ALLAH, SANG MAHA HADIR (2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Mereposisi Persepsi Tentang Allah SWT
a. Pertama
Ada ungkapan peribahasa yang sungguh indah dan anda pasti pernah mendengarnya, yaitu “Tak Kenal maka Tak Sayang”. Kalimat ini sebenarnya mengandung makna yang sangat dalam. Intinya, kalau anda kebetulan tidak mengenal seseorang luar dalam (nama, sifat, perbuatan dan diri orang tersebut) maka anda seharusnya tidak berhak menilai seseorang. Kenapa? Karena dapat dipastikan penilaian anda pasti tidak tepat 100%. Ini dapat menjadikan fitnah. Bahkan karena salah dalam menilai maka rasa sayang anda tidak mungkin akan timbul, karena anda diliputi kecurigaan dan prasangka. Kalaupun anda tetap bersikukuh dan beranggapan bahwa anda mengenal orang tersebut, mungkin itu sebatas kulit luarnya saja. Dan bersiap-siaplah kecewa dikemudian hari apabila apa yang anda anggap benar ternyata salah besar.
Demikian pula persepsi manusia mengenai Allah SWT. Manusia sering menilai berdasar an-nafs-nya, ego-nya, kepentingan-nya semata-mata untuk mengkambing-hitamkan atau menyalahkan Allah SWT. Astaghfirullah!.
Maka di dalam Al-Qur’an, Allah SWT jauh-jauh hari sudah memperingatkan tentang persepsi manusia kepada-Nya.
“Mereka (manusia) tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al-Hajj 22 : 74).
Manusia sering beranggapan bahwa cobaan, peringatan, ujian dan hukuman yang terjadi baru-baru ini (seperti peristiwa gempa di Tasikmalaya dan Padang) disebabkan karena Allah SWT sedang murka dan marah kepada makhluk-Nya. Allah SWT diidentikkan dengan sifat kejam, suka menyiksa, marah, benci, dll. Na’udzubillahi min dzalik!.
Benarkah demikian sifat Allah SWT? Sungguh celakalah manusia yang mempersepsikan bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat buruk seperti manusia. Dan sesungguhnya Allah SWT tidak layak menyandang sifat-sifat buruk.
“...Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya). (QS. Al-Anbiya 21 : 18).
Allah SWT itu Ar-Rahman dan Ar-Rahim (Maha Pengasih dan Penyayang). Allah SWT tidak pernah menyiksa, marah, benci, kejam, dll. Justru manusialah yang mendzalimi diri sendiri sehingga ia berhak mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri. Coba simak, perhatikan dan pahami ayat Al-Qur’an berikut ini:
“Sesungguhnya Allah tiada mendzalimi manusia, tetapi manusialah yang mendzalimi diri”. (QS. Yunus 10 : 44).
” Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)....” (QS. Ar-Rum 15 : 4).
Dari dua ayat di atas jelas sekali bahwa semua kerusakan dan akibat-akibatnya (gempa, banjir, global warning, krisis ekonomi global, dll) adalah akibat perbuatan tangan manusia sendiri. Manusialah yang mendzalimi diri sendiri, maka manusia berhak atas akibatnya. Karena suatu akibat pasti ada sebab (hukum sebab akibat).
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena manusia telah dikuasai oleh nafsu, rendahnya tingkat kesadaran, terhijabnya perilaku/akhlak, buta mata hatinya dan rakus akan kehidupan dunia. Bila ini terjadi maka mudahlah iblis/syaitan menghembus-hembuskan, memanas-manasi dan mengipasi bara api yang telah disediakan manusia. Ya...jangan salahkan iblis/syaitan, karena yang menyediakan bahan bakar adalah manusia sendiri, sementara iblis/syaitan hanya menyalakan apinya.
Bersambung...
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Mereposisi Persepsi Tentang Allah SWT
a. Pertama
Ada ungkapan peribahasa yang sungguh indah dan anda pasti pernah mendengarnya, yaitu “Tak Kenal maka Tak Sayang”. Kalimat ini sebenarnya mengandung makna yang sangat dalam. Intinya, kalau anda kebetulan tidak mengenal seseorang luar dalam (nama, sifat, perbuatan dan diri orang tersebut) maka anda seharusnya tidak berhak menilai seseorang. Kenapa? Karena dapat dipastikan penilaian anda pasti tidak tepat 100%. Ini dapat menjadikan fitnah. Bahkan karena salah dalam menilai maka rasa sayang anda tidak mungkin akan timbul, karena anda diliputi kecurigaan dan prasangka. Kalaupun anda tetap bersikukuh dan beranggapan bahwa anda mengenal orang tersebut, mungkin itu sebatas kulit luarnya saja. Dan bersiap-siaplah kecewa dikemudian hari apabila apa yang anda anggap benar ternyata salah besar.
Demikian pula persepsi manusia mengenai Allah SWT. Manusia sering menilai berdasar an-nafs-nya, ego-nya, kepentingan-nya semata-mata untuk mengkambing-hitamkan atau menyalahkan Allah SWT. Astaghfirullah!.
Maka di dalam Al-Qur’an, Allah SWT jauh-jauh hari sudah memperingatkan tentang persepsi manusia kepada-Nya.
“Mereka (manusia) tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al-Hajj 22 : 74).
Manusia sering beranggapan bahwa cobaan, peringatan, ujian dan hukuman yang terjadi baru-baru ini (seperti peristiwa gempa di Tasikmalaya dan Padang) disebabkan karena Allah SWT sedang murka dan marah kepada makhluk-Nya. Allah SWT diidentikkan dengan sifat kejam, suka menyiksa, marah, benci, dll. Na’udzubillahi min dzalik!.
Benarkah demikian sifat Allah SWT? Sungguh celakalah manusia yang mempersepsikan bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat buruk seperti manusia. Dan sesungguhnya Allah SWT tidak layak menyandang sifat-sifat buruk.
“...Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya). (QS. Al-Anbiya 21 : 18).
Allah SWT itu Ar-Rahman dan Ar-Rahim (Maha Pengasih dan Penyayang). Allah SWT tidak pernah menyiksa, marah, benci, kejam, dll. Justru manusialah yang mendzalimi diri sendiri sehingga ia berhak mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri. Coba simak, perhatikan dan pahami ayat Al-Qur’an berikut ini:
“Sesungguhnya Allah tiada mendzalimi manusia, tetapi manusialah yang mendzalimi diri”. (QS. Yunus 10 : 44).
” Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)....” (QS. Ar-Rum 15 : 4).
Dari dua ayat di atas jelas sekali bahwa semua kerusakan dan akibat-akibatnya (gempa, banjir, global warning, krisis ekonomi global, dll) adalah akibat perbuatan tangan manusia sendiri. Manusialah yang mendzalimi diri sendiri, maka manusia berhak atas akibatnya. Karena suatu akibat pasti ada sebab (hukum sebab akibat).
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena manusia telah dikuasai oleh nafsu, rendahnya tingkat kesadaran, terhijabnya perilaku/akhlak, buta mata hatinya dan rakus akan kehidupan dunia. Bila ini terjadi maka mudahlah iblis/syaitan menghembus-hembuskan, memanas-manasi dan mengipasi bara api yang telah disediakan manusia. Ya...jangan salahkan iblis/syaitan, karena yang menyediakan bahan bakar adalah manusia sendiri, sementara iblis/syaitan hanya menyalakan apinya.
Bersambung...
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Fahri
Shalat Center Halaqah Sampangan Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar