DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Kamis, 23 April 2009

Menanam Syariat Menuai Haqiqat


MENANAM SYARIAT MENUAI HAQIQAT

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat yang dimuliakan dan dirahmati Allah SWT.

Ilmu tasawuf bukan ilmu yang mudah dipelajari. Ketika seseorang mampu bertasawuf, akan merasakan betapa indahnya dekat dengan Allah SWT. Untuk mencapai tingkatan ini butuh waktu, kerja keras (istiqomah) dan kesabaran.
Tasawuf salah satu bentuk pengamalan keagamaan yang memuat dimensi teoritis dan praktis. Pada sisi praktis, tasawuf tidak terbatas pada amalan lahiriah yang dituntut syariat lengkap. Tapi dengan syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Disi lain, tasawuf juga menekankan dimensi batiniah untuk penyucian jiwa. Pada artikel kali ini, saya akan mengambil pembahasan mengenai syariat, thariqat dan haqiqat yang sebagian saya nukilkan dari kitab karangan Syaikh Zainuddin Al-Malibari yaitu kitab Al-Adzkiya’.

Jalan agama dimulai dari syariat disambung dengan thariqat berlanjut dengan haqiqat dan puncaknya menuju pada ma’rifat. Namun pada umumnya umat Islam sering terpaku pada syariat dan takut beranjak pada thariqat, haqiqat apalagi ke makrifat. Kebanyakan alasan dari mereka adalah takut tersesat. Ini merupakan sebuah hijab yang membuat umat Islam tidak bisa menikmati indahnya beragama.

Imam Al-Qusyairi berkata : ”Setiap syariat yang tidak diperkuat dengan haqiqat, tidak diterima. Dan setiap haqiqat yang tidak diikat dengan syariat, tidak menghasilkan apa-apa”.

Sementara itu Syaikh Abdul Ghany An-Nabulsi berkata : ”Orang yang mengamalkan syariat tapi tidak mengamalkan haqiqat berarti telah fasiq (salah satu artinya, orang yang keluar dari batas-batas kebaikan menurut syara’) dan orang yang melakukan haqiqat tapi tidak mengamalkan syariat berarti telah zindiq (salah satu artinya, orang yang menyimpang dari ajaran agama).

Untuk tidak memperpanjang lebar, marilah kita mulai pembahasan dan ulasannya. Bersyariat, berthariqat dan berhaqiqat dapat dianalogkan sebagai berikut Syariat adalah perahu, thariqat adalah lautan dan haqiqat adalah mutiara.

Mutiara tidak ditemukan kecuali di lautan dan lautan tidak dapat dicapai kecuali dengan perahu. Dan untuk menemukan mutiara setiap hamba Allah SWT akan mengalami jalan dan pengalaman spiritual yang berbeda. Misal antara Imam Al-Ghazali dan Syaikh Abdul Qodir Jilani mengalami jalan dan pengalaman spiritual yang berbeda, namun pada puncaknya antara keduanya akan menemukan kesamaan. Haqiqat adalah dari kata Haq yang berarti kebenaran sejati.

Lalu apa itu Syariat, Thariqat dan Haqiqat? Berdasarkan analog diatas secara ringkas dapat saya uraikan sebagai berikut :

1. Syariat. Seperti perahu dalam keberadaannya sebagai penyebab untuk dapat sampai ke tempat tujuan dan untuk menyelamatkan diri dari kehancuran, yaitu dengan mengambil agama Allah SWT dan menegakkan perintah dan larangan yang telah jelas. Maka diperlukan istiqomah (konsisten dalam menjalankannya).

2. Thariqat. Seperti lautan yang didalamnya terdapat mutiara dan ia merupakan tempat yang menjadi tujuan, yaitu dengan mengambil yang lebih hati-hati seperti wara’ dan kemauan yang teguh seperti Riyadhah (melatih diri terus menerus) untuk beribadah kepada Allah dan wara’ : meninggalkan segala yang syubhat (perkara yang sama ketentuan hukumnya-orang yang Salih) dan meninggalkan yang tidak murni karena Allah SWT-orang shidiqqin. Karena lautan memiliki gelombang, ombak dan riak maka diperlukan Riyadhah.

3. Haqiqat : Mutiara, seumpama mutiara yang besar yang tidak ternilai harganya maka sampainya salik (hamba yang menempuh jalan menuju Allah) kepada tujuan & menyaksikan cahaya keagungan Allah dengan jelas (tajally).
a. Memahami hakikat-hakikat segala sesuatu seperti menyaksikan asma-asma, sifat-sifat, af’al (perbuatan) dan Dzatullah.

b. Memahami rahasia-rahasia Al-Qur’an dan rahasia-rahasia larangan dan hal-hal yang dibolehkan (kehalalan).

c. Memahami ilmu-ilmu yang ghaib yang dipahamkan langsung dari Allah SWT.

Penyaksian ”cahaya” ini antara satu salik dengan salik yang lain berbeda, ada menyaksikan terlebih dahulu tajally Al-Af’al, atau Tajally Al-Asma atau Tajally Sifat namun ketiganya berakhir dan bermuara di Tajally Adz-Dzat.

Demikian sekilas uraian dari saya, semoga bermanfaat. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Fahri
SC-HSS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar