuh selama sebulan penuh.
Dengan kecenderungan menahan makan dan minum, menahan syahwat di siang hari, menjaga panca indera dan hati dari sesuatu yang sia-sia dan beberapa aktivitas lainnya. Kondisi ini tanpa disadari manusia akan menemukan aktivitas ruhani yang sebenarnya.
Jalan puasa Ramadhan ini merupakan prosesi spiritual untuk menemukan jati diri yaitu Al-Fitrah Almunazzalah (makhluk suci yang diturunkan ke bumi). Adapun puncaknya setelah manusia menemukan diri yang sejati adalah dengan merayakan kegembiraan ruhani yang telah menemukan asal-usulnya melalui Idhul Fitri.
Wassalamua'laikum Wr. Wb.
Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar