DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Tampilkan postingan dengan label Nuzulul Qur'an. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nuzulul Qur'an. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Agustus 2013

UNTUK KITA RENUNGKAN


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Alhamdulillah, kita sudah memasuki akhir bulan ramadhan 1434 H, berbagai amal ibadah semaksimal mungkin tentu telah kita tunaikan di dalam bulan suci ini. Tentu saja apa yang kita lakukan pada akhirnya akan mendapatkan apa yang kita harapkan. Amin.

            Marilah kita merenung sejenak tentang apa yang telah kita lakukan selama ramadhan ini. Pertanyaannya adalah “Apakah ramadhan kali ini anda berusaha ibadah semaksimal mungkin, baik siang maupun malam dengan niat agar mendapatkan pahala yang banyak untuk menebus surga?” Kalau jawaban anda iya, maka pertanyaan selanjutnya adalah “Benarkah anda telah mendapat pahala itu dan apa buktinya?” Kalau anda masih bingung menjawabnya (mungkin karena tidak tahu dan paham), saya malah bertanya, “Lha katanya cari pahala kok tidak tahu buktinya apakah sudah dapat apa belum?” atau anda menjawab (untuk mengelak ketidaktahuan anda) dengan alasan klasik,”Semua saya serahkan kepada Allah!”. Jawaban ini memang benar, tapi kurang tepat juga. Kok bisa? Tentu saja. Janji Allah SWT itu pasti, jadi tidak mungkin Dia memberi tanpa ada buktinya. Jadi, bukti apa kalau anda telah mendapatkan pahala? (silahkan direnungkan sendiri).
*****
            Apakah anda sudah mendapat Lailatul Qodar di sepuluh malam terakhir ramadhan ini? Lalu apa buktinya? Kalau anda mengatakan bahwa saat malam itu suasana langit tidak terang juga tidak mendung, suasana tenang dan hening, angin bertiup sepoi-sepoi, dan pada pagi harinya matahari tidak terik (panas), maka jawaban anda memang benar adanya sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah Muhammad SAW, “Ubay (bin Ka'ab) berkata, "Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia. Sesungguhnya ia terjadi di bulan Ramadhan. Dan demi Allah sesungguhnya aku mengetahui malam itu. Ia adalah malam yang Rasulullah memerintahkan kami untuk qiyamullail, yaitu malam kedua puluh tujuh. Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya putih yang tidak bersinar-sinar menyilaukan." (HR. Muslim).

Sebenarnya hadist di atas hanya memberikan suasana atau lebih tepat TANDA turunnnya Lailatul Qodar, bukan BUKTI. Oleh karena itu, saya bertanya sekali lagi apa buktinya anda mendapatkan Lailatul Qodar? (silahkan direnungkan sendiri).
*****
            Pertanyaan selanjutnya adalah bahwa anda yakin setelah selesai menunaikan ibadah puasa ramadhan sebulan penuh maka anda akan kembali suci lagi (fitrah) layaknya bayi yang baru dilahirkan pada saat tanggal 1-syawal (Idhul Fitri) karena diampuni dosa-dosa anda. Memang ini benar atau sesuai dengan sabda Rasulullah Muhammad SAW, Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan puasa Romadhan dan aku telah mensunnahkan menegakkan shalatnya (terawih), maka barangsiapa berpuasa dan menegakkannya mengharapkan ridho Allah SWT keluar dari dosa-dosanya seperti hari ibunya melahirkannya. (HR. Imam Ahmad/1572, Nasai /2180,Ibnu Majh/ 1318.)
Pertanyaannya, “Apakah bukti bahwa anda kembali fitrah?”. (silahkan direnungkan sendiri)
*****
            Dari beberapa pertanyaan di atas paling tidak ada beberapa hal yang perlu mendapat catatan :
  1. Apakah mungkin anda mendapat pahala, Lailatul Qodar dan kembali fitrah kalau anda tidak terlebih dahulu berjumpa dengan yang memberikan itu semua? Sebagai ilustrasi, ketika anda meminta sesuatu kepada seseorang dan kebetulan anda tidak/belum ketemu dengan orang tersebut mungkinkah anda akan diberi? Tidak mungkin bukan? Kalau pun anda mendapatkan sesuatu yang anda inginkan itu berarti anda mencuri karena tanpa sepengetahuan sang pemilik. Ini bisa saja terjadi kalau di dunia dan berhubungan dengan manusia mungkin saja terjadi. Tetapi dalam beribadah, anda tidak mungkin mencuri pahala, lailatul qodar dan mendapatkan ke-fitrah-an, karena ini berhubungan dengan Allah SWT yang Maha Berkuasa, Maha Menjaga, dan tidak pernah lengah sedikit pun.
  2.  Seringkali niat ibadah kita tidak tertuju atau mengutamakan yang memberi segala kenikmatan, tapi ibadah kita sering terfokus pada apa yang akan kita peroleh. Jadi mungkinkah kita akan memperoleh pahala, lailatul qodar dan ke-fitrah-an kalau tujuan yang kita niatkan tidak tepat?
  3. Pahala, Lailatul Qodar, Ke-fitrah-an (diampuni dosa-dosa kita), dan Surga adalah bonus yang diberikan Allah SWT ketika anda beribadah secara hanif kepada Allah SWT semata-mata untuk mengharap rahmat dan ridho-Nya. Tanpa anda minta pun Allah SWT akan memberi bonus-bonus itu. Tapi kalau dalam beribadah yang anda tuju bukan mengutamakan (menyembah) kepada sang pemberi, maka anda tidak mungkin mendapat bonus itu semua.
  4. Beragama dan beribadah, hasilnya adalah pasti (ada bukti) karena janji Allah SWT itu pasti. Itu mengapa beberapa pertanyaan di atas sengaja saya ajukan, terutama berhubungan dengan BUKTI bahwa ibadah kita diterima Allah SWT dan telah dibenarkan-Nya. Apa jadinya kalau beragama dan beribadah hasilnya sebatas anda duga-duga tanpa adanya bukti?
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (QS. Yunus 10:36).

Semoga artikel singkat ini dapat bermanfaat, dan dapat menjadi pijakan (kontemplasi) kita untuk memperbaharui niat ibadah kita selanjutnya. Amin.

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH”, http://akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH", http://akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU", http://akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Jumat, 11 September 2009

Meraih "Piala" Ramadhan (3)


MERAIH "PIALA" RAMADHAN (3)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Mari kita selesaikan pembahasan kita..mumpung malam 21 Ramadhan 1430 H..

Lailatul Qadar

Suatu ketika Rasulullah SAW dihadapan para sahabatnya menceritakan tentang seorang pemuda Bani Israil yang bernama Sam’un yang memiliki kekuatan fisik dan mampu beribadah sehari semalan selama 1.000 tahun (80 tahun). Pada waktu siang hari Sam’un berjihad dan malamnya beribadah, tak mengenal lelah. Kondisi inilah yang menjadikan para sahabat berdecak kagum dan “cemburu” dengan keutamaan ibadah yang mampu dijalani oleh Sam’un.

Melihat kondisi ini dan atas kemurahan Allah SWT, maka diutuslah malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu mengenai Lailatul Qadar (QS. Surat Al-Qadr 97: 1-5). Pada ayat tersebut, Allah SAW menghibur umat islam, bahwa dalam bulan Ramadhan ada satu malam yang tingkat ibadahnya sama dengan 1.000 bulan (Lailatul Qadar).

Banyak literatur islam yang mengatakan bahwa malam Lailatul Qadar akan turun pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, ada juga yang mensinyalir malam ganjil 10 hari terakhir Ramadhan, bahkan ada mengerucutkan pada malam 27 Ramadhan. Bahkan ada literatur yang menyebutkan ciri-ciri turunnya Lailatul Qadar seperti siang hari tidak panas dan mendung, langit bersih dari awan, angin bertiup sepoi-sepoi dan masih banyak lagi. Apakah ini benar? Wallahualam bi Shawab.

Adapun sikap kita sebagai orang beriman hendaklah jangan sampai membeda-bedakan kemuliaan hari satu dengan hari lainnya di bulan suci Ramadhan. Tetaplah berniat, beribadah dan berfokus hanya semata-mata karena Allah SWT. Dengan niat yang ikhlas, cinta dan berpasrah diri kepada Allah SWT, Insya Allah, dengan kemurahan-Nya kita akan mendapatkan Lailatul Qadar. Jadi Lailatul Qadar adalah “bonus” dari Allah SWT karena semata-mata niat hamba-Nya yang benar dalam menjalankan ibadah.

Namun sebagai gambaran, seperti yang ditulis oleh Sayyid Qutub dalam salah satu kitabnya yaitu Tafsir Fi Dzilalil Qur’an, bahwa malam Lailatul Qadar bermandikan cahaya Allah, cahaya malaikat dan cahaya ruh hingga terbit fajar. Inilah yang saya kemukakan sebelumnya bahwa umat islam hendaknya melibatkan dimensi fisik dan ruhani. Kenapa? Karena tanda Lailatul Qadar diturunkan dalam bentuk dimensi cahaya (non materi) dan hanya ruhani-lah yang mampu menyaksikan, karena hakekatnya ruhani juga berdimensi non materi.

Selain surat Al-Qadr 97 : 1-5 yang menerangkan peristiwa Lailatul Qadar, di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menerangkan secara tersirat ciri-ciri hamba-Nya yang mendapat Lailatul Qadar, yaitu:

“...Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki...,” (QS. An-Nur 24 : 35).

Cahaya itu berarti atau menggambarkan warna putih, bersih dan cemerlang. Ini pertanda bahwa Allah SWT menurunkan rahmat, berkah dan ampunan atas dosa-dosa hamba-Nya yang mendapatkan Lailatul Qadar. Maka Ramadhan identik dengan bulan suci yang penuh rahmat, berkah dan ampunan.

Demikian sekilas uraian saya, semoga dengan sisa waktu pada bulan Ramadhan 1430 H ini, Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, berkah dan maghfirah-Nya kepada umat islam dan menerima amal ibadah kita semua. Amin.

Selesai, 21-Ramadhan-1430 H

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang

Kamis, 10 September 2009

Meraih "Piala" Ramadhan (2)

MERAIH "PIALA" RAMADHAN (2)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Para sahabat dan sidang pembaca, mari kita lanjutkan pembahasan kita dengan sub topik Nuzulul Qur'an.

Nuzulul Qur’an

Sebelum memasuki uraian pembahasan apa itu Nuzulul Qur’an, mari kita simak ayat Al-Qur’an berikut ini :

“(Beberapa hari yang telah ditentukan itu) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)...,(QS. Al-Baqarah 2 : 185).

Setiap tanggal 17 Ramadhan, umat islam memperingati peristiwa Nuzulul Qur’an sebagai bentuk penghormatan atas firman Allah SWT yang diturunkan (diwahyukan) pertama kali pada paruh kedua bulan Ramadhan, 14 abad yang lalu, melalui Rasulullah SAW saat berkhalwat di Gua Hira. Sebuah peringatan yang sebenarnya memiliki arti yang sangat dalam, salah satunya yaitu sebagai bahan intropeksi diri bagi umat islam dalam men-tadabbur-i (merenungkannya) kalam Illahi. Tetapi sungguh disayangkan, banyak dari kalangan umat islam sendiri tidak mau mengambil momentum ini sekaligus menggali lebih jauh makna (hakikat) dari peringatan Nuzulul Qur’an.

Banyak dari umat islam sendiri yang menganggap bahwa peristiwa ini hanya sebatas seremonial saja. Sungguh disayangkan. Padahal tidaklah demikian. Banyak sekali hikmah yang terkandung di dalamnya, seperti mengapa Allah SWT menurunkan Al-Qur’an pada tanggal 17 Ramadhan? Apa hubungan Al-Qur’an dengan angka 17? Ternyata dibalik peristiwa ini semua berkaitan erat dengan jumlah rakaat shalat fardhu yang ditunaikan dalam sehari semalam. Shalat Isya’ terdiri dari 4 rakaat, Subuh 2 rakaat, Dhuhur 4 rakaat, Ashar 4 rakaat dan Maghrib 3 rakaat, sehingga kalau dijumlah secara keseluruhan sebanyak 17 rakaat.

Peringatan Nuzulul Qur’an sebenarnya juga memiliki makna untuk mengingatkan kembali perilaku (sikap) umat islam dalam “membumikan” Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an bukan saja firman Illahi dan mu’jizat yang diberikan kepada Rasulullah SAW, tetapi esensinya adalah pedoman hidup umat islam sampai hari kiamat, karena Al-Qur’an tidak akan pernah usang sampai akhir zaman. Pemahaman ayat-ayatnya selalu memiliki makna yang up to date sesuai perkembangan jaman. Tanpa berpedoman dengan Al-Qur’an maka dapat dipastikan perilaku kita sehari-hari akan jauh dari kebenaran.

Memang kalau melihat perkembangan akhir-akhir ini dan minat mempelajari kitab suci ini cukup menggembirakan, seperti banyak didirikan TPQ, metode atau cara belajar membaca Al-Qur’an dengan waktu singkat atau Al-Qur’an dikemas dalam bentuk media elektronik agar mudah dipelajari, dan yang tak kalah pentingnya adalah masih diadakannya lomba MTQ secara periodik. Namun ini belumlah cukup karena Al-Qur’an tidak hanya dipelajari dan dibaca. Justru yang terpenting adalah memahami maknanya dan mengaplikasikan dalam perilaku (ahlak) kehidupan sehari-hari. Sehingga umat islam betul-betul menjadi umat yang rahmatan lil ‘alamin.

Yang lebih memprihatinkan lagi banyak kalangan dari umat islam sendiri jarang menyentuh Al-Qur’an, apalagi membuka, membaca dan mempelajari isinya. Kitab suci ini hanya sebagai penghias lemari buku saja dan sebagai penunjuk identitas agama yang dianutnya. Hal ini disebabkan umat islam kurang harmoni dalam me-manage waktu antara kebutuhan dunia dan akhirat. Bahkan saat ini banyak yang tenggelam dalam aktivitas duniawi. Maka tidak mengherankan bila dewasa ini banyak terjadi dekadensi moral, terutama di kalangan kawula muda.

Sedikit uraian diatas sebenarnya syarat bila umat islam ingin meraih Nuzulul Qur’an, yaitu menjaga ke-ajeg-an shalat fardhu (diisyaratkan dengan tanggal 17 Ramadhan) serta bersedia mengaplikasikan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Insya Allah, bagi yang mampu menjalankannya akan mendapatkan karunia Nuzulul Qur’an berupa pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an, sesuai dengan firman Allah SWT berikut ini,

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. Fatir 35 : 32).

“Dialah yang mengajarkan Al-Qur’an.”(QS. Ar-Rahman 55 : 2).

Cara Allah SWT mengajarkan pemahaman Al-Qur’an memang terkadang unik. Dimana uniknya? Kadang pemahaman langsung diturunkan ke hati/dada hamba-Nya, kadang anda diperjalankan dahulu baru kemudian dipahamkan ayat-Nya, dll. Kondisi ini juga dialami Rasulullah SAW, dimana Allah SWT menurunkan pemahaman Al-Qur’an secara bertahap. Tidak sekaligus.

”Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya”. (Al-Qiyamah 75 : 16-19).

”Allah menganugerahkan al-Hikmah (Kefahaman yang dalam tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Surat Al-Baqarah 2 : 269).

”Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. (Al-Baqarah 2 : 147)

Yang perlu menjadi catatan disini adalah beda maknanya antara anda tahu (belajar sendiri, entah itu dari ustadz, buku, dll) dan paham (diajarkan oleh Allah SWT). Tahu sifatnya sementara sehingga kadang manusia akan lupa karena tahu adalah hasil dari olah pikir/otak. Sedangkan paham sifatnya kekal karena hasil pengajaran Allah SWT yang ditanamkan dalam hati hamba-Nya dan sang hamba mengalami peristiwa ayat tersebut. Proses ajar mengajar ini berlangsung terus menerus sampai ajal menjemput. Sang hamba juga akan dipelihara dan dijaga oleh Allah SWT selama masa hidup-Nya. Inilah makna sebenarnya dari Nuzulul Qur’an.

Bersambung...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Fahri
Shalat Center-Halaqah Sampangan Semarang