Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Kami kemudian bersiap-siap untuk berdzikir bersama. Kurang lebih hampir 45 menit kami khusyu dalam alunan dzikir dan tidak terasa waktu menunjukkan pukul 03.45 WIB yang berarti akan segera memasuki shalat Subuh.
Di sela-sela waktu yang tersedia dan sambil beristirahat menunggu datangnya subuh, kami menikmati hidangan yang telah disediakan tuan rumah. Saya memanfaatkan jeda tersebut untuk menuntaskan rasa penasaran saya dan mencoba memberanikan diri menanyakan apa yang sedang terjadi pada sahabat saya yang membuatnya sedih.
“Maaf pak!, saya perhatikan sejak kedatangan tadi, sepertinya kok kelihatan murung? Kalau benar, boleh tahu ada masalah apa?”
Beliau kaget mendengar pertanyaan itu. Sejenak dia terdiam dan menghela nafas cukup panjang. Seperti ada beban psikologis yang cukup berat sedang menghimpit dadanya. Sejenak terdiam. Saya berusaha menunggu dengan sabar, dan berharap dia mau menceritakan apa yang menjadi ganjalan hatinya. Siapa tahu dengan bercerita, beban yang dideritanya menjadi berkurang. Tidak berapa lama kemudian, syukur Alhamdulillah, dia mulai bercerita untuk mengeluarkan rasa kegalauan dan kegelisahannya.
“Sebenarnya sejak datang tadi saya ingin bercerita kepada Anda, namun saya bimbang dan ragu!”
“Lho kenapa? Tidak usaha bimbang dan ragu. Kita semua disini sudah seperti keluarga sendiri. Forum silaturahmi ini juga tidak hanya membahas mengenai kajian agama saja tetapi juga untuk sharing masalah keluarga, pekerjaan, dan lain sebagainya. Siapa tahu para sahabat disini dapat memberikan solusi bagi masalah yang tengah bapak hadapi”.
“Bukan masalah keluarga dan pekerjaan yang sedang saya hadapi kok Mas. Saya pengin cerita namun takut cerita ini dikira membuka aib seseorang”.
“Bapak tidak usah merasa bersalah begitu. Malah nanti membebani diri sendiri. Menurut saya selama cerita tersebut membuat hidup bapak nyaman, saya kira tidak masalah. Mungkin juga apa yang ingin bapak sampaikan dapat bermanfaat dan menambah pelajaran baru bagi kami semua yang hadir disini.” Dengan sedikit berat hati sang bapak akhirnya bercerita. Kami semua terdiam mendengarkannya.
Diawali ketika selama beberapa bulan terakhir ini beliau tidak hadir dalam forum pengajian Sabtu malam Minggu. Ternyata semua itu ada sebabnya. Beliau ingin menambah wawasan dalam beragama dengan berguru pada seorang ustadz yang cukup dikenal dan disegani.
Dalam forum pengajian kami memang demokratis dan mempersilakan para sahabat untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya kepada siapa saja, sebagai bekal memperdalam kajian agama. Karena ini akan memperkaya ilmu dan pengetahuan. Memang tidak ada salahnya, semakin banyak guru maka semakin banyak pula ilmu dan wawasan agama yang dapat diperoleh. Dengan demikian, kami semua diharapkan lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi hidup yang semakin komplek dengan segala permasalahan.
Berawal dari rasa penasaran sahabat saya dengan ilmu agama yang dikuasai oleh seorang ustadz. Ini juga terlihat dari begitu banyaknya jamaah yang hadir dalam setiap pengajian yang beliau pimpin. Bapak yang duduk di sebelah saya dengan tekad membara ingin menimba ilmu agama sebanyak-banyaknya dari ustadz tersebut. Memang ustadz ini tergolong kharismatik. Bahkan tidak jarang banyak diantara jamaah yang rela menunggu kedatangan beliau ketika akan hadir sebagai pemberi tausyiah.
Tidak jarang pula sang ustadz berhari-hari tidak pulang ke rumah karena kesibukannya memenuhi panggilan dakwah ke beberapa daerah. Maka tidak heran, saat sang ustadz sedang berada di rumah, banyak tamu yang memanfaatkan untuk bersilaturahmi barang sejenak dua jenak meskipun diembel-embeli dengan membawa kepentingan dan masalah pribadi masing-masing. Ya, minta dido’akanlah supaya dagangannya lancar, cepat naik jabatan, sembuh dari sakit, dll. Sebenarnya sih sah-sah saja. Namun kebanyakan dari mereka datang bukan murni bersilaturahmi layaknya seorang muslim dengan muslim lainnya. Tetapi keinginan silaturahmi pada awalnya berasal dari kepentingan pribadi.
Bersambung...
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih
Kami kemudian bersiap-siap untuk berdzikir bersama. Kurang lebih hampir 45 menit kami khusyu dalam alunan dzikir dan tidak terasa waktu menunjukkan pukul 03.45 WIB yang berarti akan segera memasuki shalat Subuh.
Di sela-sela waktu yang tersedia dan sambil beristirahat menunggu datangnya subuh, kami menikmati hidangan yang telah disediakan tuan rumah. Saya memanfaatkan jeda tersebut untuk menuntaskan rasa penasaran saya dan mencoba memberanikan diri menanyakan apa yang sedang terjadi pada sahabat saya yang membuatnya sedih.
“Maaf pak!, saya perhatikan sejak kedatangan tadi, sepertinya kok kelihatan murung? Kalau benar, boleh tahu ada masalah apa?”
Beliau kaget mendengar pertanyaan itu. Sejenak dia terdiam dan menghela nafas cukup panjang. Seperti ada beban psikologis yang cukup berat sedang menghimpit dadanya. Sejenak terdiam. Saya berusaha menunggu dengan sabar, dan berharap dia mau menceritakan apa yang menjadi ganjalan hatinya. Siapa tahu dengan bercerita, beban yang dideritanya menjadi berkurang. Tidak berapa lama kemudian, syukur Alhamdulillah, dia mulai bercerita untuk mengeluarkan rasa kegalauan dan kegelisahannya.
“Sebenarnya sejak datang tadi saya ingin bercerita kepada Anda, namun saya bimbang dan ragu!”
“Lho kenapa? Tidak usaha bimbang dan ragu. Kita semua disini sudah seperti keluarga sendiri. Forum silaturahmi ini juga tidak hanya membahas mengenai kajian agama saja tetapi juga untuk sharing masalah keluarga, pekerjaan, dan lain sebagainya. Siapa tahu para sahabat disini dapat memberikan solusi bagi masalah yang tengah bapak hadapi”.
“Bukan masalah keluarga dan pekerjaan yang sedang saya hadapi kok Mas. Saya pengin cerita namun takut cerita ini dikira membuka aib seseorang”.
“Bapak tidak usah merasa bersalah begitu. Malah nanti membebani diri sendiri. Menurut saya selama cerita tersebut membuat hidup bapak nyaman, saya kira tidak masalah. Mungkin juga apa yang ingin bapak sampaikan dapat bermanfaat dan menambah pelajaran baru bagi kami semua yang hadir disini.” Dengan sedikit berat hati sang bapak akhirnya bercerita. Kami semua terdiam mendengarkannya.
Diawali ketika selama beberapa bulan terakhir ini beliau tidak hadir dalam forum pengajian Sabtu malam Minggu. Ternyata semua itu ada sebabnya. Beliau ingin menambah wawasan dalam beragama dengan berguru pada seorang ustadz yang cukup dikenal dan disegani.
Dalam forum pengajian kami memang demokratis dan mempersilakan para sahabat untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya kepada siapa saja, sebagai bekal memperdalam kajian agama. Karena ini akan memperkaya ilmu dan pengetahuan. Memang tidak ada salahnya, semakin banyak guru maka semakin banyak pula ilmu dan wawasan agama yang dapat diperoleh. Dengan demikian, kami semua diharapkan lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi hidup yang semakin komplek dengan segala permasalahan.
Berawal dari rasa penasaran sahabat saya dengan ilmu agama yang dikuasai oleh seorang ustadz. Ini juga terlihat dari begitu banyaknya jamaah yang hadir dalam setiap pengajian yang beliau pimpin. Bapak yang duduk di sebelah saya dengan tekad membara ingin menimba ilmu agama sebanyak-banyaknya dari ustadz tersebut. Memang ustadz ini tergolong kharismatik. Bahkan tidak jarang banyak diantara jamaah yang rela menunggu kedatangan beliau ketika akan hadir sebagai pemberi tausyiah.
Tidak jarang pula sang ustadz berhari-hari tidak pulang ke rumah karena kesibukannya memenuhi panggilan dakwah ke beberapa daerah. Maka tidak heran, saat sang ustadz sedang berada di rumah, banyak tamu yang memanfaatkan untuk bersilaturahmi barang sejenak dua jenak meskipun diembel-embeli dengan membawa kepentingan dan masalah pribadi masing-masing. Ya, minta dido’akanlah supaya dagangannya lancar, cepat naik jabatan, sembuh dari sakit, dll. Sebenarnya sih sah-sah saja. Namun kebanyakan dari mereka datang bukan murni bersilaturahmi layaknya seorang muslim dengan muslim lainnya. Tetapi keinginan silaturahmi pada awalnya berasal dari kepentingan pribadi.
Bersambung...
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahri-SCHSS
Pondok Cinta Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar