ALLAH, SANG MAHA HADIR (3)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
b. Kedua
Allah SWT memperkenalkan diri-nya melalui ayat Kauniyah (kejadian atau peristiwa yang terjadi di alam semesta) dan ayat Kauliyah (Al-Qur’an). Cara Allah SWT menuntun dan memberi pelajaran kepada Rosululloh SAW dan manusia melalui Al-Qur’an memang unik.
Pertama, Al-Qur’an diturunkan kepada Rosululloh SAW secara bertahap (ayat per ayat), inilah cara Allah SWT memberi pelajaran sekaligus memahamkan kepada Rasul SAW. Kadang ayat Al-Qur’an turun setelah atau sebelum terjadinya sesuatu peristiwa.
Demikian pula kepada umat Beliau sampai saat ini. Meskipun secara tekstual ayat Al-Qur’an sama tetapi makna dan pemahaman dapat berbeda yang menyesuaikan dengan kondisi zaman. Fleksibel. Al-Qur’an tidak akan pernah usang oleh berjalannya waktu. Selalu up to date. Bahkan sampai hari kiamat.
Kedua, Al-Qur’an yang tersusun sekarang tidaklah sama dengan susunan buku, yang tersusun rapi dan berurutan, mulai pengantar, isi, dan penutup. Mengapa Allah SWT menggerakan melalui pikiran dan tenaga para sahabat Rosul SAW membentuk/menyusun Al-Qur’an sedemikian rupa yang tidak berurutan namun sistematis? Karena Allah SWT menyuruh agar umat Rosul SAW selalu dan mau belajar secara “aktif”, mampu menganalisis dan memahami hubungan antar satu ayat dengan ayat lain, dsb.
Namun sayang tidak semua hamba-Nya mampu mencerna maksud Allah SWT dibalik itu semua yaitu menyusun Al-Qur’an yang tidak berurutan. Ada sebagian umat yang menafsirkan secara tekstual saja dan asal ambil. Namun yang lebih parah lagi, ada yang mengambil ayat tanpa mengkaitkan dengan ayat lain. Padahal ayat tersebut memiliki korelasi (hubungan). Misalnya ada sebagian umat Islam yang sampai hari ini masih menganggap Allah SWT bagaikan seorang raja yang duduk manis di atas singgasana-Nya di langit lapis tujuh (Arsy). Salah tafsir ini karena umat tersebut hanya mengambil sepotong ayat dari Al-Qur’an yaitu QS. Al-Baqarah 2 : 225 atau yang dikenal dengan Ayat Kursi tanpa menghubungkan dengan ayat lain. Benarkah kondisi Allah SWT demikian? Tentu tidak! Kenapa? Paling tidak ada 2 alasan:
Pertama: secara bahasa logika, bila Allah SWT hanya duduk di singgasana-Nya di Arsy, anda dapat bayangkan seberapa besar singgasana itu untuk menampung Allah SWT dan ini berarti Allah SWT lebih kecil dibandingkan singgasana-Nya. Apakah ini masuk akal? Padahal Allah Maha Besar (Allahu Akbar). Disamping itu, Allah SWT tidak terikat oleh ruang. Karena ruang yang menciptakan Allah SWT. Sebenarnya yang dimaksud dengan Arsy adalah kekuasaan-Nya yang meliputi segala sesuatu, baik di langit maupun di bumi. Inilah salah satu bentuk persepsi yang salah dari manusia tentang Allah SWT karena menafsirkan secara tekstual dan mengambil sepotong-sepotong ayat Al-Qur’an. Hal ini juga terjadi pada salah persepsi terhadap kiblat umat islam yaitu Baitullah (rumah Allah). Kalau rumah-Nya sebesar itu betapa kecilnya Allah SWT. Padahal Baitullah artinya rumah yang dirahmati karena sebagai kiblat umat islam saat mendirikan shalat. Lagi-lagi salah persepsi ini karena diartikan secara tekstual dan berdasar pikir (otak).
Kedua, berkaitan dengan point pertama, hendaknya umat islam jangan mengambil ayat sepotong-sepotong, karena ayat di atas (QS. 2 : 225) diterangkan (memiliki hubungan) Allah SWT dengan ayat-ayat lain yang berada di Al-Qur’an, seperti :
~ QS. An-Nissa 4 : 126 : Allah meliputi segala sesuatu.
~ QS. An-Nissa 4 : 108 : Allah meliputi yang manusia kerjakan.
~ QS. Al-Baqarah 2 : 115 : Allah meliputi Timur dan Barat.
~ QS. Ash-Shaaf 50 : 16 : Allah lebih dekat dari urat leher manusia.
~ QS. Az-Zumar 39 : 62 : Allah mencipta sesuatu dan yang memeliharanya.
Sekali lagi, jangan salahkan Allah SWT karena manusia yang ingin mengenalnya justru terjebak dalam kesalahan-kesalahan yang vital. Hal ini karena manusia hanya menggunakan pikir (otak) untuk memahami Al-Qur’an dan merasa pandai kalau sudah menyelesaikan studi islam dari jazirah Arab atau pondok pesantren terkenal. Padahal fungsi otak (pikir) adalah untuk sesuatu yang bersifat logic, mathematic, analitic dan keilmuan, bukan pemahaman. Sementara pemahaman tentang Al-Qur’an adalah pengajaran dan wilayah Allah SWT, yang diajarkan langsung dalam dada (qolbu) manusia. Oleh karena selama ini kebanyakan umat islam memakai alat yang salah (pikir/otak) maka output-nya juga pasti salah.
"Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya”. (Al-Qiyamah 75 : 16-19).
Yang lebih berbahaya lagi, ada sebagian umat islam yang coba mengotak-atik dan menta’wilkan ayat-ayat Mutasyabihat (samar). Seperti contoh pada kasus QS. Al-Baqarah 2 ayat 1 yaitu Alif Lam Mim. Alif ditafsirkan Allah SWT, Lam ditafsirkan Islam dan Mim ditafsirkan Muhammad SAW. Padahal jelas-jelas Allah SWT melarangnya, karena ini ayat mutasyabihat dan Allah-lah yang tahu maksudnya. Allah SWT menganggap orang yang mencoba mengotak-atik (ta’wil) seperti itu tidak berakal.
“Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi)-nya ada ayat-ayat yang muhkamat (terang), itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:’Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semua itu dari sisi Tuhan kami.’ Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran 3 : 7).
Melihat beberapa contoh diatas kita jadi ngeri melihatnya. Karena kesombongan manusia maka persepsinya semua jadi salah. Seperti peribahasa “Maksud hati ingin memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai”. Inilah peringatan Allah SWT kepada umat Islam agar berhati-hati. Dan orang-orang seperti ini sesungguhnya telah tertipu. Ini semua disebabkan kesombongan manusia karena merasa paling pandai dan paling benar. Nau’dzubillahi min dzalik!. Padahal kepandaian dan kebenaran hanya milik Allah SWT.
Lalu bagaimana umat islam harus bersikap atas masalah (kegelisahan) ini?, Bagaimana agar dapat mengenal Allah SWT yang sebenar-benarnya sehingga tidak salah persepsi tentang Allah SWT dan ayat-ayat-Nya?
Bersambung...
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
b. Kedua
Allah SWT memperkenalkan diri-nya melalui ayat Kauniyah (kejadian atau peristiwa yang terjadi di alam semesta) dan ayat Kauliyah (Al-Qur’an). Cara Allah SWT menuntun dan memberi pelajaran kepada Rosululloh SAW dan manusia melalui Al-Qur’an memang unik.
Pertama, Al-Qur’an diturunkan kepada Rosululloh SAW secara bertahap (ayat per ayat), inilah cara Allah SWT memberi pelajaran sekaligus memahamkan kepada Rasul SAW. Kadang ayat Al-Qur’an turun setelah atau sebelum terjadinya sesuatu peristiwa.
Demikian pula kepada umat Beliau sampai saat ini. Meskipun secara tekstual ayat Al-Qur’an sama tetapi makna dan pemahaman dapat berbeda yang menyesuaikan dengan kondisi zaman. Fleksibel. Al-Qur’an tidak akan pernah usang oleh berjalannya waktu. Selalu up to date. Bahkan sampai hari kiamat.
Kedua, Al-Qur’an yang tersusun sekarang tidaklah sama dengan susunan buku, yang tersusun rapi dan berurutan, mulai pengantar, isi, dan penutup. Mengapa Allah SWT menggerakan melalui pikiran dan tenaga para sahabat Rosul SAW membentuk/menyusun Al-Qur’an sedemikian rupa yang tidak berurutan namun sistematis? Karena Allah SWT menyuruh agar umat Rosul SAW selalu dan mau belajar secara “aktif”, mampu menganalisis dan memahami hubungan antar satu ayat dengan ayat lain, dsb.
Namun sayang tidak semua hamba-Nya mampu mencerna maksud Allah SWT dibalik itu semua yaitu menyusun Al-Qur’an yang tidak berurutan. Ada sebagian umat yang menafsirkan secara tekstual saja dan asal ambil. Namun yang lebih parah lagi, ada yang mengambil ayat tanpa mengkaitkan dengan ayat lain. Padahal ayat tersebut memiliki korelasi (hubungan). Misalnya ada sebagian umat Islam yang sampai hari ini masih menganggap Allah SWT bagaikan seorang raja yang duduk manis di atas singgasana-Nya di langit lapis tujuh (Arsy). Salah tafsir ini karena umat tersebut hanya mengambil sepotong ayat dari Al-Qur’an yaitu QS. Al-Baqarah 2 : 225 atau yang dikenal dengan Ayat Kursi tanpa menghubungkan dengan ayat lain. Benarkah kondisi Allah SWT demikian? Tentu tidak! Kenapa? Paling tidak ada 2 alasan:
Pertama: secara bahasa logika, bila Allah SWT hanya duduk di singgasana-Nya di Arsy, anda dapat bayangkan seberapa besar singgasana itu untuk menampung Allah SWT dan ini berarti Allah SWT lebih kecil dibandingkan singgasana-Nya. Apakah ini masuk akal? Padahal Allah Maha Besar (Allahu Akbar). Disamping itu, Allah SWT tidak terikat oleh ruang. Karena ruang yang menciptakan Allah SWT. Sebenarnya yang dimaksud dengan Arsy adalah kekuasaan-Nya yang meliputi segala sesuatu, baik di langit maupun di bumi. Inilah salah satu bentuk persepsi yang salah dari manusia tentang Allah SWT karena menafsirkan secara tekstual dan mengambil sepotong-sepotong ayat Al-Qur’an. Hal ini juga terjadi pada salah persepsi terhadap kiblat umat islam yaitu Baitullah (rumah Allah). Kalau rumah-Nya sebesar itu betapa kecilnya Allah SWT. Padahal Baitullah artinya rumah yang dirahmati karena sebagai kiblat umat islam saat mendirikan shalat. Lagi-lagi salah persepsi ini karena diartikan secara tekstual dan berdasar pikir (otak).
Kedua, berkaitan dengan point pertama, hendaknya umat islam jangan mengambil ayat sepotong-sepotong, karena ayat di atas (QS. 2 : 225) diterangkan (memiliki hubungan) Allah SWT dengan ayat-ayat lain yang berada di Al-Qur’an, seperti :
~ QS. An-Nissa 4 : 126 : Allah meliputi segala sesuatu.
~ QS. An-Nissa 4 : 108 : Allah meliputi yang manusia kerjakan.
~ QS. Al-Baqarah 2 : 115 : Allah meliputi Timur dan Barat.
~ QS. Ash-Shaaf 50 : 16 : Allah lebih dekat dari urat leher manusia.
~ QS. Az-Zumar 39 : 62 : Allah mencipta sesuatu dan yang memeliharanya.
Sekali lagi, jangan salahkan Allah SWT karena manusia yang ingin mengenalnya justru terjebak dalam kesalahan-kesalahan yang vital. Hal ini karena manusia hanya menggunakan pikir (otak) untuk memahami Al-Qur’an dan merasa pandai kalau sudah menyelesaikan studi islam dari jazirah Arab atau pondok pesantren terkenal. Padahal fungsi otak (pikir) adalah untuk sesuatu yang bersifat logic, mathematic, analitic dan keilmuan, bukan pemahaman. Sementara pemahaman tentang Al-Qur’an adalah pengajaran dan wilayah Allah SWT, yang diajarkan langsung dalam dada (qolbu) manusia. Oleh karena selama ini kebanyakan umat islam memakai alat yang salah (pikir/otak) maka output-nya juga pasti salah.
"Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya”. (Al-Qiyamah 75 : 16-19).
Yang lebih berbahaya lagi, ada sebagian umat islam yang coba mengotak-atik dan menta’wilkan ayat-ayat Mutasyabihat (samar). Seperti contoh pada kasus QS. Al-Baqarah 2 ayat 1 yaitu Alif Lam Mim. Alif ditafsirkan Allah SWT, Lam ditafsirkan Islam dan Mim ditafsirkan Muhammad SAW. Padahal jelas-jelas Allah SWT melarangnya, karena ini ayat mutasyabihat dan Allah-lah yang tahu maksudnya. Allah SWT menganggap orang yang mencoba mengotak-atik (ta’wil) seperti itu tidak berakal.
“Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi)-nya ada ayat-ayat yang muhkamat (terang), itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:’Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semua itu dari sisi Tuhan kami.’ Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran 3 : 7).
Melihat beberapa contoh diatas kita jadi ngeri melihatnya. Karena kesombongan manusia maka persepsinya semua jadi salah. Seperti peribahasa “Maksud hati ingin memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai”. Inilah peringatan Allah SWT kepada umat Islam agar berhati-hati. Dan orang-orang seperti ini sesungguhnya telah tertipu. Ini semua disebabkan kesombongan manusia karena merasa paling pandai dan paling benar. Nau’dzubillahi min dzalik!. Padahal kepandaian dan kebenaran hanya milik Allah SWT.
Lalu bagaimana umat islam harus bersikap atas masalah (kegelisahan) ini?, Bagaimana agar dapat mengenal Allah SWT yang sebenar-benarnya sehingga tidak salah persepsi tentang Allah SWT dan ayat-ayat-Nya?
Bersambung...
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar