TIRAI PENGHALANG UNTUK MENGENAL TUHAN (2)
Saat kita (bayi)
lahir di dunia dalam keadaan fitrah,
namun seiring dengan bertambahnya umur secara tidak sadar, perlahan
namun pasti, lingkungan telah mempengaruhi dan menciptakan hijab-hijab (tirai
penutup/penghalang) yang tidak pernah disadari sang bayi. Hijab itu bisa
berasal dari manusia (keluarga atau masyarakat) maupun keindahan dunia yang
begitu mempesona (materi). Hijab semakin hari semakin membelenggu ar-Ruh (Amr
Tuhan). Pemberian nama kepada bayi adalah salah satu tirai pertama yang menutup
kefitrahan manusia.
Saat bayi berusia 6
bulan sampai dengan 1 tahun dan otak logikanya mulai berfungsi, maka dia mulai
mengerti bahwa dirinya-lah yang bernama si-X (misalnya). Kemudian secara
kontinyu hijab-hijab lain mulai menyusul, terbentuk dan mempersempit ruang
gerak ar-ruh. Pengakuan berupa diri seperti ini hidungku, mataku, telingaku,
kakiku dan semua yang menjadi anggota badannya semua diklaim sebagai miliknya.
Hijab itu semakin pekat dan kuat
ketika sang bayi mulai berjalan, beranjak remaja dan dewasa, sehingga segala yang berada di sekitarnya
di-aku sebagai miliknya. Mulai dari orang tuaku, istri/suamiku, anakku, uangku,
rumahku, mobilku, hasil kerjaku, perusahaanku, dan lain sebagainya. Semua serba
aku. Jadi kemusyrikan tertinggi sebenarnya pengakuan diri sehingga ar-ruh yang
semestinya bertugas sebagai khalifah di muka bumi ini perlahan-lahan tenggelam
dan terbungkus oleh nafsu yang mengajak kepada kepemilikan atas materi yang
sebenarnya bukan hak manusia namun hanya pinjaman (fasilitas) dari Allah SWT untuk digunakan beribadah
kepada-Nya. Kondisi inilah yang menyebabkan ar-ruh hanya bisa menangis karena
terpenjara oleh hati yang fujur dan jiwa yang tertutup (terkunci) sehingga
selalu mengajak kepada keburukan, kenistaan dan kehinaan, kecuali nafsu yang
telah dirahmati Allah SWT (nafsu muthmainah).
Menurut ahli filsafat
yang bernama Plato menguraikan mengenai pengetahuan (kesadaran), bahwa manusia
itu dilahirkan dengan mengetahui segala sesuatu. Pengetahuan adalah bawaan,
termasuk pengetahuan tentang baik dan buruk, benar dan salah. Seorang bayi
hidup sangat dekat dengan kebenaran, namun, sementara dia tumbuh, dia lupa dan
jatuh ke dalam kebodohan (Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, 2002, hal. 183).
Ketika dewasa,
kebanyakan di antara kita telah melupakan diri kita yang asli dan dalam, serta
kebijaksanaan besar yang mereka miliki. Kita kehilangan kepercayaan pada diri
sendiri dan berpaling kepada aturan eksternal untuk mendapatkan bimbingan (atau
pengajaran dari Tuhannya~pen.). Dengan demikian tantangannya adalah
bagaimana cara untuk mendapatkan kembali spontanitas (fitrah) kanak-kanak yang
hilang, yang diperkuat dengan disiplin, pengalaman, dan kebijaksanaan orang
dewasa—serta kerendahan hati yang tak habis-habisnya. Kita harus selalu bersedia
menguji “kebenaran batin” kita terhadap konsekuensinya di dunia luar. (Danah
Zohar dan Ian Marshall, SQ, 2002, hal. 184).
Apa yang dikatakan
Plato memang ada benarnya. Bayi terlahir dalam keadaan suci (ar-ruh) dan
memiliki sifat serba tahu karena merupakan amr Tuhan. Namun ketika dewasa dan
seiring berjalannya waktu, ar-ruh terkena seperangkat aturan manusia yang benar
salahnya sifatnya relatif, doktrin-doktrin, dan lain-lainnya. Kondisi ini
menyebabkan an-nafs telah menguasai ar-ruh sehingga manusia terhijab dari
kebenaran Tuhan.
Bila nafsu berkuasa
atas ar-ruh maka tugas manusia sebagai khalifatullah untuk memakmurkan
dunia beserta isinya akan digantikan oleh sifat kerakusan, kesombongan, mau
menang sendiri, iri, dengki, dan penyakit hati lainnya. Sang fitrah telah
ternoda (terhijab) dengan hal-hal yang menyilaukan pandangan mata dan meniru
sifat-sifat syaitan.
Itu mengapa
kebanyakan manusia sekarang ini lebih dikuasai oleh nafsunya, bukan
dikendalikan oleh ar-Ruh (Amr Tuhan) untuk menjalankan fungsinya sebagai khalifatullahi
fi al-ardi (utusan Allah di bumi) yaitu untuk mengelola dan memakmurkan
penghuninya! Itu juga yang terjadi mengapa bashiroh tidak mampu melawan hawa
nafsu meskipun manusia itu menyadari bahwa tindakannya melanggar perintah
Tuhan! Itu mengapa banyak manusia mengaku beragama, dan ber-Tuhan namun tidak
mampu mengejawantahkan amar ma’ruf nahi
munka. Itu mengapa dalam beribadah (shalat) kita tidak bisa khusyu’
sehingga tidak dapat “berjumpa”, berkomunikasi, berdialog, dan berkeluh kesah kepada
Allah SWT
Demikian sekelumit
pokok bahasan TIRAI PENGHALANG UNTUK MENGENAL TUHAN. Semoga bermanfaat. (Petikan E-BOOK Pertama saya yang berjudul “MENELADANI SPIRITUAL
RASULULLAH DALAM BERMA’RIFATULLAH)
Untuk
menambah wawasan beragama anda silahkan download E-Book (Electronic Book)
Pertama saya yang berjudul : MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH dan MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. Semoga bermanfaat di dunia dan akhirat. Amin.
Marilah kita tetap ISTIQOMAH
untuk meraih ridha Allah SWT!!!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar