SHALATLAH!...SHALATLAH!...TAPI YANG KHUSYU’ (Bagian 2)
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Para sahabat, shalat adalah amal ibadah yang tidak main-main. Sebagai salah satu tata cara ibadah yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW tentunya ada sesuatu yang sangat penting dibalik “oleh-oleh” Rosululloh SAW tersebut saat isra’ mi’raj. Karena tata cara ibadah ini tidak diwahyukan melalui perantaraan malaikat, tetapi langsung dari Allah SWT kepada Muhammad SAW.
Dan lucunya lagi berkembang mitos bahwa kita tidak akan mungkin khusyu' dalam shalat dan tidak percaya diri (hijab) untuk menutupi kebodohan kita. Bahkan mitos inipun dibumbui bahwa yang bisa khusyu saat mengerjakan shalat hanya Nabi dan Wali-Wali Allah. Saya justru balik bertanya, “ Kalau begitu mengapa Allah SWT menyuruh kita sholat kalau yang diberi khusyu hanya Nabi dan Wali Allah?
Sungguh berbahaya kalau anda mempercayai dan meyakini mitos itu bahwa dalam aktivitas shalat hanya Rasul/Nabi dan Waliyullah yang dapat khusyu, berjumpa dan berdialog dengan Allah SWT. Sedangkan yang lain, shalatnya memble.
Marilah kita buang mitos itu dan mencoba membongkar paradigma shalat kita selama ini, bahwa yang namanya shalat, kita yakin dapat berjumpa dan berdialog dengan Allah SWT.
Pelan-pelan dan relaks aja friend!
Membongkar Paradigma
Mungkin dalam file otak bawah sadar anda pernah terekam bahwa yang namanya khusyu’ adalah bila disaat shalat:
1. Tidak ada suara dan gambar yang mengganggu.
2. Pikiran semata-semata terfokus pada gerakan atau bacaan sholat.
3. Berkonsentrasi dengan melihat satu titik di sajadah.
4. Tahu arti dari setiap ayat yang akan dibaca, dll.
Sehingga agar terpenuhi kriteria khusyu versi kita muncul syarat, misal :
1. Imam haruslah yang fasih atau bersuara merdu, dalam melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an.
2. Suasana tenang masjid/ruangan, tidak ada suara yang mengganggu,
3. Kondisi badan tidak capek dan pikiran sedang fresh,
4. Wajib menguasai bahasa Arab, sehingga tahu seluruh arti ayat Al Quran, minimal yang kita baca saat shalat, dll.
Benarkah demikian? Apakah khusyu’ tergantung lingkungan/suasana? Benarkah semua orang yang menguasai bahasa Arab akan khusyu’ dalam menjalankan shalat mereka, serta terhindar dari ’keji dan mungkar’? Benarkah orang-orang timur tengah yang tahu bahasa arab dijamin bahwa shalatnya khusyu’?
Pengetahuan seseorang mengenai shalat, ternyata tidak otomatis menjadikan ia khusyu’ dalam shalat. Justru saangat BERBAHAYA jika disaat shalat, seseorang bertumpu semata-mata pada pengetahuan yang disimpan otaknya, misalnya untuk mengingat bacaan, gerakan dan jumlah rakaat. Sebab otak memiliki kelemahan, terkadang otak tidak mampu mengungkapkan suasana batin / keadaan jiwa, otak juga mudah bosan saat menjumpai pengulangan, akibatnya banyak orang yang shalat secara ’refleks atau otomatis’ sebab benaknya telah diliputi kejenuhan bisa BENAR bacaan maupun gerakan shalatnya. Namun ketika shalat, kesadarannya melayang ke tempat lain (rumah, keluarga, pekerjaan, pasar, hutang, dll). Jika yang terjadi demikian, sudah pasti shalatnya belum khusyu’. Di dalam shalat yang seharusnya hanya mengingat Allah, malahan sibuk mengingat selain Allah. Coba perhatikan firman Allah dalam Al-Qur’an berikut ini :
QS. Thaha ayat 14 : “Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang haq) selain aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Lalu langkah apa yang harus kita lakukan, sehingga sholat kita hanya tertuju (mengingat) Allah SWT ?
Tiga Instrument
Ok. Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai shalat khusyu kita perlu paham perangkat (instrument) apa yang mempengaruhi shalat kita. Paling tidak ada 3 (Tiga) perangkat yang mempengaruhi shalat kita:
Pertama : Otak. Pada manusia, otak terdiri dari 2 bagian yaitu kiri & kanan. Otak kiri untuk melakukan aktivitas yang bersifat logic, matematic, digital, angka, dll. Sedangkan fungsi otak kanan identik dengan spiritual, instink, perasaan, dll. Kebanyakan dari manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari menggunakan otak kiri, sedangkan otak kanan jarang difungsikan. Namun apabila kita menemui hal-hal yang menyedihkan, maka otak kanan mulai berfungsi sehingga kita menangis atau ketika kita mendengarkan alunan suara/musik yang mendayu-dayu kita menjadi terhanyut. Disini terlihat bila otak kiri aktif maka otak kanan pasif, serta sebaliknya.
Lalu apa hubungannya fungsi otak dengan shalat khusyu? Di dalam aktivitas shalat antara otak kanan dan otak kiri harus difungsikan secara seimbang, sehingga tercapailah zero mind. Inilah kebanyakan yang dilakukan para penganut tarekat dimana mereka membaca puji-pujian dengan jumlah tertentu sehingga akan tercapai zero mind. Bagi kita, zero mind dapat dilatih, misalkan kita dapat berdzikir semampu kita (secara bertahap) dengan menyebut asma Allah (keluar masuknya nafas). Ini bisa dilakukan secara bertahap (dari 15 menit, 30 menit dst, yang penting dilakukan secara istiqomah atau konsisten untuk setiap harinya) dan carilah suasana yang tenang, misal sebelum shalat tahajud atau sesudahnya. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman :
QS. Al-Baqarah 2: 152 :”Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula kepadamu”.
QS. Al-A’raaf ayat 205 :” Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut”.
QS. Al-Isra ayat 110 : “ Serulah Allah, atau serulah Ar-Rahman....”
Kedua, Hati. Apabila otak telah zero mind, maka god spot (titik Tuhan) dalam otak kita akan mengalir ke dalam hati. Sehingga hati menjadi tenang, lapang, dll.
Ketiga, Ar-Ruh. Ini bagian dari kita yang sejati (Sang Aku). Badan hanyalah prasarana atau wadah, sementara ruh adalah yang sejatinya kita. Sang ruh inilah yang dapat bertemu dengan Allah. Makanya nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “ Ash-sholatu mi’rajul mukminin. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah)”..Sholat adalah mi’rajnya orang mukmin.
Cobalah perhatikan ayat-ayat Al-Qur’an dibawah ini :
QS. Adz-Dzaariyaat ayat 21 : “dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
QS. Al-Qiyamah ayat 14 : “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri (bashiroh)”
QS. Al-Hijr ayat 29 : “Maka apabila Aku (Allah) telah menyempurnakan kejadiannya (manusia) dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”
QS. Al-A’Raaf ayat 172 :..dan Allah mengambil kesaksian terhadap diri mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka(Ar-Ruh) menjawab:”Benar (Engkaulah Tuhan kami), kami menjadi saksi”....(kejadian di alam azali sebelum manusia turun ke alam kandungan dan dunia).
Untuk merasakan Ar-Ruh coba perhatikan dan amati diri kita, kalau kita berbuat sesuatu yang bertentangan dengan fitrah kita (berbuat jelek) maka ada yang mengingatkan kita...”Eh...itu yang kamu lakukan salah!”, meskipun kita akhirnya tetap melakukannya, karena Ar-Ruh dibawah kekuasaan An-Nafs (nafsu). Ar-Ruh adalah suci (al-fitrah al-munazalah), maka ketika kita berbuat sesuatu yang salah ada sesuatu yang mengingatkan dalam diri kita. Namun sayang, selama ini ruh kita terbelenggu oleh nafsu.
Bukankah Rosullullah SAW pernah bersabda ketika beliau dan umat muslim sehabis berperang, “ Kita baru saja melakukan perang kecil (melawan kaum kafir), sedangkan perang yang sesungguhnya adalah perang melawan hawa nafs” (terjemahan bebas tanpa mengurangi inti hadits). Ya..benar karena hawa nafsu adalah musuh yang tidak terlihat namun akibatnya sungguh luar biasa kalau kita tidak mampu mengendalikannya.
Nah...disinilah mulai sedikit terungkap bahwa meskipun kita shalat tapi banyak yang melakukan perbuatan keji dan mungkar. Hal ini disebabkan Ar-Ruh dibawah kekuasaan An-Nafs. Dan selama ini dalam shalat kita hanya melibatkan fisik dan tidak mengikutkan jiwa/ar-Ruh.
Insya Allah dengan shalat yang khusyu’...Ar-Ruh nantinya berganti menguasai An-nafs (hawa nafsu)...karena Ar-Ruh adalah Al-fitrah al munazalah (sesuatu yang suci; selalu berbuat kebenaran, karena Ar-Ruh berasal dari Allah, Dzat yang Maha Suci)....
Bersambung......
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri
SC-HSS
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Para sahabat, shalat adalah amal ibadah yang tidak main-main. Sebagai salah satu tata cara ibadah yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW tentunya ada sesuatu yang sangat penting dibalik “oleh-oleh” Rosululloh SAW tersebut saat isra’ mi’raj. Karena tata cara ibadah ini tidak diwahyukan melalui perantaraan malaikat, tetapi langsung dari Allah SWT kepada Muhammad SAW.
Dan lucunya lagi berkembang mitos bahwa kita tidak akan mungkin khusyu' dalam shalat dan tidak percaya diri (hijab) untuk menutupi kebodohan kita. Bahkan mitos inipun dibumbui bahwa yang bisa khusyu saat mengerjakan shalat hanya Nabi dan Wali-Wali Allah. Saya justru balik bertanya, “ Kalau begitu mengapa Allah SWT menyuruh kita sholat kalau yang diberi khusyu hanya Nabi dan Wali Allah?
Sungguh berbahaya kalau anda mempercayai dan meyakini mitos itu bahwa dalam aktivitas shalat hanya Rasul/Nabi dan Waliyullah yang dapat khusyu, berjumpa dan berdialog dengan Allah SWT. Sedangkan yang lain, shalatnya memble.
Marilah kita buang mitos itu dan mencoba membongkar paradigma shalat kita selama ini, bahwa yang namanya shalat, kita yakin dapat berjumpa dan berdialog dengan Allah SWT.
Pelan-pelan dan relaks aja friend!
Membongkar Paradigma
Mungkin dalam file otak bawah sadar anda pernah terekam bahwa yang namanya khusyu’ adalah bila disaat shalat:
1. Tidak ada suara dan gambar yang mengganggu.
2. Pikiran semata-semata terfokus pada gerakan atau bacaan sholat.
3. Berkonsentrasi dengan melihat satu titik di sajadah.
4. Tahu arti dari setiap ayat yang akan dibaca, dll.
Sehingga agar terpenuhi kriteria khusyu versi kita muncul syarat, misal :
1. Imam haruslah yang fasih atau bersuara merdu, dalam melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an.
2. Suasana tenang masjid/ruangan, tidak ada suara yang mengganggu,
3. Kondisi badan tidak capek dan pikiran sedang fresh,
4. Wajib menguasai bahasa Arab, sehingga tahu seluruh arti ayat Al Quran, minimal yang kita baca saat shalat, dll.
Benarkah demikian? Apakah khusyu’ tergantung lingkungan/suasana? Benarkah semua orang yang menguasai bahasa Arab akan khusyu’ dalam menjalankan shalat mereka, serta terhindar dari ’keji dan mungkar’? Benarkah orang-orang timur tengah yang tahu bahasa arab dijamin bahwa shalatnya khusyu’?
Pengetahuan seseorang mengenai shalat, ternyata tidak otomatis menjadikan ia khusyu’ dalam shalat. Justru saangat BERBAHAYA jika disaat shalat, seseorang bertumpu semata-mata pada pengetahuan yang disimpan otaknya, misalnya untuk mengingat bacaan, gerakan dan jumlah rakaat. Sebab otak memiliki kelemahan, terkadang otak tidak mampu mengungkapkan suasana batin / keadaan jiwa, otak juga mudah bosan saat menjumpai pengulangan, akibatnya banyak orang yang shalat secara ’refleks atau otomatis’ sebab benaknya telah diliputi kejenuhan bisa BENAR bacaan maupun gerakan shalatnya. Namun ketika shalat, kesadarannya melayang ke tempat lain (rumah, keluarga, pekerjaan, pasar, hutang, dll). Jika yang terjadi demikian, sudah pasti shalatnya belum khusyu’. Di dalam shalat yang seharusnya hanya mengingat Allah, malahan sibuk mengingat selain Allah. Coba perhatikan firman Allah dalam Al-Qur’an berikut ini :
QS. Thaha ayat 14 : “Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang haq) selain aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Lalu langkah apa yang harus kita lakukan, sehingga sholat kita hanya tertuju (mengingat) Allah SWT ?
Tiga Instrument
Ok. Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai shalat khusyu kita perlu paham perangkat (instrument) apa yang mempengaruhi shalat kita. Paling tidak ada 3 (Tiga) perangkat yang mempengaruhi shalat kita:
Pertama : Otak. Pada manusia, otak terdiri dari 2 bagian yaitu kiri & kanan. Otak kiri untuk melakukan aktivitas yang bersifat logic, matematic, digital, angka, dll. Sedangkan fungsi otak kanan identik dengan spiritual, instink, perasaan, dll. Kebanyakan dari manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari menggunakan otak kiri, sedangkan otak kanan jarang difungsikan. Namun apabila kita menemui hal-hal yang menyedihkan, maka otak kanan mulai berfungsi sehingga kita menangis atau ketika kita mendengarkan alunan suara/musik yang mendayu-dayu kita menjadi terhanyut. Disini terlihat bila otak kiri aktif maka otak kanan pasif, serta sebaliknya.
Lalu apa hubungannya fungsi otak dengan shalat khusyu? Di dalam aktivitas shalat antara otak kanan dan otak kiri harus difungsikan secara seimbang, sehingga tercapailah zero mind. Inilah kebanyakan yang dilakukan para penganut tarekat dimana mereka membaca puji-pujian dengan jumlah tertentu sehingga akan tercapai zero mind. Bagi kita, zero mind dapat dilatih, misalkan kita dapat berdzikir semampu kita (secara bertahap) dengan menyebut asma Allah (keluar masuknya nafas). Ini bisa dilakukan secara bertahap (dari 15 menit, 30 menit dst, yang penting dilakukan secara istiqomah atau konsisten untuk setiap harinya) dan carilah suasana yang tenang, misal sebelum shalat tahajud atau sesudahnya. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman :
QS. Al-Baqarah 2: 152 :”Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula kepadamu”.
QS. Al-A’raaf ayat 205 :” Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut”.
QS. Al-Isra ayat 110 : “ Serulah Allah, atau serulah Ar-Rahman....”
Kedua, Hati. Apabila otak telah zero mind, maka god spot (titik Tuhan) dalam otak kita akan mengalir ke dalam hati. Sehingga hati menjadi tenang, lapang, dll.
Ketiga, Ar-Ruh. Ini bagian dari kita yang sejati (Sang Aku). Badan hanyalah prasarana atau wadah, sementara ruh adalah yang sejatinya kita. Sang ruh inilah yang dapat bertemu dengan Allah. Makanya nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “ Ash-sholatu mi’rajul mukminin. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah)”..Sholat adalah mi’rajnya orang mukmin.
Cobalah perhatikan ayat-ayat Al-Qur’an dibawah ini :
QS. Adz-Dzaariyaat ayat 21 : “dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
QS. Al-Qiyamah ayat 14 : “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri (bashiroh)”
QS. Al-Hijr ayat 29 : “Maka apabila Aku (Allah) telah menyempurnakan kejadiannya (manusia) dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”
QS. Al-A’Raaf ayat 172 :..dan Allah mengambil kesaksian terhadap diri mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka(Ar-Ruh) menjawab:”Benar (Engkaulah Tuhan kami), kami menjadi saksi”....(kejadian di alam azali sebelum manusia turun ke alam kandungan dan dunia).
Untuk merasakan Ar-Ruh coba perhatikan dan amati diri kita, kalau kita berbuat sesuatu yang bertentangan dengan fitrah kita (berbuat jelek) maka ada yang mengingatkan kita...”Eh...itu yang kamu lakukan salah!”, meskipun kita akhirnya tetap melakukannya, karena Ar-Ruh dibawah kekuasaan An-Nafs (nafsu). Ar-Ruh adalah suci (al-fitrah al-munazalah), maka ketika kita berbuat sesuatu yang salah ada sesuatu yang mengingatkan dalam diri kita. Namun sayang, selama ini ruh kita terbelenggu oleh nafsu.
Bukankah Rosullullah SAW pernah bersabda ketika beliau dan umat muslim sehabis berperang, “ Kita baru saja melakukan perang kecil (melawan kaum kafir), sedangkan perang yang sesungguhnya adalah perang melawan hawa nafs” (terjemahan bebas tanpa mengurangi inti hadits). Ya..benar karena hawa nafsu adalah musuh yang tidak terlihat namun akibatnya sungguh luar biasa kalau kita tidak mampu mengendalikannya.
Nah...disinilah mulai sedikit terungkap bahwa meskipun kita shalat tapi banyak yang melakukan perbuatan keji dan mungkar. Hal ini disebabkan Ar-Ruh dibawah kekuasaan An-Nafs. Dan selama ini dalam shalat kita hanya melibatkan fisik dan tidak mengikutkan jiwa/ar-Ruh.
Insya Allah dengan shalat yang khusyu’...Ar-Ruh nantinya berganti menguasai An-nafs (hawa nafsu)...karena Ar-Ruh adalah Al-fitrah al munazalah (sesuatu yang suci; selalu berbuat kebenaran, karena Ar-Ruh berasal dari Allah, Dzat yang Maha Suci)....
Bersambung......
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri
SC-HSS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar