DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Jumat, 31 Mei 2013

TIRAI PENGHALANG UNTUK MENGENAL TUHAN (2)

TIRAI PENGHALANG UNTUK MENGENAL TUHAN (2)


Saat kita (bayi) lahir di dunia dalam keadaan fitrah,  namun seiring dengan bertambahnya umur secara tidak sadar, perlahan namun pasti, lingkungan telah mempengaruhi dan menciptakan hijab-hijab (tirai penutup/penghalang) yang tidak pernah disadari sang bayi. Hijab itu bisa berasal dari manusia (keluarga atau masyarakat) maupun keindahan dunia yang begitu mempesona (materi). Hijab semakin hari semakin membelenggu ar-Ruh (Amr Tuhan). Pemberian nama kepada bayi adalah salah satu tirai pertama yang menutup kefitrahan manusia.
Saat bayi berusia 6 bulan sampai dengan 1 tahun dan otak logikanya mulai berfungsi, maka dia mulai mengerti bahwa dirinya-lah yang bernama si-X (misalnya). Kemudian secara kontinyu hijab-hijab lain mulai menyusul, terbentuk dan mempersempit ruang gerak ar-ruh. Pengakuan berupa diri seperti ini hidungku, mataku, telingaku, kakiku dan semua yang menjadi anggota badannya semua diklaim sebagai miliknya.
            Hijab itu semakin pekat dan kuat ketika sang bayi mulai berjalan, beranjak remaja dan dewasa,  sehingga segala yang berada di sekitarnya di-aku sebagai miliknya. Mulai dari orang tuaku, istri/suamiku, anakku, uangku, rumahku, mobilku, hasil kerjaku, perusahaanku, dan lain sebagainya. Semua serba aku. Jadi kemusyrikan tertinggi sebenarnya pengakuan diri sehingga ar-ruh yang semestinya bertugas sebagai khalifah di muka bumi ini perlahan-lahan tenggelam dan terbungkus oleh nafsu yang mengajak kepada kepemilikan atas materi yang sebenarnya bukan hak manusia namun hanya pinjaman (fasilitas) dari  Allah SWT untuk digunakan beribadah kepada-Nya. Kondisi inilah yang menyebabkan ar-ruh hanya bisa menangis karena terpenjara oleh hati yang fujur dan jiwa yang tertutup (terkunci) sehingga selalu mengajak kepada keburukan, kenistaan dan kehinaan, kecuali nafsu yang telah dirahmati Allah SWT (nafsu muthmainah).
Menurut ahli filsafat yang bernama Plato menguraikan mengenai pengetahuan (kesadaran), bahwa manusia itu dilahirkan dengan mengetahui segala sesuatu. Pengetahuan adalah bawaan, termasuk pengetahuan tentang baik dan buruk, benar dan salah. Seorang bayi hidup sangat dekat dengan kebenaran, namun, sementara dia tumbuh, dia lupa dan jatuh ke dalam kebodohan (Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, 2002, hal. 183).
Ketika dewasa, kebanyakan di antara kita telah melupakan diri kita yang asli dan dalam, serta kebijaksanaan besar yang mereka miliki. Kita kehilangan kepercayaan pada diri sendiri dan berpaling kepada aturan eksternal untuk mendapatkan bimbingan (atau pengajaran dari Tuhannya~pen.). Dengan demikian tantangannya adalah bagaimana cara untuk mendapatkan kembali spontanitas (fitrah) kanak-kanak yang hilang, yang diperkuat dengan disiplin, pengalaman, dan kebijaksanaan orang dewasa—serta kerendahan hati yang tak habis-habisnya. Kita harus selalu bersedia menguji “kebenaran batin” kita terhadap konsekuensinya di dunia luar. (Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, 2002, hal. 184).
Apa yang dikatakan Plato memang ada benarnya. Bayi terlahir dalam keadaan suci (ar-ruh) dan memiliki sifat serba tahu karena merupakan amr Tuhan. Namun ketika dewasa dan seiring berjalannya waktu, ar-ruh terkena seperangkat aturan manusia yang benar salahnya sifatnya relatif, doktrin-doktrin, dan lain-lainnya. Kondisi ini menyebabkan an-nafs telah menguasai ar-ruh sehingga manusia terhijab dari kebenaran Tuhan.
Bila nafsu berkuasa atas ar-ruh maka tugas manusia sebagai khalifatullah untuk memakmurkan dunia beserta isinya akan digantikan oleh sifat kerakusan, kesombongan, mau menang sendiri, iri, dengki, dan penyakit hati lainnya. Sang fitrah telah ternoda (terhijab) dengan hal-hal yang menyilaukan pandangan mata dan meniru sifat-sifat syaitan.
Itu mengapa kebanyakan manusia sekarang ini lebih dikuasai oleh nafsunya, bukan dikendalikan oleh ar-Ruh (Amr Tuhan) untuk menjalankan fungsinya sebagai khalifatullahi fi al-ardi (utusan Allah di bumi) yaitu untuk mengelola dan memakmurkan penghuninya! Itu juga yang terjadi mengapa bashiroh tidak mampu melawan hawa nafsu meskipun manusia itu menyadari bahwa tindakannya melanggar perintah Tuhan! Itu mengapa banyak manusia mengaku beragama, dan ber-Tuhan namun tidak mampu mengejawantahkan amar ma’ruf nahi munka. Itu mengapa dalam beribadah (shalat) kita tidak bisa khusyu’ sehingga tidak dapat “berjumpa”, berkomunikasi, berdialog, dan berkeluh kesah kepada Allah SWT
Demikian sekelumit pokok bahasan TIRAI PENGHALANG UNTUK MENGENAL TUHAN. Semoga bermanfaat. (Petikan E-BOOK Pertama saya yang berjudul “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH DALAM BERMA’RIFATULLAH)

Untuk menambah wawasan beragama anda silahkan download E-Book (Electronic Book) Pertama saya yang berjudul : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH  dan MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. Semoga bermanfaat di dunia dan akhirat. Amin.


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar