DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Jumat, 03 September 2010

Salah Alamat


SALAH ALAMAT

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Kalau para sahabat dan pembaca jeli, mungkin anda sekalian akan menangkap fenomena yang menarik di masyarakat (khususnya umat islam) setiap kali bulan Ramadhan datang. Pertama, karena bulan suci ini datang setahun sekali dan di dalamnya ada aktivitas ibadah shalat tharawih maka “barang” yang sifatnya baru ini akan disenangi dengan penuh semangat oleh umat pada minggu-minggu pertama ramadhan. Lihatlah masjid di sekeliling anda, pada minggu pertama banyak jamaah yang berbondong-bondong pergi ke masjid untuk menunaikan ibadah shalat tharawih. Yang bikin kita kadang terbengong-bengong adalah pertengahan bulan ramadhan, dimana yang shalat tarawih mendadak menurun drastis. Ini tidak terjadi pada satu moment ramadhan saja, namun berulangkali setiap ramadhan menyambangi umat islam.

Kedua, Setelah separo ramadhan sepi, maka di sepuluh terakhir bulan ramadhan mendadak mesjid menjadi ramai lagi, entah apa sebabnya, mungkin salah satunya mereka beriktikaf untuk mendapatkan Lailatul Qodar.

Ketiga, Kadang sungguh keterlaluan sikap/cara kita beribadah kepada Allah SWT. Seolah-olah Allah SWT bisa kita suap. Saat kita mengharapkan sesuatu kepada-Nya, kita berlagak bermanis-manis rupa dengan cara memperbanyak beribadah. Tapi bila kita tidak merasa perlu, Allah SWT dinomorsekiankan. Lha ibadah kok dianggap bisnis, semua serba diperhitungkan untung ruginya kepada kita. Na’udzubillahi min dzalik!

Kadang saya sendiri harus mengelus dada. Namun saya mahfum. Oke-lah kalau itu memang sebatas kemampuan mereka, saya tidak bisa apa-apa. Namun yang justru urgent saya soroti di sini adalah tolong luruskan niat kita pada alamat yang tepat (hanif) untuk mendapatkan pahala 1000 bulan di sepuluh terakhir bulan ramadhan. Kenapa hal ini menggelitik pemikiran saya?

Pertama, Banyak saudara-saudara kita yang masih salah alamat dalam beribadah. Tujuan ibadah mereka masih mengharapkan pahala, apalagi bila pahalanya besar. Seolah-olah ini sebagai media barter atas dosa-dosa yang pernah dilakukan selama 11 bulan. Dengan mendapatkan Lailatul Qodar maka insya Allah, pahala mereka lebih banyak dari dosanya sehingga bisa masuk surga. Nah...justru yang aneh disini ketika ditanya,”Apakah anda mendapat Lailatul Qodar? Kalau iya apa buktinya dan kalau tidak apa buktinya?”. Pastilah yang ditanya akan bingung menjawabnya dan malah pusing tujuh keliling. Padahal Allah SWT tidak pernah menjanjikan sesuatu dalam Al-Qur’an yang tidak ada buktinya atau sebatas angan-angan atau dongeng manis belaka. Seperti juga islam, iman, dan ihsan, semua ada bukti otentiknya dari Allah SWT.

Kedua, Secara umum banyak umat islam yang masih takut masuk neraka bila dosanya lebih banyak daripada pahalanya. Mereka mengharapkan/menginginkan masuk surga. Ini salah alamat yang vital. Kenapa? Mengapa mereka tidak mempertanyakan hubungannya dengan Allah SWT selama ini selaku pemilik surga dan neraka serta pemberi pahala dan dosa? Bukankah surga dan neraka itu makhluk Allah SWT karena diciptakan? Lha kalau cara beginikan bisa jadi berabe! Demikian pula mereka yang lebih mengharap Lailatul Qodar daripada perjumpaan dengan Allah SWT, padahal yang memberi Lailatul Qodar-kan ya Allah SWT. Bagaimana kalau hubungan kita dengan Allah SWT tidak akrab, mesra dan baik-baik? Mungkinkah pahala 1000 bulan akan diberikan?

Untuk itu luruskan segala niat ibadah kita hanya semata-mata kepada Allah SWT. Perkara pahala, surga, dan lailatul qodar itu akan dengan sendirinya mengikuti kita bila cara ibadah kita sudah benar dan hubungan kita dengan Allah SWT terjalin mesra. Semua itu bonus dari-Nya. Tidaklah mungkin Allah SWT tega menelantarkan “kekasih”-Nya bila telah terjalin cinta berupa rahmat dan ridha-Nya.

Ada sedikit tips yang saya sadurkan dari tulisan Emha Ainun Najib yang cukup menarik sebagai bekal menyambut Lailatul Qodar. Semoga bermanfaat.

Yang sepenuhnya harus kita urus dalam ‘menyambut’ Lailatul Qadar adalah Reciever Spiritual kita sendiri untuk mungkin menerima Lailatul-Qadar. Kesiapan Diri kita. Kebersihan Jiwa kita. Kejernihan Ruh kita. Kepenuhan Iman kita. Totalitas iman dan kepasrahan kita. Itulah yang harus kita maksimalkan.

Kalau lampumu tak bersumbu dan tak berminyak, jangan bayangkan api. Kalau gelasmu retak, jangan mimpi menuangkan minuman. Kalau

mentalmu rapuh, jangan rindukan rasukan tenaga dalam. Kalau kaca jiwamu masih kumuh oleh kotoran-kotoran dunia, jangan minta cahaya akan memancarkan dengan jernih atasmu.

Jadi, bertapalah dengan puasamu, bersunyilah dengan i’tikafmu, mengendaplah dengan lapar dan hausmu. Membeninglah dengan rukuk dan sujudmu. Puasa mengantarkanmu menjauh dari kefanaan dunia, sehingga engkau mendekat ke alam spiritualitas. Puasa menanggalkan barang-barang pemberat pundak, nafsu-nafsu pengotor hati, serta pemilikan-pemilikan penjerat kaki kesorgaanmu.

Wallahu‘alam bishshawab...

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.