PEM-BIAR-AN YANG
BERUJUNG KEYAKINAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Era mordenisasi dan globalisasi salah satunya ditandai
dengan pesatnya perkembangan teknologi, termasuk disini adalah arus informasi.
Hubungan internasional sudah tidak tersekat-sekat lagi, batas Negara semakin
semu dan beribu-ribu informasi datang membombardir mata dan telinga setiap
harinya. Dunia seolah-olah menjadi kecil dan sempit karena hanya terkotak dalam
sebuah laptop, PC, notebook, I-Pad atau televisi.
Kita tidak susah-susah mendatangi suatu peristiwa yang terjadi di Negara lain,
cukup mengetik apa yang kita inginkan di internet maka semua berita telah tersaji cukup lengkap,
baik tulisan, gambar maupun video.
Namun
sayang, sebagian besar dari kita hanya menerima informasi tersebut secara mentah-mentah sebagai sebuah kebenaran dan
tidak mau mengolah lagi. Artinya apakah benar informasi yang kita terima 100%
benar? Atau apa yang kita lihat dan dengar hanya sebagian kecil saja? Kita
tidak mau mencoba menganalisis latar belakang penyajian berita itu, tujuan
suatu peristiwa dimunculkan, target yang ingin dicapai oleh mereka yang membuat
atau menayangkan peristiwa tersebut, dan lain sebagainya. Kemalasan otak kita
untuk mencerna keterangan-keterangan sebuah berita, tayangan film dan sinetron,
talk show, infotaiment, dan lain sebagainya berakibat
pada sebuah keyakinan.
Hal senada sering terjadi ketika kita mendengar ucapan dalam sebuah sinetron keagaman dan atau yang meluncur dari bibir seorang artis, tokoh nasional, politikus, dan lain
sebagainya ketika mereka sedang mengalami suatu masalah. Seringkali untuk
menenang diri dan menjawab pertanyaan wartawan muncul ucapan, “Biarlah semua
saya serahkan yang di atas”. Kata di atas disini dimaknai dengan Tuhan atau Allah.
Karena kata ini sering terlontar, maka banyak
dari pemirsa televisi diam-diam meng-amin-i bahwa memang benar Tuhan ada di
atas (langit) dan manusia ada di bawah (bumi). Dan lebih tragis lagi, para
pemegang otoritas agama yang tahu dan paham juga melakukan pem-biar-an atas
pernyataan tersebut. Pertanyaannya adalah, “Apakah
memang benar Allah ada di atas dan manusia ada
di bawah? ”Bagaimana penjelasannya dalam
Al-Qur’an dan menurut logika akal sehat?”
Pertama, Kalau Allah ada di atas sementara manusia ada di bawah, berarti Allah
menempati suatu ruang, karena atas dan bawah menunjukkan suatu tempat. Benarkah
Allah menempati suatu ruangan (tempat)? Kalau pemahamannya demikian betapa kecilnya
Allah karena diliputi oleh ruang. Lalu dimana ke-MAHABESARAN-an Allah (Allahu
Akbar)? Padahal Allah SWT justru yang menciptakan ruang dan waktu. Allah SWT
terbebas dari ruang dan waktu. Allah SWT-lah yang meliputi ruang, waktu dan
segala ciptaan-Nya.
“Kepunyaan
Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu” (QS. An-Nisaa’ 4:126).
Kedua, Kalau Allah SWT di atas dan manusia di
bawah, berarti antara manusia dengan Allah SWT berjarak tidak hanya semester atau
10 meter, tapi beribu-ribu milyar jaraknya. Benarkah demikian? Betapa jauhnya
Allah SWT dari kita. Seolah-olah Allah SWT setelah menciptakan alam semesta dan
isinya, Dia “duduk” di suatu tempat, mengawasi perilaku manusia dari “atas”
sana dan cukup menerima laporan dari malaikat pencatat amal manusia. Ibarat
seorang raja yang cukup berdiam diri di istana dan cukup menerima laporan dari
para tilik sandi yang bekerja di lapangan. Padahal Al-Qur’an tidak
meng-informasi-kan demikian. Allah SWT itu sangat…sangat…sangat dan sangat dekat,
malah lebih dekat dari urat leher kita.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih
dekat kepadanya daripada urat lehernya”. (QS. Qaaf 50:16).
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. Al-Baqarah 2:186).
Kalau demikian penjelasan, lalu bagaimana anda menanggapi
pernyataan kalimat yang menyatakan, “Apa yang terjadi pada saya, semua saya
serahkan kepada yang di atas”? Masih percayakah anda dengan pernyataan
tersebut? Lalu dimana tugas para pemegang otoritas agama? Mengapa mereka
melakukan pem-biar-an-pem-biar-an yang berujung pada keyakinan (iman) umatnya? Saya
hanya menyarankan kepada para pembaca agar pandai-pandailah kita mengolah
informasi yang kita terima, jangan sampai keimanan kita disesatkan tanpa kita
sadari.
Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan
referensi ke-agama-an pembaca, silahkan download E-Book
(Electronic Book) saya MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAHdan MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. Semoga bermanfaat. Amin ya Rabbal’alamiin.
Marilah kita tetap ISTIQOMAH
untuk meraih ridha Allah SWT!!!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan FC
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang
Memang Benar
BalasHapusTerima kasih mas Saipul Bahri atas koment-nya
BalasHapus