TAFAKUR, KONSEP ISLAM JALAN MENUJU TUHAN (6)
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
6. ALLAH MEMUJI SEORANG HAMBA
Kini bahasan kita sampai pada terminal Cinta. Menurut Imam Al-Ghazali, terminal cinta baru dilalui setelah membersihkan diri di terminal Tawakal. Cinta istilah agamisnya Mahabah. Dalam bab ketakwaan, merupakan tingkatan paling tinggi setelah Mukasyafah.
Bahasan cinta, tentunya berkaitan dengan kekasih, yang dikasihi, dan juga yang dicintai. Yang dimaksudkan disini bukan cinta asmara antara pria dan wanita. Tetapi cinta Ilahiyah. Seseorang yang mencintai akan merasakan kerinduan. Rindu ingin bertemu dengan yang dicintainya. Cinta yang berkaitan dengan alam Ketuhanan, maka senantiasa rindu bertemu Allah.
Menurut Abu Hamid Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, kecintaan kepada Allah adalah tujuan yang terjauh dan termasuk derajat tertinggi. Sedangkan kerinduan, kesenangan, dan keridhaan mengikuti kecintaan. Orang yang cinta kepada Allah adalah mereka yang benar-benar beriman.
Jika seorang pria mencintai seorang wanita atau sebaliknya, maka apa saja yang dimintanya akan diberikan. Apa saja akan dilakukan. Karena dalam perjalanan menuju Tuhan dan karena cintanya kepada Allah mengalahkan segala- segalanya. Bahkan nyawa pun rela diserahkan jika dikehendaki Allah. Karena menyerahkan nyawa, berarti akan melakukan pertemuan dengan kekasih, yaitu Allah. Bertemu Allah adalah tujuan utamanya.
Kematian adalah sesuatu yang ditakutkan oleh siapapun, kecuali bagi orang yang benar-benar mencintai Allah. Jika Allah meminta kematiannya, maka akan sangat bersenang hati. Dalam sebuah kabar yang mashur disebutkan, ketika Nabi Ibrahim a.s didatangi malaikat maut untuk diberitahukan ajalnya, beliau memelas. Ia berkata, kepada malaikat maut yang akan mengambil nyawanya, "Apakah engkau pernah melihat seorang kekasih mematikan kekasih?" Dengan pertanyaan itu, Allah Ta’ala mewahyukan kepadanya, “Apakah engkau pernah melihat seorang kekasih tidak menyukai pertemuan dengan kekasihnya?”
Wahyu itu membuat Nabi Ibrahim AS sangat bergembira, sehingga mendesak kepada malaikat maut untuk segera mencabut nyawanya. “Hai, malaikat maut, sekarang ambilah nyawaku.” Maka dengan mudah nyawa Nabi Ibrahim AS keluar dari jasadnya sendiri, dan beliau pun wafat.
Bagaimana agar dicintai Allah dan kita mencintai Allah, Nabi Muhammad saw telah mendoakan, “Ya Allah, karuniai aku kecintaan kepada-Mu dan kecintaan kepada orang yang mencintai-Mu, serta kecintaan jadikan diri-Mu lebih aku sukai daripada air yang dingin.”
Ada seorang dusun datang kepada Nabi Muhammad SAW lalu bertanya, “Ya Rasulullah, kapan terjadi kiamat?” Maka Nabi balik bertanya, “Apa yang sudah engkau siapkan bagi-Nya?” Orang dusun pun menjawab, “Aku tidak menyiapkan banyak puasa dan shalat, kecuali aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Atas jawaban itu, Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Manusia itu berkumpul bersama orang yang dicintainya.”
Lalai Dunia
Para sahabat Nabi SAW yang cinta kepada Allah, seperti Abu Dzar, Anas, Abu Bakar Ash-Shidiq RA dan lainnya, senantiasa bergembira dalam berdekatan pada Allah Sang Kekasih. “Aku tidak pernah melihat orang-orang muslim bergembira karena sesuatu selain Islam, seperti kegembiraan mereka atas hal itu, kata sahabat Anas.
“Barang siapa merasakan cinta yang murni kepada Allah dan Rasul-Nya, ia pun lalai mencari dunia dan menjadi gelisah terhadap semua manusia,” kata Abu Bakar.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 165 ditegaskan, “Adapun orang-orang yang beriman, amat sangat cinta mereka kepada Allah.”
“Jika seseorang mencintai Allah, maka Allah akan mencintainya. Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah.” (QS. Al- Maidah ayat 54).
Mahabah atau cinta Tuhan, merupakan perubahan bentuk ketakwaan yang dilakukan oleh para pelaku sufi. Yang dimulai pada sekitar abad III Hijriyah. Tokoh utamanya adalah sufi wanita, Rabiah al Ahdawiyah. Dulu sebelum menjadi Mahabah, ketakwaannya didasarkan kepada rasa takut. Jadi, dalam beribadah didasarkan karena takut kepada siksaan Allah dan berharap surga-Nya. Mau berbuat maksiat atau mencuri takut dengan siksa neraka. Mau mabuk atau berjudi takut kepada Allah. Dan masih banyak lagi takut yang lain.
Namun dalam beribadah, ketakutan diubah menjadi Mahabah, maka dalam beribadah dapat menimbulkan rasa nikmat dan senang. Haus dan lapar dan capai tak lagi terasa, tergusur oleh rasa cinta beribadah kepada Allah. Saking cintanya kepada Allah dan rasa nikmatnya beribadah, maka tak ada waktu luang sedikitpun untuk urusan dunia.
Memuji
Bagaimana mencintai Allah? Tidak ada cara lain kecuali selalu mengumandangkan puja dan puji dengan menyebut Asmanya dalam setiap keluar masuknya nafas. Membaca Tasbih, “Subhanallah wal hamdulillah wa Laailaha illallah hu Allah hu Akbar, Laahaula wala quwwata illah billahil aliyyil adzim” (Maha suci Allah , tiada dzat yang patut dipuji kecuali Dia, dan tiada Tuhan kecuali Allah Yang Maha Besar. Tiada daya dan upaya (kekuatan) kecuali berasal dari Tuhan Yang Maha Agung.) Selain memuji, memperbanyak shalat sunah, berpuasa, membaca al-Qur’an, dan berdzikir menyebut asma Allah semata.
Jika seorang hamba cinta Allah, maka Allah akan mencintai dirinya. Karenanya, Allah juga memuji seorang hamba yang dicintai-Nya. Mengenai puji memuji ini ada empat macam yaitu:
1. Puji Qadim bagi Qadim. Yaitu Allah memuji dirinya sendiri.
2. Puji Qadim bagi Muhadas. Yaitu Allah memuji hamba-Nya.
3. Puji Muhadas bagi Qadim. Yaitu pujian hamba kepada Allah.
4. Puji Muhadas bagi Muhadas. Yaitu hamba memuji sesamanya.
Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia tidak hanya memuji, tetapi mengumumkan kepada seluruh makhluk alam. Allah mengumumkan di hadapan para malaikat mengenai orang yang dicintai itu. Ia bangga-banggakan dihadapan mereka. Allah memerintahkan kepada para malaikat agar mencintai seorang manusia yang dicintai-Nya.
Misalnya Allah memuji Nabi Muhammad, maka Dia juga mengucapkan salam untuk Rasul-Nya itu. Sebagaimana al-Qur’an menyebut, “Innallaaha wa Malaikatahu Yushalluna Alan Nabiyya Yaa Ayyuhal Ladzina Aamanu Shalluu Alayhi Wasallimuu Tasliymaa.” (Sesungguhnya Allah dan para malaikat menyampaikan pujian kepada Muhammad Rasulullah. Hai orang-orang yang beriman, ucapkanlah shalawat untuknya dan ucapkanlah salam.”
Disebutkan, dalam mengumumkan pada para makhluk, Allah cukup memberitahukan kepada Malaikat Jibril a.s., lalu malaikat Jibril mengumumkan kepada alam seisinya.
Allah tidak hanya mengasihi para Rasulnya saja. Tetapi orang biasa juga bisa dicintai. Hanya saja, bergantung pada seberapa besar cinta orang itu kepada Allah.
Makhluk yang paling bahagia di akhirat adalah yang paling kuat cintanya kepada Allah Ta’ala. Karena, akhirat adalah mendatangi Allah Ta’ala dan bertemu dengan-Nya. Betapa besar nikmatnya bertemu sang Kekasih, setelah lama merindukan tak bertemu. Maka akan memandang-Nya tanpa henti dan tanpa penghalang.
Perlu diketahui bahwa hal ini merupakan keruhanian. Hati yang kosong, yang hanya diisi Allah Ta’ala semata, dan kesempurnaan makrifat (pengetahuan).
(Bersambung)
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
H. Sutadji-Penulis
Fahri-Lay Out Dan Penyunting
SC-HSS
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
6. ALLAH MEMUJI SEORANG HAMBA
Kini bahasan kita sampai pada terminal Cinta. Menurut Imam Al-Ghazali, terminal cinta baru dilalui setelah membersihkan diri di terminal Tawakal. Cinta istilah agamisnya Mahabah. Dalam bab ketakwaan, merupakan tingkatan paling tinggi setelah Mukasyafah.
Bahasan cinta, tentunya berkaitan dengan kekasih, yang dikasihi, dan juga yang dicintai. Yang dimaksudkan disini bukan cinta asmara antara pria dan wanita. Tetapi cinta Ilahiyah. Seseorang yang mencintai akan merasakan kerinduan. Rindu ingin bertemu dengan yang dicintainya. Cinta yang berkaitan dengan alam Ketuhanan, maka senantiasa rindu bertemu Allah.
Menurut Abu Hamid Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, kecintaan kepada Allah adalah tujuan yang terjauh dan termasuk derajat tertinggi. Sedangkan kerinduan, kesenangan, dan keridhaan mengikuti kecintaan. Orang yang cinta kepada Allah adalah mereka yang benar-benar beriman.
Jika seorang pria mencintai seorang wanita atau sebaliknya, maka apa saja yang dimintanya akan diberikan. Apa saja akan dilakukan. Karena dalam perjalanan menuju Tuhan dan karena cintanya kepada Allah mengalahkan segala- segalanya. Bahkan nyawa pun rela diserahkan jika dikehendaki Allah. Karena menyerahkan nyawa, berarti akan melakukan pertemuan dengan kekasih, yaitu Allah. Bertemu Allah adalah tujuan utamanya.
Kematian adalah sesuatu yang ditakutkan oleh siapapun, kecuali bagi orang yang benar-benar mencintai Allah. Jika Allah meminta kematiannya, maka akan sangat bersenang hati. Dalam sebuah kabar yang mashur disebutkan, ketika Nabi Ibrahim a.s didatangi malaikat maut untuk diberitahukan ajalnya, beliau memelas. Ia berkata, kepada malaikat maut yang akan mengambil nyawanya, "Apakah engkau pernah melihat seorang kekasih mematikan kekasih?" Dengan pertanyaan itu, Allah Ta’ala mewahyukan kepadanya, “Apakah engkau pernah melihat seorang kekasih tidak menyukai pertemuan dengan kekasihnya?”
Wahyu itu membuat Nabi Ibrahim AS sangat bergembira, sehingga mendesak kepada malaikat maut untuk segera mencabut nyawanya. “Hai, malaikat maut, sekarang ambilah nyawaku.” Maka dengan mudah nyawa Nabi Ibrahim AS keluar dari jasadnya sendiri, dan beliau pun wafat.
Bagaimana agar dicintai Allah dan kita mencintai Allah, Nabi Muhammad saw telah mendoakan, “Ya Allah, karuniai aku kecintaan kepada-Mu dan kecintaan kepada orang yang mencintai-Mu, serta kecintaan jadikan diri-Mu lebih aku sukai daripada air yang dingin.”
Ada seorang dusun datang kepada Nabi Muhammad SAW lalu bertanya, “Ya Rasulullah, kapan terjadi kiamat?” Maka Nabi balik bertanya, “Apa yang sudah engkau siapkan bagi-Nya?” Orang dusun pun menjawab, “Aku tidak menyiapkan banyak puasa dan shalat, kecuali aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Atas jawaban itu, Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Manusia itu berkumpul bersama orang yang dicintainya.”
Lalai Dunia
Para sahabat Nabi SAW yang cinta kepada Allah, seperti Abu Dzar, Anas, Abu Bakar Ash-Shidiq RA dan lainnya, senantiasa bergembira dalam berdekatan pada Allah Sang Kekasih. “Aku tidak pernah melihat orang-orang muslim bergembira karena sesuatu selain Islam, seperti kegembiraan mereka atas hal itu, kata sahabat Anas.
“Barang siapa merasakan cinta yang murni kepada Allah dan Rasul-Nya, ia pun lalai mencari dunia dan menjadi gelisah terhadap semua manusia,” kata Abu Bakar.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 165 ditegaskan, “Adapun orang-orang yang beriman, amat sangat cinta mereka kepada Allah.”
“Jika seseorang mencintai Allah, maka Allah akan mencintainya. Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah.” (QS. Al- Maidah ayat 54).
Mahabah atau cinta Tuhan, merupakan perubahan bentuk ketakwaan yang dilakukan oleh para pelaku sufi. Yang dimulai pada sekitar abad III Hijriyah. Tokoh utamanya adalah sufi wanita, Rabiah al Ahdawiyah. Dulu sebelum menjadi Mahabah, ketakwaannya didasarkan kepada rasa takut. Jadi, dalam beribadah didasarkan karena takut kepada siksaan Allah dan berharap surga-Nya. Mau berbuat maksiat atau mencuri takut dengan siksa neraka. Mau mabuk atau berjudi takut kepada Allah. Dan masih banyak lagi takut yang lain.
Namun dalam beribadah, ketakutan diubah menjadi Mahabah, maka dalam beribadah dapat menimbulkan rasa nikmat dan senang. Haus dan lapar dan capai tak lagi terasa, tergusur oleh rasa cinta beribadah kepada Allah. Saking cintanya kepada Allah dan rasa nikmatnya beribadah, maka tak ada waktu luang sedikitpun untuk urusan dunia.
Memuji
Bagaimana mencintai Allah? Tidak ada cara lain kecuali selalu mengumandangkan puja dan puji dengan menyebut Asmanya dalam setiap keluar masuknya nafas. Membaca Tasbih, “Subhanallah wal hamdulillah wa Laailaha illallah hu Allah hu Akbar, Laahaula wala quwwata illah billahil aliyyil adzim” (Maha suci Allah , tiada dzat yang patut dipuji kecuali Dia, dan tiada Tuhan kecuali Allah Yang Maha Besar. Tiada daya dan upaya (kekuatan) kecuali berasal dari Tuhan Yang Maha Agung.) Selain memuji, memperbanyak shalat sunah, berpuasa, membaca al-Qur’an, dan berdzikir menyebut asma Allah semata.
Jika seorang hamba cinta Allah, maka Allah akan mencintai dirinya. Karenanya, Allah juga memuji seorang hamba yang dicintai-Nya. Mengenai puji memuji ini ada empat macam yaitu:
1. Puji Qadim bagi Qadim. Yaitu Allah memuji dirinya sendiri.
2. Puji Qadim bagi Muhadas. Yaitu Allah memuji hamba-Nya.
3. Puji Muhadas bagi Qadim. Yaitu pujian hamba kepada Allah.
4. Puji Muhadas bagi Muhadas. Yaitu hamba memuji sesamanya.
Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia tidak hanya memuji, tetapi mengumumkan kepada seluruh makhluk alam. Allah mengumumkan di hadapan para malaikat mengenai orang yang dicintai itu. Ia bangga-banggakan dihadapan mereka. Allah memerintahkan kepada para malaikat agar mencintai seorang manusia yang dicintai-Nya.
Misalnya Allah memuji Nabi Muhammad, maka Dia juga mengucapkan salam untuk Rasul-Nya itu. Sebagaimana al-Qur’an menyebut, “Innallaaha wa Malaikatahu Yushalluna Alan Nabiyya Yaa Ayyuhal Ladzina Aamanu Shalluu Alayhi Wasallimuu Tasliymaa.” (Sesungguhnya Allah dan para malaikat menyampaikan pujian kepada Muhammad Rasulullah. Hai orang-orang yang beriman, ucapkanlah shalawat untuknya dan ucapkanlah salam.”
Disebutkan, dalam mengumumkan pada para makhluk, Allah cukup memberitahukan kepada Malaikat Jibril a.s., lalu malaikat Jibril mengumumkan kepada alam seisinya.
Allah tidak hanya mengasihi para Rasulnya saja. Tetapi orang biasa juga bisa dicintai. Hanya saja, bergantung pada seberapa besar cinta orang itu kepada Allah.
Makhluk yang paling bahagia di akhirat adalah yang paling kuat cintanya kepada Allah Ta’ala. Karena, akhirat adalah mendatangi Allah Ta’ala dan bertemu dengan-Nya. Betapa besar nikmatnya bertemu sang Kekasih, setelah lama merindukan tak bertemu. Maka akan memandang-Nya tanpa henti dan tanpa penghalang.
Perlu diketahui bahwa hal ini merupakan keruhanian. Hati yang kosong, yang hanya diisi Allah Ta’ala semata, dan kesempurnaan makrifat (pengetahuan).
(Bersambung)
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
H. Sutadji-Penulis
Fahri-Lay Out Dan Penyunting
SC-HSS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar