DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Selasa, 08 Desember 2009

Itsbatul Yakin


ITSBATULYAKIN

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Sebelum melanjutkan artikel "Perjalanan Hidup Manusia" sebagai selingan, saya terbitkan puisi karya H. Slamet Oetomo (Penasehat Shalat Center) hasil perenungan spiritual Beliau. Tulisan ini diterbitkan oleh sahabat saya, Bhre Tandes. Selamat merenungkan maknanya.

I T S B A T U L Y A K I N

Aku Khusyu’i Islam dengan kebodohanku dan kefakiranku
Tidak ada sesembahanku kecuali Allah, dan nabi Muhammad utusan Allah
Aku datangi Allah dengan jiwaku, dan aku kembalikan wujudku kepada-Nya
Jiwaku milik-Nya, wujudku kehendak-Nya
Di sana aku puji Allah, alangkah indahnya dan lembutnya
Aku sholat datang berbicara dengan kerinduan kepada-Nya
Satu persatu ajaran rasul aku jalankan, aku rasakan manisnya, indahnya,
lembutnya, getaran iman “ ITSBATUL YAKIN “

Aku dapatkan untukmu Islam, air mata menetes tanda keharuan
Andaikan orang-orang yang menyatakan dirinya mempunyai dasar berani datang berjalan kepada Allah, Insya Allah bukanlah perbedaan-perbedaan paham yang runcing ditemukan, tetapi Islam yang maha luas

Aku sekarang tahu akan daku, Kelanggengan adalah hakikiku yang Engkau dahului dengan pengakuan-Mu, Ya Allah sebagai sesembahan manusia
Pengakuanku adalah kehancuranku, adalah syirikku, kefana’anku adalah pasrahku
Dalam keheningan, Engkau lebih nyata dariku, lebih nyata dari yang tampak
Engkau bersembunyi di dalam Al-quran-Mu

Ya Allah ………..! bila mema’rifatkan diriku kepada-Mu, terdapat kekurangan dan kesalahanku, ampunilah aku
Ya Allah ………….aku bersaksi :
LAA ILLAHAA ILLALLAH MUHAMMADDARASULLULLAH
(Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad itu utusan Allah)

Berkehendaklah Allah, dengan Rahmat-Mu kepada semua yang tergelar
Jangan Engkau tinggalkan kami dan Engkau murkai semua yang tergelar ini

( Haji Slamet Oetomo)

Banyuwangi 1997

Kamis, 26 November 2009

Hari Raya Idul Adha



Assalamu'alaikum Wr. Wb.

HAJI

Inilah ibadah puncak spiritual umat Islam
Ketika engkau mengenakan pakaian Ihram, maka sucikanlah dirimu dari An-Nafs
Ketika engkau Thawaf, maka kelilingilah nafsumu dengan dzikirullah
Ketika engkau Sai, maka perjuangkanlah untuk memerangi hawa nafsu
Ketika engkau Wukuf, maka inilah Syahadat kedua tanda hajimu mabrur (diterima Allah)
"Man arafa nafsahu, faqad arafa Rabbahu. Wa man arafa Rabbahu, faqad arafa Sirrahu"
Ketika engkau melempar jumrah, maka buanglah nafsumu

KAMI SEGENAP KOMUNITAS
SHALAT CENTER HALAQAH SAMPANGAN SEMARANG

Mengucapkan :

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1430 HIJRIYAH

Wa'alaikumusalam Wr. Wb

Kamis, 29 Oktober 2009

Allah, Sang Maha Hadir (7)-Selesai


ALLAH, SANG MAHA HADIR (7)-Selesai

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Allah, Sang Maha Hadir

Sampailah kita pada pokok bahasan terakhir dari artikel ini. Sebelumnya saya mohon maaf kalau dalam tulisan ini ada bagian-bagian tertentu yang tidak saya sampaikan kepada para sahabat. Kenapa? Pertama, perjalanan spiritual bukanlah cerita, sehingga mau tidak mau anda harus terjun langsung menjalani dan mengalami. Apabila saya menceritakan sesuatu kepada anda, yang mana anda belum pernah mengalami, saya takut terjadi fitnah atau anda mengatakan saya tukang cerita atau pembohong.

Kedua, bagi para sahabat yang memang saat ini sedang “on the track”, saya tidak akan menceritakan pengalaman/perjalanan spiritual saya dan apa saja yang pernah saya alami. Kenapa? Hal ini untuk mencegah agar anda tidak terperangkap pada apa-apa yang saya alami. Sehingga anda akan “memaksa”-kan diri untuk meraihnya atau ingin mengalami. Kalau ini terjadi maka anda bermain dengan pikiran/imajinasi/prasangka. Dan ini berarti saya menjerumuskan anda.

Pencapaian pengalaman spiritual disetiap “maqam” adalah pemberian dari Allah SWT, sedangkan setiap orang membutuhkan waktu dan pencapaian yang berbeda tergantung keistiqomahan masing-masing orang. Spiritual bukanlah permainan pikiran/imajinasi/prasangka. Biarlah anda mengalami sendiri dan apabila ada yang kurang dimengerti dalam perjalanan spiritual anda, barulah anda menanyakan apa yang pernah anda alami kepada kami (SC-HSS). Untuk itu dalam tulisan terakhir ini, saya hanya mengupas kulit luarnya saja. Semoga anda termotivasi untuk mendalaminya.

Sungguh unik memang cara Allah SWT memperkenalkan diri-Nya kepada manusia. Di puncak perkenalan kepada para hamba-Nya Allah SWT dalam Al-Qur’an berfirman : “.....Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (Allah).....(QS. Asy-Syura 42 : 11).

Membaca ayat di atas, dapat saya pastikan bahwa otak anda langsung bekerja untuk mencari file memori yang berada di otak anda tentang Allah SWT. Saya juga dapat memastikan bahwa otak anda tidak akan menemukan file memori tersebut untuk membayangkan wujud Allah SWT. Karena panca indera anda tidak mungkin pernah melihat-Nya dan disisi lain panca indera anda penuh dengan keterbatasan. Dan hasilnya pasti kebingungan. Kenapa ini terjadi? Karena alat yang anda gunakan untuk “berjumpa” dengan Allah SWT salah.

Ibarat anda ingin menggali sumur, alat yang anda gunakan adalah ballpoint atau potlot. Alat ini-kan tidak mungkin untuk menggali sumur dan menemukan sumber mata airnya. Seharusnya anda menggunakan mesin bor, atau paling tidak yang lebih konvensional adalah cangkul. Pasti anda dapat menggalinya dan menemukan sumber mata air.

Otak dan panca indera bukanlah alat untuk mengenal dan “berjumpa” dengan Allah SWT. Otak adalah alat untuk berfikir/ilmu pengetahuan (logic dan hafalan), misalnya matematika, bahasa inggris, kimia, sejarah, dll. Otak hanya dapat menyimpan memori ketika panca indera anda berfungsi dengan baik. Apa yang anda lihat, anda rasakan, anda dengar, anda cium, maka seketika itu juga otak akan menyimpan memori, berdasarkan panca indera mana yang berfungsi.

Sementara alat untuk mengenal dan “berjumpa” dengan Allah SWT adalah hati/qolbu (bukan dalam arti fisik). Maka di dalam salah satu hadits Allah SWT berfirman, “Tidak sanggup alam semesta ini menampung Dzat-Ku, kecuali hati para Kekasih-Ku”. (terjemahan bebas tanpa mengurangi esensi hadist tersebut).

Sedangkan di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Dia tidak diperdapat dengan penglihatan (mata) dan Dia mengadakan penglihatan dan Dia Maha Lembut dan Maha Mengetahui”. (QS. Al-An’am 6 : 103).

“....Sedang mereka tidak ada pengetahuan tentang (hakikat Dzat-Nya).” (QS. Ath-Thaha 20 : 110).

Namun bagi para hamba-hamba pilihan-Nya, perkenalan dan perjumpaan dengan Allah SWT bukan sesuatu yang mustahil. Karena Allah SWT-lah yang memperkenalkan kepada hamba-Nya. Sementara sang hamba tinggal menerima. Allah SWT akan membuka hijab-Nya mulai dari tajally Asma, tajally sifat, tajally af’al dan tajally Dzatullah (untuk masalah ini sekali lagi maaf tidak dapat saya uraikan lebih jauh karena ini perjalanan dan pengalaman spiritual sang Abdi yang berada dalam wilayah Allah SWT).

Untuk lebih menyederhanakan “identitas” Allah SWT, sehingga para sahabat dan pembaca agak “ngeh” dapat saya analogkan dengan angin (meskipun wujud Allah SWT ini jauh dari apa yang dapat anda bayangkan dan saya contohkan, namun paling tidak analog ini membantu anda).

Ketika saya bertanya apakah angin itu ada? Maka pasti anda menjawab ADA. Kalau angin ADA, lalu bentuknya bagaimana? Maka pasti anda menjawab TIDAK TAHU. Jadi kesimpulannya bahwa angin itu ADA, tetapi bentuknya TIDAK TAHU. Sekali ADA tapi TIDAK BERWUJUD.

Begitu pula dengan Allah SWT, bagi anda yang tingkat kesadaran mulai terkuak maka anda akan menyaksikan bahwa Allah SWT itu ADA. Karena Dia-lah Sang Maha ADA.

Contoh lain yang mungkin dapat menggugah kesadaran anda adalah nafas. Seringkali kita menganggap bahwa nafas ini milik kita. Betulkah? Tentu saja salah. Kalau anda meng-klaim bahwa nafas adalah milik anda coba tahan nafas anda barang 15 atau 20 menit. Mampukah anda? Dapat saya pastikan bahwa anda tidak mampu. Logikanya kalau nafas itu milik anda, maka anda seharusnya berhak mengatur-atur sesuai dengan selera dan keinginan anda. Sebagaimana anda mengaku memiliki kertas, maka terserah anda apakah kertas itu mau anda corat-coret, anda buang, bakar, jadi terserah anda. Tapi untuk nafas dapatkah anda mengatur-atur sesuka anda? Dan kenyataannya anda tidak bisa melakukannya. Kalau toh mampu hanya sebatas mengatur keluar masuknya saja. Itupun untuk beberapa waktu (15 menit, 30 menit atau 1 jam, seperti pada olah nafas, meditasi, dll). Anda tidak akan mampu mengaturnya selama 24 jam.

Lalu siapa pemilik nafas ini? Allah SWT. Begitu sayangnya Dia kepada manusia sehingga untuk bernafaspun manusia tidak susah-susah menggerakkan dan mengaturnya. Allah-lah yang menggerakkan dan mengaturnya secara otomatis, karena Dia-lah Al-Qahar dan Al-Muhith. Perhatikan pula jantung berdetak, darah mengalir, lapisan kulit yang lama diganti dengan yang baru disetiap detiknya, rambut dan kuku bertambah panjang, dll (secara mikrokosmos). Dan perhatikan pula alam semesta ini (makrokosmos). Semua diatur, ditata, dan digerakkan dengan rapi, teliti, dan cermat.

Dari beberapa contoh diatas seharusnya anda mulai tersadar bahwa Allah SWT adalah Sang Maha Hadir. Namun sayang banyak manusia yang terhijab dari contoh-contoh yang sederhana namun sebenarnya dari contoh tersebut menggiring kesadaran manusia untuk menyadari adanya Allah SWT.

Maka dari itu Allah SWT mempertanyakan kepada manusia dalam surat Ar-Rahman nikmat-nikmat ini semua, “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”. Dari 78 ayat dalam surat Ar-Rahman ini, pertanyaan Allah SWT tentang nikmat-nikmat ini sampai dipertanyakan sebanyak 31 kali. Jadi hampir separo surat Ar-Rahman berisikan pertanyaan (ayat) yang sama!.

Allah adalah Sang Maha Hadir, Allah Maha Dekat, oleh karena itu ketika kita punya masalah (sakit, problem kerja, keluarga, dll) atau saat kesulitan memahami ayat-ayat Al-Qur’an atau rindu untuk berjumpa dengan-Nya, maka kita tinggal berdoa kepada-Nya. Dan pasti Allah SWT akan memberikan solusi atau jawaban. Meskipun dikabulkan atau tidaknya adalah hak preorogatif Allah, SWT namun tetap ada jawaban atas doa tersebut. Sehingga manusia tinggal menerima. Tidak usah mempertanyakan,” Kok jawaban Allah SWT tidak mengabulkan doa saya?”. Karena Allah SWT lebih mengetahui apa yang akan terjadi besok.

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. Al-Baqarah 2 : 186).

“...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, apadahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2 : 216).

Yang perlu kita garis bawahi adalah, “Sudahkah kita memenuhi perintah Allah? Dan sudahkah kita di-iman-kan oleh Allah (bukan meng-iman-kan diri sendiri)”. Sebelum berdoa akan kebutuhan kita, sudahkah hak Allah SWT anda penuhi? Jangan sampai kita menuntut hak sementara kewajiban belum kita penuhi.

Demikian sekilas bahasan artikel mengenai Allah, Sang Maha Hadir. Semoga bermanfaat. Sampai bertemu kembali pada pokok bahasan yang lain.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang.

Rabu, 28 Oktober 2009

Allah, Sang Maha Hadir (6)


ALLAH, SANG MAHA HADIR (6)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Merekonstruksi Pemahaman Al-Qur’an

Suatu ketika saya secara iseng menulis status di facebook yang berbunyi kurang lebih sbb: “Umat islam mengaku beriman pada Al-Qur’an (Kitabullah), namun dalam kenyataannya banyak dari umat islam sendiri yang jarang membuka, membaca, mempelajari, memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kalau pun umat islam mendadak rajin membaca Al-Qur’an hanya ketika bulan ramadhan atau moment pengajian, itu pun dalam hari-hari tertentu saja. Apakah ini tanda bahwa benar-benar umat islam beriman kepada Al-Qur’an?”.

Demikian tulisan saya di status facebook dan tulisan tersebut sengaja saya akhiri dengan sebuah pertanyaan. Hal ini semata-mata sebagai suatu bentuk motivasi dan berharap...Insya Allah kita semua (termasuk saya) agar selalu mau dan mau belajar Al-Qur’an. Karena kitab suci ini adalah mukjizat, pelita hati dan pedoman hidup umat islam, sehingga dengan berpegang kitabullah, Insya Allah umat islam akan mendapatkan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat. Dan Insya Allah...kita semua tidak menyesal di kemudian hari. Amin.

Melihat fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia, hampir sebagian besar umat islam merasa “alergi” untuk mempelajari Al-Qur’an. Mereka tidak merasa bangga diwarisi mukjizat. Atau apakah mereka merasa begitu sulit mempelajarinya? Bukankah sekarang banyak penemuan/metode cara belajar membaca Al-Qur’an? Seandainya toh anda masih sulit membaca, bukankah Al-Qur’an banyak yang sudah diterjemahkan dan ditafsirkan? Bukankah esensi Al-Qur’an diwahyukan kepada umat islam agar memiliki perilaku yang islami dan Qur’ani? Disisi lain banyak juga yang pandai membaca Al-Qur’an namun jarang mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal penerapan perilaku inilah point terpenting dalam kehidupan, meskipun pandai membaca Al-Qur’an juga baik. Syukur Alhamdulillah bila umat islam mau dan mampu menjalankan kedua-duanya, baik pandai membaca sekaligus mengaplikasikannya.

Allah SWT sebenarnya sudah memperingatkan kepada umat islam, bahwa mempelajari Al-Qur’an itu mudah. Bahkan Allah SWT dalam surat Al-Qamar memberitahukan kepada umat islam. Untuk meyakinkan, Allah SWT sampai mengulang ayat tersebut sebanyak 4 kali.

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar 54 : 17, 22, 32, 40).

Yang perlu dicermati umat islam adalah membedakan antara membaca dengan memahami Al-Qur’an. Ini jelas beda. Secara tekstual/tersurat bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an tidak akan berubah sampai kapanpun karena Allah SWT yang langsung menjaganya. Tetapi secara pemahaman/tersirat makna Al-Qur’an dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi zaman. Ini-lah keistimewaan Al-Qur’an, sehingga kitabullah tidak akan pernah lapuk ditelan zaman, tetapi tetap up to date sampai akhir zaman (kiamat).

Jalan spiritual antara Rasulullah SAW dan umat islam dalam memahami Al-Qur’an adalah sama. Mengapa? Karena pemahaman tersebut bukan hasil olah pikir manusia, tetapi Allah SWT yang memahamkan. Dalam setiap perjalanan perilaku spiritual, maka Allah SWT akan menjelaskan ayat demi ayat yang menyertai perjalanan spiritual Sang Salik. Sang Salik hanya tinggal melangkah berdasarkan petunjuk yang diberikan kepadanya atas kemurahan Allah SWT. Sungguh suatu bentuk hubungan antara Sang Abdi dan Sang Khalik yang begitu mesra. Maka tidak heran, Sang Abdi tidak pernah bersedih dalam menjalani hidup ini. Tidak ada rasa sedih gembira, susah senang, duka cita karena itu semua sudah berada dalam genggamannya. Mereka semua berjalan di atas rasa. Bahkan syurga dan neraka-pun tidak pernah dipikirkan. Karena syurga dan neraka adalah makhluk (diciptakan). Hanya kerinduan dan kedekatan disisi Sang Khalik-lah yang diidam-idamkan serta tidak mau dilepas sedikitpun. Sang Abdi merasa damai dalam dekapan dan belaian-Nya.

Manusia yang telah tunduk, patuh, menyerahkan shalat, ibadah, hidup dan matinya kepada Allah SWT, maka hidupnya begitu tentram dan damai. Totalitas Sang Abdi ini-lah yang...Insya Allah akan mendapatkan limpahan karunia dan hidayah dari Allah SWT. Bahkan untuk memahami Al-Qur’an-pun mereka dituntun dan dijelaskan oleh Allah SWT. Karena Allah-lah pemilik asma Al-Alim, Dia-lah Sang Guru Sejati. Maha Guru atas segala makhluk-Nya.

”Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya”. (Al-Qiyamah 75 : 16-19).

Yang menarik untuk dikaji dan dicermati dari umat silam sekarang ini adalah salah kaprah dalam memahami Al-Qur’an. Mereka menggunakan otak atau hanya berdasar olah pikir. Maka tidak heran dari hasil pemahaman ini menghasilkan out put yang berbeda, akibatnya banyak dari umat islam terpecah menjadi beberapa golongan, saling mengklaim paling benar, gontok-gontokan bahkan saling mengkafirkan. Na’udzubilahi min dzalik!. Karena pemahaman Al-Qur’an bukan berdasarkan olah pikir atau berada dalam wilayah otak. Al-Qur’an dipahamkan oleh Allah SWT yang diturunkan dalam hati hamba-hamba-Nya yang mau menghamba secara ikhlas, sabar, tawakal dan istiqomah kepada-Nya secara totalitas.

Sebenarnya perpecahan ini tidak perlu terjadi kalau umat islam mau meniru/mencontoh (sunnah Rasulullah SAW) dalam berspiritual. Karena bagi Sang Abdi saling menyalahkan, perpecahan, dsb tidak akan pernah terjadi. Karena pemahaman mereka sama, sebab Allah SWT-lah yang memahamkan. Bagaimana pemahaman bisa berbeda kalau sumber pemahamannya sama yaitu dari Allah SWT. Tidak mungkinkan?

Bersambung...

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang


Selasa, 27 Oktober 2009

Allah, Sang Maha Hadir (5)


ALLAH, SANG MAHA HADIR (5)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Mengatasi Masalah Tanpa Masalah

Lalu bagaimanakah langkah yang harus umat islam tempuh bila “merasa” punya masalah?

Seringkali manusia memandang dengan cara yang salah untuk mencari solusi tentang masalah. Bahkan kalau boleh dibilang, manusia yang merasa mempunyai masalah seperti “ orang yang tidak waras”. Lho kok bisa? Ya bisa. Coba anda melakukan recall ulang memori saat diri anda memiliki masalah dimasa lalu atau sekarang. Maka hal yang biasa anda lakukan dalam memandang, menengok dan memikirkan masalah tersebut adalah bertanya kepada diri sendiri. Apa ini bukan indikasi anda “kurang waras?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain berkisar atau seperti berikut ini:

“Kok bisa ya jadinya begini? Padahal saya sudah berusaha sungguh-sungguh dan rencananya sudah perfect. Kok tiba-tiba di tengah jalan berubah jadi begini? Kenapa ya? Apa salah saya? Lalu bagaimana ya menyelesaikannya? Waduh pusing saya! Kok mereka nggak mau mengerti ya?”...Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang terus-menerus berulang dan muncul tanpa bisa anda kendalikan. Sehingga dampaknya anda gelisah, stres, depresi dan akhirnya insomnia, nggak bisa tidur, seperti orang ling-lung, dll.

Sebagai Tuhannya umat islam, sebenarnya Allah SWT sudah memberikan solusi kepada umatnya dalam memohon pertolongan kepada-Nya dan Rosulullah SAW sendiri-pun telah mencontohkan kepada umatnya bagaimana cara Beliau ketika mendapat suatu masalah. Lalu bagaimana Allah SWT mensyaratkan? Dan bagaimana Rosululloh SAW mencontohkan?

Pertama, Iyyaa kana’budu wa iyyaa kanasta’iin. “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”. (QS. Al-Fatihah 1:5).

Inilah syarat dan cara umat islam untuk menyelesaikan semua permasalahan hidupnya. Di dalam surat Al-Fatihah tersebut yang seringkali kita baca minimal 17 kali dalam satu hari di dalam shalat fardhu, Allah SWT sebenarnya telah mengajari umat islam. Allah SWT berkomunikasi dengan kita bagaimana kalau manusia ingin meminta pertolongan kepada-Nya. Namun sayang seringkali umat islam hanya sebatas membaca sambil lalu ayat tersebut di dalam shalat tanpa mau menggali dan memahami lebih jauh maknanya. Jadi bacaan itu hanya terucap di bibir saja dan sebatas ritual saja.

Dari ayat tersebut sangat jelas, bahwa sebelum umat islam meminta pertolongan didahului bahwa manusia harus menyembah kepada-Nya secara lurus (tidak syirik), men-tauhid-kan Allah SWT dengan sebenar-benarnya, dan “berjumpa” dengan-Nya. Ibarat anda meminta pertolongan kepada tetangga atau orang lain. Tentunya syarat utama yang anda harus lakukan adalah bertemu dengannya. Bagaimana bisa anda minta pertolongan kalau tetangga atau orang yang akan anda minta pertolongannya tidak ada temui/bertemu. Mungkinkah? Ya tidak mungkin.

Kedua, shalat khusyu’ adalah salah satu media untuk “berjumpa” dengan Allah SWT dan meminta pertolongan-Nya. Rasululloh SAW bila mendapat masalah maka Beliau akan mendirikan shalat sunnah 2 (dua) rakaat untuk meminta pertolongan kepada Allah SWT. Dalam shalat tersebut, Rasululloh SAW “berjumpa” dengan Allah SWT, baru kemudian Beliau memohon pertolongan-Nya. Dan dapat dipastikan pertolongan dan solusi akan Beliau dapatkan, karena tata cara atau adab dalam meminta pertolongan kepada Allah SWT sudah tepat. Lalu bagaimana dengan umat Beliau atau umat islam?

Ya..sama saja, cuma permasalahannya dapatkah umat islam dengan sebenar-benarnya mau belajar dan mampu mengikuti apa yang dicontohkan Rosululloh SAW (sunnah rosul)? Inilah permasalahan pokoknya, karena seringkali manusia sering meng-klaim dan sudah merasa mengikuti apa yang dicontohkan Rasululloh SAW. Manusia merasa bahwa shalatnya sudah benar dan khusyu’, karena sudah sesuai dengan syariat. Padahal shalat tidak hanya melibatkan dimensi syariat saja (fisik) tetapi utamanya justru dimensi hakikat batiniyah). Ash Sholatu Mi'rajul Mukminin.

Paradigma salah kaprah ini ditambah keyakinan sebagian umat islam bahwa manusia tidak mampu “bertemu” dengan Allah SWT di dunia, manusia hanya akan bertemu dengan Allah SWT nanti di akhirat. Peng-klaim-an inilah menjadikan hijab bagi dirinya, karena paradigma yang salah. Kalau manusia tidak “bertemu” Alllah SWT dalam atau saat shalat, lalu saat mendirikan shalat manusia menyembah siapa?

Memang manusia tidak mampu untuk meng-khusyu’-kan diri sendiri dalam shalat. Khusyu’ adalah pemberian dari Allah SWT. Maka manusia seharusnya mengakui kebodohannya, sehingga manusia selalu dan terus menerus mohon kepada Allah SWT untuk menuntun shalatnya (baca artikel-artikel saya mengenai shalat khusyu’). Yang perlu menjadi modal awal seseorang menghadap kepada Allah SWT adalah mengakui kebodohannya sehingga meminta dituntun shalatnya oleh Allah SWT, dan disisi lain manusia harus memiliki keyakinan bahwa dalam shalat dia akan “berjumpa” dengan Allah SWT. Insya Allah, Allah SWT akan memperjalankan hamba-Nya tersebut setahap demi setahap untuk mengenal-Nya dan puncaknya adalah “berjumpa” dengan Dzatullah.

Ketiga, menyerahkan penyelesaian segala masalah yang dihadapinya kepada Allah SWT. Dalam kehidupan di dunia ini, manusia berposisi sebagai obyek dan Allah SWT adalah subyek, pusat dari segala makhluk-Nya yang berada di alam semesta. Manusia ibarat gerbong kereta api (obyek) dan Allah SWT berposisi sebagai “masinisnya”. Allah SWT-lah yang menggerakkan, karena Dia adalah Sang Maha Penggerak. Terserah Sang Masinis, apakah gerbong kereta api mau dijalankan, diberhentikan, di rem bahkan dimasukkan gudang karena sudah habis masa kelayakannya untuk beroperasional.

Bukan sebaliknya, masak gerbong kereta api (obyek) protes ketika masinis (subyek) ingin gerbong kereta api berjalan, gerbong kereta api idak mau jalan, atau sebaliknya. Ya...ini namanya tidak mungkin, lha wong gerbong kereta api itu tidak bisa apa-apa karena dibawah kendali Sang Masinis.

Sebenarnya tidak hanya manusia, alam semesta yang terdiri dari benda-benda langit seperti bintang, matahari, galaksi, juga benda-benda di bumi seperti gunung, tumbuhan, hewan dan bahkan segala jenis makhluk yang berada dalam alam semesta ini semua tunduk dan patuh kepada kehendak-Nya. Cuma karena manusia di-karunia-i potensi an-nafs dan pikiran maka manusia sering protes, semua serba dipikir dengan logika serta tidak mau menerima karena bertentangan dengan keinginan-keinginannya.

Manusia sering memposisikan diri, tidak mau menerima apa yang diberikan Tuhannya, tidak mau ikut kehendak-Nya dan merasa/berhak memilih jalan kehidupannya. Kalau empat kondisi ini yang anda pegang maka bersiap-siaplah anda menderita menjalani hidup ini.

Masalah itu berasal dari Allah, SWT maka kembalikan masalah tersebut kepada Allah SWT. Dia-lah yang akan menyelesaikannya. Jangan dipikir, karena manusia tidak mampu menyelesaikannya. Laa haula wa laa quwwata Illa bilah. Oleh karena itu Allah SWT menyuruh hamba-Nya untuk bertawakal. Perkara berapa lama waktu yang dibutuhkan...ya jangan ditargetkan. Manusia kok menyuruh-nyuruh Tuhan. Di mana logika, etika dan sopan santunnya? Dan apa hak manusia menyuruh-nyuruh Allah SWT? Manusia sebatas memohon dan minta pertolongan, adalah hak preorogatif Allah SWT segala keputusan-Nya. Oleh karena itu, setelah kita memohon pertolongan, ya...nggak usah dipikir lagi. Serahkan totalitas ke Allah SWT. Jadi pada akhirnya manusia “ mengatasi masalah, tanpa masalah”. Hidupnya jadi tentram, tenang dan nyaman. Jadi masalah itu sebenarnya tidak ada.

“Sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara (masalah) antara mereka dengan keputusan-Nya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Sebab itu bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata”. (QS. An-Naml 27 : 78-79).

Bersambung...

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang