DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Selasa, 21 Mei 2013

KAYA MATERI DENGAN SHADAQAH?

KAYA MATERI DENGAN SHADAQAH?


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pada beberapa tahun belakangan ini, sering kita melihat tayangan di televisi (media elektronik) maupun membaca buku-buku ke-agama-an atau motivasi (media cetak) yang membahas tentang shadaqah (sedekah). Baik tayangan media elektronik maupun cetak membicarakan dahsyatnya orang bershadaqah. Intinya, bagi siapa saja yang mau ber-shadaqah tidak seperti pada umumnya maka harta/uang yang di-shadaqah-kan akan diganti oleh Allah SWT dengan harta/uang berlipat ganda. Bagi para pemegang otoritas agama mereka berpedoman pada firman Allah SWT yang berbunyi:

Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS.Al-An’aam 6:160).

            Benarkah ayat di atas ditafsirkan demikian? Bila kita bershadaqah (beramal) akan diganti dengan materi yang berlipat ganda? Misal anda ber-shadaqah Rp. 100.000,- maka akan diganti (dibalas) Allah SWT dengan rejeki sebesar Rp. 1.000.000,- (10 kali lipat)? Saya kira terlalu naif dan berpandangan sempit bila makna ayat (beramal) di atas diukur dengan standarisasi materi. Ayat di atas sebenarnya lebih mencerminkan bila seseorang bershadaqah (sedekah/amal) maka akan mendapat 10 kebaikkan dari perbuatan (amal ibadah) yang dikerjakan. Misalnya anda membantu orang fakir miskin, maka apa yang anda lakukan dengan ikhlas akan dikenang oleh orang yang anda bantu, meskipun anda tidak mengharapkan itu karena yang anda lakukan didasari oleh ke-ikhlas-an dan jauh dari riya’ (melakukan sesuatu ibadah karena ingin dinilai orang). Inilah salah satu contoh kebaikkan yang anda terima karena beramal.

            Dalam Al-Qur’an pun Allah SWT dengan tegas melarang kepada kita bahwa jangan berharap kita akan mendapatkan balasan (pengganti yang lebih) berupa materi atas materi (shadaqah) yang kita berikan.

“dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak”. (QS. Al-Muddassir 74:6).

            Sebagai orang yang beriman tentunya kita harus sadar bahwa beramal (shadaqah/sedekah) harus didasari dengan ke-ikhlas-an dan semata-mata berharap akan ridha Allah SWT, bukan didasari dengan keinginan (nafsu) agar Allah SWT mengganti harta yang kita shadaqahkan. Apa jadinya bila kita beramal shaleh didasari nafsu seperti ini? Dapat dipastikan bahwa apa yang anda shadaqahkan didasari oleh ketidak-ikhlasan dan riya’, bukan semata-mata mengharap ridha Allah SWT.

            Semasa hidupnya, Rasulullah Muhammad SAW pun menyontohkan tentang cara bersedekah. Beliau tidak pernah menyimpan uang seperser pun ketika akan berangkat tidur. Bila malam itu masih ada uang tersisa, maka beliau akan keluar rumah untuk mencari orang yang membutuhkannya untuk men-shadaqah-kan uang tersebut. Rasulullah SAW tidak berharap apa-apa (apalagi agar Allah SWT mengganti uang tersebut berlipat ganda). Semua didasari oleh ke-ikhlas-an dan membantu umatnya yang kekurangan. Adapun masalah rejeki, beliau yakin bahwa Allah SWT Maha Kaya (Ar-Razaq) dan menjamin rejeki masing-masing manusia. Beliau tidak pernah berpikir tentang besok, karena besok adalah ghaib (kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada diri kita, karena ini rahasia Allah SWT).

Rejeki adalah bagian dari takdir manusia yang telah ditetapkan Allah SWT pada saat berumur 120 hari (4 bulan) dalam rahim ibu, Allah SWT menyertakan 4 (empat) perkara (takdir) pada janin tersebut bersamaan dengan ditiupkan ar-ruh (al-Fitrah Al-Munazalah) ke dalam tubuh calon manusia dan takdir tidak bisa diubah, sebagaimana bunyi hadits qudsi berikut ini.

”Sesungguhnya setiap orang diantaramu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya 40 hari berbentuk nutfah, kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian menjadi gumpalan seperti potongan daging selama itu juga, kemudian diutuslah kepadanya malaikat, lalu meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan atasnya (menulis) 4 perkara : Ketentuan rezekinya, ketentuan ajalnya, amalnya dan ia celaka atau bahagia...” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari penjelasan sedikit di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
  1. Apa yang disampaikan beberapa pemegang otoritas agama atau motivator yang sering kita dengar di televisi, seminar maupun buku-buku perlu dikaji ulang kebenarannya.
  2. Janganlah kita beramal ibadah (shadaqah) berharap dapat pengganti materi yang berlipat ganda. Ini jauh dari syariat agama. Beramal, apapun bentuknya semata-mata untuk berharap ridha Allah SWT dan didasari ke-ikhlas-an. Bukan materi sebagai tujuan utamanya.
  3. Secara jelas, Allah SWT dalam Al-Qur’an pun melarang dan menegaskan bahwa tidak mungkin kita berharap lebih dari apa yang kita berikan.

Demikian sedikit uraian yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat. Amin.

Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!

Untuk menambah wawasan beragama anda silahkan download E-Book (Electronic Book) Pertama saya yang berjudul : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAHdan E-Book Kedua : MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar