DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Kamis, 09 Mei 2013

Antara Muhammad yang Ummi dan Muhammad yang Nabi

Antara Muhammad yang Ummi dan Muhammad yang Nabi


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Al-Qur’an adalah pedoman, dan petunjuk bagi umat manusia untuk mengenal Tuhannya. Al-Qur’an adalah himpunan kitab-kitab sebelumnya sekaligus kitab yang sempurna karena Allah SWT memberikan dan menambahkan ayat-ayat terang kepada Rasulullah Muhammad SAW. Jadi isi Al-Qur’an tidak hanya berisi tentang cara beribadah, namun juga ada ilmu pengetahuan dan sejarah para nabi/rasul.

            Ada hal yang menarik kita bahas kali ini yang berhubungan dengan sejarah para rasul dalam ber-makrifatullah. Kita ambil contoh saja apa yang dilakukan oleh nabi Ibrahim AS, Musa AS dan Muhammad SAW.

a. Nabi Ibrahim AS
Seperti sering kita dengar dalam tausyiah atau saat membaca Al-Qur’an bahwa perjalanan spiritual nabiyullah Ibrahim AS untuk “mencari” Allah SWT mendapat tentangan dari berbagai pihak, baik itu dari raja Namrud, masyarakat, maupun dari bapaknya.  Sikap Ibrahim AS yang tegas menentang penyembahan berhala mendapat reaksi keras sehingga beliau di usir dari tanah kelahirannya.

Pengusiran inilah yang menjadi titik awal Ibrahim AS dalam berma’rifatullah. Dalam perjalanannya yang tanpa tujuan tersebut, justru kesadaran beliau tumbuh untuk mencari Tuhannya manusia. Ketika beliau melihat matahari, bintang, atau bulan yang dikiranya Tuhan, namun seiring dengan tumbuhnya kesadaran beliau maka yang terjadi kemudian adalah menafikkan semua itu karena benda-benda langit timbul dan tenggelam sesuai dengan peredaran waktu. Jadi sifatnya tidak kekal (QS. Al-An’aam 6:75-77)

Dalam kelelahan dan keterputus-asaan dalam mencari Allah SWT, kemudian beliau memutuskan beristirahat (bertahanut dan berdzikir) di atas bukit. Inilah cara jihad nabi Ibrahim AS untuk melawan hawa nafsu (jihaddul akbar). Tidak berapa lama kemudian turunlah perintah dari Allah SWT kepada beliau agar menghadapkan “dirinya” dengan lurus (hanif) kepada “wajah” Allah SWT  sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an.

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.(QS. Al-An’aam 6:79)

Ketika beliau berdiam diri menghadapkan dirinya kepada Allah SWT secara hanif (lurus dan tidak syirik) dan atas bimbingan-Nya, maka beliau baru dapat berma’rifatullah. Beliau dapat berjumpa dengan Allah SWT, kemudian terjadilah “serah terima” antara nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT. Beliau berserah diri atas segala hal yang meliputi shalat, ibadah, hidup dan mati beliau kepada Allah SWT sebagai bukti bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas rahmat dan karunia-Nya. Setelah proses serah terima ini terjadi maka Allah SWT memberikan derajat kepada Ibrahim AS sebagai orang yang pertama (awal) muslim dan mendapat Shuhuf (catatan) sebagai pedoman beribadah kepada-Nya.

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah/muslim)." (QS. Al-An’aam 6:162-163)

            Atas peristiwa yang fenomenal tersebut, selain diabadikan dalam Al-Qur’an, ketiga ayat tersebut di atas juga dibaca oleh setiap umat islam setelah bertakbir ketika mendirikan shalat lima waktu maupun shalat sunnah lainnya hingga saat ini.

b. Nabi Musa AS
Hal yang dilakukan nabi Musa AS, tidak berbeda jauh dengan apa yang dikerjakan nabi Ibrahim AS. Ketika Musa AS berkeinginan bertemu dengan Tuhannya untuk membuktikan bahwa  Allah SWT itu Maha Ada, maka beliau bertahanut dan berpuasa selama 30 hari di bukit Tursina atas perintah Allah SWT. Di hari yang ke-30, Allah SWT memerintah Musa AS melihat “wujud” Tuhan di bukit tersebut. Tetapi apa yang terjadi? Bukit itu luluh lantak tidak mampu menampung Dzatullah dan Musa AS pingsan. Dalam kondisi pingsan ini (ar-ruh) kembali ke Allah SWT, Musa AS menyaksikan “berjumpa” dengan Allah SWT. Tidak heran ketika beliau siuman dari pingsannya, maka pertama-tama yang terucap dari bibir dan hatinya adalah pengakuan iman. Atas kondisi ini Allah SWT mengangkat derajat Musa AS menjadi orang pertama yang mukmin.  

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman (mukmin)."( QS. Al-A’raaf 7:143)

Kemudian Allah SWT memerintahkan beliau untuk menambah puasa dan bertahanut selama 10 hari sehingga genap 40 hari. Pada 10 hari berpuasa inilah, setiap harinya Nabi Musa AS mendapat pengajaran dari Allah SWT. Itu mengapa kitab Taurat disebut juga dengan Ten Commandement (10 Perintah Tuhan) sebagai pedoman beribadah kepada Allah SWT.

c. Rasulullah Muhammad SAW
Demikian pula yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW untuk berjumpa dengan Allah SWT dengan menyempatkan diri beberapa waktu untuk bertahanut/bertafakur di gua hira’ di setiap tahunnya. Setelah beberapa tahun menjalaninya, barulah beliau ditakwakan Allah SWT dengan Asma-Nya sebagaimana telah saya uraikan pada sub bab sebelumnya dan mendapat wahyu pertama yaitu Surat Al-Alaq 96:1-5 di gua Hira. Rasulullah Muhammad SAW mendapat derajat dari Allah SWT sebagai orang yang pertama muttaqin dan diangkat menjadi seorang nabi.

Beliaulah dikaruniai derajat tertinggi di antara para nabi/rasul karena dapat berjumpa Allah SWT dalam kesadarannya dengan memanfaatkan lima potensi dalam diri beliau sehingga agama fitrah berfungsi.

Dari ketiga peristiwa di atas yang dilakukan dan dialami oleh para nabiyullah dapat disimpulkan : Pertama, Untuk berjumpa dengan Allah SWT diperlukan olah spiritual (batiniyah) dengan bertahanut. Makna kata bertahanut pada intinya juga tidak berbeda dengan khalwat, tafakur, wukuf dan i’tikaf yang disertai dzikrullah. Hanya istilah bahasa dan waktunya saja yang membedakan, namun hakikatnya sama yaitu ingin berjumpa dengan Allah SWT.

Kedua, Bahwa setiap nabi diberikan derajat yang berbeda saat pertama kali berma’rifatullah. Nabi Ibrahim AS yang pertama diberi derajat muslim, Nabi Musa AS yang pertama diberi derajat mukmin karena telah melalui tahap apa yang dilakukan Ibrahim AS, sementara  Rasulullah SAW yang pertama mendapat derajat muttaqin karena telah melalui tahapan apa yang dilakukan oleh Ibrahim AS dan Musa AS.  Tentu saja para nabi/rasul ini tetap menjalankan (istiqomah) laku tahanut (dzikrullah) sehingga masing-masing menggapai maqam tertinggi sesuai yang dikaruniakan Allah SWT kepada masing-masing utusan-Nya.

Ketiga, Sebelum para nabi mendapat kitab atau shuhuf sebagai pedoman untuk beribadah kepada Allah SWT maka hati mereka harus bersih dan suci, karena tidak mungkin hati seorang manusia mampu memahami takwil dan mendapat pengajaran Allah SWT atas wahyu bila hatinya masih kotor. Ketiga nabi ini terlebih dahulu belajar iman kepada Allah SWT, selaku pemberi iman kepada manusia.

Apa yang diinformasikan Allah SWT dalam Al-Qur’an tentang apa yang dilakukan oleh para utusannya sekaligus memberikan hikmah kepada umat islam bahwa setiap derajat harus diperjuangkan. Di setiap derajat ada tanda dan buktinya, bukan sebatas pengakuan diri dari lisannya bahwa dirinya telah berislam, beriman, dan bertakwa. Jadi derajat muslim, mukmin, muttaqin dan muhlasin harus diperjuangkan dengan perilaku, bukan merupakan satu paket yang secara otomatis melekat ketika hanya bersyahadat secara lisan.

“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (QS. Al-An’aam 6:132).

            Keempat, Setiap nabi melakukan jihaddun an-nafs (jihaddun akbar) yaitu jihad memerangi hawa nafsu sebagai proses pembersihan diri dari penyakit hati, sehingga ar-ruh dapat berkuasa atas diri ini dan dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifatullah fil al-Ardi (duta di bumi). Itu mengapa sebagai titik awal untuk menggapai derajat muslim, kemudian naik menjadi mukmin, muttaqin dan muhlasin, baik nabi Musa AS, Rasulullah Muhammad SAW dan umat islam harus melakukan hal sama (mencontoh) seperti apa yang dikerjakan Ibrahim AS, yaitu bertahanut. Allah SWT dalam Al-Qur’an pun secara jelas telah memerintahkan hal tersebut sebagaimana diabadikan dalam beberapa ayat berikut ini.

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”.( QS. An-Nahl 16:123)

“Dan berjihadlah (Memerangi An-Nafs) kamu pada jalan Allah dengan jihad sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia  sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi  saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong” (QS. Al-Hajj 22:78)

Apa yang dilakukan para nabi di atas juga dilakukan oleh Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali. Demikian pula dengan para waliyullah seperti Sunan Kalijaga berkhalwat dan berpuasa di pinggir sungai atas bimbingan Sunan Bonang, Sunan Muria bertahanut di puncak gunung Muria, Sunan Gunungjati bertafakur di gua Datul Kahfi di Cirebon, dan lain-lain.

      Pertanyaannya sekarang, pernahkah kita meneladani perilaku para rasul, dan waliyullah belajar iman kepada Allah SWT? Pernahkah kita pernah belajar, meneladani dan memposisikan diri menjadi Muhammad yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis/ Maa ana bil qorii/sebelum diangkat menjadi Nabi oleh Allah SWT) dan melakukan jihaddun an-nafs sehingga Allah SWT berkenan mengangkat derajat Muhammad yang ummi menjadi seorang nabi (dengan kecerdasan spiritual yang luar biasa) dan diberikan Al-Qur’an sebagaimana yang dialami Ibrahim AS (mendapat Shuhuf) dan Musa AS (mendapat Taurat)? sehingga ke-tauhid-an mereka dalam beribadah kepada Allah SWT tidak diragukan lagi. Pernahkah anda paham pada posisi manakah derajat anda pada saat ini?  Muslim, mukmin, muttaqin atau muhlasin? Pernahkan anda dalam beragama benar-benar Haqqul Yaqin (paham) bahwa Allah SWT itu ada dan amal ibadah anda telah dibenarkan (diterima) oleh Allah SWT karena anda telah mengalami proses sebelumnya yaitu yaqin (belajar), Ilmu Yaqin (menjalani) dan ‘ainul yaqin (mengalami)?
           
      Pertanyaan ini tidak mungkin saya jabarkan dalam artikel ini yang memiliki keterbatasan tempat. Bila pembaca ingin mendapat jawaban silahkan download E-Book (Electronic Book) saya  yang berjudul  MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH dan  MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. Semoga bermanfaat. Amin ya Rabbal’alamiin.


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan FC
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim

2 komentar:

  1. cara manusia berjalalan pun tidak langsung berdiri tetapi dimulai dari merangkak. dari merangkak itulah dimulai belajar begitu pula kalo kita ingin beribadah seperti nabi harus juga mempelajari dari yang ummi. bukan yang langsung belajar saat sudah menjadi nabi..

    bener begitu ya mas iwan.. semoga saya juga difahamkan tentang rukun iman seperti mas iwan

    salam ar-Rahman ar-Rahim

    BalasHapus
  2. Betul Mas Indarto....semua perlu tahapan dan tidak langsung jadi atau instan....diperlukan niat yang hanif disertai sabar, ikhlas, tawakal dan istiqomah...sebagai umat islam tentunya kita mengikuti atau meneladani Rasulullah Muhammad SAW...Assalamu'alaikum Wr. Wb.

    BalasHapus