DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Selasa, 06 Juli 2010

Gajah dan Upil


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para sahabat dan sidang pembaca bahwa dalam beberapa hari ini saya belum bisa menerbitkan tulisan baru. Hal ini dikarenakan saya harus mempersiapkan bahan untuk syiar demi melayani umat. Untuk mengobati rasa kecewa maka saya menerbitkan tulisan sahabat saya, Sdr. Dody Ide. Semoga bermanfaat.

GAJAH DAN UPIL (1)

Sampeyan dan saya tentu sudah sering dengar perdebatan keyakinan yang dianalogikan dengan orang buta memegang gajah. Mereka menjawab sesuai persepsi masing - masing dengan seyakin - yakinnya. Padahal jawaban mereka tak ada satu pun yang mampu mewakili keutuhan bentuk gajah.

Analogi ini walau menjadi wasit penengah keyakinan, tetapi belum tentu mampu meredam gundukan emosi para debater. Para tukang debat bila mendengar nasihat analogi ini, biasanya hanya diam tak bicara, entah karena sungkan atau apa...

Tapi bisa jadi lho pikirannya malah bicara lebih keras karena argumen dan pengalaman spiritual yang diyakini belum terucap lepas lewat mulut. Hmmh...sebab nafsu benar sendiri itu belum terlampiaskan...

Tapi seandainya diri kita tidak dianalogikan orang buta, mungkin lebih menarik kali yaaa...

Toh fitrah kita adalah mahluk sempurna, insan kamil yang pasti dibekali sifat bashirah yang mampu melihat dengan jelas tanpa mata indera sekalipun.

Masalahnya tinggal sifat bashirah ini akan kita arahkan kemana. Ber-Out of Body Experience nglayap ke negeri Eropa, lelaku memasuki dimensi alam jin genderuwo, mengintip sifat - sifat buruk memakan bangkai saudara sendiri, atau memusyahadahi apa yang sebenarnya memang wajib kita lihat dan saksikan ? inni wajahtu....

Jadi, ayuk kita uraikan bahwa kita ini orang yang memiliki penglihatan normal, cuma masalahnya hanya belum pernah melihat gajah. Atau lebih tepatnya, kita sebenarnya waktu kuecciiil bayi cilik menthik pernah lihat gajah tetapi sudah sangat lupa. Yang ada hanyalah memori bawah sadar bahwa sebenarnya kita pernah berjumpa dengan sang gajah.

Kemudian dengan rasa alpa ini, mari kita saling bekerjasama mencari siapa sesungguhnya gajah. Kita cari dan diskusikan berbagai metode untuk menggali alam bawah sadar tentang ingatan - ingatan akan wujud gajah.

Sudah tentu dalam proses mengingat dan mencari gajah, yang berhak menjawab siapa gajah adalah gajah itu sendiri.

Dan kalaupun gajah itu sudah ketemu dan menyebut jati dirinya, apatah hak kita rumongso lebih mengetahui dan lebih memiliki sang gajah daripada teman sepencarian ? he he he...gak ada toh...

Ah, tapi kayaknya juga terlalu jauh mencari suatu analogi di luar diri. Jangankan gajah yang kita tak tahu rimbanya...lha wong bagian diri sendiri yang paling dekat aja kadang kita tak benar - benar tahu maksud pengajarannya.

Sekarang, mari kita coba dengan analogi yang simpel - simpel saja dan telah menjadi guyonan yang lekat dengan keseharian. Tak lain agar kita lebih fresh berfikir, tak terjerat angan - angan antah brantah dan lebih rileks tasammuh menghadapi perbedaan.

Eng ing eng.... film pendek dimulai...

Alkisah saat gelap malam terlihat dua balita yang baru bisa ngomong sedang mencoba berdialog. Dengan keluguan dan kefitrahan diri, mereka saling bertanya tentang apa saja yang baru diketahui. Di remangnya malam yang hanya diterangi bulan sabit, terjadilah perbincangan gayeng....

+ Hei blo, loe tahu gak ... ini namanya apaan cih... ?

- Liat doooolo plen, attuuuh...kok gak keliatan cih, au ah gelap, bendanya kecil...coba kupegang dulu ...emm...kata olang - olang, ini getah ya ?

+ Kayaknya cebutannya bukan itu deh...

- Kalet mungkin ?

+ Bukaaaaaaan...bukan ittcuuuuuu....

- Cebental....kupikil dulu....Yap, aku cekalang ingat...kata mama akkyuuu, ini dicebut adonan...

sambil memelintir - melintir benda asing itu, Si bro berupaya meyakinkan si fren lagi )

+ Bukan laaah...kalau itu gue juga taaau'....adanonan kan dali tepung....

- Lha emangnya ini dali mana plen ?

+ Dali hiiiiidung blo........

- Hah ! itu sih upil, pleeeeen.........

+ Eh blo...loe mau gua kacih ?

- Ngapain plen... Gue kan punya cama pelcis kayak loe....nih cama kan ? wong kita cama - cama manusia.....hi hi...punyaku malah klispi gak lengket kayak punyamu pleeeen...

(si bro mengulik - ulik hidung sambil mempertontonkan upilnya yang ternyata sama saja dengan punya si fren )

Akhirnya mereka saling tertawa guyon sambil lempar - lemparan upil.....jorok sih, tapi suasana jadi hidup.

Bagi adik - adik kecil ini titik tumpunya bukan lagi masalah apa yang diomongkan, tetapi pencapaian suasana bathin yang saling menghangatkan.

Hmmh... seharusnya seperti itulah kita - kita yang tua ini... semakin berpengalaman hidup, seharusnya semakin mampu menerapkan kehangatan suasana salam, Islam.

Stttt.... tapi jangan remehkan upil lho....bukankah Gusti Allah menciptakan sesuatu tanpa sia - sia ?

Nah, silahkan dulu baca tulisan selanjutnya. Sambil ngupil gak apa - apa kok...

Pertama, kita sama - sama belajar alif ba' ta' membaca satu ayat saja. Di sini tak ada yang perlu digurui atau menggurui....kita sama - sama makmum yang berustadzkan kitab suci. He he sebenarnya ini sekedar ngeles, soalnya saya gak hafal banyak ayat.

Kedua, tulisan ini sekedar cara pandang perjalanan pribadi terhadap sebuah ayat kauniyah - kauliyah yang belum tentu cocok dibaca semua orang. Jadi kalau bacanya sambil merengut, lebih baik gak usah diterusin bacanya dan tidur aja. Sebab tidur adalah sarana terbaik mengembalikan dan memasrahkan jiwa pada Sesuatu Yang Maha Mutlak dan Maha Mengatur. Bismika Allahumma Ahya.....

Ketiga, kalau dada sampeyan seluas samudera atau padang Mahsyar, bacanya silahkan diteruskan. Kalau masih sempit ya berdoa ala nabi Musa dulu. Rabbisrahli sadri....

Yuk lanjuuut.....

.....dan Aku lebih dekat dari urat leher, Qaaf : 16 )...Hmmh...kalau baca ayat ini, jangan keburu dulu ngomong Allah lebih dekat dari urat leher yang berarti Allah " wahdatul wujud " dengan kita laiknya urat leher yang juga menempel jadi satu dengan diri ini... kemuluken rek ! toh akhirnya omongan itu hanya jadi kayak debatnya orang buta tentang gajah. Lagian sudah terlalu mblenger kita menerima cerita perjalanan spiritual sperti itu.

Lalu kira -kira apa ya yang lebih dekat dari urat leher ? yuk kita preteli dengan ilmu yang ringan -ringan dan masuk angin...eh masuk akal ding.

Menurut ilmu kedokteran ataupun ilmu beladiri, urat leher atau nadi adalah jalur vital mati hidupnya manusia. Sekali bocor atau tersendat dalam jangka waktu tertentu, wassalam.

Berarti, yang lebih dekat dari urat leher adalah mati hidup manusia itu sendiri. Tapi di mana ya jalan kematian dan kehidupan itu ?

Sekali lagi, kita bicara yang ilmiah dulu. Mati adalah sampah atau pembuangan. Hidup adalah asupan atau daya. Tapi pintu keluar masuknya mana nih....?

Tuing...tuing...dari tadi ngupil kok gak terasa sih....ya di hidung dooong plen ...

Kita menghidupi sistem tubuh dengan menarik oksigen. Setelah berproses sampai tingkat regenerasi sel, limbah atau sel yang mati itu menguap menjadi karbondioksida dan keluar dengan sendirinya melalui nafas.

Nah, untungnya proses ini otomatis, gratis dan tak kena pajak. Di sinilah sebuah kemurahan Allah yang sering kita lupakan kecuali kalau kita lagi berada di UGD dan memakai selang oksigen.

Dijelaskan dalam Ayat Kursi bahwa Allah Maha Hidup dan Berdiri Sendiri. Sekarang kita lihat korelasi antara awal ayat kursi dengan nafas yang keluar masuk lewat hidung. Di dalam nafas ini nampak nyata sifat dari Ayat Kursi.

Nafas adalah sesuatu hidup yang berdiri sendiri. Bila dilanjutkan korelasi ayat berikutnya, nafas faktanya tidak tidur dan mengantuk. He...he... lha kalau nafas ikut ngantuk dan tidur istirahat sejenak, haduuuh....hilanglah nikmat nasi goreng.....

Di dalam nafas inilah terjadi kesejajaran hamba. Presiden sampai tukang becak, orang alim sampai bajingan, Orang Amerika sampai Timur Tengah, semua menghirup udara secara sama persis dan gratis.

Masak ada sih udara khususon buat Kyai atau Ustadz, udara VVIP buat Pak Presiden atau udara kelas ekonomi tanpa nomor duduk buat kaum proletar ? kan gak ada seh....

Hmmh...nafas yang meliputi langt bumi...nafas yang ada di depan belakang, atas bawah dan samping...nafas yang mengantarkan pada puncak kehidupan sesungguhnya....sangat tak terbatas...

*

Bila saja kita bisa mensyukuri nafas dengan benar, maka akan mulai terkuak sebuah ilmu pengetahuan ghaib. Eittt, sebentar, ini bukan yang klenis magis dan nganeh - nganehi. Kita bicara yang sederhana dulu aja.

Maksud pengetahuan ghaib adalah pengetahuan ummi...yaitu pengetahuan yang tanpa kita pelajari tetapi dengan sendirinya akan tumbuh perlahan tapi pasti. Kata orang, itu disebut ilmu laduni...ah tapi sebutan ini masih kemuluken sih...kita jlentrehkan secara ilmu katon saja lah...

Sik...Sik...sebentar... Kok bisa ilmu itu ada tanpa dipelajari ya... ? Eee...kurang lebih begini ceritanya...

Sampeyan dan saya bernafas dalam satu udara yang sama. Nafas yang sampean keluarkan pasti akhirnya saya hirup juga walau dengan proses penyaringan terlebih dulu.

Kalau disadari, konten nafas pastilah mengandung berbagai macam residu jejak identitas diri. Semakin halus kita menikmati nafas, maka semakin detail kita mampu menangkap konten identitas diri.

Teori data nafas ini persis kayak data darah. Bila kita tak punya pengetahuan darah, ya yang kita tahu paling sebatas pengetahuan fisiknya yang merah dan cair. Titik. Tapi bagi ahlinya, darah bisa menginformasikan jenis penyakit, kondisi jerohan, struktur DNA, riwayat keturunan, kadar gula dan lain sebagainya.

Dalam hal ini, identitas diri adalah buah pikiran, konsep pencitraan fisik, GPS di mana titik ordinat kita berpijak di bumi dan gambaran emosi diri.

Semakin kita bisa menyaring dengan lembut, maka semakin lembut pula data partikel pengetahuan yang kita hirup dan kita pilah. Persisnya seperti ayakan pasir. Semakin halus ayakan, semakin bisa memisahkan mana batu kasar, mana pasir lembut. Mana kekerasan mana kelembutan, mana sekedar materi, mana daya hidup. Mana kematian mana kehidupan.

Tapi kalau kebanyakan menyedot benda mati yang kasar - kasar, ya siap -siap sesak jantung dan marah - marah mata mendelik...waduh !

Logika ceteknya, saat kita menghirup dengan lembut, kotoran yang tersedot bersama udara akan menempel di bulu - bulu hidung. Tapi kalau kita ngos - ngosan emosi, kotoran itu tak bisa ditangkap bulu - bulu hidung dan ikut tersedot paru - paru. Akhirnya, otomatis, sistem ketubuhan kita tak bisa diakselerasikan dengan semestinya. Chaos.....

Tak heran disindirkan dalam ajaran bahwa semakin kita mengotori diri, maka semakin ditambahlah kotoran titik hitam dalam hati. Semakin emosi, semakin ngos - ngosan, akhirnya semakin puanaaaaaassss........swuumpeeeghh...

Dan yang disebut diri pribadi, dalam bahasa arab adalah nafs. Indonesianya ya nafas. Kalau nafasnya tersengal- sengal namanya nafsu. Mbuh nafsu lapo iku....... yang jelas titik hitam dalam hati itu akibat nafsu alias nafas yang kacau.

Kalau yang tersedot cuma kotoran partikel udara sih masih mending. Lha kalau yang tersedot ternyata gajah, apa gak sesak dada kita ?

He he...faktanya kita ini memang suka menyedot partikel yang gedhe - gedhe kayak gajah kok. Pabrik kita sedot, tambang kita sedot, hutan kita sedot....apalagi film porno artis juga kita sedot rame -rame lewat internet. Syuuurrr.....

Yah... dada kita, rumah kita sejati sering terisi sesak dengan berbagai materi, persis kayak rumah yang kebanyakan barang. Akhirnya kita kesulitan mencari ruang lapang dalam diri sendiri....Nah lo...mbok sekali - kali nyedot Tuhan biar dada ini lapang reeek ... ups @_@

Kalau kita masih gak paham tentang kecanggihan hidung, mari kita bergeser ke logika tetangganya hidung alias telinga.

Dalam dunia musik ketika kita berposisi sebagai pendengar sambil lalu, maka porsi utama yang kita tangkap dan hafal hanya nada dan syair saja. Padahal kalau telinga mau memperhatikan dengan seksama di dalamnya ternyata terkandung berbagai macam klasifikasi kedetailan ilmu.

Para penikmat musik yang pasang telinga beneran akan mulai bisa memisahkan mana suara bass, riff gitar, progressif akord dan rhythm dasar drum, suara perkusi dll.

Masuk lagi lebih detail bagi kalangan hi - fi class dan audio engineer, lagu ini masih di pecah menjadi dengan istilah tonal balance, ambience, space, tight, punch, definitive, kompresi, reverb, gate, attack, decay , release, humming dan sebagainya.

Kemudain para insinyur audio menelaah semua itu menjadi dasar rumusan perhitungan harmonic content, FFT, noise floor, dynamic range, amplitudo, SNR, SPL, jitter, THD, crosstalk, dumping factor dan banyak lagi .

Yup, hidung tetaplah tinggal daging layaknya hidung Miss Piggy,telinga tetaplah tinggal daging layaknya telinga gajah. Kecuali kita bisa memanfaatkan anugerah yang luar biasa ini....

Bersambung....

Wassalam,

Dody ide

Tidak ada komentar:

Posting Komentar