DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Tampilkan postingan dengan label isra' mi'raj. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label isra' mi'raj. Tampilkan semua postingan

Minggu, 30 Juni 2013

MISTERI ISRA' MI'RAJ (3-Selesai)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Pertanyaan selanjutnya adalah kalau Rasulullah Muhammad SAW dan umat islam dapat mi’raj atas ijin-Nya, lalu bagaimana dengan para nabi-nabi yang lainnya? Apakah mereka juga diperjalankan (mi’raj) agar dapat berdialog dengan Allah SWT? Jawabannya IYA. Di dalam Al-Qur’an secara tersirat Allah SWT menginformasikan demikian. Di bawah ini adalah beberapa ayat yang menerangkan bahwa para nabi lain pun diperjalankan Allah SWT untuk mi’raj.

  1. Nabi Muhammad SAW.
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Isra’ 17:1).

  1. Nabi Ibrahim AS.
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. (QS. Al-An’aam 6:75).

  1. Nabi Musa AS
untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar, (QS. Thaahaa 20:23).

  1. Nabi Isa AS.
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara. (QS. An-Nisaa’ 4:171).

            Peristiwa mi’raj ini sebenarnya sebagai pembuktian (syahadat) seseorang. Jadi syahadat-nya bukan sebatas pengucapan dibibir (iqrar bil lisan), namun sampai mengalami Ma’rifatullah bil Qalbi dan amalan bi arkan, sehingga tidak ada keraguan sedikit pun bahwa memang Allah SWT itu adalah ESA dan Tuhannya segala apa yang di langit dan di bumi.
           
Dalam pencapaian ini tentu kita harus meneladani bagaimana cara ber-spiritual para nabi dalam berma’rifatullah (baca artikel saya yang berjudul  Antara Muhammad Yang Ummi dan Muhammad Yang Nabi). Umat islam pun sejatinya harus meneladani berspiritual para nabi untuk membuktikan (bersaksi/bersyahadat) bahwa Tiada Tuhan Selain Allah. Oleh karena itu, Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk untuk pembuktian tersebut sehingga umat islam benar-benar yakin bahwa Allah SWT itu ESA. Tanpa meneladani cara ber-spiritual para nabi dan paham isi Al-Qur’an mustahil kita dapat membuktikan bahwa Allah SWT itu ESA sebagaimana yang dialami para nabi.

“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran”. (QS. Ibrahim 14:52)

            Lalu apa arti Esa itu, secara tersurat Allah SWT telah menginformasikan dalam Al-Qur’an, “Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya” (QS. Al-Isra’ 17:43).

            Meski Allah SWT telah menginformasikan demikian, tentu anda masih mengalami “kebingungan”. Mengapa? Karena semua itu diperlukan proses mulai dari yaqin, ilmu yaqin (belajar), a’inul yaqin (mengalami) dan haqqul yaqin (memahami). Kalau anda membaca artikel ini maka anda baru memasuki proses ilmu yaqin, belum sampai masuk tahapan a’inul yaqin apalagi haqqul yaqin. Untuk mencapai tahapan berikutnya diperlukan ke-istiqomah-an dan riyadloh dalam mengamalkan dan meneladani cara ber-spiritual para nabi, sehingga pada waktu tertentu Allah SWT akan berkenan memperkenalkan siapa dirinya kepada anda, sebagaimana bunyi ayat, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaahaa 20:14).

          Lalu bagaimana cara berspiritual para nabi sehingga Allah SWT berkenan men-syahadatkan kita? Silahkan download E-BOOK pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH (Silahkan klik judul E-Book di sebelah yang berwarna merah, kemudian baca syarat dan ketentuannya untuk mendapat E-Book tersebut). Anda juga dapat mendownload E-BOOK kedua saya yang berjudul :  MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH (Silahkan klik judul E-Book di sebelah yang berwarna merah, kemudian baca syarat dan ketentuannya untuk mendapat E-Book tersebut).  

            Demikian sedikit uraian saya, semoga bermanfaat di dunia dan akhirat. Amin ya Rabbal’alamiin.

Tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang



Jumat, 28 Juni 2013

MISTERI ISRA' MI'RAJ (2)


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Sedikit banyak bagaimana peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi telah saya bahas dalam artikel saya yang berjudul Misteri Isra' Mi'raj (1) namun demikian ada hal yang menarik lainnya untuk kita bahas dibalik peristiwa Isra’ Mi’raj yang dialami Rasulullah SAW, salah satunya adalah ketika beliau bertemu dengan beberapa ruh beberapa nabi disetiap tingkatan “langit” yang berjumlah 7 (tujuh) lapis dan tentang kefitrahan. Ada misteri apa dibalik peristiwa itu? Dalam suatu hadits dijelaskan sebagaimana berikut ini:

Hadist riwayat Malik bin Sha`sha`ah ra., ia berkata: Nabi saw. bersabda, “Ketika aku sedang berada di dekat Baitullah antara tidur dan jaga, tiba-tiba aku mendengar ada yang berkata: Salah satu dari tiga yang berada di antara dua orang. Lalu aku didatangi dan dibawa pergi. Aku dibawakan bejana dari emas yang berisi air Zamzam. Lalu dadaku dibedah hingga ini dan ini. Qatadah berkata: Aku bertanya: Apa yang beliau maksud? Anas menjawab: Hingga ke bawah perutnya. Hatiku dikeluarkan dan dicuci dengan air Zamzam, kemudian dikembalikan ke tempatnya dan mengisinya dengan iman dan hikmah. Lalu aku didatangi binatang putih yang disebut Buraq, lebih tinggi dari khimar dan kurang dari bighal, ia meletakkan langkahnya pada pandangannya yang paling jauh. Aku ditunggangkan di atasnya. Lalu kami berangkat hingga ke langit dunia. (Sampai di sana) Jibril minta dibukakan. Dia ditanya: Siapa ini? Jibril menjawab Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Muhammad saw. jawab Jibril. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Ya, jawabnya. Malaikat penjaga itu membukakan kami dan berkata: Selamat datang padanya. Sungguh, merupakan kedatangan yang baik. Lalu kami datang kepada Nabi Adam as. (selanjutnya seperti kisah pada hadis di atas). Anas menjelaskan bahwa Rasulullah bertemu dengan Nabi Isa as. dan Nabi Yahya as. di langit kedua, di langit ketiga dengan Nabi Yusuf as. di langit keempat dengan Nabi Idris as. di langit kelima dengan Nabi Harun as. Selanjutnya Rasulullah saw. bersabda: Kemudian kami berangkat lagi. Hingga tiba di langit keenam. Aku datang kepada Nabi Musa as. dan mengucap salam kepadanya. Dia berkata: Selamat datang kepada saudara dan nabi yang baik. Ketika aku meninggalkannya, ia menangis. Lalu ada yang berseru: Mengapa engkausujud 2 menangis? Nabi Musa menjawab: Tuhanku, orang muda ini Engkau utus setelahku, tetapi umatnya yang masuk surga lebih banyak daripada umatku. Kami melanjutkan perjalanan hingga langit ketujuh. Aku datang kepada Nabi Ibrahim as. Dalam hadis ini dituturkan, Nabi saw. bercerita bahwa beliau melihat empat sungai. Dari hilirnya, keluar dua sungai yang jelas dan dua sungai yang samar. Aku (Rasulullah saw.) bertanya: Hai Jibril, sungai apakah ini? Jibril menjawab: Dua sungai yang samar adalah dua sungai di surga, sedangkan yang jelas adalah sungai Nil dan Furat. Selanjutnya aku diangkat ke Baitulmakmur. Aku bertanya: Hai Jibril, apa ini? Jibril menjawab: Ini adalah Baitulmakmur. Setiap hari, tujuh puluh ribu malaikat masuk ke dalamnya. Apabila mereka keluar, tidak akan masuk kembali. Itu adalah akhir mereka masuk. Kemudian aku ditawarkan dua bejana, yang satu berisi arak dan yang lain berisi susu. Keduanya disodorkan kepadaku. Aku memilih susu. lalu dikatakan: Tepat! Allah menghendaki engkau (berada pada fitrah, kebaikan dan keutamaan). Begitu pula umatmu berada pada fitrah. Kemudian diwajibkan atasku salat lima puluh kali tiap hari. Demikian kisah seterusnya sampai akhir hadits.” (Shahih Muslim No.238)
           
Dari peristiwa di atas ada dua hal yang akan saya bahas disini, yaitu : Pertama, Bertemunya Rasulullah Muhammad SAW dalam peristiwa mi’raj ini menandakan bahwa beliau diberikan derajat Allah SWT sebagai seorang nabi. Inilah cara Allah SWT “melantik” dan memberikan “Surat Keputusan/SK” bahwa seseorang ditunjuk sebagai utusan-Nya. Demikian pula para pengganti para nabi yaitu ulil amri (waliyullah dan alim ulama), mereka pun akan dipertemukan dengan orang-orang yang memiliki derajat yang sama saat diperjalankan Allah SWT pada waktu mi’raj sebagai tanda dan bukti bahwa Allah SWT telah “melantik” dan memberikan “SK” atas dirinya sebagai utusan-Nya (baca juga artikel saya yang berjudul NGGAK DILANTIK KOK MENGAKU-AKU (1,2,3))

Kedua, Bahwa hakikinya, baik itu Rasulullah Muhammad SAW maupun umatnya dapat melakukan mi’raj untuk “berjumpa”, berdialog, dan berkomunikasi dengan Allah SWT melalui shalat. Itu mengapa dalam suatu hadits Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, “Ash-Sholatu Mi’rajul Mu’miniin” (Shalat itu mi’raj-nya orang mukmin). Shalat adalah pertemuan antara hamba dengan Rabb-nya tanpa perantara siapapun dan dengan apapun. Itu mengapa sepulang dari Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW diperintahkan Allah SWT untuk mendirikan shalat fardlu 5 (lima) waktu sehari semalam sebagai sarana perjumpaan antara hamba dengan Khaliq-nya. Melalui shalat yang khusyu’-lah seorang hamba akan dapat berjumpa dengan Allah SWT sebagaimana bunyi firman-Nya,

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah 2:45-46).

            Ketiga, lalu siapa sebenarnya dari diri kita yang dapat berjumpa dengan Allah SWT? Tentu saja yang sifatnya immaterial. Apa itu? Amr Tuhan (ruh). Untuk berjumpa dengan yang immaterial tentu saja sesuatu yang harus immaterial juga. Sebenarnya ruh kita pernah berjumpa dan diambil saksinya oleh Allah SWT sebelum “ditiupkan” ke dalam tubuh kita semasa masih di dalam kandungan ibu di usia 4 (empat) bulan. Namun seiring dengan kelahiran dan kedewasaan kita, banyak hal yang menyebabkan ruh kita terkurung (terhijab) oleh  nafsu dan jiwa yang fujur.

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS. Al-A’raaf 7:172).

            Untuk itu diperlukan ke-fitrah-an agar ruh kita berkuasa atas diri ini. Mengapa? Karena tidak mungkin sesuatu yang kotor dapat berjumpa dengan Yang Maha Suci. Lalu bagaimana caranya agar kita meraih ke-fitrah-an? Dengan meneladani cara Rasulullah SAW sehingga Allah SWT berkenan “membersihkan” diri kita sebagaimana keterangan hadits di atas yang merupakan penjelasan ayat Al-Qur’an, yaitu Allah SWT membersihkan hati (dada) kita dari nafsu dan jiwa yang fujur (penyakit hati).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nur 24:21).

Dan Kami cabut segala macam dendam (penyakit hati) yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran." Dan diserukan kepada mereka: "ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan." (QS. Al-A’raaf 7:43).

Apa yang dilakukan Rasulullah Muhammad SAW untuk meraih ke-fitrah-an? Hal apa yang mesti kita (umat islam) amalkan?  Untuk jawabannya silahkan men-download E-Book (Electronic Book) saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH (silahkan klik kalimat berwarna merah disebelah untuk melihat beberapa syarat dan ketentuan). Bila anda berkenan, silahkan download juga E-Book kedua saya yang berjudul MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH (silahkan klik kalimat berwarna  merah disebelah untuk melihat beberapa syarat dan ketentuan). Silahkan membaca, semoga bermanfaat di dunia dan akhirat. Amin Ya Rabbal’alamiin.

Tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Sabtu, 18 Mei 2013

MISTERI ISRA' MI'RAJ

MISTERI ISRA’ MI’RAJ


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salah satu peristiwa keagamaan yang sampai saat ini tetap dipelihara dan diperingati setiap tahunnya oleh umat islam~khususnya di Indonesia~adalah  Isra’ Mi’raj yang tahun 2013 akan jatuh pada tanggal 6–Juni-2013. Inti dari peringatan ini sendiri adalah untuk memupuk keimanan, menggugah kesadaran ke-tauhid-an, dan mengambil hikmah dari peristiwa tersebut.

            Ada sebagian manusia yang menganggap bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan kejadian yang masih dianggap fenomenal sekaligus kontroversial hingga saat ini, karena sulit diterima oleh logika manusia. Bayangkan, Rasulullah Muhammad SAW diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa kemudian naik ke Sidratul Muntaha dan kembali lagi ke tempat semula hanya memerlukan waktu satu malam. Padahal jarak tempuh normal dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa pulang pergi secara normal diperlukan waktu 2 (dua) bulan dengan mengendarai unta sebagai sarana transportasi tercepat saat itu.

            Sebagai umat islam, kita harus meyakini dan mengimani peristiwa tersebut. Sebuah harga mati yang tidak bisa di tawar lagi. Diperlukan keimanan, bukan dilogikakan dengan otak (pikir). Otak tidak akan dapat mencerna wilayah ketuhanan disebabkan keterbatasan kapasitas. Hanya qalbu yang mampu memahami karena disinilah letak keimanan bersemayam.

Lebih jauh lagi, Allah SWT menerangkan kebenaran peristiwa Isra’  dalam Al-Qur’an Al-Karim, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Isra’ 17:1, “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

            Lalu bagaimana tentang perjalanan dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha? Apakah Allah SWT juga mewahyukan peristiwa tersebut dalam Al-Qur’an? Tentu saja ada. Hal ini semata-mata untuk meyakinkan dan memperkuat iman umat islam bahwa peristiwa yang dialami Rasulullah SAW bukanlah berita bohong dan mengada-ada meskipun sulit diterima logika manusia pada umumnya.

“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatan (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar” (QS. An-Najm 53:13-18).

            Dengan dua ayat di atas jelaslah sudah bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut memang terjadi. Tidak ada keraguan sedikit pun dalam keimanan kita. Semua isi al-Qur’an adalah kalam Illahi yang dijaga langsung keontentikannya oleh Allah SWT sendiri.

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (QS. Hijr 15:9)

Sementara dalam literatur islam, diceritakan bagaimana Rasulullah SAW berusaha meyakinkan umat islam dan kaum musyrikin quraisy yang menuduhnya berbohong dengan cara menyampaikan bukti-bukti perjalanan tersebut. Pertama, Muhammad SAW mampu menerangkan dan menceritakan kondisi Baitul Aqsa kepada sahabatnya, Abu Bakar ra dan di depan khalayak ramai. Padahal beliau belum pernah pergi ke tempat tersebut sebelum peristiwa Isra’. Apa yang diceritakan Rasulullah SAW tentang kondisi Baitul Aqsa dibenarkan sahabatnya karena Abu Bakar ra pernah mengunjungi tempat tersebut.

Kedua, Muhammad SAW juga menceritakan bahwa selama perjalanan pulang, beliau melewati 2 (dua) kafilah dan menuturkan kondisi  mereka. Bahkan beliau juga menggambarkan warna unta yang ditunggangi masing-masing kafilah. Hal ini diceritakan sebelum kedua rombongan kafilah itu datang ke Mekah, maka tatkala rombongan ini datang, semua  yang diceritakan Rasulullah SAW sama persis dan dibenarkan oleh para kafilah tersebut. Penuturan dan bukti ini disaksikan langsung oleh sebagian besar masyarakat Mekah. Meski demikian, kaum musyrikin quraisy dan sebagian umat islam yang masih tipis imannya kembali murtad. dan tetap tidak mempercayai peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut..
           
Dua Kutub

Tulisan ini tidak akan membahas lebih jauh tentang kebenaran Isra’ Mi’raj, karena bukti yang ada sudah jelas. Saya akan membahas misteri perisitiwa ini yang hingga kini masih menjadi polemik dan menyisakan pertanyaan di kalangan umat islam, yaitu tentang bagaimana sebenarnya perjalanan Isra’ Mi’raj yang ditempuh Rasulullah SAW. Disini terjadi perbedaaan pemahaman dan diskursus yang hingga kini belum mendapatkan titik temu. Paling tidak ada 2 (dua) kelompok yang memiliki pandangan berbeda.

Kelompok pertama, mereka yang berpendapat bahwa Rasulullah SAW menempuh perjalanan tersebut mengendarai Bouraq (diilustrasikan dengan sejenis kuda bersayap yang berasal dari surga), dan  memiliki kecepatan melebihi kecepatan cahaya. Pendapat ini mengacu kepada informasi dari beberapa hadits yang dianggap shahih. Dengan mengendarai Bouraq inilah jarak tempuh yang begitu jauh bukan mustahil dapat dilalui dengan sekejab.

Adapun Kelompok kedua berpendapat bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj yang ditempuh Rasulullah SAW bukanlah mengendarai Bouraq karena dalam Al-Qur’an tidak ada informasinya. Selain itu, kelompok ini berpendapat bahwa tidak mungkin Allah SWT “melanggar” sunatullah (hukum Allah SWT) yang telah ditetapkannya. Sebagaimana yang diinformasikan dalam Al-Qur’an bahwa sunatullah tidak akan berubah dan berlaku untuk semua makhluk (tidak terkecuali Rasulullah SAW sebagai seorang manusia) hingga nanti datangnya hari kiamat.

“Sebagai suatu sunatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu”. (QS. Al-Fath 48:23).

            Tubuh manusia didesain Allah SWT agar senantiasa mentaati sunatullah. Tidak mungkin tubuh manusia bertahan meluncur melebihi kecepatan cahaya. Pasti akan hancur. Padahal kecepatan cahaya adalah kecepatan maksimal yang dapat dilampui materi berkisar 100.000.000.000.000 km.

Demikian pula yang terjadi ketika tubuh harus menembus luar angkasa (hampa udara) tanpa alat bantu. Pasti akan mati dan musnah. Hal ini dapat dibuktikan dari realita yang ada sekarang ini, bahwa astronout yang mengadakan perjalanan ke bulan saja membutuhkan baju khusus dan alat bantu oksigen untuk bernafas. Ilmu pengetahuan fisika juga mengungkapkan bahwa manusia tidak akan mampu hidup di ruang hampa. Suatu ruang kosong tanpa materi dan memiliki tekanan tinggi yang membuat tubuh manusia mendidih lalu hancur. Kelompok ini menyimpulkan bahwa yang menempuh perjalanan Isra’ Mi’raj adalah ruh (al-Fitrah al-Munazalah) Muhammad SAW, sementara tubuh beliau ada di Mekah. Literatur islam pun ada yang mencatat, bahwa saat peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi Rasulullah SAW sedang menginap (tidur) di rumah sahabatnya yang bernama Hindun.

            Dari dua pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan mengapa tidak diperoleh titik temu. Satu kelompok menilai dari sudut pandang agama, sementara kelompok lain menilai dari sisi ilmu pengetahuan saja. Di sinilah letak permasalahannya, karena masing-masing mendudukkan suatu problema secara parsial yang seharusnya digabungkan menjadi satu sehingga diperoleh solusi bersama. Padahal Al-Qur’an pun juga berisi ilmu pengetahuan untuk mengungkap misteri penciptaan alam semesta beserta isinya.

Lalu dari kedua pendapat ini mana yang mendekati kebenaran? Saya tidak berhak menilai, menghakimi dan memihak salah satu kelompok. Dalam artikel ini saya hanya menawarkan dan menyodorkan solusi, baik dari sisi Al-Qur’an maupun ilmu pengetahuan. Mengapa? Pada hakikinya ilmu pengetahuan (dunia dan akhirat) selaras dengan isi kandungan al-Qur’an. Tanpa ilmu pengetahuan dalam memahami kitabullah, maka manusia tersebut digolongkan dzalim sebagaimana  bunyi ayat berikut ini.

 Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun”.(QS. Ar-Rum 30:29)

Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

            Sebelum Rasulullah Muhammad SAW wafat, beliau pernah bersabda bahwa kelak umat islam akan terpecah menjadi 73 firqah dan hanya satu yang benar. Oleh karena itu, beliau berpesan kepada umatnya agar berpedoman kepada al-Qur’an dan sunnahnya, sehingga perpecahan dan perbedaan pendapat dapat dieliminir sekecil mungkin. Inilah dua “pusaka” yang benar-benar harus dipegang teguh umat islam mampu menyelesaikan perbedaan pendapat atas suatu permasalahan agama yang ada. Mengapa demikian pentingnya? Karena Al-Qur’an dan sunnah nabi cukup untuk beribadah kepada Allah SWT dan mampu memberikan solusi permasalahan hingga akhir zaman.

            Lalu bagaimana sebenarnya perjalanan Isra’ Mi’raj yang ditempuh Rasulullah SAW? Adakah ayat al-Qur’an yang menjelaskannya? Bagaimana dengan tinjauan ilmu pengetahuan? Sebelum menguraikan masalah ini saya ingin bertanya kepada pembaca, umumnya mengenai pendapat (versi) pertama. Selain alasan yang telah saya kemukakan sebelumnya, ada hal lain yang perlu mendapat penjelasan disini, yaitu “Apakah Bouraq yang merupakan makhluk dari surga juga termasuk ghaib/immaterial? Logikanya jawaban anda pasti iya. Mengapa? Karena makhluk ini berasal dari surga yang notabene juga ghaib/immaterial. Kalau demikian, mungkinkah sesuatu yang material (tubuh Rasulullah SAW) mengendarai sesuatu yang immaterial (Bouraq)? Jawabannya tidak mungkin. Lalu apa sebenarnya Bourag yang dimaksud dengan Rasulullah SAW? Mungkinkah beliau hanya “menjembatani” logika umat manusia saat itu yang belum dipahamkan akan ilmu pengetahuan tentang mati suri sebagaimana saat ini sehingga umat dahulu (Jahiliyah/Yang masih dibodohkan) mampu mencernanya?” Inilah jawaban yang paling masuk logika akal. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT bahwa ilmu pengetahuan Al-Qur’an akan terungkap sesuai dengan perkembangan, peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Quran setelah beberapa waktu lagi”. (QS. Shaad 38:88).

            Dalam ilmu psikologi ada istilah mati suri atau lebih dikenal dengan  Near Death Experiencer (NDE). Selain itu ada istilah lain yang hampir sama, namun hakikinya sama yaitu Near Death Survival (NDS), seseorang yang dinyatakan mati secara medis namun tidak lama kemudian sadar kembali alias hidup. Dunia kedokteran pun mengakui hal ini.
Di saat mati suri, tubuh dan ruh telah terpisah. Ruh akan mengalami perjalanan yang sangat panjang selama mati suri tersebut. Banyak hal dilihat yang sebelumnya tidak pernah ditemui selama hidup. Mereka memasuki alam barzah maupun alam akhirat yang sama sekali berbeda dengan alam dunia. Manusia mengalami Out of Body Experience (OBE), karena ruh keluar meninggal badan, namun kembali lagi masuk ke jasadnya disebabkan masih terikatnya ruh dengan tali nafas yang masih menggerakkan saraf otak. Banyak informasi yang kita peroleh dari mereka yang pernah mengalami mati suri, mulai diperlihatkannya neraka dan surga, bertemu dengan ruh kerabatnya yang telah meninggal, dan lain sebagainya.
            Ar-ruh pada hakikinya suci dan merupakan amr Tuhan yang ditiupkan ke dalam tubuh manusia di saat berumur 4 (empat) bulan dalam kandungan ibu. Ar-ruh ini pula yang pernah diambil persaksiannya oleh Allah SWT ketika berada di alam azali (QS. Al-A’raaf 7:172). Oleh sebab itu, perangkat manusia inilah yang mengenal Allah SWT sejak dulu, karena materi (tubuh) manusia tidak mungkin masuk dalam wilayah Lathiefnya Allah SWT.

            Kalau demikian halnya maka dapat disimpulkan bahwa bahwa yang mengalami perjalanan Isra’ Mi’raj adalah ruh Rasulullah SAW, sementara tubuhnya berada di Mekah (di rumah sahabatnya Hindun).  Hal ini diperjelas dengan keterangan dalam al-Qur’an pada ayat berikut ini: 

”Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebahagian (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka atau Kami wafatkan kamu (sebelum mati), karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kami-lah yang menghisab amalan mereka”. (QS. Ar-Rad 13:40).

            Dari ayat tersebut di atas secara jelas Allah SWT menerangkan bahwa Rasulullah SAW diwafatkan sementara (mati suri) dan seperti diceritakan dalam hadits qudsi, beliau juga didampingi malaikat Jibril ra (ghaib/immaterial) untuk menyaksikan manusia yang disiksa di dalam alam barzah. Kondisi inilah yang perlu disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umat manusia bahwa siksa kubur itu benar adanya. Pada ayat lain, Allah SWT juga menjelaskan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj dimetaforakan bagaikan mimpi dalam tidur.

“Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia." Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka (QS. Al-Isra 17:60).

Seperti kita ketahui bersama bahwa selama manusia tidur sebenarnya jiwa manusia kembali kepada Allah SWT. Bagi manusia yang jatah umurnya telah habis saat tidur maka jiwanya akan ditahan Allah SWT alias mati, sementara mereka yang masih memiliki sisa umur, jiwanya akan dikembalikan ke dalam tubuhnya . Orang tidur tidak memiliki kesadaran atau boleh disederhanakan bahwa tidur sebenarnya juga identik dengan kematian.

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya yang pada demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. (QS. Az-Zumar 39:42).

Demikian yang dialami Rasulullah SAW ketika menempuh perjalanan Isra’ Mi’raj. Ruh beliau menghadap kepada Allah SWT di Sidratil Muntaha dan berdialog kepada Allah SWT untuk menerima perintah mendirikan shalat fardhu 5 (lima) waktu dalam sehari semalam. Hanya ar-ruh yang suci dan merupakan amr Tuhan yang mampu menghadap Allah SWT. Hanya yang immaterial (ghaib) yang dapat bertemu dengan yang immaterial juga. Wallahu’alam bish shawab.

Sebenarnya masih banyak misteri Isra’ Mi’raj yang perlu diungkap seperti, “Mengapa Rasulullah SAW bertemu dengan Ruh dengan beberapa para nabi disetiap “lapisan langit”? Mengapa malaikat Jibril tidak bisa mengantar Rasulullah SAW di Sidratul Muntaha? Dan masih banyak lagi. Insya Allah akan saya uraikan pada artikel lainnya.

Untuk menambah wawasan beragama anda silahkan download E-Book (Electronic Book) Pertama saya yang berjudul : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH dan E-Book Kedua : MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH


Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!! 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Kamis, 16 Juli 2009

Hakikat Isra' Mi'raj Bagi Umat Islam (bagian 2)


HAKIKAT ISRA' MI'RAJ BAGI UMAT ISLAM (Bagian 2)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

2. Shalat, Wahyu Tanpa Jibril

Ketika mendekati Sidratul Muntaha, malaikat Jibril menghentikan langkahnya dan menyuruh Rasulullah SAW meneruskan perjalanannya sendiri. Jibril berkata kalau Dia memaksakan diri mendampingi dan mendekati Sidratul Muntaha maka Dia akan hancur. Inilah satu-satunya wahyu atau perintah Allah SWT kepada Rasulullah SAW tanpa perantara malaikat Jibril, yaitu wahyu mengenai shalat fardhu.

Makanya shalat merupakan ibadah spesial bagi umat Islam. Bahkan shalat inilah yang menjadi tolok ukur diterima atau tidaknya amal ibadah kita yang lain, sebagaimana dalam hadits Nabi SAW berikut ini:

“Amal yang pertama-tama ditanyakan Allah SWT kepada hamba-Nya di hari kiamat nanti ialah amalan shalat. Bila shalatnya dapat diterima, maka akan diterima seluruh amalnya. Dan bila shalatnya ditolak maka akan tertolak pula seluruh amalnya” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, At Thabrani).

Maka tidaklah mengherankan bila Allah SWT serius menilai kualitas shalat setiap hamba-Nya seperti yang diabadikan dalam Al-Qur’an.

“Hai orang-orang beriman janganlah kamu mendekati shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk (tidak sadar) sampai kamu mengetahui apa yang kamu lakukan” (QS. An-Nissa 4 : 43)

“Maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat ,yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya”. (QS. Al-Ma’un 107 : 4-5)

Dalam shalat inilah kadar ketauhidan umat Islam diuji, apakah benar-benar Allah SWT yang dituju atau masih memikirkan hal lain selain Allah SWT ketika shalat. Karena hakikat shalat adalah penyerahan diri secara total kepada Allah SWT atas ketidakberdayaan manusia. Makanya shalat juga sebagai media seorang hamba untuk berdialog, berkomunikasi dan mengadukan permasalahan seorang hamba kepada Rabb-nya.

“ Apabila salah satu diantara kalian mempunyai urusan (persoalan) maka shalatlah 2 rakaat diluar shalat fardhu (shalat sunnah)..” (HR. Bukhari dan lainnya dalam kitab Muhtaruh Sahih wal Hassan hlm. 124).

Mengapa Nabi SAW diberi “oleh-oleh” Allah SWT untuk mengerjakan shalat? Makna apa dibalik perintah itu? Karena shalatlah kado spesial tidak hanya untuk Nabi SAW tetapi juga umat Islam. Kenapa? Disaat umat Islam melakukan aktivitas shalat maka kita akan “bertemu” dengan Allah SWT sebagaimana yang dialami Nabi SAW ketika Mi’raj. Bahkan untuk meyakinkan umatnya, Rasulullah SAW bersabda: “Ash-Sholatu Mi’rajul Mu’minin (Shalat itu Mi’raj-nya orang mukmin)”.

Jadi umat Islam-pun sebenarnya dapat Mi’raj! Lalu bagaimana caranya supaya kita dapat Mi’raj dan misteri apakah antara shalat dengan peristiwa Isra’ Mi’raj? Mari kita bahas secara singkat, dan sederhana semoga kita dapat mengambil pelajaran.

3. Hakikat Isra’ Mi’raj

Dalam salah satu kajian dan pertemuan di Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang seorang sahabat kami melontarkan pertanyaan yang cerdas, yaitu mengapa Nabi SAW ketika melakukan Isra’ Mi’raj harus dari Al-Masjidil Haram menuju Al-Masjidil Aqsha baru kemudian ke Shidratul Muntaha? Bukankah bisa dari Al-Masjidil Haram langsung ke Shidratul Muntaha? Ada misteri apakah dibalik peristiwa itu? Dan apa makna serta hakikatnya?

Makna Pertama

Sebelum membahas lebih lanjut, saya petikan standarisasi shalat yang diterima Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an.

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ “. (QS. Al-Baqarah 2 : 45)

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman; (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya. (QS. Al-Mu’minun 23:1-2)

Orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya pastilah dia mengalami suasana Mi’raj dan selalu ingin berlama-lama dalam aktivitas shalatnya, karena dia “bertemu” dengan Allah SWT.

Rasa khusyu’ ini didapat ketika antara otak kanan (spiritual) dan kiri (logika) kita mengalami keseimbangan (zero mind). Ketika ini tercapai maka ketenangan akan mengalir atau turun ke hati. Apabila hati telah tenang maka anda akan merasakan Ar-Ruh akan melesat terbang menuju Ar-Rabb. Karena Ar-ruh adalah suci, inilah media kita untuk ber-Mi’raj kepada Allah SWT . Inilah gambaran mengapa Allah SWT memperjalankan Nabi SAW dari Al-Masjidil Haram harus ke Al-Masjidil Aqsha terlebih dahulu, baru kemudian ke Mustawa (langit ke sepuluh).

Janganlah anda mempunyai persepsi bahwa yang bisa khusyu’ hanya para Rasul, Nabi, para Sahabat dan Waliyullah. Kalau khusyu’ hanya diperuntukan untuk mereka mengapa Allah SWT memerintahkan umat Islam shalat? Mungkin hanya derajat ke-khusyu’-kan saja yang membedakan.

“Hai manusia, sesungguhnya (jika) kamu telah bersungguh-sungguh (yakin) menuju Tuhanmu, maka pasti kamu menemui-Nya..... (QS. Al-Insyiqaq 84 : 6)

Makna Kedua

Mengacu pada QS. Al-Israa 17 : 1, maka bagi para pecinta Allah SWT umumnya mencari pengajaran, petunjuk (rahmat) dan ridha-Nya di malam hari. Mengapa? sebagai mana Rosululloh SAW ketika Isra' Mi'raj yang mana perjalanan yang ditempuh malam, selain itu malam hari yang sunyi, sepi dan hening identik dengan "uzlah" di dalam keramaian disaat kebanyakan manusia terlelap dalam tidurnya. Hamba Allah yang hidup di tengah masyarakat, memanfaatkan malam hari yang sunyi, sepi dan hening untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT baik melalui shalat sunnah (tahajud, witir, tobat, dll) dan berdzikir.

Wallahualam bi shawab

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang

Hakikat Isra' Mi'raj Bagi Umat Islam (Bagian 1)


HAKIKAT ISRA' MI'RAJ BAGI UMAT ISLAM (Bagian 1)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


1. Dibalik Peristiwa Isra' Mi'raj

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Israa’ 17 : 1)

Selain hari raya Idul Fitri dan Idul Adha yang diperingati oleh umat Islam di seluruh dunia setiap tahunnya, agenda lain yang mendapat perhatian umat Islam dalam satu tahun adalah peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang jatuh setiap tanggal 27 Rajab, dan tahun ini tepat pada tanggal 20 Juli 2009.

Peristiwa Isra’ Mi’raj ini dilatarbelakangi kesedihan yang dialami Rasulullah SAW karena meninggalnya istri Beliau, yaitu Siti Khadijah RA yang selama ini setia mendampingi perjuangan suaminya serta ikhlas mengorbankan harta, jiwa, dan raganya untuk menegakan agama Allah SWT.

Kesedihan Rasullah SAW bertambah ketika paman Beliau yaitu Abu Tholib, seorang paman yang penuh kasih sayang dan tidak segan-segan melindungi Rasulullah SAW dari intimidasi kaum kafir Quraish. Meskipun Abu Thalib memiliki faham yang berseberangan dengan keponakannya, namun perbedaan ini tidak mengurangi kasih sayangnya. Begitu sayangnya Rasululllah SAW kepada pamannya, Beliau berdo’a kepada Allah SWT agar pamannya meninggal dalam keadaan Islam. Namun Allah SWT mengingatkan Beliau, dan ini diabadikan dalam Al-Qur’an :

“Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (QS. Al-Qashash 28 : 56).

Peristiwa inilah yang disebut Tahun Duka Cita, karena meninggalnya kedua orang yang dicintai dan selama ini mendampingi serta melindungi Rasulullah SAW berjuang dalam menegakan agama Islam.

Duka lara Rosululloh SAW semakin bertambah, ketika 10 tahun masa kerasulannya, pengikutnya hanya 70 orang. Bayangkan 70 orang dibagi 10 tahun, rata-rata hanya 7 orang per tahun yang memeluk agama Islam.

Untuk melipur duka lara itu maka Allah SWT memberikan “bonus” berupa Isra’ Mi’raj. Sebuah peristiwa yang membutuhkan ketebalan iman secara total bagi umat Islam untuk mempercayainya. Karena begitu Rasululloh SAW menceritakan peristiwa ini, pengikut yang semula 70 orang kembali menjadi kafir dan yang tersisa hanya 40 orang.

Kenapa? Karena peristiwa ini sendiri terjadi di luar batas kemampuan pikir/logika umat manusia. Secara logika tidaklah mungkin dicerna dan diterima akal, bayangkan hanya dalam waktu semalam Muhammad SAW menempuh perjalanan dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang jelas-jelas membutuhkan beberapa hari untuk menempuhnya pada saat itu. Belum lagi ditambah ketika Muhammad SAW menuturkan bahwa Beliau juga melakukan Mi’raj dari Al-Masjidil Aqsha menuju langit ke tujuh. Kemudian memasuki langit ke delapan (Sidratul Muntaha) dilanjutkan ke langit sembilan (Kursi) dan yang terakhir adalah langit ke sepuluh (Mustawa). Bahkan para muffasir menerangkan setiap jarak antara satu langit ke langit yang lebih tinggi membutuhkan waktu 500 tahun. Subhanallah.

Dan yang lebih kontroversial lagi adalah “bertemunya” Muhammad SAW dengan Allah SWT, ketika Rasulullah menerima perintah shalat 5 waktu setelah sebelumnya terjadi "tawar menawar" antara Beliau dengan Allah SWT atas saran nabi Musa AS yang memberi masukan bahwa umat Beliau adalah lemah dan tidak mampu melaksanakan shalat 50 waktu dalam satu hari.

Untuk mengantispasi perdebatan dan kebimbangan umat Islam maka Allah SWT mengabadikan peristiwa Isra’ Mi’raj dalam Al-Qur’an dengan maksud supaya umat Islam mempercayai secara total, tidak ragu-ragu dan beriman atas peristiwa tersebut. Sebagaimana sahabat Abu Bakar RA yang langsung percaya kepada Rasulullah SAW begitu Beliau menceritakan peristiwa tersebut.

Bagi kalangan umat Islam sendiri wajib hukumnya mempercayai secara total peristiwa tersebut. Namun yang masih menjadi diskursus adalah bagaimana Rasulullah SAW melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj tersebut?

Pendapat pertama, bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj melibatkan secara keseluruhan pada diri Nabi SAW baik raga, jiwa dan ruh. Beliau didampingi Malaikat Jibril dengan mengendarai Bouraq (kendaraan dari surga) yang memiliki kecepatan melebihi cahaya. Pendapat pertama ini berkeyakinan bahwa tidak ada yang tidak mungkin bila Allah SWT berkehendak.

Sedangkan pendapat kedua mempercayai bahwa yang melakukan Isra’ Mi’raj adalah ruh Nabi SAW, sedangkan raganya masih berada di bumi (rumah Nabi SAW). Adapun pendapat kedua ini mempunyai alasan bila raga Rasul ikut Isra’ Mi’raj (keluar dari orbit bumi) maka akan hancur karena bertentangan dengan sunnatullah, padahal sunnatullah itu sendiri tidak akan berubah sampai hari kiamat. Mana yang benar? Hanya Allah SWT yang mengetahui.

(bersambung)

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri
SC-HSS