TRAGEDI SITU GINTUNG
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Para sahabat yang dimuliakan dan dirahmati Allah SWT.
Pada medio bulan Maret 2009, air mata rakyat Indonesia sekali lagi menetes dengan peristiwa tragedi Situ Gintung. Jebolnya dam resapan air di Banten, setelah subuh cukup mengagetkan penduduk setempat. Jumlah korban puluhan orang, baik yang meninggal, luka-luka maupun belum ditemukan jenazah korban hingga sekarang. Terjangan air bah juga tidak memandang apakah korbannya anak-anak, orang dewasa atau orang tua. Tak terkecuali apakah korban itu orang muslim dan non muslim. Air tidak memilih, hanya mengikuti sunnatullah. Air akan mencari tempat, dari yang tinggi ke yang rendah.
Begitu juga dengan peristiwa-peristiwa tragedi sebelumnya, dimulai dengan tsunami di Aceh yang merenggut nyawa ribuan orang dan meluluh lantakkan bangunan, Gempa di Yogyakarta, banjir dan tanah lonsor di beberapa daerah, kecelakaan kapal dan yang terakhir pada bulan April 2009 adalah jatuhnya pesawat latih Angkatan Udara (AU) di bandar udara Bandung yang menewaskan 24 putra terbaik AU.
Ada apa gerangan dibalik peristiwa tersebut? Apakah ini semata-mata kesalahan manusia (human error), alam yang sudah tidak bersahabat (nature error) atau semata-mata itu kehendak dari Allah SWT?
Marilah kita tengok peta kita yaitu Al-Qur’an atas terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
” Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)....” (Ar-Rum 15 : 4).
Dari ayat diatas dapat dicerna bahwa karena keserakahan dan kebodohan manusia keseimbangan alam terganggu. Pohon-pohon ditebangi tanpa diimbangi reboisasi, Daerah resapan air digantikan bangunan-bangunan, bendungan sudah tua namun tidak dilakukan pemeliharaan dan renovasi, kapal dan pesawat yang berdasarkan logika manusia masih layak jalan, namun kalau berdasarkan standarisasi sudah tak layak jalan, dll. Tapi benarkah bahwa peristiwa tragedi itu semata-mata human atau nature error? Ternyata tidak faktor manusia maupun alam, tetapi Allah SWT ”meminjam” manusia dan alam untuk mewujudkan apa yang telah direncanakan Allah SWT dan peringatan bagi manusia atas kelalaiannya. Dia-lah yang berhak mencipta, memelihara dan menghancurkan ciptaan-Nya.
Ibarat rumah, pemiliklah yang membangun, memelihara, bahkan memperbaiki sebagian bangunan yang rusak atau meluluh lantakan seluruh bangunan untuk membangun rumah yang baru, agar lebih indah dan kuat demi keselamatan bersama (penghuninya, tetangga, maupun tamu yang berkunjung).
”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah ” (Al-Hadiid 57 : 22).
Katakanlah : ”Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang beriman harus bertawakal.” (At-Taubah 9 : 51).
” Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At-Taghaabun 64 : 11)
”.....Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannnya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati...” (Luqman 31 : 34).
Dari empat ayat diatas sudah jelas, bahwa bencana, kematian dan jalan hidup manusia sudah direncanakan oleh Allah SWT, bahkan sebelum alam semesta dan isinya diciptakan, Allah SWT telah mempunyai ”blue print” yang tertulis di kitab Lauh Mahfudz.
Lalu bagaimana sikap kita sebagai umat muslim. Ridho!...ya kita harus belajar ridho dengan ketentuan dan kehendak Allah SWT. Karena semua apa yang di langit dan di bumi kepunyaan Allah. Kita hanya dititipi dan sewaktu-waktu diminta oleh Sang Pemilik, kita harus ikhlas.
Kita semua mendo’akan semoga para korban bencana yang terjadi selama ini mendapat rahmat dan ridho Allah SWT, sehingga surga balasannya. Dan bagi keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan, kesabaran dan keikhlasan untuk menapaki perjalanan hidup ini. Amin...Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Fahri
SC-HSS
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Para sahabat yang dimuliakan dan dirahmati Allah SWT.
Pada medio bulan Maret 2009, air mata rakyat Indonesia sekali lagi menetes dengan peristiwa tragedi Situ Gintung. Jebolnya dam resapan air di Banten, setelah subuh cukup mengagetkan penduduk setempat. Jumlah korban puluhan orang, baik yang meninggal, luka-luka maupun belum ditemukan jenazah korban hingga sekarang. Terjangan air bah juga tidak memandang apakah korbannya anak-anak, orang dewasa atau orang tua. Tak terkecuali apakah korban itu orang muslim dan non muslim. Air tidak memilih, hanya mengikuti sunnatullah. Air akan mencari tempat, dari yang tinggi ke yang rendah.
Begitu juga dengan peristiwa-peristiwa tragedi sebelumnya, dimulai dengan tsunami di Aceh yang merenggut nyawa ribuan orang dan meluluh lantakkan bangunan, Gempa di Yogyakarta, banjir dan tanah lonsor di beberapa daerah, kecelakaan kapal dan yang terakhir pada bulan April 2009 adalah jatuhnya pesawat latih Angkatan Udara (AU) di bandar udara Bandung yang menewaskan 24 putra terbaik AU.
Ada apa gerangan dibalik peristiwa tersebut? Apakah ini semata-mata kesalahan manusia (human error), alam yang sudah tidak bersahabat (nature error) atau semata-mata itu kehendak dari Allah SWT?
Marilah kita tengok peta kita yaitu Al-Qur’an atas terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
” Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)....” (Ar-Rum 15 : 4).
Dari ayat diatas dapat dicerna bahwa karena keserakahan dan kebodohan manusia keseimbangan alam terganggu. Pohon-pohon ditebangi tanpa diimbangi reboisasi, Daerah resapan air digantikan bangunan-bangunan, bendungan sudah tua namun tidak dilakukan pemeliharaan dan renovasi, kapal dan pesawat yang berdasarkan logika manusia masih layak jalan, namun kalau berdasarkan standarisasi sudah tak layak jalan, dll. Tapi benarkah bahwa peristiwa tragedi itu semata-mata human atau nature error? Ternyata tidak faktor manusia maupun alam, tetapi Allah SWT ”meminjam” manusia dan alam untuk mewujudkan apa yang telah direncanakan Allah SWT dan peringatan bagi manusia atas kelalaiannya. Dia-lah yang berhak mencipta, memelihara dan menghancurkan ciptaan-Nya.
Ibarat rumah, pemiliklah yang membangun, memelihara, bahkan memperbaiki sebagian bangunan yang rusak atau meluluh lantakan seluruh bangunan untuk membangun rumah yang baru, agar lebih indah dan kuat demi keselamatan bersama (penghuninya, tetangga, maupun tamu yang berkunjung).
”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah ” (Al-Hadiid 57 : 22).
Katakanlah : ”Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang beriman harus bertawakal.” (At-Taubah 9 : 51).
” Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At-Taghaabun 64 : 11)
”.....Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannnya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati...” (Luqman 31 : 34).
Dari empat ayat diatas sudah jelas, bahwa bencana, kematian dan jalan hidup manusia sudah direncanakan oleh Allah SWT, bahkan sebelum alam semesta dan isinya diciptakan, Allah SWT telah mempunyai ”blue print” yang tertulis di kitab Lauh Mahfudz.
Lalu bagaimana sikap kita sebagai umat muslim. Ridho!...ya kita harus belajar ridho dengan ketentuan dan kehendak Allah SWT. Karena semua apa yang di langit dan di bumi kepunyaan Allah. Kita hanya dititipi dan sewaktu-waktu diminta oleh Sang Pemilik, kita harus ikhlas.
Kita semua mendo’akan semoga para korban bencana yang terjadi selama ini mendapat rahmat dan ridho Allah SWT, sehingga surga balasannya. Dan bagi keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan, kesabaran dan keikhlasan untuk menapaki perjalanan hidup ini. Amin...Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Fahri
SC-HSS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar