DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Kamis, 06 Agustus 2009

Sikap Manusia Terhadap Islam-3


SIKAP MANUSIA TERHADAP ISLAM (3)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Mari kita tuntaskan artikel mengenai ciri orang munafiqin,

Kedelapan, Suka Berbuat Kerusakan

"Dan bila dikatakan kepada mereka:Janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Mereka menjawab : Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan tetapi mereka tidak sadar”. (QS. Al-Baqarah 2 : 11-12).

Inti dari point kedelapan ini adalah : orang munafik tidak sadar bahwa perilakunya membuat sengsara orang banyak. Mereka tidak mengakui bahwa perilakunya akan berdampak negatif kepada masyarakat luas. Mereka mengaku bahwa perilaku/tindakannya semata-mata demi kepentingan/kesejahteraan/kemakmuran orang lain, baik dalam tingkat local, nasional, regional maupun internasional. Padahal pengakuan mereka jauh dari kenyataan yang ada. Hal ini dilakukan semata-mata demi kepentingan pribadi atau golongan dan mereka menzalimi/menganiaya orang banyak baik langsung maupun tidak langsung akibat perbuatannya yang tidak terpuji. Para sahabat dan sidang pembaca saya rasa dapat mengambil contoh atau pelajaran dalam lingkup kecil sampai besar, misal di sekitar lingkungan atau komunitas anda sendiri (baik rumah, organisasi, institusi, dll).


Kesembilan, Enggan Berjihad/Berperang/Berdakwah

“Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu) : Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya, niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata:”Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak pergi berperang dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad)...(QS. At-Taubah 9 : 86-87)

Point dari ini menerangkan bahwa orang-orang munafik enggan memperjuangkan keyakinannya (agamanya). Mereka hanya ingin mengambil yang enak-enak saja tanpa bersusah payah memperjuangkannya. Bila mereka disuruh untuk mengerjakan sesuatu demi agamanya maupun kepentingan bersama demi kebaikkan, maka mereka akan mencari-cari alasan agar mereka tidak ikut turun tangan (berpangku tangan) meskipun mampu. Intinya adalah mereka tergolong orang-orang yang pengecut, tidak punya nyali dan tidak konsisten (istiqomah) dalam berdakwah, berjuang untuk syiar.

Kesepuluh, Lebih Takut Kepada Manusia Daripada Kepada Allah

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab : Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersama kamu, dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu. Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tiada akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tiada akan menolongnya; sesungguhnya jika menolongnya niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tiada akan mendapat pertolongan. Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tiada mengerti. Mereka tiada akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau dibalik tembok. Permusuhan antara sesame mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tiada mengerti”. (QS. Al-Hasyr 59 : 11-14).

Inti dari point ini adalah orang munafik identik dengan pendusta atau istilah sekarang omong doing tapi tindakannya tidak ada sama sekali. Yang lebih parah lagi mereka mengaku-ngaku orang beriman padahal dalam hatinya mereka cenderung kepada musuh-musuh Allah, membela yang batil, mendukung kemungkaran, dan menyokong kemudharatan demi kepentingan pribadi. Mereka lebih takut kepada musuh-musuh Allah daripada takut kepada Allah. Golongan ini juga identik yaitu sering (dalam peribahasa) men-kail di air keruh.

Kesebelas, Tidak Suka Berhukum Kepada Al-Qur’an

“(Mereka adalah) seperti orang-orang yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka dan bagi mereka azab yang pedih. (Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) syaitan ketika dia berkata kepada manusia : Kafirlah kamu, maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata : Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan Semesta Alam. Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikian balasan orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Hasyr 59 : 15-17).

Intinya bahwa orang munafik identik dengan penghasut yang menjerumuskan orang lain atau meminjam tangan orang lain untuk memenuhi kepentingannya. Namun bila dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya maka mereka akan memilih lepas tangan atau cuci tangan. Untuk mencapai kepentingan pribadi, mereka tidak peduli apakah cara-caranya bertentangan dengan Al-Qur’an atau tidak. Yang penting kepentingannya tercapai dan terpuaskan. Padahal orang ini mengaku beriman kepada Al-Qur'an (Rukun Iman keempat).

Keduabelas, Mencari Keuntungan Pribadi.

“(Yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi padamu kemenangan dari Allah mereka berkata: Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?. Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata : Bukankankah kami turun memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang yang beriman?. Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu dihari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nisa’ 4 : 141).

Inti dari point ini adalah orang munafik ibarat pahlawan kesiangan. Mereka berpangku tangan ketika harus memperjuangkan sesuatu. Dan ketika salah satu pihak yang bertikai menang maka mereka akan mengaku-ngaku ikut andil dalam memperjuangkannya. Tidak peduli yang menang sang musuh atau sebaliknya. Mereka membusungkan dada bahwa merekalah salah satu orang yang berjasa.

Demikian sekelumit pembahasan mengenai ciri-ciri orang munafik, untuk sub topik berikutnya akan membicarakan mengenai sifat orang-orang fasik.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
www.akubersujud.blogspot.com

Rabu, 05 Agustus 2009

Tribute To Mbah Surip


TRIBUTE TO MBAH SURIP

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dicintai, dirahmati dan dimuliakan Allah SWT.

Sebelum saya melanjutkan artikel tentang Sikap Manusia Terhadap Islam, ijinkan saya sebagai umat muslim memberikan apresiasi barang sekata dua kata kepada saudara saya Mbah Surip, karena Beliau sesama umat muslim. Bukankah kita sesama umat muslim adalah saudara? Saya berharap semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari perjalanan Beliau, baik selama masa hidupnya maupun menjelang saat-saat terakhir Beliau dipanggil Allah SWT.

Innalillahi wa Innailahi Roji’un. Telah berpulang ke rahmatullah saudara kita Urip Ariyanto yang yang dikenal dengan Mbah Surip pada tanggal 4-Agustus-2009, jam 10.30 WIB, pada usia 60 tahun.

Mbah Surip meninggalkan kita semua di saat Beliau sedang mencapai puncak kariernya sebagai seniman, seorang penyanyi. Meruntut kilas balik perjalanan hidup Beliau sungguh mengagumkan. Meskipun 3 (tiga) gelar kesarjanaan yang dimiliki dan berbekal pengalaman kerja di luar negeri, namun Beliau tidak terhanyut dalam gemerlap dan kemewahan dunia. Dia tidak peduli kata orang, namun Beliau mengikuti apa kata hati nuraninya, demi sebuah kemerdekaan hidup yang harga tidak mampu dibeli oleh siapapun.

Beliau beralih profesi menjadi seorang seniman, yang sangat jauh dari latar belakang pendidikan dan pengalaman kerjanya. Beliau tidak mau terkooptasi atas nama kekuasaan (struktural). Dia ingin menjadi seorang yang egaliter, yang diterima di semua kalangan. Menebarkan senyumnya yang khas, rendah hati, ingin menyenangkan hati semua kalangan, berbagi suka dan duka, mengasihi sesama makhluk Tuhan tanpa memandang status sosial dan hidup sederhana. Mbah Surip pun ringan tangan untuk membantu dan berbagi rejeki dengan para koleganya.

Pertama, Bahwa yang namanya kematian adalah rahasia Allah SWT dan manusia tidak mengetahui kapan, dimana, dengan cara apa dan sedang apa dia akan mati. Dan manusia tidak mampu menolaknya.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…,” (QS. Al-Anbiya 21: 35)

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh….,” (QS. An-Nisa’ 4 : 78)

“..Tidaklah seorang pun tahu apa yang akan diperbuatnya besok, dan tak seorang pun tahu di bumi mana ia akan meninggal…”. (QS. Luqman 31:34)

Kematian adalah ketentuan yang pasti terjadi pada makhluk yang berjiwa, dan tidak tahu kapan itu terjadi. Inilah misteri dari Allah SWT dengan maksud supaya manusia selalu ingat dan waspada, sehingga hari-harinya selalu diisi dengan amal shalih.

Kedua, Sebagai makhluk Allah SWT kita wajib berikhtiar untuk mengusahakan sesuatu (misal: rejeki), meski demikian hasilnya wajib kita serahkan kepada Allah SWT (bertawakal), sehingga manusia tidak akan kecewa bila apa yang diinginkan tidak terpenuhi.

”Sesungguhnya Allah tidak merubah sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS Ar-Rad 13 : 11).

”Dan tawakallah kepada Allah! Cukuplah Allah menjadi wakilmu (tempat menyerahkan segala urusanmu)..” (QS Al-Ahzab 33 : 3).

Ketiga, bagi seorang muslim selaku khalifah tidak hanya menjalankan peribadatan yang sifatnya vertikal (Hablumminallah), namun juga ibadat horisontal (Hablumminannas), menebarkan kasih sayang, dan bermanfaat bagi makhluk Allah SWT dalam arti seluas-luasnya, bahkan tidak peduli apakah itu kawan maupun musuhnya. Sebagai orang yang beriman tidak selayaknya membuat kerusakan, mendzalimi, menindas hak makhluk, mencuri rejeki orang, dll. Kalau ini terjadi maka dapat dikatakan bahwa manusia jenis ini belum beriman.

”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang,..” (QS. Maryam 19:96)

”Engkau tidak memperoleh kaum yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, bahwa mereka mengasihi orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka bapak, anak, saudara, atau kerabatnya...(QS. Al-Mujadalah 58 : 22).

Keempat, sebagai makhluk yang mulia hendaknya kita mampu berbagi baik rasa, materi, ilmu, dll dalam kondisi lapang maupun sempit sesuai kemampuan kita. Tidak mementingkan diri sendiri. Apalagi kalau melihat banyak saudara kita yang hidup di bawah garis kemiskinan. Berhati-hatilah dengan harta, karena harta akan melenakan dan membuat kita terhanyut dalam arus kehidupan duniawi.

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian,..” (QS. Adz-Dzariyat 51 : 19).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah…,” (QS. Al-Munafiqun 63 : 9).

Dan masih banyak pelajaran positif lain yang dapat kita ambil dari perjalanan hidup Mbah Surip. Silahkan para sahabat dan sidang pembaca mengambil hikmah/pelajaran yang lain.

Saya selaku saudara seiman hanya mampu membantu dengan do’a kepada Mbah Surip, semoga arwah Beliau diterima di sisi Allah SWT dan Beliau meninggal dalam keadaan khusnul chotimah (akhir yang baik), diampuni dosa-dosanya, serta mendapat rahmat dan ridho dari Allah SWT. Amin.

WE LOVE YOU FULL!

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang

Selasa, 04 Agustus 2009

Sikap Manusia Terhadap Islam-2


SIKAP MANUSIA TERHADAP ISLAM (2)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dicintai dan dimuliakan Allah SWT.

Adapun ciri orang munafiqin selanjutnya adalah :

Keempat, Sumpah dan Janjinya Tidak Ditepati.

“Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah; bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran dan telah menjadi kafir sesudah islam, ….” (QS. At-Taubah 9 : 74).

Inti dari point keempat ini adalah orang munafik suka mengobral janji, bahkan untuk membuat atau meyakinkan orang lain agar percaya, sering pula janji-janji yang ditebarkan dibumbui dengan hal-hal yang bombastis, tak jarang pula membawa-bawa ayat-ayat Al-Qur’an. Padahal sumpah atau janji itu tak lain untuk memenuhi kepentingan pribadi dan nafsunya. Bila orang lain percaya kepada janji-janjinya, biasanya setelah terpenuhi keinginan/nafsunya, janji yang dulu pernah ditawarkan akan dibungkus dan dibuang ke bak sampah alias tidak dipenuhi. Ini tidak terjadi satu dua kali saja, selama orang munafik mempunyai kepentingan pribadi maka akan bersumpah dan mengobral janji manis.

Kelima, Amal Ibadahnya Riya’/Ingin Dipuji

“(Ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata:” Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya”. (Allah berfirman) : “Barangsiapa yang tawakal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Anfal 8 : 49).

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’ 4 : 142).

Untuk penjelasan ayat diatas, saya rasa para sahabat dan sidang pembaca cukup memahami apa yang dimaksud ayat diatas mengenai ciri-ciri orang munafik.

Keenam, Suka Bergaul Dengan Orang Yang Memusuhi Islam

“Jika kedua bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingdari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana. Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertawakallah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara. Jika Allah menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai penggantimu). Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat demikian. Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi) karena disisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin maka Allah lebih tahu kemashlatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Nisa’ 4 : 130-135).

Inti dari point keenam ini adalah sebagai orang yang beriman bila dijadikan saksi maka harus bertindak adil dan jujur sesuai apa yang diketahuinya, tanpa mengurangi atau menambahi. Dalam bersaksi tidak memandang apakah itu kerabat, orang kaya atau miskin, yang berpangkat atau tidak maka orang beriman akan mengatakan yang sesungguhnya terjadi/jujur. Bahkan orang beriman tidak usah takut kekurangan karena membela orang yang miskin (karena kebenaran) dan tidak membela orang yang kaya (karena salah), karena Allah mengingatkan bahwa apa yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah, jangan takut kekurangan harta (rejeki).

Berbeda dengan orang munafik, dia bersaksi berdasarkan untung rugi untuk dirinya sendiri terutama demi kenikmatan dunia. Tidak peduli orang yang di bela itu musuh Islam (misal orang kaya dan punya kedudukan itu salah), maka selama persaksiannya menguntungkan baginya maka dia akan bersaksi palsu, dengan harapan orang yang dibela akan memberikan imbalan berupa materi atau kedudukan.

Ketujuh, Selalu Curiga Terhadap Kegiatan Islam

“Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) mengerathui bahwasannya barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahanam-lah baginya, dia kekal di dalamnya. Itu adalah kehinaan yang besar”. (QS. At-taubah 9 : 63).

Point ketujuh ini adalah bahwa apabila kaum mukmin melakukan perintah Allah dan Rasul-Nya maka akan dicela oleh orang munafik, sementara itu orang munafik sendiri tidak mau melaksanakan tetapi justru menjelek-jelekkan. Ayat ini sebenarnya turun berkenaan dengan perang Tabuk, dimana orang munafik tidak mau ikut berperang, namun menganggap dirinya orang beriman. Padahal mereka beriman hanya sebatas lahiriahnya saja, namun hatinya/batiniahnya tidak beriman. Dan Allah SWT akan membalas mereka (orang munafik) dengan neraka Jahanam.

Tentunya untuk kondisi saat ini pengertian ayat tersebut dapat dijabarkan secara luas. Misalnya ada saudara kita (orang mukmin) yang mengadakan kegiatan demi syiar agama Islam (Katakanlah seperti memperingati hari-hari bersejarah Islam). Bagi orang munafik, hal ini tidak menjadikannya senang dan mendukung, justru kecurigaan dan rasa tidak senang yang ditampakkan.

Bersambung…..

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang

Sikap Manusia Terhadap Islam-1


SIKAP MANUSIA TERHADAP ISLAM (1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dicintai dan dimuliakan Allah SWT.

Pada bahasan artikel kali ini saya mengajak para sahabat dan sidang pembaca membahas mengenai perilaku manusia terhadap Islam. Artikel ini terbagi menjadi beberapa sesi, sebagaimana artikel yang pernah saya posting dengan judul “Tafakur, Konsep Islam Menuju Tuhan”

Mengapa artikel ini penting untuk saya sampaikan? Pertama, ini semata-mata sebagai rambu-rambu apakah kita termasuk hamba yang dilaknat Allah atau hamba yang dirahmati Allah. Kedua, untuk me-recall kembali ingatan kita pelajaran yang pernah didapat, meskipun pelajaran tersebut saat itu sebatas pengertian atau definisi. Untuk itu agar para sahabat dan sidang pembaca mantap, memahami dan lebih terbuka pengetahuannya maka uraian ini saya sertai dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Saya tidak bermaksud menggurui, namun ini semata-mata sebatas sharing pengetahuan dan pemahaman.

Demikian sekilas mukadimah dari saya, semoga artikel yang saya sajikan dapat bermanfaat.

I. MANUSIA MUNAFIQIN

Munafik berasal dari kata “nafaqo” yang berarti melahirkan sesuatu yang berlawanan dengan hati nurani. Dalam pengertian syara’, munafik adalah orang yang lahirnya menyatakan beriman, padahal hatinya kufur. Jadi disini antara lahir dan batin tidak sinkron. Lain dibibir lain dihati. Lalu bagaimana kita menilai orang lain atau diri sendiri bahwa jangan-jangan kita atau orang lain termasuk dalam golongan ini atau tidak? Inilah ciri-cirinya

Pertama, Tidak Berpendirian Tetap dan Jelas.

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’ 4 : 142).

Seringkali ketika manusia menjalan aktivitas ibadah tidak diniatkan secara ikhlas untuk Allah SWT semata tetapi diembel-embeli maksud-maksud tertentu dengan maksud agar dilihat atau nilai orang agar manusia itu dinilai termasuk ahli ibadah. Banyak yang melatar belakangi niat ini, seperti agar pimpinan, teman, tetangga, jamaah pengajian, atau masyarakat umum (dimana manusia tersebut beraktivitas) menilai manusia jenis ini tergolong seorang yang alim, sehingga mereka akan memuji-mujinya (riya’). Memang secara lahir kita dapat menilai demikian namun secara hati, Allah SWT yang tahu. Inilah yang dimaksud Allah dalam ayat diatas bahwa mereka hendak menipu Allah, padahal Allah lebih mengetahui isi hati hamba-hamba-Nya. Padahal seorang ahli ibadah seyogyanya hanya meniatkan ibadahnya kepada Allah. Dia tidak perduli dengan pendapat orang lain, bahkan orang ahli ibadah ini saat menjalankan ibadahnya kadang-kadang sebisa mungkin menghindari dilihat orang lain, karena takut dianggap riya’.

Kedua, Tidak Dapat Dipercaya Sama Sekali.

“Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah :”Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta. Tidakkah mereka tahu bahwasannya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasannya Allah amat mengetahui segala yang ghaib?. (orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu dan untuk mereka azab yang pedih”. (QS. At-Taubah 9 : 75-79).

Inti point dari ciri orang munafik yang kedua adalah Pertama, suka mengingkari janji, baik dengan Allah maupun manusia. Kedua, orang ini juga sangat sayang terhadap harta, padahal di dalamnya ada hak untuk orang miskin, fakir, dll. Ketiga, sementara kalau melihat orang lain memberikan sedekah, orang munafik akan mencela, padahal dia sendiri tidak bersedekah.

Ketiga, Perkataannya Bohong dan Dusta

“Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”. (QS. Al-Baqarah 2 : 8-10).

Inti dari point ketiga ini bahwa orang munafik suka berdusta atau bohong baik hubungannya dengan Allah maupun manusia. Dicontohkan di atas bahwa orang munafik mengaku beriman (mengimankan diri sendiri) tetapi Allah mengatakan bahwa orang ini menipu. Kenapa? Orang yang beriman ada tandanya, yaitu ditanamkannya Asma Allah di dalam dadanya oleh Allah SWT, bukan sebatas mengaku-ngaku dirinya sudah beriman (Baca artikel saya dengan judul, “ Sudahkah kita diimankan?”.

Bersambung…..

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri-Penulis

Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang

Sabtu, 01 Agustus 2009

Maafkan Aku Tidak Mencintamu


MAAFKAN AKU TIDAK MINCINTAIMU

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para sahabat dan sidang pembaca yang dirahmati, dicintai dan dimuliakan Allah SWT.

Tanggal 31-Juli-2009 kemarin, kami (beberapa sahabat dalam komunitas Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang) secara kebetulan (diperjalankan Allah) dipertemukan dalam satu masjid. Walaupun pertemuan itu relative singkat, Insya Allah tetap ada manfaat (ilmu) yang kami peroleh.

Setelah sejenak memberikan salam dan menanyakan kondisi masing-masing serta keluarga, kami langsung “tancap gas” sharing perihal pengalaman yang dialami selama beberapa hari selama tidak bertatap muka. Dalam artikel ini saya akan menceritakan pengalaman yang dialami sahabat kami saudara Hari Purnomo.

Sebelumnya ijinkan saya menceritakan sedikit (kilas balik). Setelah SC-HSS terbentuk dan memiliki acara tetap hari Sabtu malam Minggu, syukur Alhamdulillah dari beberapa sahabat juga “memperlebar sayap” dengan membuka pengajian, salah satunya adalah sahabat saya Hari Purnomo yang membuat halaqah kecil setiap Jumat sore setelah shalat Ashar. Inilah yang akan saya ceritakan kepada para sahabat dan sidang pembaca tentang salah satu topik pertemuan.

Jum’at suatu sore, sahabat saya yang didampingi istrinya (kebetulan jamaah selain pria juga ada wanita) memberikan pernyataan yang membuat para jamaah terperanjat dan bertanya-tanya. Apakah pernyataan itu?

“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, pernahkah anda tahu bahwa saya akhir-akhir ini tidak lagi mencintai istri dan bahkan anak-anak saya?” begitu kata sahabat Hari Purnomo sambil menunjuk kepada istrinya.

Jamaah sejenak terdiam mendengar pernyataan tersebut, bahkan ada yang sedikit agak shock. Setelah mereka tenang dan sadar, baru kemudian muncullah beberapa pertanyaan dari para jamaah. Baik yang serius, heran dan ada yang sedikit nakal.

“Wah Pak Hari ini ada-ada saja!”

“Masak sih? Padahal saya lihat selama ini rumah tangga Pak Hari adem-adem saja?”

“Mau kawin lagi ya Mas? Atau mau Poligami?”

Sahabat saya hanya tersenyum penuh makna. Setelah jamaah agak tenang, kemudian baru dia menerangkan pernyataannya tadi sambil mengutip ayat Al-Qur’an,

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….(QS. At-Tahrim 66 : 6).

“Begini para jamaah sekalian. Saya ini sebenarnya sangat mengasihi mereka namun tidak mencintai mereka. Kenapa? Pertama, bahwa yang namanya cinta hanya saya peruntukkan hanya kepada Allah SWT. Sedangkan kasih sayang saya tebarkan kepada seluruh makhluk-makhluk Allah SWT tanpa kecuali, termasuk istri dan anak saya. Cinta itu derajatnya lebih tinggi daripada kasih sayang. Cinta itu khusus dipersembahkan kepada Allah SWT, sedangkan kasih sayang sifatnya lebih umum. Oleh karena itu yang namanya cinta itu tidak bisa dibagi-bagi maupun setengah-setengah, harus totalitas, sementara kasih sayang itu bisa dibagi-bagi.”

Yang kedua, Kalau saya mencintai istri dan anak-anak saya, berarti saya justru menjerumuskan dan tidak memelihara keluarga saya agar selamat dari api neraka. Bagaimana saya dapat menyelematkan mereka kalau saya juga termasuk penghuni neraka. Kenapa? karena saya lebih mencintai mereka (keluarga) daripada Allah SWT”.

Sejenak para jamaah terdiam dan merenungkan pernyataan sahabat saya. Kemudian tidak berapa lama mereka perlahan-lahan menganggukkan kepalanya, tanda bahwa mereka mulai paham apa yang diuraikan oleh Mas Hari. Kemudian sahabat saya melanjutkan dengan menukilkan ayat Al-Qur’an,

“Dia-lah Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi…(QS. Ibrahim 14 : 2).

“Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada diantara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah,..(QS. Thaha 20 : 6).

“Jadi Allah-lah yang memiliki semuanya, kita manusia tidak berhak mengklaim bahwa keluarga, kekayaan, jabatan, dll itu milik kita. Jangan sekali-kali bapak-bapak dan ibu-ibu lakukan. Kalau hal ini jamaah lakukan maka saudara-saudara bersiap-siaplah akan berhadapan dengan masalah. Misalnya, anda tidak rela ketika apa yang anda klaim selama ini diambil oleh Allah, maka saudara-saudara akan stress, kecewa, sedih, dll.”

Kemudian sahabat saya melanjutkan, “Beda bila saudara-saudara memiliki kesadaran bahwa apa-apa yang dititipkan (amanah) dari Allah SWT diambil yang berhak memiliki yaitu Allah SWT, maka anda tidak akan merasa kehilangan, karena selama ini saudara-saudara hanya dipinjami saja. Wajarkan bila yang meminjami mengambil sesuatu yang dititipkan. Yang perlu diperhatikan juga, kalau hati kita sudah tertambat kepada sesuatu yang selain Allah SWT, maka bersiap-siaplah saudara-saudara akan lalai untuk mengingat Allah SWT.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah…”(QS. Al-Munafiqun 63 : 9).

“…..Tidaklah kehidupan dunia melainkan harta benda yang memperdayakan,..” (QS. Ali Imran 3 : 185)

“…Kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang kafir,.. (QS. Al-An’am 6: 130).

“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Tentunya kita semua berhak dan boleh hidup bahagia dan kaya di dunia ini. Namun yang perlu diingat, janganlah dunia ini melenakan dan menghanyutkan kita. Jadikanlah dunia ini sebagai sarana untuk menuju kepada Allah SWT sehingga kita mendapatkan rahmat dan ridho dari-Nya”.

Demikian Mas Hari menutup ceritanya. Tidak terasa waktu cepat berlalu. Kami kemudian saling berpamitan dan mengucapkan salam. Karena kami juga ditunggu kewajiban kami yang lain yaitu mencari nafkah.

Demikian sedikit sumbangsih dari saya, semoga bermanfaat. Amin ya Rabbal’alamin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Hari Purnomo-Ide Artikel
Fahri-Penulis dan Lay Out
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang