Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Allah SWT Maha
Adil, melalui Rasulullah Muhammad SAW, Allah SWT memberikan pengajaran
bagaimana seharusnya umat islam berproses untuk mengenal Allah SWT dengan
sebenar-benarnya.
Setiap manusia
diberikan potensi (perangkat) yang sama untuk mengenal siapa sejatinya Allah SWT
itu. Adapun potensi yang diberikan ada lima, yaitu otak, jiwa, akal, hati dan
ar-ruh. Ketika manusia dapat
menyambungkan ke lima potensi ini menjadi satu kesatuan utuh (sistem Tuhan)
maka ar-ruh akan berkuasa (menjadi nahkoda) atas perilaku manusia. Inilah satu-satunya potensi manusia yang
pernah berjumpa dengan Allah SWT sebelum ar-ruh dihembuskan ke dalam tubuh bayi
saat berumur 4 bulan dalam rahim ibu (QS.
Al-‘A-raaf 7:172). Namun sayang, seiring dengan bertambahnya usia, ar-ruh
tenggelam dalam pusaran nafsu dan hingar binger kehidupan yang bersifat duniawi,
sehingga terbelenggu di dalamnya.
Kembali lagi
mengenai 5 (lima) potensi manusia. Secara tersirat, Allah SWT pun telah memerintahkan agar manusia memanfaatkan lima potensi itu
dalam beribadah, dzikrullah dan lain sebagainya agar kesadaran kita
senantiasa focus (khusyu’) kepada Allah SWT.
“dan
orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab
yang buruk”. (QS. Ar-Rad 13:21).
Ayat di atas selama
ini hanya dipahami umat islam secara tekstual (tersurat) sebagai perintah
(hanya sebatas) menjalin silaturahim antar manusia. Padahal
maknanya tidak sesempit itu. Secara kontekstual (tersirat/takwil) maknanya lebih
mendalam yaitu perintah untuk menyambungkan ke lima potensi manusia agar islam
sebagai agama fitrah manusia
berfungsi kembali sebagaimana kita sewaktu masih bayi yang terlahir dalam keadaan fitrah.
Tanpa mengfungsikan
kelima
potensi itu maka tidak mungkin manusia dapat berma’rifatullah (mengenal dan berjumpa Allah SWT). Ibarat sepeda motor
baru dapat berfungsi dan
bermanfaat ketika masing-masing bagian (spare part) digunakan secara
bersamaan (dirangkai menjadi
satu kesatuan utuh). Sepeda motor dapat berjalan ketika mesin, roda, accu,
karburator, kerangka body, dan perangkat lainnya terangkai menjadi satu
kesatuan utuh menjadi satu sistem yang saling mendukung. Tidak mungkin sepeda
motor dapat berjalan kalau masing-masing perangkatnya terpisah. Demikian pula
manusia tidak akan mampu meneladani perilaku Rasulullah SAW dalam mengenal Allah SWT, paham Al-Qur’an dan lain
sebagainya, kalau umatnya tidak
mau meneladani apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW dulu sewaktu di gua Hira’ dengan
memanfaatkan kelima potensi ini.
Saat ini kebanyakan
umat islam hanya melihat perilaku (sunnah) Rasulullah SAW berdasarkan out-putnya (hasilnya/Setelah diangkat menjadi Nabi) saja tentang apa
yang dilakukan beliau, tetapi melupakan apa yang menjadi penyebab (input/proses/saat beliau ummi) sehingga Rasulullah
SAW dapat berperilaku begitu mulia (akhlaqul kharimah). Padahal secara
jelas dan terang, Allah SWT memerintahkan umat manusia untuk melihat,
mempelajari, memahami dan mengamalkan tentang apa yang ada dalam diri
Rasulullah SAW sebagai manusia biasa sehingga menghasilkan budi pekerti luhur dan pada akhirnya beliau diberi derajat
Nabi.
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah” (QS. Al-Ahzab 33:21).
Dari ayat di atas
sangatlah jelas, kata
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah…” menunjukkan apa yang ada pada
diri manusia untuk mengenal dan berjumpa Allah SWT dalam beribadah, sehingga umat islam
diperintahkan untuk melihat potensi (otak, akal, jiwa, hati dan ar-ruh) apa yang diberikan
Allah SWT pada diri Rasulullah SAW sebagai
manusia biasa. Umat islam pun diberikan potensi yang sama dengan yang dimiliki
beliau. Artinya, selaku manusia biasa, Rasulullah Muhammad SAW dan nabi lainnya juga telah diberikan
lima perangkat untuk beribadah seperti otak (IQ), hati (EQ), an-nafs (jiwa),
akal dan ar-Ruh (SQ). Beliau mampu memanfaatkan kelima potensi ini menjadi satu
kesatuan sehingga out put yang dihasilkan adalah akhlaqul kharimah
karena ar-ruh berkuasa atas diri beliau. Suri teladan (uswatun hasanah) ini
yang seharusnya diamalkan dan diteladani umat islam untuk mengenal Allah SWT (ma’rifatullah).
Adapun yang membedakan antara umat dan Rasulullah Muhammad SAW adalah nur
kenabian (nur nubuwah)/derajatnya.
“Rasul-rasul
mereka berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia
seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki
di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu
bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah
hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS.
Ibrahim 14:11).
Berfungsinya ar-ruh
ini tidak saja sebagai media untuk berjumpa dengan Allah SWT saat beribadah (Ash-Sholatu Mi’rajul Mu’miniin~Sholat adalah mi’raj-nya orang
mukmin), tetapi juga
menyebabkan manusia memiliki akhlak yang mulia sebagaimana Rasulullah Muhammad
SAW sehingga mendapat predikat uswatun
hasanah.
Kondisi inilah yang
sering tidak diperhatikan dan disadari oleh umat beliau, karena kebanyakan
mereka lebih memperhatikan output (hasil/sunnah)-nya saja, tanpa menghiraukan input (proses-nya) untuk
meraih akhlaqul karimah dan derajat tertinggi yaitu mukhlasin. Ibarat
kita ingin membuat masakan yang enak, dan lezat, namun tidak pernah mengerti dan paham apa saja
bahan bakunya, cara meracik bumbu, tahapan yang harus dilakukan untuk
mengolahnya, kepada siapa harus belajar memasaknya, maka mustahil dapat
menghasilkan makanan yang kita inginkan.
Allah SWT itu
mempunyai sifat Adh-Dhahir (Nyata) dan
Al-Bathin (Ghaib), kedua sifat ini
tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan utuh. Kalaulah umat islam
sendiri menggunakan perangkat yang tidak tepat (tidak meneladani Rasulullah
Muhammad SAW) dalam beribadah dan riyadloh, tentulah tidak akan mungkin
berjumpa dengan Allah SWT dan hanya berjumpa dengan Tuhan-Tuhan hasil
rekayasanya, baik berupa persepsi huruf/tulisan Allah SWT maupun media-media
tertentu. Padahal secara jelas dalam Al-Qur’an, (melalui pelaksanaan rukun
islam yang tepat untuk dapat membuktikan rukun iman), puncaknya seorang hamba
akan di-syahadat-kan (bukan hanya sebatas ucapan dibibir saja) dan
diperkenalkan oleh Allah SWT sendiri, tentang siapa sejatinya Allah-nya manusia
dan alam semesta.
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh
menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya”. (QS.
Al-Insyiqaaq 84:6).
“Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah
Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thaha 20:14).
Dari
uraian ringkas dapat disimpulkan, bahwa bila wujud Allah SWT hanya
dipersepsikan atau diimajinasikan, maka itu bukan sejatinya Dzatullah, tapi
Tuhan-Tuhan buatan manusia sendiri melalui “rekayasa” file dalam otaknya karena
tidak pernah meneladani cara berproses Rasulullah SAW, mulai dari ummi menjadi
Nabi.
Adapun sejatinya
Allah SWT adalah ketika manusia mampu memfungsikan ar-ruh (atas ijin Allah SWT)
sehingga dapat berjumpa dengan Dzatullah yang didahului dengan proses
dikenalkan melalui Asma, Sifat dan Af’al-Nya. Dan ini dapat dilakukan dengan
meneladani apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW (cara
ber-spiritual Rasulullah SAW dalam ber-ma’rifatullah). Inilah yang membedakan
antara Allah SWT dan Tuhan.
Lalu bagaimana memanfaatkan kelima
potensi tersebut? Riyadloh apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW mulai
dari ummi (sebelum diangkat menjadi nabi) sampai beliau diangkat menjadi nabi?
Pengalaman dan tahapan spiritual apa saja yang diraih Rasulullah SAW sehingga
mencapai maqam muhlasin? Pembahasan lebih jauh silahkan membeli E-Book saya
dengan cara mendownload di bawah ini. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan
adalah :
- E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW
DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna
merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
- E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini
untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
- E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT
FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping
ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa
ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar